Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala


Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

DETEKSI Salmonella SP. PADA KEBAB (GRILLED MEATS) YANG DIJUAL DI


KOTA BANDA ACEH

Detection of Salmonella sp. on the Kebab (grilled meats) Sold in Banda Aceh

Adek Rizky Afrida1, Rastina2, Mahdi Abrar3


1
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Laboratorium Kesahatan Masyarakat Veteriner Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda
3
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
E-mail: adekrizkya06@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan Salmonella sp. pada kebab yang dijual di Kota
Banda Aceh. Sampel kebab utuh yang digunakan yaitu sebanyak sembilan kebab dari tiga outlet berbeda yang
dijual dipinggir jalan dan ramai dikunjungi pembeli. Deteksi Salmonella sp. dilakukan dengan menggunakan
metode rujukan SNI 2879:2008 yang terdiri dari uji pre-enricment, enrichment, isolasi dan identifikasi
Salmonella sp. Tahapan pengujian ini dipisahkan menjadi uji persumtif menggunakan media LB, RV, XLD dan
uji konfirmasi digunakan media TSIA dan LIA. Hasil yang didapatkan yaitu terdapat 44% kebab yang diuji
dinyatakan positif Salmonella sp. dan 56% kebab negatif Salmonella sp. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa, kebab yang dijual di Kota Banda Aceh terkontaminasi Salmonella sp. yang melebihi batas
normal cemaran Salmonella sp. pada produk daging yang seharusya pada daging olahan harus negatif.

Kata kunci: Salmonella sp., kebab, daging olahan.

ABSTRACT
The goals of this research is to detect the present of Salmonella sp. in Kebab that is sold in Banda
Aceh. This research used nine Kebab from three different outlets. Detection of Salmonella sp. was done using
SNI 2897:2008 that were consisted pre-enrichment , enrichment, isolation and identification of Salmonella sp.
This stage is separated into persumtive test using media Lactose broth, Rapport vasilliadis, Xylose lysine
deoxycholate and the confirmation test using Triple sugar iron agar and Lysine indol agar. The result shows
that 44% sample are positive Salmonella sp. and 56% samples are negative Salmonella sp. Based on these
results it can be concluded that, kebabs sold in the city of Banda Aceh were contaminated by Salmonella sp.
which exceeds the normal limits of Salmonella sp. on processed meat products that must be actually negative.

Keywords : Salmonella sp., kebab, processed meats.

PENDAHULUAN
Kebab (grilled meats) adalah makanan olahan tradisional Timur Tengah yang
dikonsumsi dibanyak wilayah di dunia termasuk Indonesia. Slicing doner kebab termasuk
salah satu jenis kebab yang banyak dijual di Indonesia khususnya Banda Aceh. Daging yang
digunakan sebagai bahan baku kebab biasanya daging domba dan sapi, selain itu juga
digunakan daging kambing, ayam, ikan, ataupun kerang (Choiriyah dkk., 2016). Penyajian
kebab juga dilengkapi dengan salad atau sayuran mentah seperti selada, peterseli, dan
peppermint (Durmaz, 2015).
Komponen yang terdapat dalam kebab seperti daging dan sayuran menjadikan kebab
sebagai salah satu jajanan sehat dan bergizi yang disukai oleh banyak konsumen. Kandungan
gizi pada daging diantaranya berupa air (75% dengan kisaran 68-80%), protein (19%),
mineral (1%) dan lemak (2,5% dengan kisaran 1.5-13.0%) (Amertaningtyas, 2012),
sedangkan kandungan nutrisi yang terdapat dalam 100 g selada yaitu Ca (68 mg), P (25 mg),
Fe (1,4mg), Na (9 mg), K (264 mg), Vitamin A (1.900 IU), Vitamin C (18 mg), Air (94%),
Serat (0,7) (Ryder, 1997).

52
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

Kandungan gizi yang tinggi pada daging dan sayuran merupakan tempat yang baik
untuk perkembangan mikroba, daging mentah terutama daging cincang memiliki potensi
terkontaminasi mikroba karena pemotongan menjadi bagian-bagian kecil akan memperluas
daerah permukaan tumbuh mikroba sehingga mikroba lebih mudah untuk mendapatkan
makanan, air, dan oksigen (Setiowati dkk., 2011), sedangkan selada memiliki resiko yang
tinggi bila dimakan mentah karena sayuran ini tumbuh dekat dengan tanah dan sayuran
mentah memiliki potensi terkontaminasi mikroba termasuk juga mikroba patogen pada
manusia (James, 2006).
Pertumbuhan mikroorganisme dalam kebab dipengaruhi oleh kondisi suhu yang tidak
optimal, waktu pemanggangan yang pendek dan penetrasi panas yang tidak mencukupi di
bagian tengah kebab (Nemati dkk., 2007). Hal ini juga didukung dengan pernyataan
Kayisoglu dkk. (2003), yang menyatakan bahwa kualitas mikrobiologi pada tipe produk
kebab dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kualitas bahan daging mentah, efektifitas dari
proses memasak, sanitasi tempat pembuatan kebab, kebersihan pedagang, daging yang
digunakan dengan kualitas rendah atau produk yang dimasak kurang matang dan
kemungkinan akan lebih berbahaya ketika kebab sisa dimasak kembali setelah kebab dalam
kondisi dingin.
Bakteri patogen yang dapat tumbuh dalam kebab diantaranya Staphylococcus aureus,
Clostridium perfringens dan beberapa strain Salmonella sp. karena bakteri ini tahan terhadap
panas dan tetap mampu memproduksi racun-racun yang mempengaruhi kandungan dalam
kebab (Kupeli yang disitasi oleh Nemati dkk., 2008). Berdasarkan SNI 7338:2009 batas
maksimum cemaran Salmonella sp. dalam pangan tentang produk daging olahan yaitu negatif
per 25 gram.
Salmonella sp. adalah kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang, tidak
berspora, dan sebagian besar yang telah diisolasi bersifat motil dengan peritrichous flagella
(Brooks dkk., 2001). Salmonella sp. menjadi salah satu bakteri indikator keamanan pangan
penyebab foodborne disease yang menimbulkan reaksi peradangan saluran pencernaan
(Karsinah, 2004) pada manusia dan hewan (Khaq, 2016) mulai dari gastroenteritis yang
ringan sampai bakteremia disertai demam tifoid (Syahrurachman, 2010).
Profil Kesehatan Indonesia (2011) menyatakan bahwa, demam tifoid atau paratifoid
menempati urutan ke 3 dari 10 penyakit terbanyak yang diderita pada tahun 2010 yaitu
sebanyak 41.081 kasus, dengan angka mortilitas sebesar 274 orang, dimana Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam merupakan provinsi dengan demam tifoid tertinggi yaitu 2,96%
sedangkan pada tahun 2011 tercatat kasus demam tifoid di RSU Provinsi Aceh sebanyak 921
kasus (Profil Kesehatan Aceh tahun 2012). Angka kesakitan demam tifoid di Indonesia ini
juga dilaporkan sebesar 81,7 per 100.000 penduduk, angka ini menunjukkan bahwa penderita
terbanyak adalah pada kelompok usia 2-15 tahun (Purba dkk., 2016).
Survei kejadian penyakit ini disebabkan karena infeksi Salmonella sp. melalui
makanan atau minuman yang dikonsumsi masyarakat. Penelitian mengenai kontaminasi
bakteri Salmonella sp. pada kebab belum pernah dilakukan, tetapi Choiriyah tahun 2016
melakukan penelitian mengenai kontaminasi mikroba pada daging kebab. Hasil yang
didapatkan pada penelitian tersebut yaitu 39 dari 40 sampel yang diteliti dinyatakan
teridentifikasi bakteri yang melebihi batas normal. Hal ini menjadi acuan bagi peneliti untuk
melakukan penelitian mengenai keberadaan Salmonella sp. dalam kebab yang dijual di
Banda Aceh.

53
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

MATERIAL DAN METODE PENELITIAN


Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada bulan Januari 2018.

Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan sembilan sampel kebab dari tiga outlet kebab yang
berbeda. Outlet kebab yang dilakukan pengujian adalah outlet kebab yang menggunakan
gerobak dalam penjualan kebab dan outlet yang paling ramai dikunjungi pembeli. Sampel
kebab yang digunakan yaitu kebab utuh (satu porsi kebab) yang terdiri dari tortila (roti
pembungkus kebab), daging, sayuran mentah (selada), bawang bombai, mayonaise, dan saus
sambal.

Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini mencakup kantong plastic steril, ice box,
timbangan, gunting steril, pinset steril, stomacher, erlenmeyer, gelas beker, aluminium foil,
autoclave, hot plate, incubator, pipet tetes, osse, kapas, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
cawan petri, plastic wrap, bunsen, dan refrigator.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup kebab utuh, aquadest, Lactose
Broth (LB), Rapport Vassiliadis Medium (RV Medium), Xylose Lysine Deoxycholate (XLD),
Triple Sugar Iron Agar (TSIA), dan Lysine Indol Agar (LIA).

Parameter Penelitian
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah keberadaan Salmonella sp. pada
kebab (grilled meats) yang dijual di Kota Banda Aceh.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk deteksi Salmonella sp. yaitu metode rujukan SNI
2897:2008.

Teknik Pengambilan Sampel


Sampel yang digunakan yaitu kebab (grilled meats) yang dijual di Kota Banda Aceh.
Pengambilan sampel dilakukan pada outlet kebab yang paling ramai dikunjungi pembeli.
Sampel yang dikoleksi berasal dari tiga outlet kebab yang berbeda, dimana masing masing
outlet diambil tiga sampel kebab. Sampel yang telah dikoleksi dimasukkan ke dalam ice box
untuk kemudian segera dilakukan pengujian di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Syiah Kuala.

Uji Identiikasi Salmonella sp.


Pre-enrichment
Sampel kebab ditimbang sebanyak 25 g kemudian ditambahkan 225 ml larutan LB
dan dimasukan ke dalam stomacher selama satu sampai dua menit. Suspensi yang dihasilkan
lalu dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan diinkubasi pada temperatur 37°C selama 24 jam ±
2 jam.

Enrichment
Biakan pre-enrichment kemudian dipindahkan 0,1 ml ke dalam 10 ml media RV dan
diinkubasi pada temperatur 37°C selama 24 jam ± 2 jam.

54
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

Isolasi Salmonella sp.


Koloni pada media RV diambil menggunakan jarum ose lalu diinokulasikan pada
media XLD agar. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam ± 2 jam. Pada XLD
agar hasil positif akan terbentuk warna merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau
terlihat hampir seluruh koloni hitam.

Uji Identifikasi Salmonella sp.


Bakteri yang diduga Salmonella sp. diidentifikasi dengan diinokulasikan ke media
TSIA dan LIA dengan cara menusuk kedasar media agar dan digores pada media agar miring.
Kemudian diinkubasikan pada temperatur 37°C selama 24 jam ± 2 jam.

Tabel 1. Hasil uji Salmonella sp. pada TSIA dan LIA.


Media Slant Buttom H₂ S Gas
TSIA Alkalin/K Asam/A Positf Negatif/
(merah) (kuning) (hitam) positif
LIA Alkalin/K Asam/A Positf Negatif/
(ungu) (ungu) (hitam) positif
Sumber : Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Analisis Data
Data hasil penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari sembilan sampel yang diuji terdapat
empat sampel yang dinyatakan positif Salmonella sp. atau sekitar 44%. Hasil positif baru bisa
diinyatakan apabila sampel telah dilakukan serangkaian pengujian yang terdiri dari uji
persumtif atau dugaan (LB, RV, dan XLD) dan uji konfirmasi (TSIA dan LIA) untuk
menguatkan hasil positif dari Salmonella sp. Hasil pengujian Salmonella sp. pada tiga outlet
kebab di Banda Aceh tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Salmonella sp. pada outlet kebab A, B dan C.


Outlet Sampel Uji Persumtif Uji Konfirmasi Persentase
LB RV XLD TSIA LIA hasil positif

A 1 + + + ++ ++ 11%
2 + + + ++ ++ 11%
3 + + + ++ ++ 11%
B 1 + + - - - 0%
2 + + - - - 0%
3 + + + ++ ++ 11%
C 1 + + - - - 0%
2 + + - - - 0%
3 + + - - - 0%
Total 44%

55
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

sKeterangan : Lactose Broth (LB), Rapport Vassiliadis Medium (RV), Xylose Lysine
Deoxycholate (XLD), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), dan Lysine Indol Agar (LIA), +
(adanya dugaan Salmonella sp.), ++ (positif Salmonella sp.), - (negatif Salmonella sp.)

Pada uji persumtif menggunakan media LB menunjukkan hasil positif pada semua
sampel yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan pada media setelah diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37°C. Media LB digunakan untuk menumbuhkan Salmonella sp. dan bakteri
koliform dari makanan, air, dan hasil ternak. Reaksi enzimatis gelatin dan ekstrak sapi
memberikan sumber karbon dan nitrogen untuk pertumbuhan bakteri pada LB (Arifin, 2015).
Hal ini juga sesuai dengan pernyatan Vanderzant dan Splittstoesser yang disitasi oleh Siahaan
(2010), yaitu tahapan pre-enrichment dengan media LB dibutuhkan untuk membantu
memperbaiki sel-sel Salmonella sp. yang rusak, melarutkan zat toksik atau zat penghambat,
dan juga menyediakan keuntungan nutrisi. Kandungan laktosa pada media LB akan
difermentasi oleh bakteri non-Salmonella sehingga menyebabkan penurunan pH media.
Penurunan pH media akan menghambat pertumbuhan bakteri non-Salmonella, sementara
bakteri Salmonella sp. dapat tetap tumbuh yang ditandai dengan kekeruhan pada media
(Lampiran 3; Gambar 1)
Uji persumtif pada tahap enrichment (Tabel 2) seluruh sampel menunjukkan hasil
positif. Senyawa selektif pada media RV seperti malachite green dan magnesium klorida
yang dikombinasikan dengan pH rendah (5,2±2) mampu menghambat pertumbuhan mikroba
alami yang berasal dari saluran pencernaan selain Salmonella sp. (D’Aoust, yang disitasi
Arifin, 2015). Kandungan Soy peptone pada media RV juga berfungsi sebagai sumber
nitrogen, karbon, dan asam amino bagi pertumbuhan Salmonella sp. (Oxoid yang disitasi
Arifin, 2015). Hasil positif ditandai dengan terjadi perubahan media RV dari warna biru
menjadi warna biru muda, keruh, dan terkadang terbentuk endapan putih dibagian bawah
media (Lampiran 3; Gambar 2)
Pada tahapan uji persumtif terakhir, suspensi pada media RV setelah diinkubasi
dilakukan penanaman pada media Xylose Lysine Deoxycholate agar dengan cara mengisolasi
bakteri dengan metode streak plate. Pada Tabel 2, dari sembilan sampel yang dilakukan
pemeriksaan empat diantaranya menunjukkan hasil positif, dimana koloni bakteri hampir
seluruhnya menghitam (Lampiran 3; Gambar 3). Hal ini sesuai dengan BSN (2008), yang
menyatakan bahwa hasil positif Salmonella sp. pada media XLD yaitu koloni tampak merah
muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni menghitam.
Menurut Difco dan BBL Manual (2003), media XLD selain mengandung xylose juga
mengandung lysine yang memungkinkan koloni Salmonella sp. terdiferensiasi karena bakteri
tersebut juga akan mendekarboksilasi lysine sehingga pH akan basa. Media XLD juga
mengandung indikator H2S yang terdiri dari sodium thiosulfate dan ferric ammonium citrate
sehingga ketika hidrogen sulfida terbentuk akan dihasilkan koloni dengan warna hitam di
bagian tengahnya. Media XLD mengandung sodium deoxycolate yang berfungsi untuk
menghambat bakteri Gram positif yang menjadikan media ini sebagai media selektif dan
differensial.
Pada lima sampel lainnya diinyatakan negatif, yaitu terjadi perubahan warna pada
media dari merah menjadi kuning. Menurut Susanto (2011), menyatakan bahwa bakteri Gram
negatif lain yang dapat diisolasi menggunakan media XLD yaitu Escherichia coli dengan
membentuk koloni berwarna kuning (Lampiran 3; Gambar 4). Perubahan ini terjadi karena
bakteri non-phatogen yang juga menghasilkan H2S tidak mendekarboksilasi lysine sehingga
reaksi asam yang diproduksi bakteri-bakteri tersebut mencegah munculnya warna hitam pada
koloni (Difco dan BBL Manual, 2003).

56
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

Hasil positif dari media XLD diinokulasikan ke media Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
dan Lysine Indol Agar (LIA) untuk dilakukan uji konfirmasi. Identifikasi Salmonella sp.
umumnya dilihat melalui produksi hydrogen sulfida dan ketidakmampuan Salmonella sp.
dalam memfermentasi laktosa. Oleh karena itu, media yang digunakan dipilih berdasarkan
perbedaan kemampuan Salmonella sp. dalam reaksi dengan media untuk memperoleh hasil
yang akurat (Adams dan Moss, 2008).
Uji konfirmasi pada TSIA ditandai dengan terbentuknya warna merah di bagian
permukaan, warna kuning pada dasar tabung dan warna hitam pada tusukan (menghasilkan
H2S) serta adanya gas pada agar (Lampiran 3; Gambar 5). Warna merah terjadi karena
Salmonella sp. dapat memfermentasi glukosa yang jumlahnya terbatas dalam media, sehingga
jika glukosa habis bakteri ini menggunakan pepton sebagai sumber energi yang terjadi di
permukaan agar dan menghasilkan produk sampingan berupa basa (merah). Terbentuknya
H2S ditandai dengan warna hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi
oleh H2S yang kemudian bereaksi dengan garam besi sehingga menghasilkan warna hitam.
Pembentukan gas positif merupakan hasil dari fermentasi H2 dan CO2 dapat dilihat dari
pecahnya dan terangkatnya agar (Arifin, 2015).
Uji konfirmasi juga menggunakan media Lysine Iron Agar (LIA). Hasil positif yang
didapatkan tercantum pada Lampiran 3; Gambar 6. LIA mengandung dextrose sebagai
sumber karbohidrat untuk fermentasi, indikator pH bromcresol purple yang berubah menjadi
warna kuning pada pH 5,2 atau lebih rendah dan warna ungu pada pH 6,8 atau lebih tinggi,
ammonium citrate dan sodium thiosulfate sebagai indikator pembentukan hidrogen sulfida,
serta lysin sebagai substrat yang digunakan untuk mendeteksi enzim pendekarboksilasi dan
pendeaminasi lysin. Deaminasi lisin merupakan proses aerobik yang terjadi pada bagian agar
miring, sedangkan dekarboksilasi lisin merupakan proses anaerobik yang terjadi pada bagian
dasar tabung.
Proses dekarboksilasi lisin akan menghasilkan produk akhir amina yang kemudian
bereaksi dengan indikator pH membentuk warna ungu pada bagian dasar tabung sedangkan
reaksi netral (tidak ada reaksi dekarboksilasi) akan membentuk warna kuning. Jika yang
terjadi proses deaminasi lisin, maka ammonia yang dihasilkan akan bereaksi dengan ferric
ammonium citrate membentuk warna merah gelap pada bagian agar miring dalam tabung dan
endapan hitam di dasar tabung menunjukkan adanya produksi H2S (Difco dan BBL Manual,
2003).
Pada Tabel 2, hasil positif Salmonella sp. pada outlet kebab A yaitu 100%. Tingginya
angka cemaran Salmonella sp. ini diakibatkan dari kurangnya perhatian pedagang terhadap
praktik sanitasi dan hygiene. Berdasarkan observasi yang dilakukan, outlet kebab A
merupakan salah satu outlet kebab yang banyak disukai masyarakat, kebab disajikan
dipinggir jalan dengan peralatan yang digunakan tanpa pencucian setelah penyajian dan
digunakan berulang kali, sarung tangan yang digunakan hanya sebelah, tidak menggunakan
pakaian khusus atau celemek, komponen kebab seperti tortila dan selada dibiarkan terbuka,
dan pemangangan daging dihidup-matikan tergantung dari pelanggan yang datang. Menurut
Mirawati dkk. (2014), keberadaan Salmonella sp. pada jajanan berasal dari lingkungan
sekitar makanan disajikan dan kebersihan pengolahnya, sedangkan menurut Kayisoglu dkk.
(2003), kualitas mikrobiologi pada tipe produk kebab disebabkan karena daging yang
digunakan dengan kualitas rendah atau produk yang dimasak kurang matang dan
kemungkinan akan lebih berbahaya ketika kebab sisa dimasak kembali setelah kebab dalam
kondisi dingin.
Pada outlet kebab B dan C , kondisi kebab lebih baik. Kebab dijual dipinggir jalan,
pedagang menggunakan celemek, sarung tangan, dan mencuci tangan sebelum penyajian

57
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

kebab. Pada tabel 2, hasil yang positif Salmonella sp. pada outlet kebab B dari 3 sampel
diinyatakan satu sampel positif atau sekitar terdapat 33%, sedangkan pada outlet kebab C
semua sampel dinyatakan negatif Salmonella sp. Keberadaan Salmonella dalam jumlah kecil
pada jajanan menurut pernyataan Supardi dan Sukamto (1998) menyatakan bahwa,
Salmonella tidak dapat berkompetisi secara baik dengan bakteri lain yang umum terdapat di
dalam makanan sehingga pertumbuhannya sangat terhambat.
Pada keseluruhan sampel yang dilakukan pengujian pada Tabel 2, hasil yang
didapatkan 44% positif Salmonella sp. Tingginya jumlah cemaran Salmonella sp. pada
makanan maka akan semakin tinggi pula dampak kesehatan atau penyakit pada konsumen.
Kontaminasi Salmonella sp. dapat disebabkan karena berbagai faktor risiko yang
mempengaruhinya. Menurut Rinihapsari dan Srianta (2003), bahan mentah yang digunakan
memiliki potensi untuk kontaminasi Salmonella sp. Komponen kebab seperti daging dan
sayuran juga akan terkontaminasi oleh Salmonella sp. apabila tidak memperhatikan praktik
sanitasi dan higienitas yang baik. Hal ini dibuktikan dari penelitian Agustin (2004), yang
menyatakan bahwa dari lima puluh sampel daun selada yang diteliti, dua diantaranya atau
sekitar 4% mengandung Salmonella sp.
Menurut Rinihapsari dan Srianta (2003), selain bahan mentah faktor pertumbuhan
Salmonella sp. dilihat dari proses pengolahan bahan. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella
sp. yaitu 37°C sedangkan suhu pada proses penggorengan yaitu lebih dari 100°C namun
bahan yang digoreng belum tentu mengalami proses penggorengan dengan suhu 100°C
secara menyeluruh sehingga terdapat bagian yang belum matang yang menjadi faktor
pertumbuhan Salmonella sp. Pada waktu penggorengan juga tergantung dari kebersihan alat-
alatnya serta waktu penggorengan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan Salmonella sp.
Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Adams dan Motarjemi (2004), peralatan dan
pengolahan makanan dapat menjadi sumber kontaminasi makanan, sedangkan Pracoyo dkk.
(2006), menyatakan bahwa cara penyajian yang kurang higienis, penjual yang bersifat carrier
serta adanya kontaminasi silang atau kontaminasi ulang dapat menyebabkan pencemaran
bakteri Salmonella sp. Hal ini juga didukung oleh Mirawati dkk. (2014), yang menyatakan
bahwa faktor risiko yang menyebabkan kontaminasi adalah kebersihan penjual seperti
kebersihan kuku dan mencuci tangan sebelum mengolah dan menyajikan makanan.
Kebiasaan tangan (hand habites) dari pekerja pengelola pangan mempunyai andil yang besar
dalam peluang melakukan perpindahan kontaminasi dari manusia ke makanan. Tangan yang
kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses
atau sumber lain ke makanan (Fhatona, 2005). Hygiene pedagang mempengaruhi kualitas
makanan yang ditangani, praktik hygiene yang buruk dapat menyebabkan kontaminasi
mikrobiologis pada makanan, karena penjamah makanan merupakan sumber utama dan
potensial dalam kontaminasi makanan dan perpindahan mikroorganisme. Hal ini sesuai
dengan data penelitian epidemiologis yang menunjukan bahwa 5% dari jumlah penyakit yang
dilaporkan di Inggris dan Wales, 10% di New South Wales dan 20% di Amerika disebabkan
karena bahan pangan yang terkontaminasi langsung oleh pekerja yang menangani makanan
(Fhatona, 2005).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dari sembilan sampel kebab yang
diuji empat sampel yaitu 44% dinyatakan positif mengandung Salmonella sp. Persentase
angka cemaran Salmonella sp. lebih tinggi dari batas maksimum cemaran Salmonella sp.
yaitu negatif pada produk daging hasil olahan

58
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

DAFTAR PUSTAKA
Adam, M. dan Y. Montarjemi. 2004. Dasar-dasar Keamanan Makanan untuk Petugas
Kesehatan. EGC.,Jakarta.
Adam, M.R. dan M.O. Moss. 2008. Food Microbiology 3rd Edition. Cambridge. RSC. Pub,
England.
Agustin, D.S. 2004. Prevalensi Salmonella pada selada segar di pasar tradisional daerah
bogor dan evaluasi prosedur pengujiannya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Amertaningtyas, D. 2012. Kualitas daging sapi segar di pasar tradisional
kecamatan poncokusumo kabupaten malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak. 7(1):42-47.
Arifin, I.M. 2015. Deteksi Salmonella sp. pada daging sapi di pasar tradisional dan pasar
modern di kota makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM-RI). 2012. Pedoman
Kriteria Cemaran pada Pangan Siap Saji dan Pangan Industri Rumah Tangga.
Direktorat SPP, Deputi III, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging,
Telur, dan Susu serta Hasil Olahannya. SNI 2987:2008, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. SNI
7388:2009, Jakarta.
Brooks, G.F., S.B. Janet, dan A.M. Stephan. 2001. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 22.
Salemba Medika, Jakarta.
Choiriyah, S.N., R. Hestiningsih, dan S. Yuliawati. 2016. Gambaran jumlah kuman total pada
sampel daging kebab stand di kota semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
journal). 4(4):460-465.
Dharmojono. 2001. Limabelas Penyakit Menular dari Binatang ke Manusia. Milenia Populer,
Jakarta.
Difco dan BBL Manual. 2003. Manual of Microbiological Culture Media. BD Diagnostic
Systems.
Dinas Kesehatan Aceh. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Aceh tahun 2011. Dinas Kesehatan
Banda Aceh, Banda Aceh.
Durmaz, H. 2015. The microbiological quality of grilled meats (kebabs) and salads consumed
in sanliurfa restaurants. International Journal of Scientific and Technological
Research. 1(1): 297-302.
Erwin, F. dan Z. Elok. 2015. Kebab rendang : inovasi kebab nasi khas sumatera
barat sebagai upaya pelestarian kuliner bangsa. Jurnal Pangan dan Agroindustri.
3(4):1637-1645.
Fhatona, S. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Unnes press, Semarang.
Handayani, R. dan W. Wiharyani. 2010. Kondisi sanitasi dan keracunan makanan tradisional.
Agroteksos. 20(2-3):131-138.
Hariyadi, P. dan Ratih. 2009. Memproduksi Pangan yang Aman. Dian Rakyat, Jakarta.
James, J. 2006. Overview of Microbial Hazard in Fresh Fruit and Vegetables Operations. Di
dalam J. James (editor). Microbial Hazard Identification in Fresh Fruit and
Vegetables. Jon Wiley dan Sons, Inc., Publication, New Jersey.
Jawetz, E., J. Melnick, dan E.A. Adelberg. 2010. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika,
Jakarta.
Karsinah. 2004. Deteksi Salmonella. Universitas Airlangga, Surabaya.

59
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

Kayisoglu, S., Y. Ismail, D. Mehmet, dan Y. Hasan. 2003. Chemical composition and
microbiological quality of the doner kebabs sold in tekirdag market. Journal of Food
Control. 14(7):469–74.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Khaq, K.N. 2016. Deteksi cemaran bakteri koliform dan salmonella sp. pada tempe yang
dikemas daun pisang di daerah salatiga. Agric. 28(1-2):79-86.
Mirawati, M., E. Lestari, dan H. Djajaningrat. 2014. Identifikasi Salmonella pada jajanan
yang dijual di kantin dan luar kantin sekolah dasar. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan. 1(2):141-147.
Nemati, M., H. Ghorbanpour, dan M. Hoseini. 2008. Chemical composition and
microbiological quality of the bonab kebabs sold in tabriz market. Journal of Food
Safety. 28:315–323.
Nugroho. 2015. Deteksi Salmonella spp. pada telur ayam konsumsi yang
Dilalulintaskan melalui pelabuhan tenau kupan. Acta Veterinaria Indonesiana.
3(1):16-22.
Poeloengan, M., I. Komala, dan S.M. Noor. 2006. Bahaya Salmonella terhadap
kesehatan. Lokakarya nasional penyakit zoonosis. Balitvet. Bogor.
Portillo, F.G. 2000. Mollecular and Cellular Biology of Salmonella Phatogenesis in
Microbial Foodborne Disease : Mechanism of Pathogenesis Toxin Synthesis. First
Edition. Technomic Publishing Company Inc. Pennysylvia USA.
Pracoyo, N., E. Wati, M. Sugiarningsih, S. Triyani, Syamsidar, dan S. Rochayani. 2006.
Hiegiene makanan siap saji pada beberapa tempat pengolahan makanan di dki jakarta.
Journal of Public Health. No. 72. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Purba, I.E., T. Wandra, N. Nugrahini, S. Nawawi, dan N. Kandun. 2016. Program
pengendalian demam tifoid di indonesia:tantangan dan peluang. Media Litbangkes.
26(2):99-108.
Restika, K.D. 2012. Keberadaan Salmonella pada daging ayam yang dijual di pasar
tradisional di kota tangerang selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rinihapsari, E. dan Srianta. 2003. Deteksi Salmonella pada nasi goreng yang disediakan oleh
restoran kereta api kelas ekonomi. Jurnal Tekhnologi dan Industri Pangan .14(3).
Ryder, E. J. 1997. Introduction. Di dalam R. M. Davis, K. V. Subbarao, R. N. Raid, dan E. A.
Kurtz (editor). Compendium of Lettuce Disease. APS Press, USA.
Romadhon, Z. 2016. Identifikasi bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. pada siomay
yang dijual di kantin SD negeri di kelurahan pisangan, cirendeu, dan cempaka putih.
Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Schlundt, J., H. Toyofuku, J. Jansen, dan S.A. Herbst, 2004. Emerging food-borne
zoonoses. Rev.Sci.Tech.Off.Int.Epiz. 23(2):512-527.
Setiowati, W. E., E. N. Adoni, dan Wahyuningsih. 2011. Mikroba, residu antibiotika sulfa
dan pestisida pada bahan asal hewan di propinsi bali, ntb dan ntt tahun 1996-2002.
Makalah Workshop Nasional, Bogor.
Siahaan, R.O.I. 2010. Isolasi Salmonella sp. pada sayuran segar di wilayah bogor dan
evaluasi pengaruh perlakuan pencucian dengan sanitaiser komersial. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sudarmaji. 2005. Analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (hazard analysis critical
control point). Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1(2):183-190.
Supardi,I. dan Sukamto. 2005. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan
Edisi Pertama. Alumni, Bandung.

60
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 5, No 1: 52-61 E-ISSN : 2540-9492
November-Januari 2021

Susanto, D. 2011. Prosedur Laboratorium Daasar untuk Bakteriologi Klinis 2nd ed. Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Suwandono, A.M., Destri, dan C. Simanjutak. 2005. Salmonellosis dan surveillans
demam tifoid yang disebabkan Salmonella di jakarta utara. Disampaikan dalam
Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan – BPOM RI. Jakarta. 25 Januari 2005.
Swandayani, D. 2009. Kebab, Cita Rasa dan Sebuah Identitas. Artikel. 11(3):1-8
Syahrurachman, A. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Bina Rupa Aksara, Jakarta.

61

Anda mungkin juga menyukai