Mesofilik 3 3
37℃ 1 9
< 2,5 x
-2 2 0
102
3 4
Pasteurisasi
1 0
< 2,5 x
-1 2 0
102
Termofilik 3 9
55℃ 1 0
< 2,5 x
-2 2 0
102
3 0
1 0
< 2,5 x
-1 2 0
102
Mesofilik 3 16
37℃ 1 TBUD
> 2,5 x
Sterilisasi -2 2 0
102
3 10
1 0
Termofilik < 2,5 x
-1 2 0
55℃ 102
3 7
Mesofilik 3 1
37℃ 1 0
< 2,5 x
-2 2 1
102
3 3
Pasteurisasi
1 0
< 2,5 x
-1 2 0
102
Termofilik 3 0
55℃ 1 0
< 2,5 x
-2 2 0
102
3 0
1 0
< 2,5 x
Mesofilik -1 2 0
Sterilisasi 102
37℃
3 0
-2 1 3
Termofilik 3 8
55℃ 1 0
< 2,5 x
-2 2 0
102
3 0
Rahayu et al., (1992) menjelaskan bahwa penyimpangan bau dan aroma yang terjadi
pada produk perikanan disebabkan oleh adanya enzim dan mikroorganisme. Bau busuk
terjadi akibat aktivitas bakteri proteolitik yang memecah protein menjadi senyawa-senyawa
sederhana seperti polipeptida, asam amino, H2S, indol, dan skatol. Sedangkan bau tengik
disebabkan oleh enzim lipolitik dan oksigen. Menurut Syarief et al., (1989), bila terdapat
perbedaan kelembaban relative antara bahan pangan dengan lingkungan tempat
penyimpanan akan mengakibatkan perubahan aktivitas air.
Sayuran kaleng adalah sayuran yang diproses dengan cara sterilisasi komersial di
dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah bebas dari mikroorganisme
patogen dan pembusuk yang dapaqt tumbuh selama penyimpanan pada suhu penyimpanan
yang normal (suhu kamar). Makanan kaleng tidak diharapkan steril jika disimpan pada suhu
yang relatif tinggi, misalnya suhu 50 - 550C, karena bakteri termofilik yang mungkin tumbuh
pada suhu tersebut dan mengakibatkan kebusukan(Pratiwi, 2004).
Karena sifatnya yang steril komersial, maka mikroorganisme yang digunakan sebagai
indikator terutama adalah mikroorganisme yang bersifat mesofilik, meskipun pengujian
terhadap bakteri termofilik juga diperlukan untuk mengetahui mutu mikrobiologi makanan
kalengan tersebut. Jadi sebagai indikator kebusukan dapat ditetapkan jumlah bakteri yang
secara anaerobik maupun aerobik dengan suhu inkubasi 320C untuk bakteri mesofilik dan
550C untuk bakteri termofilik(Pratiwi, 2004).
Tabel 6. Hasil Pengamatan Bakteri Pembentuk Asam Pada Rendang
Perlakuan Suhu Pengenceran Pengulangan Jumlah TPC
Produk Koloni
1 1
-6 2 1 < 2,5 x 107
3 2
Mesofilik 1 3
37℃
-7 2 2 < 2,5 x 107
3 1
Pasteurisasi 1 0
-6 2 TBUD > 2,5
x
107
3 0
Pada hasil Tabel 6 bakteri pembentuk asam sampel rendang pasteurisasi mesofilik
37℃ pada pengenceran 10-6 memiliki jumlah koloni sebanyak 4 dari 3 pengulangan dengan
TPC < 2,5 x 107, pada pengenceran 10-7 memiliki jumlah koloni sebanyak 6 dari 3
pengulangan. Pada pasteurisasi termofilik 55℃ pada pengenceran 10-6 memiliki jumlah
koloni TBUD pada pengulangan ke-2 dengan TPC > 2,5 x 107, pada pengenceran 10-7
memiliki jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 107. Pada sterilisasi mesofilik 37℃ pada
pengenceran 10-6 memiliki jumlah koloni 4 dari 3 pengulangan dengan TPC < 2,5 x 107, pada
pengeceran 10-7 memiliki jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 107. Pada sterilisasi termofilik
55℃ pada pengenceran 10-6 dan 10-7 memiliki jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 107.
Beberapa pengujian mikrobiologi yang lebih spesifik juga dapat dilakukan untuk
mengetahui indikator kebusukan suatu sayuran dalam kaleng terdapat jumlah bakteri
pembentuk asam tanpa gas misalnya Bacillus stearothermophilus pada sayuran atau makanan
lain berasam rendah, dan B. coagulans (B. thermoacidurans) pada sayuran atau makanan
lain yang bersifat asam. Beberapa bakteri perusak makanan kaleng bersifat proteolitik dan
membentuk hidrogen sulfida sehingga makanan kaleng menjadi busuk dan bewarna hitam
karena terjadinya kerusakan reaksi antara sulfida dengan besi. Bakteri yang menyebabkan
kerusakan tersebut misalnya Clostridium nigrificans yang bersifat anaerobik dan B.
betanigrificans yang bersifat anaerobik fakultatif, keduanya bersifat termofilik(Pratiwi,
2004).
Pada hasil Tabel 7 Sulfur stinker (senyawa sulfida), tandanya kaleng tetap rata tetapi produk
menjadi berwarna hitam dan bau seperti telur busuk. Penyebabnya adalah bakteri
Desulfotomaculum nigrificans yang memproduksi H2S. Sulfur yang dihasilkan dapat
bereaksi dengan besi (iron/ Fe) dari kaleng maka terbentuk Iron sulfida (FeS) yang
menyebabkan warna hitam pada produk makanan di dalam kaleng. Pada perlakuan
pasteurisasi mesofilik 37℃ media TSIA teridentifikasi adanya bakteri E.Coli pada
pengulangan 1 dan 3, adanya bakteri Salmonella lalu media LIA teridentifikasi adanya
bakteri E.Coli pada pengulangan 1 dan 3, adanya bakteri Salmonella. Pada perlakuan
pasteurisasi termofilik 55℃ media TSIA teridentifikasi adanya bakteri E.Coli pada
pengulangan 3, adanya bakteri Salmonella lalu media LIA teridentifikasi adanya bakteri
E.Coli pada pengulangan 3, adanya bakteri Salmonella. Pada sterilisasi mesofilik 37℃ media
TSIA tidak teridentifikasi adanya bakteri E.Coli, terduga adanya bakteri Salmonella lalu
media LIA tidak teridentifikasi adanya bakteri E.Coli, terduga adanya bakteri Salmonella.
Pada sterilisasi termofilik 55℃ media TSIA tidak teridentifikasi adanya bakteri E.Coli,
terduga adanya bakteri Salmonella lalu media LIA tidak teridentifikasi adanya bakteri E.Coli,
terduga adanya bakteri Salmonella.
LAMPIRAN