Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH STERILISASI DAN PASTEURISASI TERHADAP PERTUMBUHAN

BAKTERI PADA PENGEMASAN RENDANG


Santo Chiwoso
Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Bina Nusantara
Jalan Jalur Sutera Barat Kav. 21, Alam Sutera, Tangerang
Telp. (021)29779100
ABSTRACT
Rendang is food that is cooked with coconut milk and spices for several hours until
the water runs out and the meat absorbs the spices and chilli sauce is a sauce made from chili
which resembles porridge and is usually added to other ingredients such as salt, shallots, and
garlic. In the three treatments namely control, pasteurization, and sterilization of pH, odor,
lender / foam and swelling in the packaging can be a sign that the food given to all three
treatments was damaged during observation. Then there are categories of mesophilic bacteria
37 ℃ and thermophilic 55 ℃ as well as sulfide-producing bacteria that can release odors and
then detect the growth of E.Coli bacteria and the presence or suspected presence of
Salmonella bacteria using TSIA and LIA tests.
Keyword: Rendang, Chilli sauce, Pasteurization, Sterilization, E. Coli, Salmonella
PENDAHULUAN
Rendang adalah masakan yang berasal dari suku Minangkabau tetapi saat ini umum
disajikan di seluruh Indonesia. Rendang merupakan salah satu makanan khas dari
kebudayaan Minangkabau yang disajikan pada saat-saat penting seperti upacara atau untuk
menghormati tamu. Rendang dibuat dari daging sapi (atau dapat juga dari daging ayam,
kerbau dan bebek, atau nangka dan ubi kayu) yang dimasak dengan santan dan rempah-
rempah selama beberapa jam sampai airnya habis dan daging menyerap bumbu rempah-
rempah. Proses memasak berubah dari merebus menjadi menggoreng saat airnya menguap.
Rempah-rempah yang digunakan yaitu jahe, kunyit, lengkuas, daun jeruk, dan cabai.
Sambal adalah saus dari bahan dasar cabe yang menyerupai bubur dan biasanya
ditambah bahan lain seperti garam ,bawang merah dan bawang putih. Sambal memilki cita
rasa bervariasi menurut tingkat kepedasannya. Cabe mengandung berbagai macam senyawa
yang berguna bagi kesehatan manusia. Sun, dkk ( 2007) melaporkan cabe mengandung
antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Kandungan
terbesar antioksidan adalah pada cabe hijau.
Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang
berasal dari kelas enterobacteriaceae. Uji ini biasa juga digunakan untuk membedakan Gram
negatif antara yang mampu mengkatabolisme glukosa, laktosa, sukrosa, dan mampu
membebaskan asam sulfat.

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 1


Lysine Iron Agar (LIA) mengandung glukosa, asam amino lisin, dan brom kresol
ungu sebagai pH indikator, serta natrium tiosulfat. Lysine Iron Agar (LIA) dapat digunakan
untuk identifikasi mikroba penghasil enzim yang mampu mendekarboksilasi asam amino
lisin dan memproduksi gas H2S (Haryani, 2012).
ALAT DAN BAHAN
Pada percobaan ini alat yang digunakan adalah pH meter, kertas lakmus, timbangan,
vacuum sealing, autoklaf, waterbath, gelas beaker, bunsen, stopwatch, tabung reaksi,
mikropipet, cawan petri, vortex, incubator, dan ose. Bahan yang digunakan adalah cabai
hijau, rendang, cuka, ethanol 75%, akuades, media NA, media TB, paraffin cair, media
DTBPA, media TSIA, dan media LIA.
METODE
PENGUKURAN PH DAN TEKNIK PENGEMASAN MAKANAN
KONTROL
Sampel cabai hijau dan rendang diambil sedikit dan dilakukan pengukuran dengan
menggunakan pH meter. Untuk pH sampel cabai hijau diatur sampai dibawah 4,6
menggunakan cuka. Sampel cabai hijau dan rendang ditimbang sebanyak 100gram dan
dimasukkan kedalam vacuum sealing dan diberi label sebagai kontrol.
PERLAKUAN SAMPEL
Perlakuan pertama sebagai kontrol didiamkan saja. Perlakuan kedua untuk sterilisasi
dengan cara dimasukkan kedalam autoklaf dalam suhu 121℃ selama 15 menit. Perlakuan
ketiga pasteurisasi dengan dimasukkan kedalam waterbath dengan suhu 75℃ selama 30
menit. Ketiga sampel kontrol, sterilisasi dan pasteurisasi disimpan selama 6 minggu dan
dilakukan pengamatan setiap minggunya.

PENENTUAN BAKTERI PENYEBAB KERUSAKAN PADA MAKANAN


UJI KUALITATIF SAMPEL
Pada ketiga perlakuan sampel cabai hijau dan rendang dilakukan uji kualitatif sampel.
Sampel dikeluarkan dari vacuum sealing secara aseptis dan ditaruh di gelas beaker,
Dilakukan pengamatan busa, armoa, kembung, dan pH akhir.
PERSIAPAN SAMPEL UNTUK UJI KUANTITATIF
Sampel yang disimpan selama 6 minggu dikeluarkan dari vacuum selaing dan
ditimbang sebanyak 1gram untuk uji kuantitatif.
UJI BAKTERI AEROB MESOFILIK DAN TERMOFILIK CABAI HIJAU
Minyak pada sampel cabai hijau sterilisasi dan pasteurisasi diambil dan dilakukan
pengenceran sampai 10-2. Sesudah itu dilakukan platting secara pour plate menggunakan
media NA. Sampel diinkubasi dengan suhu 37℃ dan 55℃ selama 48 jam.
UJI BAKTERI AEROB MESOFILIK DAN TERMOFILIK CABAI HIJAU

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 2


Minyak pada sampel cabai hijau sterilisasi dan pasteurisasi diambil dan dilakukan
pengenceran sampai 10-2. Sesudah itu dilakukan platting secara pour plate menggunakan
media NA. Sampel diinkubasi dengan suhu 37℃ dan 55℃ selama 48 jam.
ANALISIS KERUSAKAN MIKROBIOLOGI PADA RENDANG KEMASAN PH
RENDAH
UJI BAKTERI PEMBENTUK ASAM TANPA GAS MESOFILIK DAN
TERMOFILIK
Dari pengenceran 10-1 diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam TB. Di vortex dan
dimasukkan paraffin cair dan diinkubasi dengan suhu 37℃ dan 55℃ selama 48 jam.
UJI BAKTERI MESOFILIK DAN TERMOFILIK ANAEROB PEMBENTUK GAS
Minyak pada sampel rendang sterilisasi dan pasteurisasi diambil dan dilakukkan
pengeceran sampai 10-7. Sesudah itu dulakukan platting secara pour plate menggunakan
media DTBPA dan NA. Sampel diinkubasi dengan suhu 37℃ dan 55℃ selama 48 jam.
UJI BAKTERI PENYEBAB KERUSAKAN SULFIDA
Dari pengenceran 10-1 diambil menggunakan ose dan ditusuk kedalam media TSIA
dan LIA. Inkubasi dengan suhu 37℃ dan 55℃ selama 48 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang menggunakan suhu rendah di
bawah 100℃. Pasteurisasi bertujuan untuk menonaktifkan enzim- enzim dan
memperpanjang daya simpan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Low
Temperature Long Time (LTLT) dengan suhu 63℃ selama 30 menit dan High Temperature
Short Time (HTST) dengan suhu 72℃ selama 15 detik. Pasteurisasi dilanjutkan dengan
proses pendinginan pada suhu 4℃.
Proses pasteurisasi tidak dapat mematikan spora bakteri, terutama bakteri yang bersifat
termoresisten atau tahan terhadap suhu tinggi.
Metode Pasteurisasi yang umum digunakan adalah sebagai berikut (Setya, 2012):
1. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST),
yaitu proses pemanasan susu selama 15–16 detik pada suhu 71,7–75℃ dengan alat
Plate Heat Exchanger.
2. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT)
yaitu proses pemanasan susu pada suhu 61℃ selama 30 menit.
3. Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature/UHT) yaitu memanaskan
susu pada suhu 131℃ selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi
untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat
pemanas.

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 3


Pasteurisasi hanya dapat mempertahankan umur simpan bahan pangan untuk
beberapa hari saja, dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna, aroma dan flavor yang
mengakibatkan degradasi vitamin bahan. (Setya, 2012). Prinsip pengemasan vakum adalah
mengeluarkan semua udara dari dalam kemasan, kemudian ditutup rapat sehingga tercipta
kondisi tanpa oksigen dalam kemasan tersebut (Jay, 2000)
Sugitha dan Djalil (1989) dalam Wahyuni (2017) mengatakan bahwa penurunan pH
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme di dalam makanan selama penyimpanan yang
dapat menyebabkan terjadinya fermentasi dan menghasilkan asam. Menurut Soeparno (1996)
dalam Wahyuni (2017) bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi pH adalah
mikroorganisme begitu pula sebaliknya.
Menurut Sholihah (2011), Nilai pH di atas 4,6 memungkinkan bakteri pembusuk
anaerobik dan pembentuk spora yang patogen seperti Clostridium botulinum dapat tumbuh
Beberapa spora bakteri dapat tumbuh sampai kira-kira pH 3,7, seperti Bacillus
thermoacidurans atau Bacillus coagulans. Sedangkan bahan pangan dengan nilai pH di
bawah 3,7 tidak rusak oleh bakteri berspora. Menurut Riyanto dkk (2006) dalam Wally
(2015), nilai pH berhubungan dengan aktivitas bakteri dan enzim yang secara alami sudah
ada. Kondisi ini menyebabkan peningkatan pH yang mengakibatkan pembentukan amonia,
TMA, dan turunannya. Chamidah (2000) dalam Kaparang (2013) menyatakan bahwa selama
penyimpanan terjadi penguraian protein menjadi senyawa basa antara lain amoniak. Nilai pH
bahan pangan selama penyimpanan dapat berubah karena adanya protein yang terurai oleh
enzim proteolitik dan bantuan bakteri menjadi asam karboksilat, asam sulfida, amoniak dan
jenis asam lainnya. Menurut Zakaria (1996) dalam Kaparang (2013) bila jumlah asam lebih
banyak dari amoniak maka nilai pH menjadi rendah.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kualitatif Sampel Setiap Minggu
Samp pH Perlaku Bau Lend pH Pengamatan kondisi kemasan
el aw an ir / akhi minggu ke
al Busa r
0 1 2 3 4 5 6
Renda Kontrol Normal - 5 - + ++ ++ ++ ++ ++
ng I + +
5,7
7 Pasteuris Normal - 5 - - - + + ++ ++
asi
Sterilisas Bocor Boco Boc - - - - - - -
i r or
Kontrol Bau - 5 - + + + ++ ++ ++
menyen
gat

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 4


Renda 5,7 Pasteuris Agak - 6 - + + + + + +
ng II 7 asi menyen
gat
Sterilisas Normal - 6 - - - - - - -
i
Kontrol Basi - 6 - + ++ ++ ++ ++ ++
+ + + + + +
Renda 5,4
ng III Pasteuris Sedikit - 5,5 - + + + + + +
asi asam
Sterilisas Normal - 5 - - - - - - -
i
Cabai Kontrol Normal - 5 - + ++ ++ ++ ++ ++
Hijau I 4,9 + + + + + +
2 Pasteuris Normal - 5 - + + + + + +
asi
Sterilisas Normal - 5 - - - - - - -
i
Cabai Kontrol Asam + 5 - + ++ ++ ++ ++ ++
Hijau +
4,7
II 2 Pasteuris Normal - 5 - + + + + + +
asi
Sterilisas Normal - 5 - - - - - - -
i
Cabai Kontrol Asam - 6 - + ++ ++ ++ ++ ++
Hijau + + + + +
4,8
III 5 Pasteuris Normal - 5 - + ++ ++ ++ ++ ++
asi +
Sterilisas Bocor Boco Boc - - - - - - Ds
i r or a

Tabel 2. Hasil Pengamatan Bakteri Aerob Pada Produk Sambal Hijau

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 5


Perlakuan Suhu Pengenceran Pengulangan Jumlah TPC
Produk Koloni
1 TBUD
> 2,5 x
-1 2 6
102

Mesofilik 3 3
37℃ 1 9
< 2,5 x
-2 2 0
102
3 4
Pasteurisasi
1 0
< 2,5 x
-1 2 0
102

Termofilik 3 9
55℃ 1 0
< 2,5 x
-2 2 0
102
3 0
1 0
< 2,5 x
-1 2 0
102

Mesofilik 3 16
37℃ 1 TBUD
> 2,5 x
Sterilisasi -2 2 0
102
3 10
1 0
Termofilik < 2,5 x
-1 2 0
55℃ 102
3 7

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 6


1 0
< 2,5 x
-2 2 0
102
3 0

Tabel 3. Hasil Pengamatan Bakteri Anaerob Pada Produk Sambal Hijau


Perlakuan Suhu Pengenceran Pengulangan Jumlah TPC
Produk Koloni
1 0
< 2,5 x
-1 2 1
102

Mesofilik 3 1
37℃ 1 0
< 2,5 x
-2 2 1
102
3 3
Pasteurisasi
1 0
< 2,5 x
-1 2 0
102

Termofilik 3 0
55℃ 1 0
< 2,5 x
-2 2 0
102
3 0
1 0
< 2,5 x
Mesofilik -1 2 0
Sterilisasi 102
37℃
3 0
-2 1 3

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 7


< 2,5 x
2 0
102
3 3
1 0
< 2,5 x
-1 2 0
102

Termofilik 3 8
55℃ 1 0
< 2,5 x
-2 2 0
102
3 0

Tabel 4. Hasil Pengamatan Aerob Anaerob Rendang


Perlaku Oblig
Pengulan Oblig Facultat Microaerop Aerotoler
an Suhu ate
gan ate ive hill ant
Produk Aerob
1 
Mesofili
2 
k 37℃
Pasteuris 3 
asi 1 
Termofi
2 
lik 55℃
3 
1 
Mesofili
2 
k 37℃
Sterilisas 3 
i 1 
Termofi
2 
lik 55℃
3 

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 8


Pada hasil Tabel 1 rendang 1 kontrol dan pasteurisasi mengalami penurunan pH,
memiliki bau normal dan mengalami penggembungan kemasan setiap minggu pengamatan
pada kemasan. Rendang 2 kontrol mengalami penurunan pH lalu mengeluarkan bau
menyegat serta penggembungan kemasan, pasteurisasi mengalami kenaikan pH,
mengeluarkan bau agak menyegat dan penggembungan normal, sterilisasi mengalami
kenaikan pH dan memiliki bau normal. Rendang 3 kontrol mengalami kenaikan pH lalu
mengeluarkan bau basi serta penggembungan kemasan, pasteurisasi mengalami kenaikan pH
lalu mengeluarkan bau sedikit asam serta penggembungan normal, sterilisasi penurunan pH
dan memiliki bau normal. Cabai hijau 1 kontrol, pasteurisasi dan sterilisasi mengalami
kenaikan pH dan memiliki bau normal tetapi kontrol mengalami penggembungan,
pasteurisasi mengalami sedikit penggembungan, dan sterilisasi tidak mengalami
penggembungan. Cabai hijau 2 kontrol mengalami kenaikan pH, terdapat lendir pada sampel,
mengeluarkan bau asam dan penggembungan kemasan. Pasteurisasi dan sterilisasi
mengalami kenaikan pH, memiliki bau normal, dan penggembungan normal. Cabai hijau 3
kontrol mengalami kenaikan pH, memiliki bau normal dan penggembungan kemasan dan
pasteurisasi mengalami kenaikan pH, memiliki bau normal, dan mengalami penggembungan
konstan.
Pada hasil Tabel 2 bakteri aerob pada sampel sambal hijau pasteurisasi mesofilik
37℃ pada pengenceran 10-1 memiliki jumlah koloni sebanyak TBUD dari 3 pengulangan
dengan TPC > 2,5 x 102, pada pengenceran 10-2 memiliki jumlah koloni sebanyak 13 dari 3
pengulangan dengan TPC < 2,5 x 102. Pada pasteurisasi termofilik 55℃ pada pengenceran
10-1 memiliki jumlah koloni 9 dengan TPC < 2,5 x 102, pada pengenceran 10-2 memiliki
jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 102. Pada sterilisasi mesofilik 37℃ pada pengenceran
10-1 memiliki jumlah koloni 16 dari 3 pengulangan dengan TPC < 2,5 x 102, pada pengeceran
10-2 memiliki jumlah koloni TBUD dari 3 pengulangan dengan TPC > 2,5 x 107. Pada
sterilisasi termofilik 55℃ pada pengenceran 10-1 memiliki jumlah koloni 7 dari 3
pengulangan dengan TPC < 2,5 x 10-2, pada pengeceran 102 memiliki jumlah koloni 0 dengan
TPC < 2,5 x 102.
Pada hasil Tabel 3 bakteri anaerob pada sampel sambal hijau pasteurisasi mesofilik
37℃ pada pengenceran 10-1 memiliki jumlah koloni sebanyak 2 dari 3 pengulangan dengan
TPC < 2,5 x 102, pada pengenceran 10-2 memiliki jumlah koloni sebanyak 4 dari 3
pengulangan dengan TPC < 2,5 x 102. Pada pasteurisasi termofilik 55℃ pada pengenceran
10-1 memiliki jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 102, pada pengenceran 10-2 memiliki
jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 102. Pada sterilisasi mesofilik 37℃ pada pengenceran
10-1 memiliki jumlah koloni 0 dari 3 pengulangan dengan TPC < 2,5 x 102, pada pengeceran
10-2 memiliki jumlah koloni 6 dari 3 pengulangan dengan TPC < 2,5 x 107. Pada sterilisasi
termofilik 55℃ pada pengenceran 10-1 memiliki jumlah koloni 8 dari 3 pengulangan dengan
TPC < 2,5 x 10-2, pada pengeceran 102 memiliki jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 102.
Pada hasil Tabel 4 tipe bakteri sampel rendang pada pasteurisasi mesofilik 37℃ dan
termofilik 55℃ serta sterilisasi mesofilik 37℃ dan termofilik 55℃ menunjukan tipe bakteri
obligate.
Tanda atau ciri yang dapat dikenali pada makanan yang sudah kadaluarsa yaitu bahan
makanan tersebut telah mengalami kerusakan dan mengalami perubahan pada warna, bau,

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 9


rasa, tekstur, dan kekentalannya. Penyebab terjadinya kerusakan pada makana kadaluarsa
akibat pelepasan pada makanan dan tidak berfungsinya lagi bahan pengawer pada makanan,
serta dapat terjadi karena reaksi-reaksi zat kimia beracun yang terkandung pada makanan
dalam jenjang waktu tertentu (Rustini, 2010).
Pada makanan kaleng yang belum kadaluarsa penampilannya masih bagus,
sedangkan yang telah mengalami kadaluarsa menjadi berkarat, menggembung dan ada bau
karat yang menyengat (Purnawijayanti, 2001). Proses mengemas dengan wadah kaleng
disebut pengalengan. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan
pangan yang dikemas secara hermetic (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing
lainnya) dalam suatu wadah yang dikemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh
semua mikroba pathogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba
pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian
sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan,
perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan cita rasa. Prinsip
utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas
yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada. Produk pangan
menggunakan kemasan kaleng juga memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan tersebut
berkaitan dengan proses sterilisasi yang dilakukan pada umumnya. Sterilisasi yang
diterapkan biasanya merupakan sterilisasi komersial. Dengan sterilisasi komersial maka
masih ada spora bakteri patogen yang tertinggal. Pada kondisi penyimpanan normal spora
tersebut akan tumbuh menjadi sel vegetatif yang dapat menyebabkan kerusakan produk
makanan kaleng (Pratiwi, 2004).
Ada 3 hal penyebab kerusakan makanan oleh mikroba pada makanan kaleng, yakni
1) Suhu yang tidak cukup dingin setelah proses seterilisasi atau disimpan pada temperature
tinggi sehingga memberikan kesempatan thermophilic spore forming bacteria
berkecambah dan tumbuh.
2) Suhu pemanasan tidak cukup tinggi sehingga memberikan kesempatan pada bakteri yang
tergolong mesophilic (yang hidup pada suhu 25 – 45°C) bertahan dan selanjutnya dapat
tumbuh.
3) Adanya kebocoran kaleng yang memungkinkan mikroba yang ada lingkungan masuk ke
dalam kaleng (Ray, 2004). Jay (2000) menambahkan perlakuan sebelum proses
pengalengan atau praprocessing terhadap bahan pangan juga berpengaruh terhadap
keberadaan mikroba di dalam makanan kaleng. Selain itu tahapan proses pengalengan
yang tidak sempurna juga turut memicu adanya mikroba.
Bahan pangan asam rendah adalah bentuk kerusakan akan diakibatkan oleh kelompok
bakteri tersebut terjadi pada makanan tergolong low acid (asam rendah) dengan pH > 4,6.
Misalnya daging, ikan dan kacang-kacangan serta sayuran. Selain itu juga termasuk susu dan
produk ternak.
Yang menyebabkan kerusakan adalah kelompok(Pratiwi, 2004).
a. Thermofilik spore-forming bacteria (bakteri thermofilik pembentuk spora). Bakteri ini
merupakan bakteri pembentuk spora yang tahan panas. Perkecambahan sporanya terjadi pada

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 10


suhu > 43°C dan tumbuh baik pada suhu >30°C (Ray, 2004). Tipe kerusakan yang
ditimbulkan adalah:
- Flat sour, tandanya kaleng tidak menggelembung atau rata tetapi produk menjadi asam yang
disebabkan oleh aktivitas Bacillus stearothermophillus yang bersifat anaerob facultativ.).
- Thermofilic Anaerobic (TA), tandanya kaleng menggelembung karena adanya gas dan
produk menjadi asam. Pertumbuhan dan aktivitas bakteri Clostridium
thermosaccharolyticum memproduksi sejumlah gas CO2 dan asam sehingga menyebabkan
kaleng menggelembung, selanjutnya dapat terjadi terbukanya kaleng akibat desakan gas
yang diproduksi terus menerus (Frazier, 1988).
b. Mesophilic spore-forming bacteria (Bakteri mezophilik pembentuk spora). Bakteri ini
merupakan bakteri pembentuk spora yang tumbuh pada rentang suhu 25 – 45°C dan
optimum pada suhu 37°C. Kerusakan yang diakibatkan oleh adanya bakteri kelompok ini
lebih dikarenakan pemanasan yang kurang sempurna atau tidak cukup sehingga ada spora
bakteri yang dapat bertahan pada suhu tersebut dapat berkecambah dan tumbuh.
Bahan pangan asam tinggi adalah bentuk kerusakan diakibatkan oleh kelompok
bakteri yang dapat bertahan hidup pada bahan pangan yang memiliki keasaman tinggi yakni
dengan pH <4,6, seperti buah- buahan dan produk sauerkraut, jus tomat dan sebagainya.
a. Spore – forming bacteria
Kelompok bakteri yang dapat ditemukan adalah bakteri Bacillus thermoaciduran,
bakteri yang tidak tahan panas ektrem tetapi tahan panas (thermophilik), aerobik. Kerusakan
makanan kaleng yang disebabkan oleh kehadiran bakteri akan tampak rata dan produk
menjadi sangat asam atau disebut flat sour. Selain itu ada yang penting kelompok yang kedua
adalah cakteri Clostridium pasteurianum yang membentuk spora, anaerobik, bersifat
sakarolitik dan memproduksi gas. Sehingga bentuk kerusakan makanan kaleng ini tampak
menggelembung karena ada desakan gas.
b. Non sporing bacteria
Anggota kelompok enterococci seperti Streptococcus thermophillus, beberapa
spesies Micrococcus, Lactobacillus dan Microbacterium. Selain juga kelompok bakteri
pembentuk asam, seperti Lactobacillus dan Leuconostoc yang dapat ditemukan pada produk
tomat, pear, dan buah-buahan lainnya; beberapa kelompok bakteri heterofermentativ yang
memproduksi cukup gas CO2 sehingga dapat menyebabkan penggelembungan kaleng.
Demikian juga yang termasuk kelompok bakteri yang tidak membentuk gas seperti
Pseudomonas, Alcaligenes, Flavobacterium(Pratiwi, 2004).
Menurut Frazier (1988), berdasarkan gas dan senyawa yang dikeluarkan oleh
mikrogansime di dalam makanan kaleng maka dapat disistematisasikan sebagai berikut
1. Produksi gas ( bentuk kerusakan kaleng menggelembung), terdiri dari:
- gas H2 (oleh karena aspek kimia)
- gas CO2, diproduksi oleh:
- khamir (penghasil alkohol)

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 11


- Bacillus sp (pada cured meat)
- campuran gas CO2 dan H2, diproduksi oleh
- bakteri thermophilik : Thermophilic Anaerobic : memproduksi asam
- bakteri mesophilik :
- penghasil bau busuk (putrid odor) oleh bakteri putrefactive anaerobes
penghasil asam, yang dapat terbagi menjadi 3 macam:
- oleh bakteri sakarolitik anaerob yang melakukan fermentasi
menghasilkan asam butirat
- oleh mikroorgansime campuran (mixed flora) yang melakukan
fermentasi menghasilkan asam
- oleh bakteri Bacillus yang aerob (aerobacilli)
2. Bukan penghasil gas (bentuk kerusakan kaleng tetap rata ), oleh
- bakteri tahan asam rendah, yang terbagi menjadi:
- bakteri thermophilik
- bakteri mesophilik, terdiri dari :
- bakteri penghasil asam, sehingga bentuk kerusakannya flat sour
- bakteri asam laktat : Lactobacilli (pada buah-buahan)
- bakteri campuran
- bakteri penghasil H2S menyebabkan warna hitam
- mikroorganisme kelompok kapang (jamur/ fungi)
Tabel 5. Mikroorganisme Indikator Untuk Produk-produk Daging dan Unggas
Indikator Mikroorganisme
Kemanan Salmonella
Staphylococcus aureus
Clostridium perfringens
Clostridia mesofilik
Sanitasi Koliform
Escherichia coli
Enterokoki
Daya tahan simpan Kapang dan Kamir
Bakteri asam laktat

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 12


Pseudomonas

Rahayu et al., (1992) menjelaskan bahwa penyimpangan bau dan aroma yang terjadi
pada produk perikanan disebabkan oleh adanya enzim dan mikroorganisme. Bau busuk
terjadi akibat aktivitas bakteri proteolitik yang memecah protein menjadi senyawa-senyawa
sederhana seperti polipeptida, asam amino, H2S, indol, dan skatol. Sedangkan bau tengik
disebabkan oleh enzim lipolitik dan oksigen. Menurut Syarief et al., (1989), bila terdapat
perbedaan kelembaban relative antara bahan pangan dengan lingkungan tempat
penyimpanan akan mengakibatkan perubahan aktivitas air.
Sayuran kaleng adalah sayuran yang diproses dengan cara sterilisasi komersial di
dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah bebas dari mikroorganisme
patogen dan pembusuk yang dapaqt tumbuh selama penyimpanan pada suhu penyimpanan
yang normal (suhu kamar). Makanan kaleng tidak diharapkan steril jika disimpan pada suhu
yang relatif tinggi, misalnya suhu 50 - 550C, karena bakteri termofilik yang mungkin tumbuh
pada suhu tersebut dan mengakibatkan kebusukan(Pratiwi, 2004).
Karena sifatnya yang steril komersial, maka mikroorganisme yang digunakan sebagai
indikator terutama adalah mikroorganisme yang bersifat mesofilik, meskipun pengujian
terhadap bakteri termofilik juga diperlukan untuk mengetahui mutu mikrobiologi makanan
kalengan tersebut. Jadi sebagai indikator kebusukan dapat ditetapkan jumlah bakteri yang
secara anaerobik maupun aerobik dengan suhu inkubasi 320C untuk bakteri mesofilik dan
550C untuk bakteri termofilik(Pratiwi, 2004).
Tabel 6. Hasil Pengamatan Bakteri Pembentuk Asam Pada Rendang
Perlakuan Suhu Pengenceran Pengulangan Jumlah TPC
Produk Koloni
1 1
-6 2 1 < 2,5 x 107
3 2
Mesofilik 1 3
37℃
-7 2 2 < 2,5 x 107
3 1
Pasteurisasi 1 0
-6 2 TBUD > 2,5
x
107
3 0

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 13


Termofilik 1 0
55℃ -7 2 0 < 2,5 x 107
3 0
1 1
-6 2 1 < 2,5 x 107
3 2
Mesofilik 1 0
37℃
-7 2 0 < 2,5 x 107
3 0
Sterilisasi 1 0
-6 2 0 < 2,5 x 107
3 0
Termofilik 1 0
55℃
-7 2 0 < 2,5 x 107
3 0

Pada hasil Tabel 6 bakteri pembentuk asam sampel rendang pasteurisasi mesofilik
37℃ pada pengenceran 10-6 memiliki jumlah koloni sebanyak 4 dari 3 pengulangan dengan
TPC < 2,5 x 107, pada pengenceran 10-7 memiliki jumlah koloni sebanyak 6 dari 3
pengulangan. Pada pasteurisasi termofilik 55℃ pada pengenceran 10-6 memiliki jumlah
koloni TBUD pada pengulangan ke-2 dengan TPC > 2,5 x 107, pada pengenceran 10-7
memiliki jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 107. Pada sterilisasi mesofilik 37℃ pada
pengenceran 10-6 memiliki jumlah koloni 4 dari 3 pengulangan dengan TPC < 2,5 x 107, pada
pengeceran 10-7 memiliki jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 107. Pada sterilisasi termofilik
55℃ pada pengenceran 10-6 dan 10-7 memiliki jumlah koloni 0 dengan TPC < 2,5 x 107.
Beberapa pengujian mikrobiologi yang lebih spesifik juga dapat dilakukan untuk
mengetahui indikator kebusukan suatu sayuran dalam kaleng terdapat jumlah bakteri
pembentuk asam tanpa gas misalnya Bacillus stearothermophilus pada sayuran atau makanan
lain berasam rendah, dan B. coagulans (B. thermoacidurans) pada sayuran atau makanan
lain yang bersifat asam. Beberapa bakteri perusak makanan kaleng bersifat proteolitik dan
membentuk hidrogen sulfida sehingga makanan kaleng menjadi busuk dan bewarna hitam
karena terjadinya kerusakan reaksi antara sulfida dengan besi. Bakteri yang menyebabkan
kerusakan tersebut misalnya Clostridium nigrificans yang bersifat anaerobik dan B.
betanigrificans yang bersifat anaerobik fakultatif, keduanya bersifat termofilik(Pratiwi,
2004).

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 14


Pengujian terhadap mutu keamanan makanan kaleng terutama dilakukan terhadap
adanya spora bakteri Clostridium botulinun. Bakteri ini tergolong bakteri anaerobik
berbentuk spora dan bersifat mesofilik, dan merupakan bakteri pembentuk neurotoksin yang
dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat fatal(Pratiwi, 2004).
Pengujian terhadap mikroorganisme indikator sanitasi biasanya dilakukan terhadap
makanan kaleng karena pemanasan yang tinggi selama proses sterilisasi akan membentuk
semua sel vegetatif mikroorganisme. Kontaminasi kembali mungkin terjadi selama
penyimpanan, misalnya pada kaleng yang bocor(Pratiwi, 2004).
Mikroorganisme indikator keamanan pangan terdiri dari mikroorganisme patogen
yang sering ditemukan pada produk pangan tertentu. Mikroorganisme patogen tersebut dapat
dibedakan atas mikroorganisme penyebab infeksi dan penyebab keracunan makanan. Contoh
Salmonella merupakan bakteri patogen yang sering ditemukan sebagai indikator keamanan
produk-produk daging, udang beku dan telur, sedangkan Staphylococus aureus digunakan
sebagai indikator keamanan produk-produk daging olah beragam seperti sosis, daging asap
dan ikan(Pratiwi, 2004).
Bakteri patogen yang sering mencemari adalah Staphylococcus aureus, Salmonella
dan Clostridium perfringens. Staphylococcus aureus sering mencemari produk-produk
daging yang diolah dengan kadar garam relatif tinggi, seperti sosis dan ham, sedangkan
Salmonella sering ditemukan pada produk-produk dan unggas yang masih mentah atau telah
diolah setengah matang, dan C. perfringens sering ditemukan pada produk-produk daging
dan unggas yang dipanggang atau dibakar. Bakteri patogen lain yang mungkin ditemukan
pada produk-produk daging tetapi relatif jarang dibandingkan dengan ketiga bakteri patogen
diatas adalah Clostridium botulinum dan Bacillus cereus. Di Indonesia, kasus keracunan
makanan yang disebabkan oleh produk-produk daging dan unggas belum banyak dilaporkan
dan dicatat dengan baik, karena gejalanya pada umumnya bukan merupakan penyakit
menular tetapi suatu gejala keracunan(Pratiwi, 2004).
Tabel 7. Hasil Pembentukan Gas Sulfida Pada Produk Rendang
Perubahan Warna Penduga
an
Perlak E.Coli Pendu
uan Me Pengul Agak G H (TSIA- gaan
Suhu Permu Da
Produ dia angan Tega as 2S Kuning)/ Salmo
k kaan sar (LIA- nella
k
Dasar
Kuning)
Mesof A(kun
Pasteu TSI Teridenti
ilik 1 ing + - Ada
risasi A fikasi
37℃ tua)

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 15


A(kun Terdug
2 - + -
ing) a
A(kun Teridenti
3 + - Ada
ing) fikasi
A(kun Teridenti
1 + - Ada
ing) fikasi
A(ung Terdug
LIA 2 - - -
u) a
A(kun Teridenti Terdug
3 Hitam + +
ing) fikasi a
Merah Me Terdug
1 - - -
bata rah a
Tan
TSI Merah pa Terdug
2 - - -
A bata war a
na
Termo A(kun Teridenti
filik 3 - - Ada
ing) fikasi
55℃
K(ung Terdug
1 - - -
u) a
K(ung Terdug
LIA 2 - + -
u) a
A(kun Teridenti Terdug
3 - +
ing) fikasi a
Merah Terdug
1 - - -
bata a
A(kun Terdug
TSI 2 - + -
Mesof ing) a
Sterilis A
ilik Merah
asi A(kun Me
37℃ 3 kecokl + - - Ada
ing) rah
atan
K(ung Terdug
LIA 1 - - -
u) a

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 16


K(ung Terdug
2 - - -
u) a
K(ung Terdug
3 + - -
u) a
Merah Me Terdug
1 - -
bata rah a
Tan
TSI pa Terdug
2 Merah - - -
A war a
na
Me Terdug
Termo 3 Merah + - -
rah a
filik
55℃ K(ung Terdug
1 - - -
u) a
Tan
Merah pa Terdug
LIA 2 - - -
bata war a
na
K(ung Terdug
3 + - -
u) a

Pada hasil Tabel 7 Sulfur stinker (senyawa sulfida), tandanya kaleng tetap rata tetapi produk
menjadi berwarna hitam dan bau seperti telur busuk. Penyebabnya adalah bakteri
Desulfotomaculum nigrificans yang memproduksi H2S. Sulfur yang dihasilkan dapat
bereaksi dengan besi (iron/ Fe) dari kaleng maka terbentuk Iron sulfida (FeS) yang
menyebabkan warna hitam pada produk makanan di dalam kaleng. Pada perlakuan
pasteurisasi mesofilik 37℃ media TSIA teridentifikasi adanya bakteri E.Coli pada
pengulangan 1 dan 3, adanya bakteri Salmonella lalu media LIA teridentifikasi adanya
bakteri E.Coli pada pengulangan 1 dan 3, adanya bakteri Salmonella. Pada perlakuan
pasteurisasi termofilik 55℃ media TSIA teridentifikasi adanya bakteri E.Coli pada
pengulangan 3, adanya bakteri Salmonella lalu media LIA teridentifikasi adanya bakteri
E.Coli pada pengulangan 3, adanya bakteri Salmonella. Pada sterilisasi mesofilik 37℃ media
TSIA tidak teridentifikasi adanya bakteri E.Coli, terduga adanya bakteri Salmonella lalu
media LIA tidak teridentifikasi adanya bakteri E.Coli, terduga adanya bakteri Salmonella.
Pada sterilisasi termofilik 55℃ media TSIA tidak teridentifikasi adanya bakteri E.Coli,
terduga adanya bakteri Salmonella lalu media LIA tidak teridentifikasi adanya bakteri E.Coli,
terduga adanya bakteri Salmonella.

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 17


KESIMPULAN
Pada ketiga perlakuan yaitu kontrol, pasteurisasi, dan sterilisasi nilai pH, bau,
lender/busa dan penggembungan pada kemasan dapat menjadi tanda kalau makanan yang
diberi ketiga perlakuan mengalami kerusakan selama pengamatan. Lalu terdapat kategori
bakteri mesofilik 37℃ dan termofilik 55℃ serta bakteri penghasil sulfida yang dapat
mengelurkan bau lalu terdeteksi tumbuhnya bakteri E.Coli dan adanya atau terduga adanya
bakteri Salmonella.
DAFTAR PUSTAKA
Frazier, W.C. and Westhoff D.C. (1988). Food Microbioloy. 4. McGraw-Hill,Inc: Singapore.
Haryani, Y., Chainulfiffah, Dan Rustiana. (2012). Fermentasi Karbohidrat Oleh Isolat
Salmonella Spp. Dari Jajanan Pinggir Jalan. Jurnal. Vol. 3 (1)
Jay, J.M. (2000). Modern Food Microbiology. 6th edition. Aspen Publishers, Inc.
Gaithernburg: Maryland.
Muchtadi, T.R., et al. (2010). Teknologi Proses Pengolahan Pangan.ALFABETA, CV. IPB.
Bogor
Pratiwi, A.R. (2004). “Aspek Mikrobiologi Produk Makanan Kaleng”. Makalah Pribadi
Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor: Sekolah Pasca Sarjana S3.
Purnawijayanti, H.A. (2001). Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan
Makanan. Yogyakarta: Kanisius.
Ray, B., (2004). Fundamental Food Microbiology. 3 ed. CRC Press: Whasington DC.
Rustini, N.L. (2010). Aktivitas Jamur Penyebab Busuk. Jakarta: Erlangga.
Sabil, S. (2015). PASTEURISASI HIGH TEMPERATURE SHORT TIME (HTST) SUSU
TERHADAP Listeria monocytogenes PADA PENYIMPANAN REFRIGERATOR.
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Setya, A. W. (2012). Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Slamet Riyadi. Surakarta.
Srikandi, F. (1992). Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. IPB Bogor.
Syarief, R dan Halid, H. (1993). Teknologi Penyimpanan pangan. IPB. Bogor.

LAMPIRAN

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 18


Gambar 1. Sterilisasi 37℃ cabai hijau Gambar 2. Pasteurisasi 37℃ cabai hijau

Food Microbiology – Food Tech BINUS University 19

Anda mungkin juga menyukai