Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL PENELITIAN

IDENTIFIKASI BAKTERI COLIFORM MENGGUNAKAN MAKANAN CINCALOK PADA PROSES


FERMENTASI

ERDAYANTI
21031051

POLITEKNIK AISYIYAH PONTIANAK


DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2023/2024
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Cincalok atau cincaluk merupakan salah satu makanan hasil fermentasi


khas Kalimantan Barat yang berbahan dasar udang. Fermentasi cincalok terjadi
selama 1 sampai 2 minggu di dalam botol yang tertutup rapat (Irianto, 2013).
Fermentasi pada cincalok terjadi secara spontan dengan memanfaatkan mikrobia
alami dari lingkungan, salah satu mikrobia yang memegang peran penting dalam
fermentasi adalah bakteri asam laktat (BAL).
Waktu fermentasi dapat memengaruhi jumlah koloni bakteri yang terdapat
pada produk fermentasi, hal ini disebabkan karena bakteri asam laktat akan
menghasilkan asam yang dapat berperan sebagai antibakteri dan mampu
mengganggu sistem transportasi nutrisi bakteri patogen sehingga bakteri patogen
tidak dapat melakukan aktivitas metabolismenya. Jumlah asam pada produk
fermentasi akan semakin meningkat saat BAL berada pada fase eksponensial.
Asam yang dihasilkan pada produk fermentasi menunjukkan kehadiran BAL yang
mampu meningkatkan kualitas produk fermentasi, namun kualitas terbaik
cincalok untuk dikonsumsi adalah pada hari ke-12, karena pada fermentasi hari
ke- 12 telah menunjukkan ciri produk seperti udang rebon berwarna merah muda
dengan nasi dan daging udang yang sudah lebih hancur dan aroma asam khas
makanan fermentasi yang menandakan telah selesainya suatu produk fermentasi
(Khairina dkk., 2017).
seperti asam laktat, bakteriosin, karbondioksida dan hidrogen peroksida
sehingga dapat meningkatkan masa simpan produk (Holzapfel dkk., 2001).
Cincalok mengandung BAL yang bermanfaat dalam meningkatkan aktivitas
bakteri menguntungkan pada usus, mampu menyerap materi yang berbahaya,
membunuh dan menghambat bakteri patogen seperti Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus atau dapat juga bertindak sebagai antibakteri terhadap
bakteri patogen lain, dapat bertahan pada kondisi yang asam, dan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh (Mulyani dkk., 2008). Bakteri asam laktat menghasilkan
senyawa antimikrobia seperti asam laktat, bakteriosin, karbondioksida dan
hidrogen peroksida sehingga dapat meningkatkan masa simpan produk (Holzapfel
dkk., 2001). Bakteri asam laktat yang terdapat pada makanan fermentasi dapat
dimanfaatkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram
negatif yang dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis.
Kemampuan penghambatan bakteri patogen atau daya antibakteri oleh bakteri
asam laktat sangat bergantung pada BAL yang digunakan. Metode yang sering
digunakan untuk mengetahui kemampuan BAL dalam menghambat bakterI
patogen adalah dengan pengukuran luas zona hambat. Daya antibakteri akan
ditunjukkan oleh pembentukan zona bening di sekeliling sumuran pada medium
agar yang mengandung bakteri patogen. Zona bening yang semakin luas
menunjukkan semakin besar daya hambat yang dihasilkan oleh bakteri asam
laktat dan biasanya konsentrasi BAL yang semakin tinggi akan meningkatkan
aktivitas antibakterinya (Pelzcar dan Chan, 1977).

B. Apakah waktu fermentasi berpengaruh terhadap kualitas dan aktifitas antibekteri


cincalok?
C. TUJUAN
a. TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui bakteri asam laktat yang terdapat pada makanan
fermentasi cincalok.
b. TUJUAN KHUSUS
Untuk mengetahui pengaruh fermentasi terhadap kualitas dan aktvitas
antibakteri pada makanan fermentasi cincalok.
D. MANFAAT
Penelitian akan dilakukan menggunakan salah satu makanan fermentasi spontan
yang masih belum banyak diketahui dan dikonsumsi. Penelitian ini juga
diharapkan dapat membantu menginformasikan manfaat lain dari makanan
fermentasi sehingga dapat menjadi pangan yang memiliki Kesehatan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Cincalok merupakan produk hasil fermentasi khas Kalimantan Barat yang berbahan dasar
udang kecil-kecil yang dibuat dengan penambahan nasi serta garam kemudian difermentasi
dalam wadah tertutup selama 1 sampai 2 minggu hingga diperoleh cairan kemudian produk
dikemas (Irianto, 2013). Pembuatan cincalok menggunakan udang rebon atau udang kecil-
kecil yang dicampurkan dengan garam dan nasi dengan perbandingan 7:1:2 (Khairina dkk.,
2017). Penggunaan garam bertujuan untuk menyeleksi jenis mikrobia yang tumbuh dan
menghambat pertumbuhan mikrobia pembusuk sehingga hanya mikrobia tahan garam yang
dapat tumbuh (Sharah dkk., 2015).
Proses fermentasi yang berlangsung, memungkinkan terjadinya pendegradasian
karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam sehingga menurunkan nilai
total pati. Penurunan nilai total pati selama penyimpanan berbanding terbalik dengan
perubahan total asam pada bahan pangan dan memengaruhi nilai pH pada makanan
fermentasi (Khairina dkk., 2017). Fermentasi pada cincalok dinilai selesai jika tekstur udang
yang digunakan telah hancur, menghasilkan udang yang berwarna merah muda, rasa asam
yang menonjol, dan muncul aroma asam yang khas.
Kualitas cincalok dapat dinilai melalui uji organoleptik berupa uji kenampakan berdasarkan
warna, bentuk, bau, dan rasa. Penurunan kualitas akhir cincalok dapat diketahui dengan uji
total volatile base (TVB) yang merupakan suatu uji untuk melihat perubahan mutu suatu
produk tinggi protein dengan mengukur senyawa basa yang menguap (Syaputra dkk., 2007).
Pembuatan cincalok menggunakan udang rebon dengan penambahan garam dan gula atau
dapat diganti dengan nasi (Dyastuti dkk., 2013). Pembuatan cincalok berbeda dari
pembuatan rusip yang menggunakan bahan berupa ikan teri dengan penambahan garam
dan gula aren, selanjutnya difermentasi selama satu sampai dua minggu. Produk hasil
fermentasi ini dapat dikonsumsi secara langsung atau dapat dilakukan penambahan bumbu
untuk meningkatkan cita rasanya.
Kedudukan taksonomi udang rebon menuru Balian dkk., 2008), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Divisi: Crustaceae
Class: Arthropoda
Ordo: Malacostraca
Family: Penaeidae
Genus: Penaeus
Species : Mysis relicta
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-SA-NC

MORFOLOGI CINCALOK

Udang rebon merupakan salah satu hasil laut yang sering dimanfaatkan dalam pembuatan
makanan fermentasi seperti cincalok maupun dijadikan bahan tambahan dalam pengolahan
makanan. Fermentasi sering dipilih untuk pengolahan udang rebon karena proses ini lebih
mudah dibandingkan dengan pengeringan yang bergantung pada panas matahari. Hasil dari
fermentasi udang rebon juga memiliki umur simpan yang cukup lama yakni sekitar 1 bulan.
Udang rebon yang sering digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan cincalok
salah satunya adalah udang jenis Mysis relicta yang juga sering digunakan dalam pembuatan
terasi. Udang rebon memiliki Panjang sekitar 1-1,5 cm dengan 3 pasang kaki.
MANFAAT DARI CINCALOK

Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan salah satu makanan fermentasi spontan
yang masih belum banyak diketahui dan dikonsumsi, sehingga diharapkan dapat membantu
memperkenalkan makanan fermentasi di luar daerah asalnya dan meningkatkan minat
dalam mengkonsumsi makanan fermentasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu
menginformasikan manfaat lain dari makanan fermentasi sehingga dapat menjadi pangan
yang memiliki manfaat Kesehatan.

DESKRIPSI ESCHERICHIA COLI

Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang alami terdapat pada saluran pencernaan
manusia dan hewan. Bakteri ini memiliki bentuk sel batang panjang, tidak membentuk
spora, dengan koloni yang berbentuk bundar, merupakan bakteri Gram negatif, dan bersifat
aerob atau anaerob fakultatif (Jawetz dkk., 2001). Bakteri Escherichia coli sering dijadikan
sebagai indikator untuk melihat pencemaran pada air dan lingkungan akibat tinja. Bakteri ini
menghasilkan kolisin yang berfungsi untuk melindungi saluran pencernaan terhadap bakteri
patogenik, namun dapat menjadi patogen jika berpindah dari habitat normalnya (Melliawati,
2009). Beberapa koloni bakteri Escherichia coli mampu bertahan terhadap proses
pasteurisasi sehingga memerlukan penanganan yang tepat untuk membuat bakteri ini mati.
Bakteri Escherichia coli yang terkonsumsi dapat menimbulkan berbagai gejala seperti
diare, demam, kejang-kejang, dan muntah. Keberadaan bakteri Escherichia coli yang sangat
mudah ditemukan pada lingkungan menyebabkan pengolahan bahan pangan harus lebih
teliti untuk menghindari resiko keracunan.
Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat menghasilkan asam
dan gas akibat adanya fermentasi laktosa, memiliki sifat indol yang positif.
Kedudukan taksonomi bakteri Escherichia coli menurut Brooks dkk (2001) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Procaryota
Divisi : Gracilicutes
Class : Scotobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Entobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli

PATOGENESIS ESCHERICHIA COLI


Escherichia coli menjadi pathogen apabila jumlahnya lebih dari normal yang ada didalam
tubuh kita. Bakteri ini juga menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare (Jawetz dkk,
2005). Banyak dari strain Escherichia coli yang berevolusi lalu menghasilkan kemampuan
virulens yang dapat menginfeksi host mereka. Pada beberapa jenis Escherichia coli yang
pathogen dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih (Prescott, 2008).
Ada beberapa jenis pathogen antara lain :
1. ETEC (Entero Toxigenic E. coli)
ETEC adalah E. coli patogen penyebab utama diare akut dengan dehidrasi pada
anak-anak dan orang dewasa di negara-negara yang mempunyai 2 musim maupun 3
musim. ETEC menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan terjadinya ekskresi
cairan elektrolit tubuh sehingga timbul diare dengan dehidrasi. Secara immunologis
enterotoksin yang dihasilkan oleh ETEC sama dengan enterotoksin yang dihasilkan
oleh V. cholera.

2. EPEC (Entero Pathogenic E. coli)


EPEC (Entero Pathogenic E. coli), merupakan strain pertama diantara strain E. coli
yang berhasil diidentifikasikan sebagai penyebab diare patogenik pada pasien bayi
dan anak-anak pada rumah sakit di Inggris dan beberapa negara di Eropa. Di
beberapa daerah urban, sekitar 30% kasus-kasus diare akut pada bayi dan anak-anak
disebabkan oleh EPEC. Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh EPEC
belum bisa diungkapkan secara jelas, tetapi diduga EPEC ini menghasilkan cytotoxin
yang merupakan penyebab terjadinya diare. Penyakit diare yang ditimbulkan
biasanya selflimited tetapi dapat fatal atau berkembang menjadi diare persisten
terutama pada anak-anak di bawah umur 6 bulan.

3. EIEC (Enteroinvasive E. coli)


EIEC mempunyai beberapa persamaan dengan Shigella antara lain dalam hal reaksi
biokimia dengan gula-gula pendek, serologi dan sifat patogenitasnya. Sebagaimana
halnya dengan Shigella, EIEC mengadakan penetrasi mukosa usus dan mengadakan
multiplikasi pada sel-sel epitel colon (usus besar). Kerusakan yang terjadi pada epitel
usus menimbulkan diare berdarah. Secara mikroskopis leukosit polimorfonuklear
selalu hadir dalam feses penderita yang terinfeksi EIEC. Gejala klinik yang ditimbulkan
mirip disentri yang disebabkan oleh Shigella (Radji, 2011).

4. EHEC (Enterohaemorrhagic E. coli)


Patogenitas EHEC adalah dengan memproduksi
sitotoksin yang bertanggung jawab terhadap terjadinya peradangan dan perdarahan
yang meluas di usus besar yang menimbulkan terjadinya haemolytic ureamic
syndrome terutama pada anak-anak. Gejala karakteristik yang timbul ditandai
dengan
diare akut, kejang, panas dan dalam waktu relatif singkat diare menjadi berdarah.
Kejadian diare yang berdarah tersebut yang membedakan strain EHEC dengan
Shigella. Di negara-negara berkembang kejadian diare yang disebabkan oleh EHEC
masih jarang ditemukan (Radji, 2011).

5. EAEC (Entero Adherent E. coli)


EAEC telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini. Transmisinya dapat food-
borne maupun water-borne. Patogenitas EAEC terjadi karena kuman melekat rapat-
rapat pada bagian mukosa intestinal sehingga menimbulkan gangguan. Mekanisme
terjadinya diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas diketahui, tetapi
diperkirakan menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan terjadinya diare. Beberapa
strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC menyebabkan diare berair pada
anak-anak dan dapat berlanjut menjadi diare persisten (Radji, 2011).
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN BAKTERI
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain : pH, suhu, nutrisi, tekanan
osmotik dan lain-lain. Bakteri mempunyai ketetapan suhu dan pH sendiri-sendiri untuk
pertumbuhan yang optimal (Karsinah, 2011).
a. Suhu
Mikroorganisme dibagi menjadi 3 berdasarkan suhu yaitu : termofilik,mesofilik
dan psikrofilik. Masing-masing memiliki interval suhu yang berbeda-beda.
b. pH
pH mikroorganisme untuk berkembang biak optimumnya berbeda- beda. Pada
asidofil (2,0-5,0), neutrophil (5,5-8,0), dan alkalofilik (8,4-10,0). Pada umumnya
bakteri masuk pada pH 7-7,5. (Harti AS, 2015).
c. Nutrisi
Nutrisi adalah bahan organik yang dipecah oleh mikroorganisme untuk
dijadikan makanan untuk pertumbuhan. Nutrisi yang digunakan oleh mikroorganisme
antara lain : Carbon (C), Nitrogen (N), Oksigen (O), mineral serta vitamin yang lainnya
(Harti AS, 2015).
d. Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik akan mempengaruhi pertukaran air pada sel. Dibagi menjadi 3
keadaan yaitu hipotonis, isotonis, dan hipertonis.
BAB 3

KERANGKA KONSEP

VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT

fermentasi pada cincalok Bakteri escherichia.coli

DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional dari penelitian diatas adalah


1. Fermentasi pada cincalok terjadi secara spontan dengan memanfaatkan mikrobia
alami dari lingkungan, salah satu mikrobia yang memegang peran penting dalam
fermentasi adalah bakteri asam laktat (BAL).
2. Bakteri Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif yang secara alami dapat
ditemukan pada saluran pencernaan. Bakteri tersebut sering dijadikan indikator
pencemaran air oleh tinja serta dijadikan indikator kebersihan suatu bahan pangan
untuk dikonsumsi, namun jika Escherichia coli mengkontaminasi pangan maka dapat
menyebabkan berbagai penyakit gangguan pencernaan hingga gastroenteritis.

Anda mungkin juga menyukai