Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

PRISIP PROSES PENGOLAHAN PANGAN


PEMBUATAN KIMCHI

DOSEN PENGAMUH :
IKA GUSRIANI, S.TP., M.P

ASISTEN DOSEN :
NOPITA SARI (J1A116003)
STEVEN WELINGTON (J1A116063)

OLEH :
NAMA : KIKI FATKHU ROZIQIN
NIM : J1A117085
KELAS : R-001
SHIFT : 02

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal sejak dahulu.


Salah satu cara pengolahan yang dilakukan adalah dengan fermentasi. Makanan
terfermentasi merupakan hasil aktifitas berbagai spesies bakteri, khamir dan
kapang. Proses katabolisme memegang peranan penting dalam siklus kehidupan
mikroorganisme. Kemampuan mikroba dalam merubah karbohidrat melalui proses
katabolisme tersebut menjadi asam laktat, asam asetat alkohol dan senyawa-
senyawa lain, menyebabkan mikroba menjadi demikian penting bagi manusia untuk
menghasilkan makanan awet dan bergizi tinggi. Berbagai hasil penelitian telah
berhasil mengungkapkan bahwa melalui fermentasi, bahan-bahan makanan akan
mengalami perubahan fisik dan kimia yang menguntungkan seperti terbentuknya
flavor dan aroma yang disukai. Fermentasi juga merupakan suatu cara yang efektif
dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan
makanan.

Sawi putih merupakan salah satu dari sekian banyak jenis tanaman hijau
yang biasa digunakan untuk membuat sayur dan bahan olahan makanan lainnya
seperti capcay. Alasan kebanyakan orang memilih sawi putih untuk dijadikan
pilihan bahan olahan makanan adalah selain harganya yang ekonomis, rasa dari
jenis tanaman hijau ini bersifat netral yaitu tidak terasa pahit dan juga tidak terlalu
manis. Namun sebenarnya selain dapat diolah menjadi sayuran biasa seperti capcay,
sawi putih juga dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan makanan khas
Korea yang disebut Kimchi. Kimchi adalah sejenis asinan sayuran hasil fermentasi
yang di beri bumbu pedas. Karena hasil fermentasi, kimchi memiliki rasa masam
seperti acar.

Selain memiliki cita rasa yang khas, kimchi juga dipercaya dapat memberi
manfaat bagi kesehatan tubuh manusia karena mengandung kadar serat makanan
yang tinggi dan memiliki kadar kalori yang rendah. Hal ini disebabkan karena
kimchi terbuat dari berbagai jenis sayuran, seperti bawang bombay, bawang putih,
dan cabai merah yang kaya akan vitamin dan dapat menyehatkan tubuh. Bakteri
laktobasillus yang berperan dalam proses fermentasi dapat menghasilkan asam
laktat dengan kadar tinggi, sehingga jika dikonsumsi dapat memperlancar sistem
pencernaan.

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mampu menjelaskan prosedur dan metode


pembuatan kimchi, mengetahui peran masing-masing bahann dalam proses
pembuatan kimchi, dan untuk mengetahui karakteristik organoleptic kimchi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fermentasi

Fermentasi merupakan proses perubahan biokimia dari substrat karena


adanya aktivitas dari mikroba dan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba tersebut.
Pada proses fermentasi terjadi peningkatan nutrisi dan kualitas organoleptik.
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada
substrat organik sesuai. Terjadinya proses fermentasi dapat menyebabkan
perubahan sifat pangan sebagai akibat pemecahan kandungan-kandungan bahan
pangan tersebut ( Winarno, 1984 ).

Fermentasi pada dasarnya merupakan suatu proses enzimatik dimana enzim


yang bekerja mungkin sudah dalam keadaan terisolasi yaitu dipisahkan dari selnya
atau masih dalam keadaan terikat di dalam sel. Pada beberapa proses fermentasi
yang menggunakan sel mikroba, reaksi enzim mungkin terjadi sepenuhnya di dalam
sel mikroba karena enzim yang bekerja bersifat intraselular. Pada proses lainnya
reaksi enzim terjadi di luar sel karena enzim yang bekerja bersifat ekstraseluler (
Fardiaz, 1988 ).

Menurut Winarno dan Fardiaz ( 1993 ), mengungkapkan beberapa faktor


yang mempengaruhi keberhasilan fermentasi

1. Keasaman
Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama, tetapi jika oksigen
cukup jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus,
maka daya tahan awet dari asam tersebut akan hilang. Tingkat keasaman sangat
berpengaruh dalam perkembangan bakteri. Kondisi keasaman yang baik untuk
pertumbuhan bakteri adalah 3,5 – 5,5.
2. Mikroba
Fermentasi biasanya dilakukan dengan kultur murni yang dihasilkan di
laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan.
Pembuatan makanan dengan cara fermentasi di Indonesia pada umumnya tidak
menggunakan kultur murni sebagai contoh misalnya ragi pasar mengandung
beberapa ragi diantaranya Saccharomyces cereviseae yang dicampur dengan tepung
beras dan dikeringkan. Kultur murni biasa digunakan dalam fermentasi misalnya
untuk pembuatan anggur, bir, keju, sosis, dan lain-lainnya.
3. Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama
fermentasi. Setiap mikroorganisme memiliki suhu maksimal pertumbuhan, suhu
minimal pertumbuhan dan suhu optimal. Suhu pertumbuhan optimal adalah suhu
yang memberikan pertumbuhan terbaik dan perbanyakan diri tercepat.
4. Alkohol
Mikroorganisme yang terkandung dalam ragi tidak tahan terhadap alkohol
dalam kepekatan (kadar) tertentu, kebanyakan mikroba tidak tahan pada
konsentrasi alkohol 12 – 15 %
5. Oksigen
Oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk
memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu, ragi yang
menghasilkan alkohol dari gula lebih baik dalam kondisi anaerobik. Setiap mikroba
membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau
membentuk sel-sel baru dan untuk proses fermentasi. Misalnya Saccharomyces sp
yang melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat pada keadaan anaerobik,
akan tetapi mengalami pertumbuhan lebik baik pada keadaan aerobik sehingga
jumlahnya bertambah banyak.

Winarno dan Fardiaz (1990), berpendapat di dalam proses fermentasi,


kapasitas mikroba untuk mengoksidasi tergantung dari jumlah aseptor elektron
terakhir yang dapat dipakai. Sel–sel melakukan fermentasi menggunakan enzim–
enzim yang akan mengubah hasil dari reaksi oksidasi, dalam hal ini yaitu asam
menjadi senyawa yang memiliki muatan lebih positif, sehingga dapat menangkap
elektron terakhir dan menghasilkan energi. Khamir lebih cenderung
memfermentasi substrat karbohidrat untuk menghasilkan etanol bersama sedikit
produk akhir lainnya jika tumbuh dalam keadaan anaerobik.
2.2 Kimchi

Kimchi adalah makanan tradisional Korea, salah satu jenis asinan sayur
hasil fermentasi yang diberi bumbu pedas. Setelah digarami dan dicuci, sayuran
dicampur dengan bumbu yang dibuat dari udang krill, kecap ikan, bawang putih,
jahe dan bubuk cabai merah. Sayuran yang paling umum dibuat kimchi adalah sawi
putih dan lobak. Di Korea, kimchi selalu dihidangkan di waktu makan sebagai salah
satu jenis banchan yang paling umum. Kimchi juga digunakan sebagai bumbu
sewaktu memasak sup kimchi (kimchi jjigae), nasi goreng kimchi (kimchi
bokkeumbap), dan berbagai masakan lain ( Jung-Sook Leea, et,. all. 2005).

Kimchi merupakan makanan tradisional Korea yang sudah ada sejak


dahulu. Terdapat berbagai alasan mengapa masyarakat Korea mengkonsumsi
kimchi, tetapi alasan utama adalah para leluhur Korea yang bermukin di
semenanjung Korea senantiasa mengalami musim dingin yang lebih lama. Oleh
karena itu, mereka berusaha untuk menemukan hidangan yang dapat disajikan pada
musim dingin dan hidangan tersebut adalah kimchi. Dengan demikian pada
awalnya kimchi merupakan makanan yang diolah untuk bertahan hidup di musim
dingin. Masyarakat Korea membuat kimchi yang merupakan sayuran hasil
fermentasi karena saat musim dingin sulit sekali didapat sayur – sayuran
bervitamin. Jika sayur – sayuran dikeringkan dan disimpan, maka rasa dan nutrisi
sayuran akan hilang. Oleh karena itu, dilakukan sebuah proses fermentasi pada
sayuran sebagai acar dari campuran bubuk cabai, lobak, bawang putih, dan bumbu
lainnya, sehingga menghasilkan kimchi. Tradisi membuat makanan fermentasi ini
menjadi sebuah kebudayaan yang khas bagi kuliner Negara Korea ( Cheing, 1994).

Kimchi dibuat dari berbagai jenis sayuran sehingga mengandung kadar serat
makanan yang tinggi, namun rendah kalori. Sebagian besar kimchi dibuat dari
sayuran seperti bawang bombay, bawang putih, dan cabai yang baik untuk
kesehatan. Kimchi kaya dengan vitamin A, thiamine (B1), riboflavin (B2), kalsium,
zat besi, dan bakteri asam laktat yang baik untuk pencernaan ( Jung-Sook Leea, et,.
all. 2005).

Adapun mikroba dominan yang berperan dalam proses fermentasi kimchi


yaitu bakteri asam laktat dari genus Leuconostoc dan Lactobacillus, antara lain
Leuconostoc citreum, Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc gelidum,
Lactobacillus plantarum, Lactobacillus sake, Lactobacillus brevis, Streptococcus
faecalis dan pediococcus pentosaceus (Suprihatin, 2010).

2.3 Kimchi dan Proses Pembuatannya

Kimchi adalah hidangan tradisional yang sangat penting dalam masakan


Korea. Kimchi dapat dijadikan sebagai banchan (lauk) atau digunakan sebagai
bahan pokok dalam hidangan lain seperti kimchi (kimchi sup) chigae atau bap
bokum kimchi (nasi goreng kimchi). Kimchi yang paling sering dibuat adalah
dengan menggunakan kubis Napa, oyster (tiram), bawang perai, lobak, serpih cabai
merah (gochugaru), bawang putih, bawang, dan garam (meskipun terdapat 200
varietas diketahui kimchi). Cara pembuatannyapun mudah, sayuran dicincang,
bumbu dicampur dan semua bahan di fermentasi. Ada beberapa pilihan rasa dalam
membuat Kimchi, tergantung pada selera: asin, pedas (karena cabai merah), asam
(dihasilkan oleh fermentasi), manis (dari pasta ikan acar), dan rasa khusus lainnya
dibentuk oleh beragam sayuran. Kimchi memiliki tekstur yang berbeda dari sayuran
yang diolah secara biasa (Mheen, 1984).

2.4 Kandungan Nutrisi dan Manfaat Kimchi

Banyak bukti bahwa mengonsumsi makanan fermentasi seperti kimchi,


sangat penting untuk meningkatkan sistem pencernaan dan kekebalan tubuh.
Makanan ini diperkaya dengan probiotik (seperti halnya sereal, snack bar). Seperti
yang kita ketahui, probiotik meningkatkan ketersediaan hayati mineral yang
mampu mensintesis vitamin seperti asam folat, B1, B2, B3, dan B12, dan membantu
dalam menyeimbangkan mikroorganisme (mikroflaura) dalam usus kita . Kimchi
telah memainkan peran sebagai sumber nutrisi. Jenis nutrisi akan berbeda
berdasarkan bahan dan tingkat fermentasinya. Biasanya, bahan yang digunakan
dalam pembuatan kimchi memiliki sedikit kalori dan kadar gula yang rendah, tetapi
mengandung jumlah serat yang tinggi, vitamin yang beragam (terutama vitamin A
dan C), dan mineral (seperti kalsium dan besi). Nutrisi yang dihasilkan selama
proses fermentasi (bakteri asam laktat dan asam asetat) dapat membantu mencegah
kanker dan melawan mikroorganisme jahat (Cheigh, 1994).
Jika diteliti serat dalam kubis sendiri tidak bernutrisi, namun dapat
membantu pencernaan, melancarkan pergerakan makanan melalui usus, dan
membantu mencegah sembelit dan kanker usus. Cabai merah dan bawang putih
membantu menurunkan kolesterol darah dan membantu pembekuan darah. Nutrisi
dan kegiatan dari berbagai mikroorganisme yang dihasilkan selama fermentasi juga
sangat bermanfaat bagi tubuh manusia (Cheigh, 1994).
Proses fermentasi Kimchi menghasilkan bakteri asam laktat,
kandunganyapun bisa lebih dari bakteri asam laktat yang biasa ada dalam yoghurt.
Bakteri ini dikenal sangat baik untuk usus dan memiliki fungsi anti-kuman. Selain
itu ada, asam asetat yang diproduksi secara berbeda sesuai dengan bahan yang
digunakan, suhu fermentasi dan periode, dan tingkat garam. Rasa kimchi juga
tergantung pada tingkat asam asetat. Para peneliti telah menemukan bahwa kimchi
mengandung 17 macam asam amino (Mheen, 1998).

2.5 Mikroba yang Ada Dalam Proses Fermentasi Kimchi

Selama 50 tahun terakhir, banyak genus dan spesies bakteri, yeast, dan
jamur telah diisolasi kimchi. Diketahui bahwa mikroorganisme utama yang
bertanggung jawab untuk fermentasi kimchi adalah LAB (Lactic Acid Bacteria) dan
yeast diketahui memiliki peran melunakkan tekstur kimchi. Adapun genus dan
spesies utama LAB yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari kimchi adalah
Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum, Leuconostoc citreum,
Lactobacillus brevis, Lactobacillus fermentum, Lactobacillus plantarum,
Pediococcus pentosaceus, dan Streptococcus faeculis (Cheigh, 1994).
Jenis fermentasi hetero LAB, Leuconostoc mesenteroides adalah bakteri
utama pada populasi kimchi dari awal ke tahap tengah fermentasi. Selama tahap
hetero fermentasi menghasilkan berbagai metabolit seperti asam laktat, asam asetat,
etanol, karbon dioksida, manitol, dan dekstran yang berhubungan dengan rasa
kimchi, dan LAB mencapai jumlah tertinggi selama periode pematangan optimum.
Namun, jumlah Leu. mesenteroides menurun tajam saat pH dari kimchi ini menurun
menjadi 4,0. Di sisi lain, jenis LAB pada homo fermentasi adalah Lac. plantarum,
yaitu LAB yang mampu bertoleransi pada konsentrasi asam organik tinggi. Dari
penelitian terakhir telah dilaporkan bahwa pengasaman pada kimchi pun
disebabkan oleh aktifitas Lac. plantarum. Pada temperatur fermentasi yang sama,
jumlah Leu. mesentreoides akan lebih tinggi pada kadar garam yang lebih rendah
daripada pada kadar garam tinggi (Lee, 1992).
Akan terbentuk lapisan yeast di permukaan kimchi yang diawetkan pada
jangka waktu yang lama, dan yeast ini menghasilkan poligalakturonase dan
berkontribusi untuk pelunakan tekstur kimchi dengan merendahkan substansi
pektik. Jumlah flora yeast selama fermentasi kimchi menurun jumlahnya pada suhu
tinggi (30oC), tetapi jumlah yeast ini menurun dan tetap konstan pada suhu di bawah
20oC. Namun demikian, populasi yeast selama fermentasi kimchi menunjukkan
perubahan yang khas tergantung pada suhu dan konsentrasi garam. Jumlah tidak
berubah pada 20-30oC, tetapi menunjukkan kurva kenaikan yang sampai proses
penurunannya (diperlambat secara perlahan) sampai pada fase akhir yaitu pada
suhu rendah (14-5oC) (Ha, 1960).
LAB telah lama dikenal untuk memproduksi protein yang disebut
antimikroba bakteriosin. Bakteriosin tertentu menghambat patogen makanan,
termasuk Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, dan
Staphylococcus aureus. Hal ini menunjukkan bahwa LAB memproduksi
bakteriosin berguna dalam biokontrol kimchi baik dengan menerapkan pembuatan
secara langsung (alami) atau dengan menambahkan bakteriosin diproduksi sebagai
pengawet alami. Bakteriosin merupakan senyawa protein yang memiliki efek
bakterisida terhadap mikroorganisme lain. Bakteriosin yang dihasilkan bakteri
asam laktat sangat potensial untuk digunakan sebagai pengawet makanan alami
(Kusmiati, 2002).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 23 April 2019 pada
pukul 08 : 00 – 10 : 00 WIB di Laboratorium Pengolahan (Dapur) Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Jambi.
3.2 Bahan dan Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu baskom, pisau, talenan,
pengaduk, sendok, panci teflon, gelas plastik, toples kedap udara, dan parutan.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan yaitu 1 bonggol sawi putih ukuran sedang,
½ buah bawang bombay, 1 wortel yang dipotong tipis-tipis, 1 sendok makan gula
pasir, ½ gelas garam kasar, ½ gelas air matang, ¼ ruas jahe, ½ gelas bubuk cabe, ¼
gelas saus ikan, ¼ lobak putih (diiris tipis memanjang), 2 batang daun bawang serta
1 sendok makan tepung terigu.

3.3 Prosedur Kerja


Dimasukkan ½ gelas air ditambahkan dengan 1 sendok makan tepung
terigu, kemudian dimasak pada api sedang sambil diaduk rata hingga mendidih.
Dimatikan api dan di dinginkan. Setelah campuran tepung sudah dingin
dimasukkan bubuk cabe, garam, bawang bombay, gula, saus ikan, bawang putih
dan jahe parut dan diaduk hingga rata. Tahap selanjutnya semua sayuran dicuci
bersih, untuk sawi putih dipisahkan helai demi helainya agar mudah untuk dicuci
dan dipisahkan bagian tengah (bagian yang keras) dan sipotong kecil-kecil. Lalu
dimasukkan daun bawang, wortel yang sudah dipotong kecil kecil-kecil dan diaduk
lagi hingga merata. Bahan yang sudah tercampur diperas secara merata. Kemudian
dicampur 1 bonggol sawi putih yang sudah dipisahkan dari bagian yang tengah
dengan adonan bumbu-bumbu yang sudah dibuat dan setiap helai sawi diremas.
Diletakkan campuran bumbu dan sawi di dalam wadah kedap udara atau tertutup
dan dibiarkan semalaman dalam suhu ruang. Dibiarkan selama 2 x 24 jam , setelah
itu toples dbuka selama 15 menit dan ditutup kembali dan disimpan didalam kulkas
dan didiamkan selama 2 hari. Kemudian dilakukan pengujian organoleptik terhadap
aroma, rasa, tekstur, warna dan air (organoleptik bisa mencampurkan kimchi
dengan nasi goreng atau nasi putih).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Organoleptik Kimchi
Bubuk Parameter
Kelompok Garam
Cabe Rasa Aroma Warna Tekstur Air
1 25 100 Asin, Khas Merah Renyah Sedikit
gram gram pedas kimchi orange
dan
asam
2 50 150 Asin, Pedas Merah Keras Encer
gram gram pedas khas
dan cabe
asam
3 75 200 Asin Pedas Merah Keras Sedikit
gram gram dan khas dan
pedas cabe agak
kental
4 100 250 Asin Khas Merah Renyah Kental
gram gram cabe

4.2 Pembahasan
Kimchi dibuat pada praktikum yaitu dari sawi putih yang mengandung
kadar serat makanan yang tinggi, namun rendah kalori, dan diberi tambahan bahan
seperti bawang bombay, bawang putih, jahe, daun bawang yang berfungsi sebagai
penambah flavor sertamenyebabkan rasa dan tekstur yang lebih kompleks pada
kimci, dan penambahan wortel untuk memperindah tampilan.

Kimchi yang dibuat dari berbagai jenis sayuran sehingga mengandung


kadar serat makanan yang tinggi, namun rendah kalori. Adapun bahan-bahan utama
dalam pembuatan kimchi adalah sayuran-sayuran yang berserat tinggi yang
berfungsi sebagai bahan yang mengandung karbohidrat, yang merupakan polimer
dari glukosa yang nantinya akan dirubah menjadi asam laktat dengan bantuan dari
bakteri laktobasilus kimchi yang didapat dari cabai merahFermentasi kimchi
diprakarsai oleh berbagai mikroorganisme awalnya hadir dalam bahan baku, tetapi
fermentasi secara bertahap didominasi oleh bakteri asam laktat. Adapun mikroba
dominan yang berperan dalam proses fermentasi kimchi yaitu bakteri asam laktat
dari genus Leuconostoc dan Lactobacillus, antara lain Leuconostoc citreum,
Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc gelidum, Lactobacillus plantarum,
Lactobacillus sake, Lactobacillus brevis, Streptococcus faecalis dan pediococcus
pentosaceus (Suprihatin, 2010).

Produk utama hasil fermentasi berupa asam laktat, namun terdapat produk
metabolit lain seperti fruktosa, manitol, polisakarida dan lain-lain. Karakteristik
yang paling penting adalah perubahan komposisi gula dan vitamin (terutama asam
askorbat), pemebentukan dan akumulasi asam organik, dan degradasi tekstur dan
peluanakan. Kimchi merupakan sumber penting dari vitamin, mineral, serat, dan
nutrisi lainnya.

Fermentasi kimchi ini dilakukan oleh berbagai mikroorganisme hadir dalam


bahan baku dan bahan kimchi. Di antara mereka, bakteri asam laktat yang dapat
tumbuh dalam air garam 3% memainkan peran yang paling aktif dalam fermentasi
kimchi, hal ini menekan pertumbuhan bakteri lain yang bisa tumbuh dalam kondisi
seperti itu.
Di antara 200 bakteri pembentuk kimchi, mikroorganisme penting dalam
fermentasi kimchi diketahui Lactobacillus plantarum, L. Brevis, faecalis
Streptococcus, Leuconostoc mesenteroides, dan pentosaceus Pediococcus yang
menghasilkan asam laktat.
Rasa dari kimchi adalah asam, asin dan pedas serta memiliki aroma yang
khas akibat dari fermentasi sawi. Pada pengujian organoleptik panelis menyatakan
khas kimchi dan beraroma cabe pada aroma, tekstur dengan berbedanya perlakuan
terdapat dua tekstur, yaitu keras dan renyah dan untuk warna kimchi merah, dan
pada penerimaan keseluruhan pada kimchi panelis menyatakan tidak suka. Ini
disebabkan karena panelis tidak mengetahui dengan detail kimchi, belum pernah
merasakan standar rasa kimchi yang berasal dari korea, serta selera dari orang
Indonesia yang tidak sesuai dengan makanan khas dari korea tersebut.
Penambahan bahan lain yang digunakan dalam pembuatan kimchi selain
penggaraman adalah penambahan bumbu – bumbu seperti jahe, bubuk cabai
bawang utih, bawang bombai untuk memperkuat rasa pada kimchi. Penggunaan
wortel dan daun bawang karena dua bahan tersebut juga merupakan bahan makanan
yang dapat dibuat menjadi kimchi. Penambahan gula pasir sebagai salah satu
sumber energi bagi bakteri yang akan berperan dalam proses fermentasi.
Penambahan minyak ikan juga membantu proses fermentasi. Penambahan bahan
ini untuk memperkuat rasa dan tekstur dari kimchi yang dibuat.

Tingkat fermentasi kimchi itu nyata dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan
suhu fermentasi, dan kimchi yang paling optimal untuk dikonsumsi ketika
mengandung 0,6-0,8% keasaman (pH 4.2), garam 3%, dan tinggi asam organik
yang mudah menguap. Pada fermentasi kimchi ini proses peragian asam laktat
spontan kalau terlindung dari udara, dimana mula-mula berperan Leuconostoc
disertai pembentukan karbon dioksida, kemudian berperan Lactobacillus
plantarum, dimana Lactobacillus plantarum ini meragikan glukosa secara
hemofermentatif. Penguraian glukosa dimulai melalui alur pentosa fosfat, berati
melalui glukosa-6-fosfat, 6-fosfoglukonat dan ribulosa-5-fosfat. Zat-zat ini diubah
oleh suatu epimerase menjadi xilulosa-5-fosfat dan dengan reaksi yang tergantung
tiamina pirofosfat dipecah oleh fosfoketolase menjadi gliserinaldehidafosfat dan
asetilfosfat. Sel-sel Leuconostoc mesenteroides yang tidak tumbuh yang sudah
dicuci meragikan glukosa menjadi laktat, etanol dan karbon dioksida.
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Poses fermentasi kimchi terlibaat beberapa mikroba/bakteri asam laktat
dimana mikroba yang dominan adalah dari genus Leuconostoc dan lactobacillus.
Produk utama hasil fermentasi berupa asam laktat, namun terdapat produk
metabolit seperti fruktosa, manitol, polisakarida dan lain-lain, sehingga
menyebabkan rasa yang lebih kaya.

5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum pembuatan kimchi ini semua bahan-bahan dan
alat-alat sudah ada pada saat praktikum dan sesuai apa yang telah diberikan
informasi dari asisten dosen ataupun dosen.
DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, S., 1988, Fisiologi Fermentasi, PAU IPB, Bogor.

Cheigh, H.S. and Park, K.Y. 1994. Biochemical, microbiological, and nutritional
aspects of kimchi (Koraen fermented vegetable products). Crit. Rev. in
Food Sci. Nutr (34):175-203.

Ha, S.S. 1960. Studies on the effects of polygalacturonase and film-forming


microbes on the soft deterioration of the pickled vegetables. Bull. Sci. Res.
Inst. (5): 139-147.

Jung-Sook Leea, et,. all. 2005. Analysis of kimchi microflora using denaturing
gradient gel electrophoresis. International Journal of Food Microbiology.
Volume 102, Issue 2, 15 Juli, hlm. 143-150.

Kusmiati, Malik,A. 2002. Aktivitas bakteriosin dari bakteri Leuconostoc


mesenteroides Pbac1 pada berbagai media. Makara, kesehatan (6): 1-4.

Lee, C.W., Ko, C.Y., and Ha, D.M. 1992. Microfloral changes of the lactic acid
bacteria during kimchi fermentation and identification of the isolates. Kor.
J. Applied Microbiology Biotechnology (20): 102-109.

Mheen, T.I. 1998. Kimchi, in Microorganisms and Industry, ed. Hanlimwon


Pub.Co., pp 454-480.

Suprihatin .2010. Teknologi fermentasi. UNISA press: Surabaya.

Winarno, 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Winarno, Fardiaz. G., 1990. Tempe, Misteri Gizi dari Jawa, Info Pangan. Teknologi
Pangan dan Gizi, Fatameta, IPB, Bogor.

Winarno, Fardiaz. G., 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
LAMPIRAN

Gambar 1. Mengiris Gambar 2. Memasak tepung terigu


bahan-bahan dengan air hingga kental

Gambar 3. Mencampur Gambar 4. Fermentasi kimchi


bumbu kimchi selama 2 x 24 jam
hingga rata

Anda mungkin juga menyukai