Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan merupakan sumber bahan pangan yang bermutu tinggi karena


mengandung senyawa-senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh manusia yaitu
protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Salah satu potensi hayati sumber
perikanan yang ada di wilayah perairan Indonesia adalah ikan nila yang masuk ke
dalam filum Pisces dan genus Oreochromis. Ikan nila menurut Ardita et al. (2015)
merupakan salah satu ikan air tawar yang digemari masyarakat karena dagingnya
cukup tebal, tidak mempunyai banyak duri dan harganya relatif murah. Ikan nila
menurut memiliki kandungan air sebesar 74.8%, protein 17.5%, lemak % dan
mineral 4.7%. Ikan nila termasuk ikan air tawar yang produktivitasnya tinggi dan
mudah diperoleh dipasaran dalam bentuk ikan segar maupun olahan namun ikan
nila sama seperti semua biota perairan pada umumnya yaitu memiliki sifat highly
perishable.
Bahan baku perairan yang masih segar menurut Hafiluddin et al. (2014)
merupakan komoditas pangan yang paling mudah mengalami penurunan mutu
karena mengandung kandungan air yang tinggi dan nutrisi yang lengkap sehingga
tubuh ikan merupakan media yang sangat cocok untuk perkembangbiakan bakteri
pembusuk (memiliki sifat highly perishable). Ikan yang baru saja mati berada
dalam tingkat kesegaran maksimum. Tingkat kesegaran maksimum artinya
kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan tetapi hanya dapat dipertahankan melalui
penerapan prinsip penanganan yang baik dan benar tepatnya prinsip C3Q. Jika
ikan tidak segera ditangani dengan prinsip penanganan yang baik dan benar atau
prinsip C3Q maka mutu ikan tersebut akan menurun seiring berjalannya waktu.
Penurunan mutu ikan dapat berlangsung secara enzimatis, kimia dan
mikrobiologi dengan diikuti penurunan organoleptik yang dipengaruhi oleh
keadaan temperatur. Semakin tinggi temperatur maka semakin cepat pula
penurunan kesegaran ikan oleh karena itu perlu adanya suatu penanganan untuk
mempertahankan kesegaran ikan yang erat kaitannya dengan mutu ikan. Usaha
penanganan ikan segar dapat dilakukan dengan pengawetan ikan. Usaha
pengawetan ikan yang dapat dilakukan menurut Nurwijayanti et al. (2012) cukup
beragam mulai dari pengawetan ikan dengan suhu rendah
(pendinginan/pembekuan), penggaraman, pemindangan hingga fermentasi. Jenis
pengawetan yang paling sering dan mudah dilakukan adalah pengawetan suhu
rendah yang menggunakan media pindah panas berupa es, namun pengawetan ini
tidak dapat mempertahankan mutu ikan secara maksimal sehingga terkadang
banyak oknum menambahkan berbagai zat kimia berbahaya sebagai bahan
tambahan pangan untuk mengawetkan dan mewarnai ikan seperti klorin dan
hidrogen peroksida.

Tujuan

Praktikum penggunaan desinfektan dan pemutih bertujuan melakukan


penyiapan desinfektan dan menentukan konsentrasi desinfektan yang dipakai
untuk membersihkan perlengkapan dan daging pada suatu industri serta
mengetahui pengaruh zat pemutih terhadap warna daging ikan.

METODE

Waktu dan Tempat

Praktikum penggunaan desinfektan dan pemutih dilaksanakan pada hari


Jumat dan Sabtu, tanggal 28 September 2017 dan 29 September 2017. Waktu
pelaksanaan praktikum berlangsung selama 24 jam yaitu dari pukul 14.30 WIB di
hari Jumat hingga pukul 14.30 WIB di hari Sabtu. Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institur Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan uji praktikum penggunaan desinfektan dan pemutih yaitu ikan nila
(Oreochromis niloticus). Bahan lain yang digunakan yaitu H2O2 5%, Klorin 5%
dan akuades. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu baskom, sudip, gelas
ukur, trash bag dan scoresheet organoleptik.

Prosedur Kerja

Praktikum penggunaan desinfektan dan pemutih dimulai dengan


menyiapkan sampel yaitu satu ekor ikan nila (Oreochromis niloticus), H2O2,
Klorin dan akuades. Sebelum diberi perlakuan, ikan nila tersebut dimatikan
terlebih dahulu. Kemudian, ikan difillet dan diambil hanya bagian dagingnya saja.
Daging hasil pemfilletan kemudian disimpan di wadah yang telah dilabeli jenis
perlakuan. Setiap daging diberi perlakuan yang berbeda dan diuji organoleptiknya
setiap 6 jam sekali. Perlakuan yang diberikan adalah perendaman H2O2,
perendaman Klorin dan kontrol (tidak diberi perlakuan). Prosedur kerja praktikum
pengaruh penggunaan es dan bahan sintesis terhadap kemunduran mutu ikan dapat
dilihat pada Gambar 1.

Ikan Nila

Pematian Ikan

Pemfilletan Ikan
Penambahan H2O2 5% Ikan Kontrol Penambahan Klorin 5%

Penilaian skor organoleptik

Data

Keterangan :
Awal/akhir
Proses
Gambar 1 Diagram alir prosedur kerja praktikum penggunaan desinfektan dan
pemutih

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Praktikum penggunaan desinfektan dan pemutih menggunakan tiga ekor


ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai bahan uji. Daging ikan nila
(Oreochromis niloticus) mendapatkan jenis perlakuan yang berbeda-beda yaitu
perendaman H2O2, perendaman klorin dan kontrol (tidak diberi perlakuan).
Pengukuran terhadap kemunduran mutu ikan yang telah diberi perlakuan
dilakukan secara organoleptik setiap 6 jam sekali dengan pengulangan sebanyak
lima kali. Hasil praktikum pengaruh penggunaan es dan bahan sintesis terhadap
kemunduran mutu ikan nila (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada Gambar 2.
10
Rata-rata Nilai Organoleptik

0
H2O2 0,2% H2O2 0,5% H2O2 0,8% H2O2 1,1% H2O2 1,4%
1 2 3 4 5
H2O2 1,7% H2O2 2,0% H2O2 2,3%
Pengamatan ke- klorin 0,2% klorin 0,5%
klorin 0,8% klorin 1,1% klorin 1,4% klorin 1,7% klorin 2%
klorin 2,3% kontrol
Gambar 2 Grafik kemunduran mutu ikan nila
Gambar 2 menunjukan hasil praktikum penggunaan desinfektan dan
pemutih terhadap kemunduran mutu daging ikan nila (Oreochromis niloticus).
Daging kan nila yang paling cepat mengalami kemunduran mutu berdasarkan
hasil uji organoleptik parameter bau, tekstur dan daging berturut-turut yaitu ikan
kontrol, ikan dengan perlakuan perendaman klorin dan H2O2. Penurunan mutu
parameter bau, tekstur dan warna kenampakan daging ikan kontrol mengalami
kemunduran mutu yang terlihat nyata. Penurunan mutu parameter bau, tekstur dan
warna kenampakan daging ikan dengan perlakuan perendaman klorin dan H2O2
yang berbeda konsentrasi terlihat cukup signifikan dan berada dalam rentang yang
hampir sama.

Pembahasan

Desinfektan menurut Badriyah dan Ubaidillah (2013) adalah preparat


kimia yang digunakan untuk desinfeksi atau membasmi mikroorganisme,
khususnya mikroorganisme yang membahayakan. Desinfektan dapat mencegah
infeksi dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik yang patogen.
Desinfektan hanya dapat mematikan mikroorganisme yang sedang dalam keadaan
tidak aktif, sehingga hanya mematikan bentuk vegetatif dari mikroorganisme,
tetapi tidak efektif terhadap spora. Preparat ini tersedia secara komersial yang
masing-masing memiliki karakteristik kimiawi, toksisitas, biaya dan penggunaan
tertentu. Salah satu contoh desinfektan yang sering digunakan oleh manusia
adalah klorin.
Klorin menurut Yude et al. (2013) merupakan bahan kimia yang memiliki
sifat yaitu berwujud gas, berwarna kuning kehijauan, dan berbau cukup
menyengat. Klorin menurut Nasution et al. (2015) banyak digunakan dalam
pembuatan kertas, antiseptik contohnya anstiseptik dalam akuarium, insektisida,
produk-produk minyak bumi, plastik, obat-obatan, tekstil, pelarut hingga pewarna
pada pembalut wanita, namun kini klorin juga banyak digunakan sebagai bahan
tambahan pangan dalam beras, air minum hingga dalam produk-produk
pengolahan hasil perikanan. Klorin telah diketahui sebagai salah satu bahan kimia
berbahaya yang telah diperkuat oleh Permenkes No.472/Menkes/Per/V/1996
tentang klorin termasuk bahan kimia berbahaya yang memiliki sifat toksik dan
sifat korosif yang menyebabkan iritasi. Bahaya klorin apabila banyak dikonsumsi
dan terakumulasi dalam tubuh manusia tidak akan terjadi sekarang namun akan
terjadi dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan. Klorin menurut Yude et al.
(2013) memiliki sifat korosif yang mampu merusak sawar pelindung pada mukosa
lambung sehingga lambung rentan terhadap pengakit gastritis. Batas penggunaan
klorin dalam bidang pangan menurut Food and Drug Administration (FDA) yang
digambarkan oleh klorin dioksida (ClO2) adalah tidak melebihi 3 ppm.
Hidrogen peroksida (H2O2) menurut Wiranata et al. (2014) merupakan
bahan kimia yang memiliki sifat-sifat yaitu berbentuk cairan, tidak berwarna dan
dapat dicampur dengan air dalam berbagai dosis, pada konsentrasi tinggi hidrogen
peroksida dapat berbau asam. Hidrogen peroksida menurut Coniwanti et al.
(2015) banyak digunakan dalam zat pemutih (bleaching), desinfektan, antiseptik,
oksidator dan pendorong roket, namun kini hidrogen peroksida juga banyak
digunakan sebagai bahan pewarna pada pangan. Hidrogen peroksida telah
diketahui sebagai salah satu bahan kimia berbahaya yang telah diperkuat oleh
Peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 33 Tahun 2012 tentang bahan tambahan
pangan tepatnya bahan pewarna yang tidak boleh digunakan sebagai pemutih
dalam produk pangan. Bahaya hidrogen peroksida apabila terdapat dalam produk
pangan yang pada akhirnya dikonsumsi dan terakumulasi dalam tubuh manusia
tidak akan terjadi sekarang namun akan terjadi dalam jangka waktu beberapa
tahun ke depan. Hidrogen peroksida menurut Wiranata et al. (2014) memiliki sifat
iritatif yang artinya apabila bahan kimia tersebut melakukan kontak dengan kulit,
mata dan saluran pernapasan dalam waktu yang lama dan rutin akan menyeybakan
berbagai keluhan pada mata, kulit dan saluran pernapasan dan apabila banyak
terakumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan.
Batas penggunaan hidrogen peroksida dalam bidang pangan tepatnya sebagai
pemutih atau pemucat menurut Sandra dan Rahwan (2015) adalah tidak memiliki
konsentrasi lebih 1.25%.
Klorin dan hidrogen peroksida merupakan bahan desinfektan dan bahan
pemutih yang dilarang penggunaanya oleh Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, oleh karena itu perlu adanya bahan desinfektan dan pemutih alami
untuk menggantikan keduanya. Bahan desinfektan alami menurut Jiang et al.
(2014) salah satunya adalah kitosan. Kitosan merupakan biopolimer yang
diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai
bahan desinfektan, karena mengandung enzim lysosim dan gugus
aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Hasil praktikum menunjukan nilai rata-rata hasil uji organoleptik ikan
kontrol, ikan dengan perendaman H2O2 dan ikan dengan perendaman klorin
berturut-turut adalah 4.8, 6.6 dan 7. Pengaruh tiga perlakuan terhadap
kemunduran mutu ikan nila adalah nyata karena terlihat perbedaan mutu secara
oranoleptik dari tiga ikan nila yang menjadi bahan uji, namun pengaruh perlakuan
dengan perendaman H2O2 dan klorin berbeda tetapi tidak nyata baik dilihat dari
parameter bau, tekstur dan warna kenampakan daging. Warna kenampakan daging
ikan nila yang diberi H2O2 dan klorin tetap berwarna putih sehingga hal tersebut
menunjukan kedua zat kimia tersebut memiliki kemampuan sebagai pemucat atau
pemberi warna putih pada suatu bahan pangan. Perlakuan terbaik untuk
memucatkan warna daging ikan atau memutihkan warna daging ikan adalah
perendaman pada H2O2 dengan konsentrasi 1.1%. Hasil praktikum ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hak (2013) bahwa kulit ikan nila
yang disamak dan diberi H2O2 dengan berbagai konsentrasi menjadi berwarna
putih bersih. Konsentrasi H2O2 yang menghasilkan warna kulit ikan nila yang
disamak semakin bersih, putih mengkilap dan warna putihnya homogen atau
merata berkisari antara 6.0-1.2%

PENUTUP

Kesimpulan
Pengaruh penggunaan desinfektan dan pemutih terhadap warna daging
ikan berbeda tetapi tidak nyata baik dilihat dari parameter bau, tekstur dan warna
kenampakan daging. Warna kenampakan daging ikan nila yang diberi H2O2 dan
klorin tetap berwarna putih sehingga hal tersebut menunjukan kedua zat kimia
tersebut memiliki kemampuan sebagai pemucat atau pemberi warna putih pada
suatu bahan pangan. Perlakuan terbaik untuk memucatkan warna daging ikan atau
memutihkan warna daging ikan adalah perendaman pada H2O2 dengan konsentrasi
1.1%.

Saran

Bahan uji yang digunakan dalam praktikum penggunaan desinfektan dan


pemutih dapat menggunakan berbagai jenis ikan. Desinfektan dan pemutih yang
digunakan juga dapat menggunakan jenis desinfektan dan pemutih yang alami.
Durasi waktu pengamatan yang digunakan dapat ditambah atau dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

Ardita N, Budiharjo A, Sari SL. 2015. Pertumbuhan dan rasio konversi pakan ikan
nila (Oreochromis niloticus) dengan penambahan probiotik. Jurnal
Bioteknologi. 12(1): 16-21.
Badriyah N, Ubaidillah M. 2013. Pengaruh frekuensi penyemprotan desinfektan
pada kandang terhadap jumlah kematian ayam broiler. Jurnal Ternak. 4(2):
22-26.
Coniwanti P, Anka MNP, Sanders C. 2015. Pengaruh konsentrasi, waktu dan
temperature terhadap kandungan lignin pada proses pemutihan bubur kertas
bekas. Jurnal Teknik Kimia. 3(21): 50-58.
Hafiluddin, Perwitasari Y, Budiarto S. 2014. Analisis kandungan gizi dan bau
lumpur ikan bandeng (Channos channos) dari dua lokasi yang berbeda.
Jurnal Kelautan. 7(1): 33-44.
Hak N. 2013. Penyamakan kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan
perlakuan pemucatan (bleaching) menggunakan hidrogen peroksida. Jurnal
Fisheries Science. XV(2): 62-67.
Jiang L, Wang F, Han F, Prinyawiwatkul W, No HK,Ge B. 2013. Evaluation og
diffusion and dilution methods to determine the antimicrobial activity of
water-soluble chitosan derivates. Journal of Appplied Microbiology. 114(4):
956-963.
Nasution SM, Naria E, Marsaulina I. 2015. Analisa kandungan klorin (Cl2) pada
beberapa merek pembalut wanita yang beredar di pusat perbelanjaan di kota
medan. Jurnal Lingkungan dan Kesehatan Kerja. 3(1): 1-7.
Nurwijayanti, Hadsianah, Suhita BM. 2012. Rekayasa daun salam untuk
pengawetan ikan dalam upaya menghindari penggunaan efek formalin
terhadap kesehatan tubuh, Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3(2): 120-128.
Sandra L, Rahwan. 2015. Penggunaan H2O2 pada proses pendinginan ikan laying
(Decapterus sp.). Jurnal Ilmu Perikanan. 6(2): 99-108.
Wiranata IGP, Aryasih IGAM, Posmaningsih DAA. 2014. Pengaruh lama kontak
hidrogen peroksida terhadap keluhan subyektif pengrajin lontar. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 4(1): 61-69.
Yude SA, Lestari Y, Endrinaldi. 2013. Identifikasi dan penentuan kadar klorin
pada beras yang dijual di Pasar Raya Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
5(3): 653-655.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi

Pematian Ikan Pemfilletan Ikan

Perendaman daging di klorin jam 14.30 Perendaman daging di H2O2 jam 14.30

Perendaman daging di klorin jam 20.30 Perendaman daging di H2O2 jam 20.30

Perendaman daging di klorin jam 03.30 Perendaman daging di H2O2 jam 03.30

Lampiran 2 Scoresheet organoleptik

Tabel 1 Organoleptik ikan nila (Oreochromis niloticus)


Spesifikasi Nilai Kode
0 1 2 3 4
(14:30) (20:30) (02:30) (08:30) (14:30)
1 Daging (warna
dan kenampakan)
Sayatan daging 9 I II I
sangat cemerlang, III
spesifik jenis, tidak
ada pemerahan
sepanjang tulang
belakang, dinding
perut daging utuh.
Sayatan daging 8
cemerlang spesifik
jenis, tidak ada
pemerahan
sepanjang tulang
belakang, dinding
perut.
Sayatan daging 7 III
sedikit kurang
cemerlang, spesifik
jenis, tidak ada
pemerahan
sepanjang tulang
belakang, dinding
perut daging utuh.
Sayatan daging 6 I II I II I II
mulai pudar,
banyak pemerahan
sepanjang tulang
belakang, dinding
perut agak lunak.
Sayatan daging 5 III II
kusam, warna
merah jelas sekali
sepanjang tulang
merah, dinding
perut lunak.
Sayatan daging 3 III III
kusam sekali,
warna merah jelas
sekali sepanjang
tulang belakang,
dinding perut
sangat lunak.
5 Bau
Bau sangat segar, 9 I II III
spesifik jenis.
Segar, spesifik 8
jenis.
Netral. 7 I II I II I II
Bau amoniak 6
mulai tercium,
sedikit bau asam.
Bau amoniak kuat, 5 III III I II
ada bau H2S, bau
asam jelas dan
busuk.
Bau busuk jelas. 3 III III
6 Tekstur
Padat, elastic bila 9 I II I I
ditekan dengan
jari, sulit
menyobek daging
dari tulang
belakang.
Agak padat, elastic 8
bila ditekan
dengan jari, sulit
menyobek daging
dari tulang
belakang.
Agak padat, agak 7
elastic bila ditekan
dengan jari, sulit
menyobek daging
dari tulang
belakang.
Agak lunak, 6 II II II
kurang elastic bila
ditekan dengan
jari, agak mudah
menyobek daging
dari tulang
belakang.
Lunak, bekas jari 5 III I II
terlihat bila
ditekan, mudah
menyobek daging
dari tulang
belakang.
Sangat lunak, 3 III III I III
bekas jari tidak
hilang bila ditekan,
mudah sekali
menyobek daging
dari tulang
belakang.
Keterangan :
I : Ikan perendaman H2O2
II : Ikan perendaman klorin
III : Ikan kontrol

Anda mungkin juga menyukai