Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM 1

TEKNOLOGI PANGAN

PEMBUATAN IKAN ASAP

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM DIPLOMA IV
JURUSAN GIZI
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Subsektor perikanan dan peternakan merupakan andalan utama sumber
pangan dan gizi bagi masyarakat indonesia. Ikan, selain merupakan sumber
protein, juga diakui sebagai "functional food" yang mempunyai arti penting bagi
kesehatan karena mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang (terutama
yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin,serta makro dan mikro mineral.
Dibandingkan negara lain, sumbangan perikanan dalam penyediaan protein di
indonesia termasuk besar, yakni 55% . Namun demikian, jumlah ikan yang
tersedia belum memenuhi kondisi ideal kecukupan gizi sebesar 26,55 kg
ikan/kapita/tahun. Dengan produksi ikan sebesar 4,80 juta ton, maka jumlah
ketersediaan ikan hanya 19,20 kg/kapita pada tahun 1998. Diperkirakan angka
konsumsi ikan secara aktual berada di bawah angka ketersediaan tersebut, karena
masih tingginya angka susut hasil ("loss") baik kuantitas, kualitas, maupun nilai
gizinya (Heruwati, 2002).
Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen
baik di Indonesia maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma
yang sedap spesifik. Proses pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih
dilakukan secara tradisional menggunakan peralatan yang sederhana serta kurang
memperhatikan aspek sanitasi dan hygienis sehingga dapat memberikan dampak
bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh
pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang menarik (hangus
sebagian), kontrol suhu sulit dilakukan dan mencemari udara (polusi)
(Swastawati, 2011).
Ikan asap sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Konon terjadinya tanpa
sengaja. Ketika itu,umumnya orang mengawetkan daging ikan dengan cara
dikeringkan dibawah terik matahari. Namun pada musim hujan dan musim
dingin, orang mengeringkan dengan bantuan batuan api sehingga pengaruh

1
asappun tidak dapat dihindari. Sehingga makanan produk olahan daging ikan
dengan pengasapan mempunyaicita rasa asap didalamnya, berwarnaa coklat
kehitaman dan ternyata ikan yang diasapkan lebih awet,bahkan daging ikan pun
lebih masak dan siapuntuk disantap.Sejak saat itulah proses pengasapan ikan
lebih berkembang. Meskipun begitu, teknis pengasapannya tidak banyak berubah.
Pengasapan merupakan salah satu teknologi dalam pangan yang sekarang
ini sudah berkembang pesat. Dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuan
mengenai penggunaan berbagai macam teknologi pangan dan untuk
memperdalam pemahaman proses yang terjadi pada produk, maka dilakukanlah
praktikum ini yaitu membuat produk ikan asap dengan metode pengasapan panas.
Selain untuk mengawetkan, pengasapan berfungsi memberi aroma serta
rasa yang khas pada daging ikan. Pengasapan juga dapat membunuh bakteri dan
daya bunuh dari asap tersebut tergantung pada suhu pengasapan dan lama
pengasapan. Makin lama ikan diasapi maka makin banyak senyawa kimia yang
terbentuk selama pembakaran, demikian pula makin banyak zal-zal pengawet
yang mengendap pada ikan asap, dengan demikian akan lebih lama daya awet
ikan asap tersebut. Yang dapat meningkatkan daya awet selama pengasapan
bukan asap melainkan unsurunsur kimia yang ada di dalam asap yang dapat
berperan sebagai disenfektan, pemberi warna, memberi citarasa, dan aroma ikan.
Kondesat asap dapat bersifat antioksidan walaupun pada konsentrasi rendah,
sementara pengaruh utama dari degradasi lipida adalah meningkatnya secara
estetik rasa dan bau yang tidak disenangi (Sanger, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja prinsip pengasapan ikan?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi pengasapan ikan?
3. Apa saja jenis-jenis pengasapan?
4. Bagaimana tahapan pengasapan ikan?
5. Apa saja senyawa kimia dalam pengasapan ikan?

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui proses yang terjadi pada pengasapan dan mampu
mempraktekannya serta untuk memahami fungsi pengasapan pada ikan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mempelajari dan memahami prinsip pengasapan ikan.
2. Mempelajari dan memahami fungsi pengasapan ikan.
3. Mempelajari faktor yang mempengaruhi pengasapan ikan.
4. Mempelajari jenis-jenis pengasapan.
5. Mempelajari dan memahami tahapan pengasapan ikan.
6. Mempelajari senyawa kimia dalam pengasapan ikan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan


Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami
proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua
lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan
bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang
bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan
seperti; menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan
yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan
ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan,
pengasapan, peragian, dan pendinginan ikan.

Tabel 2.1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan


Komponen Kadar %

Kandungan air 76,00

Protein 17,00

Lemak 4,50

Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Sumber : (Murniyati dan Sunarman, 2000)

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein
tinggi, dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat
kesehatan bagi tubuh manusia. Ikan merupakan makanan utama sebagai lauk

4
sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari
Negara lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan
orang mengkonsumsi ikan lebih banyak.

2.2 Pengertian Pengasapan Ikan


Ikan asap adalah ikan yang diawetkan dengan panas dan asap yang
dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap
dan lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida,
masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua
senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa
membentuk lapisan mengkilat pada permukaan ikan. Panas pembakaran juga
membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air ikan. Pada kadar air rendah
bahan lebih sulit dirusak oleh mikroba.

Berbagai cara penggasapan tergantung kepada faktor-faktor berikut :


a) Jenis ikan yang diasap.
b) Besar kecilnya ikan yang diasap.

Ciri-ciri khas ikan asap yang baik adalah :


a) Rupa dan warna: produk harus licin, mengkilat, dan berwarna coklat emas
muda.
b) Bau dan rasa: produk memberikan bau atau aroma yang khas ikan asap
(bau asap yang sedapdan merangsang selera).
c) Berair.

2.3 Prinsip Pengasapan Ikan


Menurut Wibowo (1996) pada dasarnya, ada dua tujuan utama dalam
pengasapan ikan. Tujuan pertama untuk mendapatkan daya awet yang dihasilkan
asap. Tujuan kedua yaitu untuk memberikan aroma yang khas tanpa peduli daya
awetnya. Ketelitian pekerjaan dari setiap tahap serta jenis dan kesegaran ikan

5
akan menentukan mutu hasil asapan. Kesegaran atau mutu bahan mentah perlu
diperhatikan sebab akan menentukan mutu produk ikan asap yang dihasilkan.
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang
amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi
dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap
diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap. Senyawa tersebut memberikan
warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak
begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan
karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang
terkandung dalam asap. Butiran-butiran asap mengambil peranan penting
dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan
ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya
tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari
ikan yang diasapi. Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan
diuraikan menjadi alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-
aldehid, keton-keton dan asam-asam organik. Selain lignin diuraikan menjadi
turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan menggunakan
teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam
senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang
dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan
jenis kayu keras (non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-
kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa
yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan. Tinggi
rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara
sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi,
maka beratnya akan menjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini
akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi
ikan-ikan didalamnya. Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung
suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih

6
tinggi. Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapt dipanasi
lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu
kapasitas menurun. Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air
tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran
asap. Pada tahap kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering
suhu ikan akan mendekati suhu udara dan asap. Kecepatan pengeringan akan
menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging
ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan
terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat
penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam, sehingga kemungkinan daging
ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.
Ternyata yang dapat meningkatkan daya awet ikan dalam proses
pengasapan bukan asap, melainkan unsurunsur kimia yang terkandung dalam
asap. Unsur kimia itu dapat berperan sebagai :
a) Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh
ikan.
b) Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan
proses pengasapan berwarna kuning keemasan dan dapat membangkitkan
selera konsumen. Menurut Oki dan Heru (2007) kulit ikan yang sudah
diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena
terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap,
yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar
tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk
berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini telah tersedia
di dalam asap itu sendiri.
c) Bahan pengawet, karena unsur kimia yang terkandung dalam asap mampu
memberikan kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas bakteri
penyebab ketengikan.

7
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan pada Ikan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengasapan (Wibowo, 1996),
antara lain :
a. Suhu Pengasapan
Pada awal pengasapan, ikan masih basah dan permukaan kulitnya
diselimuti lapisan air. Dalam keadaan ini asap akan mudah menempel pada
lapisan air permukaan ikan. Agar penempelan dan pelarutan asap dapat
berjalan efektif, suhu pengasapan awal sebaiknya rendah. Jika dilakukan
pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan tubuh ikan akan cepat
menguap dan daging ikan akan cepat matang. Kondisi ini akan menghambat
proses penempelan asap sehingga pembentukan warna dan aroma asap
kurang baik. Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu
pengasapan dapat dinaikkan untuk membantu proses pengeringan dan
pematangan ikan.
b. Kelembaban Udara
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah
60% - 70% dan suhunya sekitar 29C. Jika Rh yang lebih tinggi dan 79%
proses pengeringan selama pengasapan berjalan lambat karena panas dari
hasil pembakaran masih belum mampu mengurangi kelembaban. Sebaliknya
jika Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat matang.
c. Jenis Kayu
Jenis kayu menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada akhirnya
menentukan mutu ikan asap. Untuk pengasapan dingin sebaiknya
menggunakan serbuk gergaji dari jenis kayu keras sedangkan untuk
pengasapan panas menggunakan batang atau potongan kayu keras dari jenis
separo kayu jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin atau damar seperti
kayu pinus kurang baik untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit
pada ikan, sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.

8
d. Perlakuan Sebelum Pengasapan
Biasanya dengan penggaraman ikut menentukan mutu pengasapan.
Faktor lain yang berpengaruh adalah mutu ikan yang akan diasap, jumlah
asap dan ketebalan asap. Mutu ikan akan berpengaruh karena bila ikan yang
diasap sudah mengalami kemunduran mutu maka produk yang dihasilkan
juga akan tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan jumlah asap dan
ketebalan asap akan berpengaruh pada cita rasa, bau dan warna. Semakin
tebal asap semakin baik pula produk yang akan dihasilkan.

2.5 Jenis-Jenis Pengasapan


Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), pengasapan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin
(cold smoking), namun dewasa ini seiring dengan perkembangan jaman
pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan elektrik serta pengasapan
cair (liquid). Lebih jelas mengenai jenis - jenis pengasapan adalah sebagai
berikut :

1. Pengasapan Panas

Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan panas (hot smoking) adalah


proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat
dengan sumber asap.Suhu sekitar 70100oC, lamanya pengasapan 2 4
jam

9
Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup
tinggi, yaitu 80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih
pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu
yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu diolah terlebih dahulu
sebelum disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak
aktif sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut
juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka
disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC,
maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah, 2007).

2. Pengasapan Dingin

Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan dingin (cold smoking) adalah


proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak
jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40
50 oC dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu.
Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara
pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33 oC
(sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6
minggu.Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak
menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan
asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak sehingga sebelum

10
ikan asap disantap masih perlu diolah kembali menjadi produk siap santap
(Adawyah, 2007).
Dari tulisan di atas maka dapat disimpulkan perbedaan antara
pengasapan panas dan pengasapan dingin, adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Beberapa perbedaan pengasapan panas dan pengasapan dingin


Jenis pengasapan Temperetur Waktu Daya awet
2-3 minggu
Pengasapan dingin 40-50C 1-2 minggu
sampai bulan
Pengasapan panas 70-100C Beberapa jam Beberapa hari
Sumber : (Murniyati dan Sunarman, 2000)

3. Pengasapan Elektrik

Ikan asap dengan asap dari pembakaran gergaji (serbuk gergaji) yang
dilewatkan medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun mengalami
tahap pengeringan untuk mempersiapkan permukaan ikan menerima
partikel asap, kemudian tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada
ruang pengasap dipasang kayu melintang dibagian atas dan dililiti kabel
listrik. Ikan digantung dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut
(Adawyah, 2007).

11
4. Pengasapan cair

Menurut Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan (2009) proses


pengasapan secara langsung yang umum dilakukan oleh perajin ikan
asap memiliki kelemahan, di antaranya produksi asap sulit dikendalikan
dan pencemaran asap dapat mengganggu kesehatan pekerja dan
lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan proses
pengasapan yang aman dan bebas pencemaran, tetapi tujuan proses
pengasapan tetap tercapai. Salah satu alternatif ialah pengasapan
menggunakan asap cair, yaitu dispersi uap dalam cairan sebagai hasil
kondensasi asap dari pirolisis kayu. Menurut (Mubarokhah, 2008) asap cair
atau liquid smoke merupakan kondensat alami bersifat cair dari hasil
pembakaran kayu yang mengalami aging dan filtrasi untuk memisahkan
senyawa tar dan bahan-bahan yang tidak diinginkan lainnya.
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu
yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. pada destilasi tersebut,
vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu
ditambahkan garam dapur secukupnya, kemudian ikan direndam dalam
larutan asap tersebut selama beberapa jam. Faktor penting yang perlu
diperhatikan pada pengasapan liquid, adalah konsentrasi, suhu larutan asap,
serta waktu perendaman, setelah itu ikan dikeringkan ditempat teduh
(Adawyah, 2007). Senyawaan hasil pirolisa itu dari asap cair
merupakan kelompok fenol, karbonit dan kelompok asam yang secara

12
simultan mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-
kelompok itu mampu mencegah pem-bentukan spora dan pertumbuhan
bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta
menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk
pengawetan makanan (Waluyo, 2002). Kelebihan penggunaan asap cair
dalam pengasapan adalah:
Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan
konsentrasi yang lebih tinggi
Lebih intensif dalam pemberian aroma
Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial
Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
Polusi lingkungan dapat diperkecil
Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti
penyemprotan, pencelupan, atau dicampurkan langsung kedalam
makanan
Menurut Pakan dalam Adawyah (2007), alat pembuat asap cair dapat
dibuat dari dua buah drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi
mengalirkan asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum yang
berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga dihasilkan asap cair. Drum
yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk membantu proses
pendinginan asap.

2.6 Tahap-Tahap Pengasapan


Dalam proses pengasapan ikan terdiri dari :
1. Pencucian (cleaning) dan penyiangan (Splitting)
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memisahkan ikan
yang akan diolah berdasarkan jenis, ukuran dan tingkat kesegarannya.
Selanjutnya ikan segera disiangi dengan cara membersihkan sisik, insang

13
dan isi perut, terutama ikan berukuran sedang dan besar, lalu dicuci dengan
air bersih agar darah dan kotoran lain dapat dihilangkan (Afrianto dan
Liviawaty, 1989).
Menurut Wibowo (1995), penyiangan dan pencucian bertujuan untuk
menghilangkan kotoran, sisik, dan lendir dengan membelah bagian perut
sampai dekat anus. Penyiangan dan pencucian bertujuan menghilangkan
sisa kotoran, darah, dan lapisan dinding yang berwarna hitam. Cara
pencucian yang baik adalah menggunakan air dingin bersuhu < 50C dan
bersih, mengalir yang memenuhi persyaratan air minum, hal ini bertujuan
untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku (Suseno,
2008).

2. Penggaraman (Salting)
Moeljanto (1992) mengemukakan bahwa penggaraman dilakukan
sebelum ikan diasap dengan cara merendam ikan dalam larutan garam dan
lama perendamannya tergantung dari keinginan yang mengasap. Tujuannya
agar daging ikan menjadi kokoh karena penyerapan air oleh garam dan
penggumpalan protein dalam daging ikan. Selain itu, dengan adanya
penggaraman maka rasa daging akan menjadi lebih enak. Dalam
konsentrasi garam tertentu pertumbuhan bakteri pembusuk dapat dihambat.
Menurut Wibowo (1995), pengggaraman ikan mengakibatkan pengeluaran
sebagian air dari jaringan ikan dan diganti larutan garam. Penggaraman
dapat dilakukan dengan cara merendam di dalam larutan garam atau
menaburkan garam kering ke permukaan ikan dari berat ikan.

3. Penggantungan (hanging) dan penyusunan ikan.


Penggantungan dan penyusunan ikan dapat dilakukan dengan cara
mengikatkan ekor ikan dengan tali lalu digantung pada kait atau dengan
menggunakan tusuk bambu (Wibowo, 1995). Sementara itu, Moeljanto
(1992), berpendapat bahwa penggantungan atau penirisan ikan bertujuan
untuk mengeringkan ikan karena air dalam tubuh ikan menguap.

14
4. Pengasapan
Wibowo (1995), menyatakan bahwa sebelum ikan diasap, terlebih
dahulu ikan disusun dan digantung dalam ruang pengasapan dengan tujuan
agar proses pengasapan lebih merata keseluruh tubuh ikan, termasuk bagian
dalamnya. Jarak antar ikan dan jarak ikan dengan sumber asap perlu diatur
sehingga proses pengasapan berjalan baik.
Ruang pengasapan atau rumah asap (smoke houses) ini sebaiknya
memiliki luas paling tidak 2 x 2 m2 yang di tempatkan di lantai tanah.
Tempat berdirinya rumah asap ini diupayakan agar kedap api. Pada rumah
asap (smoke house) pada penelitian ini yaitu dimodifikasi dengan ukuran
panjang 1,95 cm, lebar 75cm dan tinggi 1,25. Dinding rumah asap
dibuat dari seng plat. Pintu dibuat didalam rumah asap untuk mengatur
aliran udara dan lubang asap di atasnya dipotong. Ruang pengasapan di
bagian atasnya diletakkan rak-rak untuk menyusun ikan. Dinding memiliki
penahan untuk menyandarkan tiang-tiang yang dapat dipindahkan. Ikan
dapat digantung pada tiang-tiang ini. Dinding dan atap harus ditutup
sehingga asap tidak dapat keluar dan atap ruang pengasapan perlu dibuat
untuk mengatur sirkulasi asap. Adapun proses pengasapan ikan dapat
dilihat pada diagram alir berikut berikut.

2.7 Senyawa Kimia dalam Pengasapan


Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), komponen-komponen asap yang
merupakan bahan pengawet adalah sebagai berikut:
a. Alkohol (metil alcohol dan etil alcohol)
b. Aldehid (formaldehid dan asetaldehid)
c. Asam-asam organic (asam semut dan asam cuka).

Menurut Komar (2001), reaksi kimia secara alami, terjadi senyawa


formaldehid dengan phenol yangmenghasilkan damar tiruan pada permukaan
ikan, untuk itu diperlukan suasana asam sebagaimana tersedia dalam komponen

15
asap itu sendiri. Perubahan warna ikan asap menjadi
kuning kecoklatan, warna ini akibat reaksi
kimia phenol dengan oksigen dari udara hasil pembakaran secara langsung
dalam bentuk bara dari pembakaran tak semporna (in-complite). Oksidasi
akan berjalan dengan laju lebih tinggi bila pada lingkungan asam, hal ini juga
sudah tersedia pada tubuh ikan itu sendiri.
Selain studi tentang toksisitas, keamanan dari asap cair tersebut tidak
terlepas dari komposisi senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Asap cair
yang berasal dari bahan baku berbeda dan metode pirolisis yang berbeda, akan
menghasilkan komponen kimia yang berbeda.Asap cair komersial yang banyak
digunakan dalam skala industri maupun laboratorium, telah diteliti
komposisinya, aktivitas antimikrobialnya, dan pengaruhnya terhadap sifat
organoleptik produk perikanan. Komposisi dari asap cair sangat kompleks dan
terdiri dari komponen yang berasal dari kelompok senyawa kimia yang berbeda,
seperti aldehid, keton, alkohol, asam, ester, turunan furan dan pyran, turunan
fenolik, hidrokarbon, dan nitrogen (Budijanto et al., 2008).

2.8 SNI Pengasapan Ikan


Menurut Nastiti (2006), nilai organoleptik ikan asap menurut SNI No. 01-
2725-1992 adalah > 7 dengan kriteria kenampakan menarik dan bersih, bau asap
cukup tanpa ada tambahan mengganggu, rasa enak, konsistensi padat, kompak
serta kering antar jaringan. Persyaratan mutu ikan asap menurut SNI No. 01-
2725-1992 tercantum dalam Tabel :

16
Tabel 2.3. SNI Pengasapan

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu


A. Organoleptik
Nilai minimum
Kapang 7
Tidak tampak

B. Cemaran Mikroba
ALT, maksimum
Escheriscia coli CFU / gram 5x105
Salmonella sp.* APM / gram <3
Stapilococus aureus* Per 25 gram Negatif
Per 25 gram Negatif

C. Cemaran Kimia
Air, maksimum % b/b 60
Garam, Maksimum % b/b 4
Abu, tidak larut dalam % b/b 1,5
Asam, maksimum

17
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum : 1 ( Satu )
Topik : Pembuatan Ikan Asap
Hari/Tanggal : Rabu, 15 Maret 2017
Tempat : Lab. ITP Poltekkes Jurusan Gizi
Kelompok : 1 (Satu)

3.2 Bahan dan Alat


A. Bahan yang digunakan dalam praktikum :
- Ikan Bandeng
- Garam
- Air
- Serbuk Kayu
B. Alat yang digunakan dalam praktikum
- Lemari Asap (Tungku, Drum)
- Pisau
- Baskom
- Panci
- Timbangan
- Talenan
- Kawat
- Penjepit

18
3.3 Prosedur Kerja
1) Menyiangi dan mencuci ikan, kemudian mengelompokkan kan yang sudah
bersih tersebut sesuai ukuran.
2) Memasukkan garam ke dalam liter air, dan mendidihkannya. Kemudian
didinginkan.
3) Rendam ikam selam 15-20 menit, meniriskan dan mengangin-anginkan
sampai permukaan kering
4) Satu-persatu ikan dikenai perlakuan berikut.
a. Menggantungkan ikan dalam ruangan pengasapan, dengan jarak masing-
masing 1 cm
b. Menggantungkan ikan dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap atas
dengan menggunakan kaitan kawat.
c. Menyusun satu-persatu ikan di atas anyaman bambu, kemudian disusun
dalam lemari pengasapan secara berlapis-lapis. Antara masing-masing
lapisan diberi jarak kira-kira sama dengan rata-rata panjang ikan. Agar
pengasapan merata, ikan harus dibolak-balik.
5) Menyiapkan bahan bakar berupa arang dan potong-potongan kayu dibawah
ruang pengasap, kemudian membakarnya.
6) Membubuhkan ampas tebu atau serbuk gergaji sedikit demi sedikit sampai
timbul asap :
a. Panas diatur suhu 70oC ~ 80oC, selama 2 3 jam (harus dijaga agar
panas merata dan ikn tidak sampai hangus)
b. Panas diatur suhu 30oC ~ 40oC selama 4 jam terus menerus. Hasil
pengasapan ditandai dengan bau harum yang khas dari ikan asap.
7) Mengeluarkan ikan asap dari lemari pengasapan lalu membungkus atau
mengemasnya dalam kantong plastik.

19
3.4 Diagram Alir Pengasapan Ikan
IKAN

Disiangi

Dicuci

Dikelompokkan menurut ukuran

Direndam (15-20 menit)

Ditiriskan dan diangin-anginkan sampai permukaannya kering

Diikat satu persatu

Digantung dan disusun dalam lemari


pengasapan

Diasap dengan panas Diasap dengan panas


70oC ~ 80oC(2-3 jam) 30oC ~ 40oC (4 jam)

Dikeluarkan dari lemari pengasapan

IKAN ASAP

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

Diketahui : Berat ikan standar resep = 6 kg

Berat ikan yang digunakan = 0,87 kg

Berat garam standar resep = 1 kg

Bahan yang digunakan pada praktikum pengasapan ikan ialah ikan dan
garam dengan perbandingan berat ikan dan berat garam 6 : 1 pada satu resep.
Tetapi ikan yang kami gunakan seberat 870 gr, sehingga garam yang kami
tambahkan sebanyak 145 gr, sesuai dengan perhitungan di bawah.

Berat Ikan Standar Resep (kg) Berat Ikan yang Digunakan


=
Berat Garam Standar Resep (kg) Berat Garam yang Digunakan
6 0.87
=
1 Berat Garam yang Digunakan
6
Berat Garam yang Digunakan = 0.87
1
= 0.145 kg
= 145 gram

Tabel 4.1. Perbedaan Organoleptik Sebelum dan Sesudah Proses Pengasapan


Ikan
Organoleptik Sebelum Sesudah
Luar : Silver Mengkilat Luar : Kuning Keemasan
Warna
Dalam : Putih Dalam : Kemerahan
Tekstur Keras Lembut
Aroma Amis Khas (Keasap-asapan)
Rasa - Gurih, Asin, Khas (Keasap-asapan)

21
Tabel 4.2. Dokumentasi selama proses pengasapan
Gambar Keterangan

Perendaman ikan dalam larutan garam

Penggantungan dan penyusunan ikan

Pemasukan ikan ke dalam lemari asap

Ikan hasil pengasapan

22
4.2 Pembahasan
Pengasapan adalah suatu metode pengawetan terhadap suatu bahan/produk
yang menggunakan garam, panas, dan asap dengan zat kimia yang dihasilkan
dari pembakaran kayu. Ikan yang digunakan adalah ikan bandeng dengan berat
870 gr. Dalam pengasapan ikan digunakan garam, kemudian ikan diasap dengan
prinsip pengeringan.Adapun tujuan utama proses penggaraman dan penggeringan
adalah membunuh bakteri dan membantu mempermudah melekatnya partikel-
partikel asap waktu proses pengasapan berlangsung. Garam yang digunakan
disesuaikan dengan standar resep yang perbandingan berat ikan dengan berat
garam 6 : 1, sehingga jika digunakan ikan sebanyak 870 gr, maka garam yang
diperlukan sebanyak 145 gr.
Suhu yang dipakai ialah 70-80oC dengan waktu pengasapan ikan matang
selama 1 jam 30 menit.Pada praktikum kali ini bahan bakar yang digunakan
menggunakan serbuk gergaji, karena serbuk gergaji mengandung senyawa
fenol.Asap kayu (serbuk gergaji) terdiri dari uap dan padatan yang berupa
partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia
yangsama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia
yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap. Senyawa tersebut
memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel
padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan
mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam
asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda
komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada
umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya
kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan
kayu lunak (Girard, 1992)
Ikan asap yang dihasilkan memiliki tekstur kulit yang keras dengan warna
kuning keemasan akibat adanya reaksi kimia antara phenol dari asap dengan
oksigen dari udara, sedangkan tekstur dagingnya lembut dan berair dengan warna

23
daging kemerahan. Seharusnya daging ikan asap yang dihasilkan kering, tetapi
daging ikan asap yang didapatkan sedikit berair. Hal ini dikarenakan pengeringan
awal dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, sehingga
permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air
selanjutnya dari lapisan dalam, sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam
tidak mengalami efek pengeringan.
Setelah dilakukan pengasapan, berat ikan menyusut menjadi 790 gram. Hal
ini dikarenakan berkurangnya kandungan air saat terjadinya proses pengasapan
tersebut karena prinsip pengasapan ialah pengeringan sehingga kadar airnya pasti
menurun.
Ikan asap mengandung energi sebesar 191 kilokalori, protein 32 gram,
karbohidrat 0 gram, lemak 6 gram, kalsium 15 miligram, fosfor 300 miligram,
dan zat besi 5 miligram. Selain itu di dalam Daging Asap juga terkandung
vitamin A sebanyak 20 IU, vitamin B1 0.12 miligram dan vitamin C 0 miligram.
Salah satu tujuan pengasapan ikan ialah untuk mengawetkan ikan. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya berkurangnya kadar air ikan
sampai di bawah 40% sehingga bakteri tidak dapat tumbuh, adanya senyawa-
senyawa di dalam asap kayu yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk yaitu senyawa asam, karbonil, fenol dan Rata Penuhformaldehida
yang bersifat bakteriosida (membunuh bakteri). Kombinasi senyawa tersebut
juga bersifat fungisida (membunuh kapang), serta terjadinya koagulasi protein
pada permukaan ikan yang mengakibatkan jaringan pengikat menjadi lebih kuat
dan kompak sehingga tahan terhadap serangan mikroorganisme.Pengasapan juga
dapat memperbaiki penampakan ikan karena permukaan ikan menjadi mengkilat.

24
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang kami lakukan, dapat ditarik kesimpulan yaitu
sebagai berikut.
1. Tujuan dari pengasapan ialah untuk mengawetkan ikan dan memberi cita rasa
dan penampilan yang khas.
2. Tahap pengasapan ikan :
a) Pembersihan & penyiangan ikan.
b) Penimbangan ikan & garam.
c) Perendaman ikan dalam larutan garam.
d) Penggantungan dan penyusunan ikan dalam lemari asap.
e) Pengasapan.
3. Organoleptik ikan setelah pengasapan berubah dari keadaan awalnya. Dari
segi warna berubah menjadi kuning keemasan dengan tekstur yang lunak dan
rasa serta aroma yang khas.
4. Berat ikan setelah melalu proses pengasapan mengalami penyusutan.

4.2 Saran
a) Untuk praktikum kedepannya agar memperhatikan waktu dan suhu yang
digunakan dalam pengasapan.
b) Lebih rutin memeriksa bahan bakar yang digunakan agar pengasapan lebih
optimal.

25
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan Dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal:
88-102

Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit


Kanisius,Yogyakarta.

Budijanto, Slamet., Rokhani Hasbullah., Sulusi Prabawati., Setyadjit., Sukarno., Ita


Zuraida. 2008. Identifikasi Dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa
Untuk Produk Pangan. Ipb. Bogor

Heruwati, Endang Sri. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek Dan
Peluang Pengembangan. Pusat Riset Pengolahan Produk Dan Sosial Ekonomi
Kelautan Dan Perikanan, Jakarta.

Komar, Nur. 2001. Penerapan Pengasap Ikan Laut Bahan Bakar Tempurung Kelapa
(Applied Of Sea Fish Curing In Sawdust Fuel) . Jurnal Teknologi Pertanian,
Vol. 2, No. 1, April 2001 : 58-67

Moelyanto, 1992.Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit PT Penebar


Swadaya, Jakarta.

Puspabuana, Ovilia Maya. 2013. Makalah Pengolahan Pengasapan Ikan. Malang:


Universitas Brawijaya Malang. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. (Online)
http://Adecovilia.Blogspot.Co.Id/2013/10/Makalah-Pengolahan-Pengasapan-
Ikan.Html .Diakses Pada 12 Maret 2017.

Rofiah, Ari, Dkk. 2012.Proses Pengasapan Ikan.Sidoarjo : Universitas


Muhammadiyah Sidoarjo Fakultas Pertanian. (Online)
http://Docslide.Net/Documents/Makalah-Pengasapan.Html#.Diakses Pada 12
Maret 2017.

26
Sanger, Grace. 2010. Oksidasi Lemak Ikan Tongkol (Auxfs Thazardl Asap Yang
Direndam Dalam Larutan Ekstrak Daun Sirih. Pacific Journal Juli 2010 Vol 2
(5) : 870 -873
Sunarman, Ir., Murniyati, S.A., Ir, 2000.Pendinginan, Pembekuan Dan Pengawetan
Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Suseno, A. 2008.Diktat Penanganan Hasil Perikanan. Akademi Perikanan, Sidoarjo.

Swastawati, Fronthea. 2011. Studi Kelayakan Dan Efisiensi Usaha Pengasapan Ikan
Dengan Asap Cair Limbah Pertanian. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro. Semarang

Wibowo, S. 1996. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta: 1-3.

27

Anda mungkin juga menyukai