Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengasapan merupakan salah satu proses dalam pengolahan bahan pangan.


Pada umumnya, pengasapan bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan dengan
cara pengasapan secara langsung, sehingga dapat timbul falvor asap pada makanan
tersebut. Namun pengasapan tradisional memliki beberapa kelemahan, yaitu terdapat
kesulitan dalam mengatur flavor dan konsentrasi konstituen asap yang diinginkan,
waktu dan suhu optimal tidak dapat dipertahankansama, sehingga produk yang
dihasilkan tidak seragam serta adanya kemungkinan terbentuk senyawa hidrokarbon
aromatic polisiklik (benzo(a)piren) yang bersifat karsinogenik (Gorbatov, 1971 dan
Maga, 1987). Senyawa ini dapat terbentuk dan dapat dengan mudah menempel atau
terserap pada permukaan makanan selama pengasapan tradisional (Tigner dan Daun,
1970b; dalam Daun, 1979).
Untuk memperbaiki proses pengasapan secara tradisional tersebut, telah
dikembangkan produk asap cair dan diaplikasikan pada pembuatan produk-produk
bercitarasa asap. Asap cair merupakan suatu campuran larutan dan disperse koloid
dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisis kayu atau dibuat dari
campuran senyawa murni (Maga, 1987). Penggunaan asap cair lebih praktis karena
dapat dilakukan hanya dengan mencelupkan produk yang dikehendaki ke dalam asap
cair kemudian mengeringkan produk tersebut.
Asap cair mengandung fenol dan karbonil yang berfungsi untuk memberi flavor
dan warna yang diinginkan pada produk asapan. Selain itu kandungan senyawa fenol
dan asam berperan sebagai antioksidan dan antimikroba. Oleh sebab itu, asap cair
banyak digubakan sebagai zat antimikroba dan antioksidan dalam bidang kehutanan,
perkebunan, pangan, maupun bidang lainnya (Pszczola, 1995).
Keuntungan penggunaan asap cair menururt Maga (1987), antara lain lebih
intensif dalam pemberian citarasa, control hilangnya citarasa lebih mudah, dapat
diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam pemakaian kayu
sebagai bahan asap, polusi lingkungan
Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di
Indonesia maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap spesifik.
Proses pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih dilakukan secara tradisional
menggunakan peralatan yang sederhana serta kurang memperhatikan aspek sanitasi dan
hygienis sehingga dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-
kelemahan yang ditimbulkan oleh pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang
menarik (hangus sebagian), kontrol suhu sulit dilakukan dan mencemari udara (polusi).
Proses pengasapan ikan pada mulanya masih dilakukan secara tradisional yang
ditujukan untuk pengawetan. Dalam perkembangannya asap cair ditujukan untuk
memberikan efek terhadap aroma, rasa dan warna yang spesifik. Beberapa jenis limbah
pertanian seperti bonggol jagung, sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, tempurung dan
sabut kelapa, perdu, kayu mangrove, sejenis pinus, dan lain-lain, berpotensi memiliki
kandungan senyawa antioksidan fenol dan antibakteri yang dapat mengawetkan dan memberi
rasa sedap spesifik pada produk ikan asap (Guillen dan Cabo, 2004; Doherty and Cohn, 2000;
Suharto, 1991; Witono, 2005).
Pemanfaatan asap cair sebagai alternatif metoda pengasapan ikan yang murah, mudah
diterapkan, dan ramah lingkungan sudah saatnya diterapkan di Indonesia, karena sebagai
negara agraris Indonesia memiliki kekayaan alam flora yang menghasilkan limbah kayu yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku asap cair.

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk menganalisis pengaruh konsentrasi dan lama

perendaman ikan nila dalam asap cair.


I. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah asap cair grade 1 dan ikan

nila segar. Alat yang digunakan adalah paci kukus, kompor, baskom, timbangan

digital.

C. Metode Praktikum

Metode praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan

perlakuan yang terdiri dari

1. Tanpa asap cair (dengan air)

2. Konsentrasi 5% direndam 5 menit

3. Konsentrasi 5% direndam 10 menit

4. Konsentrasi 5% direndam 15 menit

5. Konsentrasi 10% direndam 5 menit

6. Konsentrasi 10% direndam 10 menit

7. Konsentrasi 10% direndam 15 menit

Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 1

ekor ikan nila segar.

D. Prosedur Praktikum

 Persiapkan ikan, gunakan ikan yang masih segar


 Bersihkan ikan buang isi perut dan sirip ikan kemudian belah.

 Cuci ikan sampai bersih dengan air mengalir

 Blanching selama 1 menit pada suhu 80-85℃

 Rendam ikan dengan larutan garam 1% selama 1 menit.

 Timbang berat ikan

 Rendaman dengan asap cair dengan konsentrasi sesuai metode praktikum,

 Keringkan dengan sinar matahari / oven.

 Setelah kering timbang kembali berat ikan,

E. Pengamatan

1. Susut Bobot (AOAC, 2005)

Uji Susut Bobot menggunakan metode gravimetri yaitu berdasarkan

persentase berat bahan sejak awal sampai akhir penyimpanan. Susut bobot

cabai di lakukan dengan cara menimbang cabai tersebut pada setiap

pengamatan yang dilakukan yaitu pada 0 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, 28

hari dan 35 hari.

W 1−W 2
Susut Bobot (%) = W 1 x 100%

Keterangan:

W1= bobot awal

W2= bobot akhir


2. Organoleptik (Skoring)

Uji organoleptic dilakukan menggunakan score sheet organoleptic ikan

segar berdasarkan SNI 2346:2011. Pengujian organoleptic adalah metode

pemeriksaan subjektif yang menggunakan indera manusia, termasuk menilai

tingkat kenampakan, bau, dan tekstur ikan nila. Setiap subjek memberikan

kriteria yang menunjukkan bahwa ikan segar memburuk dan terus

mengalami perubahan selama masa simpan dan akan mencapai pembusukan

maksimum dalam rentan waktu tertentu. Berdasarkan Badan Standardisasi

Nasional (SNI 2346:2011), skala penilaian organoleptik untuk produk ikan

segar yaitu 1-9 dengan persyaratan mutu dan keamanan pangan minimal 7.

Dalam pengujian organoleptic, panelis perlu menyepakati beberapa hal

antara lain berminat dan terampil serta konsisten dalam mengambil

keputusan, panelis bersedia saat dibutuhkan selama proses pengujian,

panelis tidak menolak sampel yang diuji, dalam keadaan sehat, bebas dari

penyakit THT, dan tidak buta warna. setiap pengujian dilakukan dengan

menggunakan sampel pengujian sebanyak 2 kali ulangan. Dari data yang

diperoleh, kemudian dilakukan analisis ikan nila asap seperti, mata, insang,

lendir, daging, bau dan tekstur ikan nila segar.


B. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Anda mungkin juga menyukai