Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

Pengaruh nilai PH terhadap ikan begitu penting, nilai pH pada ikan dapat berubah selama
penyimpanan dan mempengaruhi kualitas dan kesegaran ikan. Oleh karena itu, pengukuran dan
pemantauan pH pada ikan sangat penting dalam menentukan tingkat kesegaran ikan dan
menentukan kelayakan konsumsi. pH yang rendah pada ikan dapat menunjukkan keasaman yang
tinggi, sedangkan pH yang tinggi dapat menunjukkan bahwa ikan telah mengalami pembusukan.

Skema Kerja
1. Persiapan sampel ikan
 Indian mackerel (Rastrelliger kanagurta) diambil dari pasar ikan setempat
 Ikan dibersihkan dan diperiksa untuk memastikan kesegaran
 Ikan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (tanpa perlakuan) dan kelompok
perlakuan (diberi coating gum arab dan vacuum packaging)
2. Aplikasi gum arab dan pengemasan vakum
 Gum arab diencerkan dengan air steril hingga konsentrasi 10%
 Kelompok perlakuan diaplikasikan gum arab pada permukaan ikan secara merata
 Setelah itu, ikan pada kelompok perlakuan dimasukkan dalam kantong vakum dan dikemas
secara vakum
 Kelompok kontrol tidak diberi perlakuan apa pun dan langsung dimasukkan dalam kantong
plastik
3. Analisis kesegaran ikan selama penyimpanan dingin
 Sampel ikan dianalisis pada hari ke-0, ke-3, ke-6, ke-9, dan ke-12 penyimpanan dingin
 Analisis mencakup uji pH, uji Total Volatile Base Nitrogen (TVBN), dan uji Total Plate Count
(TPC)
 Data diolah dan dianalisis menggunakan analisis varians (ANOVA) dan uji Duncan
4. Interpretasi hasil
 Data hasil analisis digunakan untuk mengevaluasi efektivitas gum arab coating dan vacuum
packaging dalam mempertahankan kesegaran ikan selama penyimpanan dingin
 Hasil akan diinterpretasikan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan dalam nilai
pH, TVBN, dan TPC antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
 Kesimpulan akan diambil dari hasil interpretasi untuk menentukan apakah gum arab coating dan
vacuum packaging dapat meningkatkan kesegaran ikan selama penyimpanan dingin

Kesimpulan
Kondisi anoksik yang dikombinasikan dengan nilai pH yang lebih rendah pada otot ikan
memiliki efek penghambatan sinergis pada pertumbuhan bakteri yang terkait dengan kerusakan
ikan. Namun, daging ikan tidak diharapkan akan sangat asam oleh generasi asam laktat, karena
jaringan otot ikan mengandung sedikit glikogen. Dari semua perlakuan yang ada, nilai pH tidak
lebih dari angka 7.
Dafpus
Nayak, N. Sarkar, N, P. DKK. (2016). Comparative evaluation of gum arabic coating and
vacuum packaging on chilled storage characteristics of Indian mackerel
(Rastrelliger kanagurta). Journal of Food Science and Technology, 53(4), 1889-1898.

Materi 4 (uji %nitrogen terhadap kesegaran ikan)


Pndahuluan
Nitrogen dapat menjadi indikator kesegaran ikan. Semakin banyak nitrogen yang terkandung,
semakin besar kemungkinan ikan membusuk. Ketika ikan membusuk, jumlah bakteri pembusuk
akan semakin banyak, dan menghasilkan lebih banyak TVB-N. Semakin tinggi TVB-N, ikan
semakin tidak layak untuk dikonsumsi, ada salah satu metode yang digunakan untuk
menghitung, atau mengetahui seberapa banyak TVB-N yang terkandung dalam ikan, yaitu
dengan menggunakan film plastic, untuk mendeteksi senyawa nitrogen volatile.

Skema kerja

1. Membuat plastik film indicator dengan menggabungkan bahan-bahan kimia tertentu


yang akan berubah warna ketika terjadi peningkatan kadar senyawa nitrogen dasar yang
mudah menguap (TVB-N) dalam udara di sekitarnya.
2. Membuat sampel ikan segar yang akan dipakai sebagai sampel uji.
3. Melekatkan plastik film indicator dengan diameter 25 mm pada bagian dalam penutup
pada wadah yang berisi 100 gram ikan segar yang telah disegel.
4. Mengambil foto indikator setiap jam selama 36 jam.
5. Melakukan analisis warna RGB pada foto indikator untuk menghasilkan nilai nB (nilai
biru-netral) yang berbeda untuk waktu yang berbeda.
6. Menghubungkan nilai nB dengan konsentrasi TVB-N dalam udara dan dengan demikian
dengan tingkat kerusakan pada ikan.
7. Membandingkan hasil nilai nB dengan jumlah bakteri pada ikan untuk menunjukkan
hubungan antara keduanya.
8. Melakukan eksperimen serupa pada suhu 4 °C untuk membandingkan hasil pada suhu
yang lebih rendah dengan suhu kamar.
9. Menentukan bahwa nilai nB sekitar 0,32 menunjukkan bahwa ikan telah rusak dan tidak
lagi aman untuk dikonsumsi, dan dapat diketahui dengan analisis warna digital atau
dengan kartu pencocokan warna.
Kesimpulan
Sebuah sensor amina volatile yang bisa berubah warna dari kuning menjadi biru, yang
menggunakan film plastic sebagai respon terhadap TVB-N telah dikembangkan. Dari yang telah
di teliti, menunjukkan apabila perubahan warnanya menuju kea rah biiru, menunjukkan bahwa
kandungan TVB-N dalam ikan banyak, menandakan bahwa kesegaran ikan telah menurun dan
ikan tidak layak konsumsi. Oleh karena itu, pada prakteknya, praktikan/penguji menggunakan
analisis RGB berulang setiap jam selama 36 jam, untuk memastikan nilai nB berubah seiring
waktu, ketika nilai nB sekitar 0,32 menunjukkan bahwa ikan sudah tidak layak konsumsi, dapat
diketahui juga dengan analisis warna digital.

Dafpus
Wells, N. Yusufu, D. Mills, A. (2018). Colourimetric plastic film indicator for the detection of
the volatile basic nitrogen compounds associated with fish spoilage. Talanta journal,
194(2019), 830-836.

MATERI 5
Pendahuluan
Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur kadar protein dalam sampel makanan
adalah metode Kjeldahl. Metode ini telah digunakan selama lebih dari 100 tahun dan dianggap
sebagai metode standar untuk pengukuran kadar protein dalam makanan.
Metode Kjeldahl mengukur kadar nitrogen dalam sampel makanan, karena protein mengandung
nitrogen dalam jumlah yang lebih tinggi daripada nutrisi lainnya. Setelah sampel diolah dengan
asam sulfat dan dilakukan destilasi, kandungan nitrogen dalam sampel dihitung dan dikonversi
menjadi kandungan protein dengan menggunakan faktor konversi yang telah ditetapkan.

Skema Kerja
1. Persiapan sampel: Sebanyak 1 gram sampel (Catfish Nuggets) dikeringkan dalam oven pada
suhu 105°C selama 24 jam. Setelah itu, sampel ditempatkan di dalam tabung Kjeldahl.
2. Pencernaan: Sebanyak 10 ml asam sulfat pekat ditambahkan ke dalam tabung Kjeldahl.
Kemudian, tabung dihubungkan ke alat pemanas dengan sistem pendingin. Sampel
dicerna dalam asam sulfat dengan dipanaskan selama 1,5 jam sampai sampel menjadi
bening dan berair.
3. Destilasi: Setelah pencernaan selesai, sampel didinginkan, dan 75 ml aquadest ditambahkan ke
dalam tabung Kjeldahl. Tabung kemudian dipasangkan dengan perangkat destilasi
Kjeldahl dan dipanaskan. Amonia yang terbentuk selama destilasi ditampung dalam
larutan asam borat.
4. Titrimetri: Larutan asam borat yang mengandung amonia dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N
sampai pH mencapai 7 menggunakan indikator fenolftalein.
5. Penghitungan: Kandungan protein dihitung dengan menggunakan faktor konversi 6,25 yang
merupakan konstanta untuk protein dalam persentase.

Kesimpulan
Metode Kjeldahl yang digunakan dalam penelitian ini berhasil mengukur kandungan protein
dalam sampel Catfish Nuggets dengan akurat. Penambahan tepung ubi kayu modifikasi (Mocaf)
dalam sampel juga tidak mempengaruhi akurasi hasil pengukuran kadar protein dengan metode
Kjeldahl. Dengan demikian, metode Kjeldahl dapat digunakan untuk mengukur kandungan
protein dalam produk makanan dengan akurat dan dapat diandalkan. Penambahan bahan
pengganti dalam produk makanan tidak mempengaruhi akurasi pengukuran dengan metode
Kjeldahl. Namun, perlu diingat bahwa faktor-faktor lain seperti pengolahan dan penggorengan
dapat mempengaruhi kandungan nutrisi dalam produk makanan.

Dafpus
Laeli, N.H., Rosmauli, J.F. (2021). Effect of Frying on The Nutritional Composition of Catfish
Nuggets (Clarias gariepinus) Substituted by Modified Cassava Flour (Mocaf). Journal of
Physics: Conference Series, 1823(012113), 1-3.

MATERI 6
Pendahuluan
Didalam minyak ikan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dan menjadi indicator dapat
merusak minyak ikan. Salah satunya yaitu kadar lemak bebas dan kadar peroksida yang tinggi.
Semakin lama zat-zat tersebut didalam minyak ikan, semakin besar kemungkinan minyak ikan
tersebut akan rusak. Angka peroksida tersebut dapat dihitung. Angka peroksida adalah,
perhitungan jumlah peroksida dalam miliekuivalen yang terkandung dalam 1000 gr sampel.
Beberapa faktor yang dipertimbangkan meliputi oksigen, enzim peroksidase, panas, radiasi
(cahaya) dan ion monovalen, yang dapat mempercepat proses oksidasi dalam minyak ikan.
Skema Kerja
1. Persiapakan sample fish oil yang akan digunakan
2. Menimbang sampel minyak ikan dan dilarutkan dengan pelarut (campuran as. Aseton &
as. Asetat glasial)
3. Tambahkan tetes larutan adsorben zeolite/tanah pemutih
4. Tutup dengan selembar kertas saring dan biarkan bereaksi selama 5 menit
5. Tambahkan 30 ml air suling dan lakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna
6. Hitung nilai peroksida dengan rumus berikut (meq/kg) = (B - A) x 0,01 x F x 1000 / W
7. Kesimpulan

Kesimpulan
Setelah dilakukan perbandingan antara penggunaan adsorben zeolite dan tanah pemutih,
terhadap minyak ikan. Maka didapatkanlah hasil, bahwa angka peroksida terendah ditemukan
pada minyak ikan yang menggunakan adsorben zeolit dengan konsentrasi 1%, yaitu 3,21 ± 0,25
meq/kg. Sementara itu, angka peroksida tertinggi diperoleh pada konsentrasi tanah pemutih 5%
sebesar 14,10 ± 1,65 meq/kg.
Adsorben zeolite dapat mengurangi jumlah peroksida, sedangkan adsorben tanah pemutih
cenderung meningkat, Tanah pemutih dapat menyerap hingga separuh kandungan antioksidan
dalam minyak ikan. Perbedaan angka peroksida diduga karena perbedaan jenis dan kondisi
bahan mentah adsorben yang digunakan. Semakin kecil angka peroksida, semakin baik kualitas
minyak ikan tersebut. Angka peroksida yang tinggi terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen
dari udara dari asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak ikan, Asam lemak tak
jenuh lebih reaktif terhadap oksigen seiring bertambahnya jumlah ikatan rangkaian molekul
ganda, yang menghasilkan pembentukan peroksida

Dafpus
Tandewi, S. A. M. S., & Hambali, E. (2022). Refining of Fish Oil from Fish Meal Processing By-
product Using Zeolite and Bleaching Earth. In IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 1034(012050), 1-12.
MATERI 7
Pendahuluan
Penghitungan angka penyabunan untuk menentukan kualitas minyak ikan dapat dilakukan
dengan metode titrasi, namun metode titrasi memiliki kekurangan, yaitu memakan waktu yang
lama, sehingga saat ini alat brnama FTIR yang dikombinasikan dengan kimiometri telah banyak
digunakan untuk menghitung nilai angka penyabunan, sehingga bisa dilakukan penentuan nilai
angka penyabunan dengan metode FTIR.

Skema Kerja
Nilai penyabunan dinyatakan sebagai jumlah miligram kalium hidroksida (KOH) yang diperlukan
untuk menjabon 1 g minyak, dilakukan sesuai metode AOCS Cd 3-25.
1. 2 g minyak dilarutkan dengan etanol didalam labu Erlenmeyer
2. Kemudian dihubungkan dengan kondensor udara
3. Dipanaskan perlahan selama 1 jam agar sampel sepenuhnya terjabon.
4. Setelah dingin, ditambahkan 1 mL fenolftalein.
5. Campuran tersebut selanjutnya dititrasi dengan 0,5N HCl sampai warna merah muda
menghilang

Saponification value (SV) = [(B - A) x N x 56.1] / m

Keterangan:

 B = volume HCl yang digunakan untuk menetralkan campuran minyak dan KOH, dalam mL
 A = volume HCl yang digunakan untuk menetralkan blanko, dalam mL
 N = normalitas HCl
 m = massa sampel minyak yang digunakan, dalam gram
 56.1 = berat ekivalen KOH

Kesimpulan
Uji angka penyabunan dilakukan untuk mengetahui kualitas minyak ikan, minyak ikan yang
memiliki angka penyabunan tinggi, maka semakin sedikit asam bebas yang terkandung
didalamnya, sehingga kualitas minyak ikan lebih baik. Karna minyak ikan yang memiliki asam
bebas dengan jumlah yang banyak, menyebabkan banyaknya oksidasi dan cepat pembusukan,
sehingga mempengaruhi rasa, aroma, dan stabilitas minyak.
Dafpus
Putri, A.R. Rohman, A. Riyanto, S. Setyaningsih, W. (2020). Determination of acid, peroxide,
and saponification value in patin fish oil by FTIR spectroscopy combined with chemometrics.
Food Research, 4(5), 1758-1766.

MATERI 8
Pendahuluan

Mengukur kualitas minyak ikan bagus atau tidak, bisa menggunakan metode uji %FFA, uji
tersebut bisa dengan menggunakan alat kit asam lemak bebas seperti yang dijelaskan pada
jurnal tersebut, bisa juga dengan perhitungan. Dilakukan metode-metode tersebut, untuk
menandakan bahwa minyak tersebut tidak sehat atau sehat untuk dikonsumsi dan layak atau
tidak layak untuk digunakan. Sehingga kita dapat mengetahui kualitas dari minyak ikan
tersebut.

Skema kerja

1. Pra persiapan: persiapan sampel, pada tahap ini minyak ikan akan disiapkan
untuk pengujian
2. Persiapan: sampel berupa minyak ikan perlu diencerkan
3. Pengujian: setelah sampel makanan telah diencerkan, dilakukan pengujian
dengan alat bernama kit uji asam lemak bebas, Prosedur pengujian yang
dilakukan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh AOAC
International, yang merupakan organisasi yang mengatur standardisasi metode
analisis untuk industri makanan dan obat-obatan.
4. Evaluasi: setelah pengujian selesai dilakukan, hasil pengujian dievaluasi dan
dianalisis untuk memastikan validitas dan keakuratan metode uji yang
digunakan. Data hasil pengujian juga dibandingkan dengan nilai referensi yang
sudah ditetapkan.
5. Kesimpulan
6. Tanpa menggunakan alat berupa kit uji asam lemak bebas, kita bisa menghitung

dengan cara lain, yaitu dengan rumus %FFA = (V x N x 28,2 x 100) / W


Keterangan:
V: volume NaOH yang digunakan dalam mL
N: normalitas NaOH
28,2: berat molekul asam lemak
W: berat sampel minyak ikan dalam gram

Hasil dari perhitungan tersebut akan memberikan persentase asam lemak bebas
dalam minyak ikan. Semakin rendah persentase %FFA, maka kualitas minyak
ikan akan semakin baik.

Kesimpulan

Minyak ikan yang memiliki %FFA semakin sedikit dibawah 1% maka kualitasnya semakin baik,
Sedangkan minyak ikan dengan persentase %FFA yang tinggi, yaitu di atas 3%, menandakan
bahwa minyak tersebut tidak sehat untuk dikonsumsi dan tidak layak untuk digunakan.

Dafpus
Virginia, C. Gordon, I. Rainey, C. Willainia, C. (2020). Validation of the Free Fatty Acid Test Kit
for the Measurement of the Free Fatty Acid Content of Vegetable Oils, Fish Oils, Animal
Fats (Tallows), Meat and Fish Meals, and Potato Chips and Grain-Based Snack Products:
AOAC Performance Tested Method. Journal of AOAC INTERNATIONAL, 104(2), 300-
311

Anda mungkin juga menyukai