OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A
Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan asin merupakan hasil olahan ikan yang populer dan menduduki tempat
pertama di Indonesia. Salah satu produk olahan tradisional dengan proses
penggaraman dan pengeringan sebagai cara pengawetan. Pengawetan ikan dengan
cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman
dan proses pengeringan. Ikan jambal roti adalah salah satu jenis ikan asin yang
pada umumnya diolah dari ikan berdaging tebal seperti ikan manyung (Arius
thalassinus) atau ikan patin (Pangasius hypopthalmus).
Ikan manyung sebagaimana produk perikanan yang lain banyak mengandung
asam lemak tak jenuh. Jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada daging ikan lebih
banyak daripada asam lemak yang terdapat pada daging hewan darat. Lemak
daging ikan mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dengan panjang rantai C14
– C22 dan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah ikatan 1 – 6. Adanya asam lemak
tak jenuh menyebabkan lemak pada ikan mudah teroksidasi (Adawyah, 2007).
Proses oksidasi dapat menyebabkan flavor dan rasa yang tidak disukai serta
penurunan nilai gizi.
Uji bilangan TBA merupakan suatu ini yang umum digunakan untuk mengukur
ketengikan ikan dan dapat digunakan pada bermacam macam bahan. Wirnarno
menyatakan bahwa kerusakan untama pada lemaknyaitu timbulnya bau dari rasa
tengik. Ketengikan dapat disebabkan oleh reaksi hodrolisis atau oksidasi.
3 METODOLOGI
3.1 Alat
1. Destilator
2. Elemeyer
3. Gelas ukur
4. Timbangan
5. Gunting
6. Stomacher
7. Baeer glss
8. Tabung reaksi
9. Rak tabung reaksi
10. Pipet tetes
11. Waterbath
12. Hot plate
13. Alumunium foil
14. Spektrovotometri uv-vs
15. Plastik
3.2 Bahan
1. Sampel ikan asin jambal roti
2. aquades
3. HCL 4N 1,5 ml
4. 1 ml reagen TBA
3.3 Prosedur Kerja
1. Siapkan sampel dan timbang sebanyak 10g
2. Masukkan kedalam plastik kemudian tambahkan aquades dan homogenkan
selama 2 menit menggunakan stomacerin
3. Kemudian panaskan sampel dari plastik kedalam elemeyer 1000ml
4. Cuci plastik tersebut menggunakan aquades sebanyak 48,5ml kemudian tuang
kedalam elemeyer
5. Tambahkan 1,5 ml hcl 4N kedalam elemeyer
6. Lakukan tahap destilasi sampai mendapatkan hasil sebanyak 40 ml
7. Siap kan tabung reaksi sebanyak 2 buah, dan masukkan masing masing tabung
reaksi sebanyak 10 ml dari hasil destilator
8. Masukkan masing-mwsing 1 ml Reagen TBA kedalam 3 tabung reaksi tersebut
dan sekaligus tabung reaksi bagian mulutnya dengan alumunium oil dan ikat dengan
karet
9. Kemudian rebus menggunakan waterbath selama 25 menit.
10. Baca hasil menggunakan spektrofotometri
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Bilangan TBA
Bilangan TBA ikan asin jambal roti Menggunakan metode spektrofotometri uv-vis
dapat diliat pada tabel dibawah ini. Berdasarkan tabel berikut dapat dilihat kode 1
dan 2 hasil yang didapatkan melebihi batas sehingga angka tersebut tidak dapat
dihitung.
No Kode sampel Hasil
1 I 2,670
2 ii 99,99
3 iii 99,99
Dari tabel diatas dapat dihitung nilai bilangan TBA sebagai berikut :
9 ,8 X D X 3
TBA =
berat sampel
7 , 8 X 2,670 X 3
TBA = ¿ 6,125 malonaldehid / g
10 , 2
4.2 Pembahasan
Hasil perhitungan nilai bilangan TBA ikan jambal roti didapatkan sebesar
6,125 malanoldehid/gram yang mana jika menurut SNI 01-2352-1991 menyatakan
bahwa produk yang baik memiliki hasil bilangan TBA kurang dari 3mg
malanoldehid / g sampel. Tetapi menurut pendapat Nurhayati menyatakan batas
maksimum bilangan TBA pada produk makanan adalahb2 malanoldehid/g.
penyebab terjadinya angka tba pada ikan adalah sebagai akibat dari proses
oksidasi lemak yang terjadi ketika ikan dan hasil perikanan terpapar sinar matahari,
udara dan suhu tinggi.
5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan
nilai bilangan TBA ikan jambal roti didapatkan sebesar 6,125 malanoldehid/gram
yang mana jika menurut SNI 01-2352-1991 menyatakan bahwa produk yang baik
memiliki hasil bilangan TBA kurang dari 3mg malanoldehid / g sampel.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM pH PADA IKAN PISANG-PISANG
OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A
Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.
1.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kadar pH dalam air sangat penting. Air yang sangat asam akan menimbulkan
korosi atau bahkan menghancurkan logam. Meskipun air yang terlalu basa biasanya
terasa pahit dan dapat menyebabkan endapan pada pipa dan peralatan, pH sering
digunakan sebagai indikator apakah air telah mengalami perubahan kimia. Pada
industri perlu mengetahui nilai derajat keasaman sebagai pengontrol dari bahan
baku, spesifikasi dari suatu bahan baku, atau bahan antara dalam beberapa kasus
menggunakan parameter pH yang harus diukur. Karena tidak terpenuhinya derajat
keasaman tersebut akan merubah karakteristik dari bahan tersebut. Sesuatu
dianggap sebagai suatu asam jika mempunyai derajat keasaman (pH) kurang dari 7
dan jika dilarutkan didalam air akan melepaskan ion hidrogen sedangkan sesuatu
dianggap sebagai basa jika mempunyai derajat keasaman (pH) lebih dari 7 dan jika
dilarutkan didalam air akan melepaskan ion hidroksida.
pH atau keasaman digunakan untuk menunjukkan keasaman atau kebasaan
suatu zat, larutan, atau benda. Nilai pH normal adalah 7, jika pH>7 menunjukkan
bahwa zat tersebut bersifat basa, dan pH <7 menunjukkan bahwa zat tersebut
bersifat basa. 7 artinya asam. pH 0 berarti keasaman tinggi, dan pH 14 berarti
alkalinitas tertinggi Pada prinsipnya, dimungkinkan untuk menggunakan kertas
lakmus dan elektroda gelas untuk pengukuran pH biasa, tetapi metode ini memiliki
akurasi pengukuran yang rendah, mudah rusak dan tidak kompatibel dengan
peralatan/sensor pengukuran lainnya.
Dalam merancang sistem alat pH meter ini dimana alat pH meter harus
dikalibrasi terlebih dahulu sebelum mengukur sampel dengan menggunakan larutan
buffer pH 4 dan pH 10 dengan tujuan untuk menetapkan apakah kondisi pH meter
masih dapat digunakan dan memastikan bahwa pH meter memberikan hasil analisa
yang akurat dan presisi.
1.1 Tujuan
1. Mengetahui Ph pada ikan pisang-pisang
2.DASAR TEORI
PH adalah jumlah konsentrasi ion Hidrogen (H+) pada larutan yangmenyatakan
tingkat keasaman dan kebasaan yang dimiliki. pH merupakan besaranfisis dan
diukur pada skala 0 sampai 14. Bila pH < 7 larutan bersifat asam, pH > 7 larutan
bersifat basa dan pH = 7 larutan bersifat netral. Pengukuran pH biasanyadilakukan
dengan menggunakan pH meter. Salah satu pengukuran denganmemanfaatkan pH
meter adalah pengukuran pH pada larutan mesin pencuci filmradiografi.
pH meter merupakan alat yang dapat mengukur tingkat pH larutan.Sistem
pengukuran dalam pH meter menggunakan sistem pengukuran secara potensimetri.
pH meter berisi elektroda kerja dan elektroda referensi. Perbedaan potensial antara
dua elektroda tersebut sebagai fungsi dari pH dalam larutan yang diukur. Sinyal
tegangan yang dihasilkan pada pengukuran dengan elektrode pH berada pada
kisaran mV, sehingga perlu diperkuat dengan penguat operasional
Derajat keasaman (pH) merupakan banyaknya konsentrasi ion H dalamsuatu
senyawa. Nilai pH berkisar antara 1-14. Nilai 1-6.9 menunjukkan sifat asa, 7netral,
dan 7.1- 14 bersifat basa. Untuk mengetahui pH dari suatu larutan dapatdigunakan
berbagai indikator, antara lain indikator alami seperti kunyit, maupunindikator
universal seperti metal merah atau fenolftalein.
pH larutan dapat diukur dengan beberapa cara. Secara kualitatif pH dapat
diperkirakan dengan kertas Lakmus (Litmus) atau suatu indikator (kertas indikator
pH). Seraca kuantitatif pengukuran pH dapat digunakan elektroda
potensiometrik.Elektroda ini memonitor perubahan voltase yang disebabkan oleh
perubahan aktifitas ion hidrogen (H+) dalam larutan (Rahayu, 2009).
Sutresna (2008) indikator pH merupakan zat yang dapat berubah warna apabila
pH lingkungannya berubah. Indikator pH dapat dibedakan menjadi indikator satu
warnadan indikator dua warna. Indikator satu warna adalah yaitu indikator yang
mempunyai satu macam warna seperti fenolptalin yang hanya akan berwarna merah
bila dalam lingkungan basa. Indikator dua warna adalah indikator yang mempunyai
dua warna,yaitu warna asam dan warna basa. Indikator kuning alizarin mempunyai
warna kuning dalam lingkungan asam (warna asam) dan berwarna ungu dalam
lingkungan basa (warna basa).
Indikator adalah zat kimia yang warnanya tergantung pada keasamanatau
kebasaan suatu larutan. Indikator yang biasa digunakan adalah kertas lakmus.
Apabila dicelupkan ke dalam larutan basa, kertas lakmus merah akan berubah
menjadi biru, sedangkan kertas lakmus biru akan berwarna merah jika dicelupkan
dalamlarutan asam. Warna lakmus yang semakin merah tua menunjukkan pH yang
semakinkecil, sedangkan warna lakmus yang semakin biru tua menunjukkan nilai pH
yangsemakin besar. Cara lainnya dapat menggunakan kertas indikator dan pH
meter yangmemiliki ketelitian sangat tinggi.
Contoh dari beberapa indicator tersebut adalah :
5 ,70+5 , 74
Pehitunga rata-rata =
2
= 5,72
4.2 Pembahasan
5.2 Saran
Sebaiknya hato\i-hati pada saat penggunaan alat dan bahan praktek.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM TMA PADA IKAN PISANG-PISANG
OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A
Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.
1. PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Pembusukan ikan adalah perubahan yang terjadi pada rasa, bau, dan
penampilannya. Ada banyak faktor yang menyebabkan kerusakan pada ikan. Jenis
ikan, apakah mereka berlemak atau tidak dan apakah mereka lapar saat ditangkap
adalah beberapa faktor tersebut. Misalnya ikan gepeng atau ikan berminyak lebih
cepat busuk. Begitu juga ikan yang kenyang juga cepat busuk. Ketika ikan mati,
mikroorganisme yang ditemukan di kulit, insang, dan ususnya segera bertindak dan
perubahan signifikan dimulai pada ikan. Kesegaran ikan dapat ditentukan dengan
berbagai analisis kimiawi, fisika dan mikrobiologi.
Trimethylamine oxide (TMAO) berlim ARAMA di hampir semua ikan laut,
terutama ikan berdaging putih. Penentuan Trimethylamine (TMA) merupakan
metode analisis untuk deteksi dini pembusukan pada ikan. Trimethylamine oxide
(TMAO) diubah menjadi trimethylamine (TMA) melalui efek pertumbuhan bakteri
pada daging ikan. Trimethylamine (TMA) hadir dalam jumlah yang sangat kecil pada
ikan laut segar, dan jumlah senyawa ini mulai meningkat seiring dengan semakin
banyaknya ikan staling. Singkatnya, jumlah trimethylamine (TMA) merupakan
indikator basi dan pembusukan pada ikan. Senyawa ini memberi ikan bau amis yang
khas pada otot.
2. Pada ikan segar, 50 ppm, 5 mg persen
3. Pada ikan basi, 50-100 ppm, 10 mg persen
4. Pada ikan busuk, lebih dari 100 ppm, lebih dari 10 persen mg
Ikan menjadi makanan yang semakin disukai dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, protein, senyawa nitrogen, dan lipid yang ditemukan pada ikan, yang tidak
bersifat protein, mengalami reaksi biokimia setelah ikan mati.
Penentuan Trimethylamine (TMA) pada ikan dilakukan oleh laboratorium
yang berwenang dalam lingkup analisis kimia pangan. Dalam studi ini, standar dan
metode pengujian yang diterbitkan oleh organisasi dalam dan luar negeri dipatuhi.
3.2 Bahan
1. Ikan pisang pisang (10gram)
2. TCA
3. H2BO3
4. Formalin
3.3 Prosedur kerja
1. Timbang 10gram sampel ikan pisang-pisang
2. Siapkan TCA sebanyak 30 ml
3. Stomacerin sampel dan TCA selama 1 menit
4. Kemudian saring dengan menggunakan kertas saring
5. Selanjutnya menambahkan sebanyak 20 tetes hasil saribgan sampel dengan TCA
kedalam cawan Conway sebelah kiri
6. Masukkan sebanyak 20 tetes H2Bo2 pada tengah cawan Conway
7. Masukkan sebanyak 20 tetes K2CO3 pada bagian kanan cawan conwey
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu :
( Vc − Vb ) x N . Hcl x 14,0007 x 100
mg . N /100 gr =
berat contoh
( 0 , 46 −0 , 06 ) x 0 , 02 x 14,007 x 100
¿
10
0 , 4 x 0 ,02 x 14,007 x 100
¿
10
= 1,12mg/100gram
4.2 Pembahasan
Dari praktikum TMA diatas dapat dilihat bahwa kesegaran ikan masih
terbilang segar karena dari hasil titrasi tersebut angka hasil titrasi tidak jauh
berbeda dengan blanko. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa ikan masih
segar dan belum banyak terjadi kemunduran mutu.
Pengujian TVB dan TMA diawali dengan mempersiapkan alat dan
bahan. Alat yang akan digunakan antara lain cawan Conway, pipet ukur 1 mL,
blender, kertas saring, Erlenmeyer, dan incubator. Sedangkan bahan yang
disiapkan adalah sampel (ikan segar), larutan TCA 7.5%, larutan 4% asam
borat, larutan K2CO3 jenuh, larutan 1/70 N HCl dan vaselin. Pada pengujian
TMA bahan yang digunakan sama, hanya saja ditambah larutan formalin 40%.
Prosedur awal yang dilakukan adalah membuat filtrate yang berasal
dari sampel yang telah ditambah TCA 7.5% dan diblender. Menurut
Sudarmadji (1996), TCA berfungsi untuk menghentikan jalannya reaksi
hidrolisis dengan cara mendenaturasi enzim karena sifat TCA adalah asam.
Kemudian menyiapkan 2 buah cawan Conway untuk masing-masing
pengujian. Mengolesi tepian cawan Conway dengan vaselin yang berfungsi
untuk melekatkan cawan Conway sehingga tidak terjadi pertukaran gas dari
dalam keluar atau sebaliknya.
Cawan Conway 1, diisi larutan asam borat sebanyak 1 mL yang
dimasukkan dalam inner chamber, dimana larutan ini berfungsi sebagai
indicator perubahan warna saat dititrasi dengan HCl dan berubah warna
menjadi merah muda. Outer chamber sisi kanan diisi filtrate dan sebelah kiri
diisi K2CO3 masing-masing sebanyak 1 mL. K2CO3 berfungsi untuk mengikat
basa volatile pada jaringan sampel.
Setiap kali memasukkan larutan kedalam cawan Conway, harus segera
ditutup karena larutan tersebut mempunyai sifat yang mudah menguap.
kemudian ditambah dengan larutan formalin 40% sebanyak 0.5 mL yang
diletakkan diantara sampel dan K2CO3. Larutan formalin berfungsi untuk
mengikat senyawa lain selain TMA. Larutan dalam outer chamber dicampur
sesaat sebelum diinkubasi pada suhu 370 derajat celcius 30 menit dengan
oven.
Setelah itu, asam borat dalam blanko dititrasi dengan HCl sampai
berwarna merah muda. Warna merah muda terbentuk karena adanya HCl
berlebih yang menyebabkan suasana asam. Selanjutnya asam borat dalam
dalam sampel juga dititrasi dengan HCl sampai warnanya seperti yang
didapatkan pada blanko, kemudian dihitung kadarnya
5.KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa ikan yang telah diuji TMA memiliki kesegaran
yang masih dibilang segar karena pada saat titrasi memiliki nilai kecil yaitu 1,12.
5.2 Saran
Sebaiknya hati-hati pada saat penggunaan alat dan bahan dilaboratorium.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM KADAR GARAM PADA IKAN JAMBAL ROTI
OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A
Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
memiliki luas perairan laut diperkirakan sebesar 5,8 juta km2 serta merupakan
negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia yaitu sepanjang 81.000 km2
(Nikijuluw, 2002). Indonesia juga mempunyai potensi sumberdaya pesisir, lautan
yang sangat luas dan beragam yang dapat menghasilkan serta dapat
dikembangkan. Beberapa sumberdaya tersebut misalnya sumber daya perikanan
tangkap, perikanan budidaya, hutan tembakau yang terdapat di sepanjang pantai
atau muara sungai, terumbu karang yang produktif dan sumberdaya lainnya yang
dapat dimanfaatkan dan diolah.
Salah satu produk Penggaraman ikan adalah jambal roti. Jambal roti cukup
populer di Pulau Jawa. Pusat produksi Jambal roti yaitu Pekalongan, Cilacap,
Cirebon, Pangandaran, Rembang dan sepanjang Pantai Utara Jawa. Jambal roti
biasanya terbuat dari ikan manyung (Arius sp). Terminologi jambal roti muncul akibat
karakteristik sensoris yang berubah setelah digoreng. Proses penggorengan akan
mengubah tekstur ikan menjadi rapuh seperti roti. Popularitas jambal roti terutama
dicirikan dari flavor dan bau spesifik serta tekstur khas seperti pasir (Irianto, 2012).
Garam merupakan senyawa ionik yang memiliki ion positif dan ion negatif,
sehingga keduanya membentuk senyawa yang netral atau tanpa muatan (Topayung,
2011). Salah satu contoh dari garam ini adalah Natrium Klorida dengan rumus
molekul NaCl.
Natrium Klorida merupakan garam yang mempengaruhi salinitas air laut dan
merupakan penyusun dari garam dapur. Natrium Klorida merupakan penyusun
terbesar dari garam dapur, diikuti dengan pengotor yang berupa kalsium sulfat
(CaSO.), magnesium sulfat (MgSO₄), dan magnesium klorida (MgCl2) (Arwiyah et
al., 2015).
Pengujian kadar NaCl dalam suatu bahan dapat diketahui dengan berbagai
metode. Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menentukan kadar
NaCl adalah metode argentometri yang disebut juga dengan metode Mohr (Rini et
al., 2017).
Metode Mohr dapat dilakukan dengan cara titrasi menggunakan larutan
standar AgNO, dan indikator K-CrO, hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai
dengan terbentuknya endapan. berwarna merah bata yang berasal dari Ag CrO,
(Huljani dan Rahma, 2018). Kelebihan analisis klorida dengan cara ini yaitu
pelaksanaannya mudah dan cepat, memiliki ketelitian dan keakuratan yang cukup
tinggi dan dapat digunakan untuk menentukan kadar yang memiliki sifat yang
berbeda-beda.
NaCI memiliki banyak manfaat pada kehidupan manusia, salah satunya
adalah di bidang pangan. NaCl dapat digunakan sebagai penambah cita rasa pada
bahan pangan. dikarenakan garam dapur memiliki rasa yang asin, sehingga dapat
menambah nafsu makan dan tingkat kepuasan dari para konsumennya (Maulid dan
Abrian, 2020). NaCl yang terkandung pada garam dapur juga dapat mengurangi
tingkat kelembaban makanan serta menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara
mengurangi kadar air dalam bahan, sehingga akan menambah ketahanan dari suatu
bahan pangan (Thariq, 2014).
3.2 Bahan
1. ikan asin jambal roti
2. asam kromatofit
3. perak nitrat
3.3 Metode Kerja
1. siapkan semua alat dan bahan
2. keluarkan cawan porselin dari oven dan masukkan dalam desikator
3. setelah itu timbang cawan porselin
4. kemudian ambil sampel sebanyak 2 gram dan masukkan dalam cawan porselin
5. Masukkan dalam desikator
6. setelah itu masukkan dalam tanur
7. setelah beberapa jam keluarkan dari tanur, dan masukkan kedalam labu ujur
sebanyak 25 ml pada setiap elemeyer
8. kemudian siapkan elemeyerr, kemudian isi dengan hasil yang ada dalam labu
ukur 250 ml
9. kemudian tambahkan 1 ml asam kromatofit pada setiap elemeyer
10. kemudian titrasi ketiga elemeyer tersebut dengan menggunakan AGNO 3(Perak
nitrat )
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil titrasi yaitu :
Nomor Elemeyer Hasil
1 Elemeyer 1 13,2
2 Elemeyer 2 10,4
3 Elemeyer 3 9,1
Rata-rata 10,9
113, 18
= x 100%
2030
= 5,57%
4. 2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar garam
5,57%. Tingginya kadar ikan asin setengah basah disebabkan konsentrasi garam
yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan dengan ikan asin kering. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ningrum et al. (2020) yang menyatakan bahwa kadar
garam cenderung meningkat dengan semakin banyaknya konsentrasi garam yang
ditambahkan. Banyaknya konsentrasi garam yang ditambahkan pada ikan asin
setengah basah dikarenakan garam bersifat higroskopis serta mampu mengurangi
kadar air. Hal ini sesuai dengan pendapat Rushariandi et al. (2017) yang
menyatakan bahwa garam yang mengandung natrium bersifat higroskopis sehingga
mampu menyerap kandungan. air dalam sampel bahan. Kadar garam NaCl 10%
maupun NaCI 100% pada sampel ikan asin setengah basah dan kering sudah
memenuhi SNI yaitu maksimal 5,57%. Hal ini sesuai dengan SNI 8273 (2016) yang
menyatakan bahwa kadar garam pada ikan asin memiliki fraksi massa maksimal
20%.
Prinsip dari pengujian kadar garam NaCl metode Mohr yaitu mentitrasi ion Cl
yang terdapat pada NaCl dengan larutan AgNO, menggunakan K CrO, sebagai
indikator untuk mendapatkan kadar garam yang ditandai adanya endapan perak
kromat bersama ion Ag yang berwarna merah bata. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tilawati dan Agustina (2018) yang menyatakan bahwa prinsip penentuan kadar NaCl
metode Mohr yaitu mentitrasi ion klorida pada NaCl dengan larutan AgNO,
menggunakan K₂CrO, sebagai indikator untuk mengetahui kadar garam pada
sampel yang ditandai pembentukan endapan perak klorida saat titik ekuivalen dan
titik akhir titrasi dicapai saat terbentuk endapat kromat berwarna merah bata. Fungsi
titrasi dengan larutan AgNO, yaitu untuk mengendapkan zal yang akan ditentukan.
kadar garamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sobri (2018) yang menyatakan
bahwa titrasi dengan AgNO, sebagai titrannya berfungsi untuk membentuk endapan
stabil yang tidak larut hasil reaksi dengan ion Ag dan hasil endapannnya akan
dihitung kadar garamnya.
Faktor kesalahan yang dapat terjadi yaitu larutan yang akan dititrasi harus
dalam suasana netral menuju basa lemah, jika berlangsung dalam suasana asam
konsentraasi ion CrO. akan berkurang karena endapan AgCrO4 yang larut,
sedangkan dalam suasana basa. kuat akan timbul endapan peroksida. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ratnaningtyas (2016) yang menyatakan bahwa pH larutan yang
tidak berada pada suasana netral hingga basa lemah. ketika akan dititrasi, jika titrasi
dilakukan pada suasana asam endapan AgCrO4 akan larut dan membentuk perak
dikromat (Ag2Cr207), apabila dalam suasana basa kuat perak nitrat akan bereaksi
dengan ion hidroksida membentuk endapan perak hidroksida. Kesalahan lain yaitu
labu Erlenmeyer tidak digoyang saat titrasi sehinga menyebabkan ion Ag teroksidasi
dan titik akhir titrasi sulit tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusmita (2017)
yang menyatakan bahwa saat titrasi harus dilakukan pengocokan pada labu
Erlenmeyer agar ion Ag tidak teroksidasi menjadi AgO dan menyebabkan titik akhir
titrasi sulit tercapai.
5. KESIMPULAN
5. 1 Simpulan
Berdasarkan praktikum penentuan kadar garam NaCI metode Mohr, dapat
disimpulkan bahwa kandungan garam pada sampel dapat diketahui dengan
menghitung kadar garamnya melalui endapan perak kromat (Ag:CrO.) berwarna
merah bata yang disebabkan oleh titrasi antara kandungan NaCl pada sampel
dengan AgNO, dengan penambahan indikator KCRO ..
DAFTAR PUSTAKA
Arwiyah, A., M. Zainuri, dan M. Efendy. 2015. Studi kandungan NaCl di dalam air
baku dan garam yang dihasilkan serta produktivitas lahan garam menggunakan
media meja garam yang berbeda. J. Kelautan: Indonesian Joumal of Maring Saigues
Technology, 8 (1):1-9.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM FORMALIN PADA IKAN JAMBAL ROTI
OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A
Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk,
uapnya merangsang selaput lendir hidung, tenggorokan dan rasa membakar. Bobot
tiap militer adalah 1,80 gram dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak
tercampur dengan kloroform dan eter (noman and waddington 1983). Formalin juga
dapat membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas.
Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak
digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah formol, metheylene
aldehyde, parafoin, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene glycols, methanal,
formoform, supelysorofom, formaldehyde, dan formalith (Astawan, 2006). Secara
umum formalin diperuntukkan sebagai bahan pengawet mayat, pembunuh kuman,
sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian,dan pembasmi lalat
maupun berbagai serangga lainnya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman banyak yang menyalahgunakan
formalin sebagai bahan pengawet pangan seperti pada bakso, mie basah, tahu,
sirup, ikan basah, dan juga salah satunya pada ikan asin (Cahanar & Suhanda,
2006). Meskipun ikan asin sangat memasyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat
mengenai ikan asin yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Hal ini
dibuktikan dengan masih banyak ikan asin yang mengandung formalin beredar dan
dikonsumsi masyarakat.
Banyak produsen atau penjual menambahkan zat aditif atau zat pengawet kimia
untuk menyiasati keadaan tersebut, salah satunya formalin. Para pedagang
menambahkan bahan pengawet yang biasa berupa formalin dengan tujuan untuk
meningkatkan nilai jual dan kualitas dari ikan asin, terutama menambah masa
simpan (Rinto, 2009).
Penggunaan formalin menyebabkan efek akut tenggorokan, perut terasa
terbakar, sulit menelan, mual, muntah dan diare. Kadang terjadi pendarahan, sakit
perut hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar
hingga koma. Juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas,
sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. Efek kronisnya, timbul iritasi pernapasan,
muntah-muntah dan kepala pusing, penurunan suhu badan dan gatal di dada. Bila
dikonsumsi menahun, dapat menyebabkan kanker. Sejak tahun 2006, di Indonesia
bermunculan berbagai kasus penggunaan bahan pengawet non pangan yang
digunakan pada bahan makanan, salah satunya adalah penggunaan formalin,
khususnya pada produk perikanan. Penggunaan formalin dalam produk perikanan
ditemukan baik pada ikan segar ataupun ikan olahan (Anonim, 2012).
4. 2 Pembahasan
Pada praktikum ini, kami melakukan uji formalin pada bahan makanan (ikan
jambal roti). Pada uji ini kami menggunakan asam kromatofit untuk identifikasi
formalin pada ikan asin jambal roti. Ikan asin jambal roti yang mengandung formalin
dapat diketahui lewat ciri-ciri antara lai tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada
suhu 25˚c, bersih dan cerah, tidak berbau khas ikan asin, tidak dihinggapi lalat.
Selain itu dagingnya kenyal utuh, lebih putih dan bersih dibandingkan ikan asin
tanpa formalin.
Dalam standar, produk yang mengandung formalin akan ditunjukkan dengan
berubahnya warna air dari bening menjadi merah muda hingga ungu. Semakin ungu
berarti kadar formalinnya semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ikan asin
jambal roti tidak mengandung formalin. Jika sering mengonsumsi formalin maka
beberapa tahun kemudian dapa menimbulkan berbagai penyakit salah satunya yaitu
kanker.
5 KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat dilihat hasil dimnaa produk ikan
asin tersebut memiliki kandungan formalin yang sedikit.
5.2 Saran
Sebaiknya hati-hati pada saat mengkonsumsi ikan asin dikarenakan
memiliki kandungan formalin.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM FENOL PADA IKAN BANDENG
OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A
Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan bandeng (Chanos chanos Forsk.) merupakan ikan yang banyak
dibudidayakan di Asia Tenggara, terutama di daerah pesisir Indonesia (Adiputra et
al. 2012; Jaikumar et al. 2013), khususnya Pantai Utara Pulau Jawa yaitu di daerah
Pati dan Gresik (Andriyanto 2013; Muliawan et al. 2016). Pengolahan ikan bandeng
selalu mengalami peningkatan, sehingga meningkatkan permintaan ikan bandeng
dari tahun ke tahun. Produksi ikan bandeng di Indonesia pada tahun 2017 mencapai
537.845 ton (Soebjakto 2018). Tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan bandeng
adalah 1,9 kg/kapita (Muliawan et al. 2016). Permintaan ikan bandeng meningkat
salah satunya disebabkan oleh rasa daging ikan yang gurih (Salam dan Darmawati
2017). Rasa gurih pada ikan bandeng disebabkan oleh tingginya kandungan protein.
Ikan bandeng merupakan ikan yang digemari masyarakat karena harganya relatif
murah dan mempunyai kandungan protein sekitar 20-24% yang terdiri dari asam
amino glutamat 1,23% dan lisin 2,25% (Hafiludin 2015; Prasetyo et al. 2015), selain
kandungan protein, ikan bandeng juga kaya akan kandungan asam lemak omega 3
yang mencapai 14,2% dari total lemak (Nusantari et al. 2016).
1.2. Tujuan
1. Mengetahui kandungan fenol pada ikan bandeng asap
2. DASAR TEORI
Ikan Bandeng merupakan jenis ikan yang paling banyak dibudidayakan di
tambak. Ikan bandeng termasuk ikan herbivora tulen yang senang makan ganggang
yang tumbuh di dasar tambak yaitu ganggang biru (Cyanophyceae), ganggang
kersik (diatom), ganggang hijau (Chlorophyceae) yang berbentuk benang, lumut
sutra (Chaetomorpha), dan lumut perut ayam (Enteromorpha). Klasifikasi ikan
bandeng menurut Armita (2011) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub class : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Species : Chanos chanos (Forsk)
Bandeng asap merupakan produk akhir yang siap untuk dimakan artinya
tanpa diolah lagi sudah dapat disantap. Dibandingkan dengan cara pengawetan ikan
bandeng dengan cara penggaraman atau pengasinan, pengawetan ikan bandeng
dengan cara pengasapan di Indonesia kurang begitu luas dipraktikkan. Hal ini
mungkin disebabkan pemasarannya yang agak sulit, karena konsumen ikan
bandeng asap masih sangat terbatas serta masyarakat belum memiliki pengetahuan
yang luas mengenai metode pengolahan ikan bandeng asap (Suriawira, 2003).
Mengenai rasa dari bandeng asap sendiri sangatlah gurih, cukup tajam, tanpa rasa
pahit atau getir dan tidak berasa tengik dibandingkan dari olahan ikan bandeng
lainnya (Suryanti, 2010). Pengasapan ikan merupakan metode pengawetan ikan
dengan menggunakan asap yang berasal dari pembakaran kayu atau asap cair.
Pengawetan ikan dengan cara pengasapan sudah lama digunakan oleh petani ikan.
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna serta rasa
yang khusus pada ikan. Asap mengandung senyawa fenol yang bersifat bakteriosida
(membunuh bakteri) dan sebagai antioksidan yang berperan mencegah perubahan
oksidatif pada produk yang diasapi. Panas pembakaran juga membunuh mikroba
dan menurunkan kadar air daging ikan. Pada kadar 10 airyang rendah, daging ikan
lebih sulit dirusak oleh mikroba sehingga ikan lebih awet. 2.2.2 Pengasapan Ikan
2.2.2.1 Prinsip Pengasapan Pengasapan ikan menurut Adawiyah (2007), dilakukan
dengan tujuan : - mengawetkan ikan dengan memanfaatkan bahan-bahan alam -
untuk memberi rasa dan aroma yang khas. Pengasapan merupakan salah satu cara
pengawetan ikan yang paling tua. Aktivitas antioksidan dan anti mikroba yang
dihasilkan oleh beberapa komponen asap dapat memperpanjang masa simpan
daging ikan. Namun demikian, saat ini pengasapan dilakukan hanya untuk
mendapatkan rasa dan bau yang khas pada ikan asap (Martinez et al., 2007).
Pengasapan merupakan suatu cara pengawetan ikan yang menggabungkan
beberapa tahap pekerjaan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan
pengasapan. Penggaraman dapat menciptakan daging yang kompak, membunuh
bakteri dan meningkatkan cita rasa daging. Pengeringan bertujuan untuk
mengurangi kadar air yang terkandung dalam daging ikan dan memudahkan daging
ikan menyerap partikel asaap pada saat pengasapan. Pemanasan bertujuan untuk
memaatangkan daging ikan, menghentikan kegiatan enzim perusak
menggumpalkan protein dan menguapkan sebagian air dalam badan ikan
(Moeljanto,1992). Pembakaran kayu akan membentuk senyawa-senyawa asap
dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap
tersebut memberikan rasa dan bau yang khas pada ikan dan warnanya menjadi
coklat keemasan. Sementara itu, panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu
menyebabkan terjadinya proses pengeringan dimana terjadi karena adanya proses
kenaikan air dari jaringan tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa 11 kimia
yang berasal dari asap (Wibowo, 2000). Proses pembuatan ikan asap untuk
menurunkan kadar air, sehingga membentuk tekstur yang keras pada ikan.
Pembuatan ikan asap menggunakan cara pengasapan dingin dengan waktu yang
cukup lama sehingga mencapai kadar air yang cukup rendah (Motohiro,1989).
Proses pengasapan merupakan kombinasi antara penggaraman,
pengeringan, pemanasan dan pengasapan. Pengasapan awalnya bertujuan untuk
memperpanjang umur simpan suatu bahan (ikan), namun sejalan dengan
peningkatan daya terima terhadap produk asap, tujuan tersebut mulai beralih ke
citarasa (Bligh et.al.,1989). Cara pengasapan seperti ini (pengasapan melalui asap
cair) dapat mencegah terjadinya case hardening yaitu kondisi dimana bagian luar
produk sudah mengering sedangkan di bagian dalam masih basah. Hal ini dapat
menghambat laju pengeluaran air dalam produk (Eka, 2000). Pengasapan telah
dilakukan sejak dulu dengan tujuan mengawetkan produk-produk hewani, serta
membentuk warna dan cita rasa yang menarik. Peran asap sebagai pengawet
makanan telah menurun sejak ditemukannya alat pendingin. Pada saat ini, proses
pengasapan digunakan untuk meningkatkan cita rasa dan warna luar, terutama pada
daging. Pengasapan merupakan suatu proses penarikan air dan pengendapan
beberapa senyawa kimia pengawet yang berasal dari asap. Proses pengasapan ini
dilakukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat oksidasi lemak
dan memberi flavor pada daging yang sedang diproses. Metode pengasapan yang
tradisional yang sering digunakan untuk daging adalah pengasapan smoke house.
Daging yang akan diasap digantungkan di rak dalam ruangan asap dan tidak boleh
bersentuhan (Soeparno, 2005).
3. METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat 3.1.2. Bahan
1. Timbangan Digital 1. Sampel 10 gr
2. Stomcher 2. Aquades
3. Labu ukur 3. NaOH 10% : 10 ml
4. Erlenmeyer 4. HCL pekat
5. Gunting 5. Ice gel
6. Lemari asam 6. KI 20% : 10 ml
7. Gelas ukur 7. Br Br2
8. Buret 8. Plastik
9. Corong gelas 9. Kertas saring
10. Beaker glass 10. No2S2O3
11. Lemari es
= 1, 654,2612 x 100%
60,600
= 27,29%
4.2. Pembahasan
Pada pengujian kandungan fenol pada ikan bandeng asap ini didapatkan
hasil yaitu sebesar 27,29%. kandungan fenol pada ikan bandeng asap ini sangat
tinggi, Menurut girrard (1992) menyatakan bahwa jumlah batas aman kadar fenol
dalam produk pengasapan berkisar dari 0,06 mg/kg sampai 500 mg/kg atau
0,00006-0,5%, yang berarti hasil dari pengujian kadar fenol diatas melebihi batas
aman dalam produk pengasapan sehingga tidak aman untuk dikosumsi. Tingginya
kadar fenol pada ikan asap disebabkan karena pengeringan awal yang
menyebabkan daging banyak kehilangan air sehingga kondisi daging menjadi
mudah menyerap air.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil pengujian ini bahwa ikan bandeng asap memiliki kadar
fenol yang sangat tinggi yaitu sebesar 27,29%. Sehingga Ikan bandeng asap tidak
aman dikosumsi, Karena kadar fenol nya terlalu tinggi.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM VISKOSITAS PADA KARAGENAN
OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A
Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.
1 PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Viskositas adalah sifat dari suatu zat fluida yang disebabkan adanya
gesekanantara molekul-molekul zat cair dengan gaya kinetis pada zat cair
tersebut.Viskositas (kekentalan) dapat dianggap sebagai gesekan di bagian dalam
suatufluida.
Karena adanya viskositas ini, maka untuk menggerakkan salah satu
lapisanfluida di atas lapisan lainnya, atau supaya satu permukaan dapat meluncur di
atas pemukaan lainnya bila diantara permukan-permukaan ini terdapat lapisan
fluidaharuslah dikerjakan gaya.
Untuk mendapatkan viskositas (kekentalan) zat cair, dalam percobaan kali ini
bahan yang digunakan adalah bola besi. Bola besi ini dimasukkan ke dalamtabung
yang telah berisi oli dan minyak. Bola besi yang digunakan berbeda-bedaukuran
mulai dari yang diameter kecil sampai diameter besar. Kemudianmenghitung waktu
tempuh yang dibutuhksn oleh boal besi daam zat cair.
Peranan viskositaa dalam kehidupan sehari-hari sangatlah banyak, misalnya
pada poengisian diesel dengan oli, pengentalan darah, dan yang lainnya.Percobaan
ini dilakukan jarena masih sedikitnya praktikan atau mahasiswa yang kurang
mengetahui dan memahami peangaplikasian konsep viskositas.
5.2 Saran
Pada saat pengujian viskositas harus memperhatikan suhu pada saat dilakukan
pemanasan diatas hotplate dan penggunaan alat viskometer harus berhati-hati.