Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN

LAPORAN PRAKTIKUM TBA PADA IKAN ASIN JAMBAL ROTI

OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A

Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.

SARJANA TERAPAN PERIKANAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2023
LAPORAN PRAKTIKUM TBA PADA IKAN ASIN JAMBAL ROTI

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan asin merupakan hasil olahan ikan yang populer dan menduduki tempat
pertama di Indonesia. Salah satu produk olahan tradisional dengan proses
penggaraman dan pengeringan sebagai cara pengawetan. Pengawetan ikan dengan
cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman
dan proses pengeringan. Ikan jambal roti adalah salah satu jenis ikan asin yang
pada umumnya diolah dari ikan berdaging tebal seperti ikan manyung (Arius
thalassinus) atau ikan patin (Pangasius hypopthalmus).
Ikan manyung sebagaimana produk perikanan yang lain banyak mengandung
asam lemak tak jenuh. Jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada daging ikan lebih
banyak daripada asam lemak yang terdapat pada daging hewan darat. Lemak
daging ikan mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dengan panjang rantai C14
– C22 dan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah ikatan 1 – 6. Adanya asam lemak
tak jenuh menyebabkan lemak pada ikan mudah teroksidasi (Adawyah, 2007).
Proses oksidasi dapat menyebabkan flavor dan rasa yang tidak disukai serta
penurunan nilai gizi.
Uji bilangan TBA merupakan suatu ini yang umum digunakan untuk mengukur
ketengikan ikan dan dapat digunakan pada bermacam macam bahan. Wirnarno
menyatakan bahwa kerusakan untama pada lemaknyaitu timbulnya bau dari rasa
tengik. Ketengikan dapat disebabkan oleh reaksi hodrolisis atau oksidasi.

1.2 Tujuan Pratikum


1. Untuk mengetahui tingkat ketengikan pada ikan asin Jambal Roti
2 DASAR TEORI
Penentuan asam tiobarbiturat (TBA) umumnya dilakukan dalam makanan dan
sistem biologis lainnya untuk menentukan tingkat oksidasi lemak. Tingkat oksidasi
minyak ditentukan oleh penentuan asam tiobarbiturat (TBA). Makanan yang
mengandung asam lemak tak jenuh konsentrasi tinggi sangat sensitif terhadap
oksidasi lipid. Oksidasi lipid menyebabkan hilangnya rasa, warna, aroma dan sifat
tekstur dan nilai gizi bahan makanan dan pembentukan senyawa beracun. Sebagai
contoh, mentega disimpan dalam kondisi yang tidak menguntungkan dan untuk
waktu yang lama rentan terhadap oksidasi lipid. Dengan cara ini, kerusakan oksidatif
dideteksi oleh uji Thiobarbituric Acid (TBA). Tes ini, yang merupakan metode yang
sangat cepat dan sederhana, banyak digunakan untuk menentukan tingkat oksidasi
lipid.
Penelitian penentuan asam tiobarbiturat (TBA) dilakukan dalam produk daging
dan ikan. Perubahan kualitas protein dan oksidasi lipid dari daging ini diperiksa.
Jumlah asam tiobarbiturat (TBA) juga diperiksa untuk menyelidiki oksidasi lipid.
Bilangan TBA (2-thiobarbituric acid) merupakan salah satu parameter dalam
penentuan tingkat ketengikan produk pangan. Prinsipnya adalah malonaldehid yang
merupakan komponen penyebab ketengikan direaksikan dengan reagen 2-
thiobarbituric acid sehingga dihasilkan kromogen yang akan terdeteksi secara
spektrofometri.
Malonaldehid merupakan senyawa yang reaktif. Dalam matriks makanan, selain
dalam bentuk bebas, malonaldehid berikatan dengan senyawa-senyawa lain, seperti
protein, asam amino, glikogen, ataupun lemak melalui proses aldolkondensasi(4).
Namun perlu diketahui bahwa hanya malonaldehid dalam bentuk bebas saja yang
dapat dikuantifikasi secara kolorimetri (spektrofotometri)(5). Pemanasan dan
perlakuan asam merupakan cara untuk membebaskan malonaldehid dari ikatan.
Terdapat beberapa metode preparasi sampel pangan sebelum dilakukan
kuantifikasi bilangan TBA. Salah satunya adalah metode pemanasan langsung yaitu
mereaksikan secara langsung sampel dan pereaksi TBA yang disertai proses
pemanasan, kemudian hasil reaksi disaring untuk mendapatkan pigmen merah yang
selanjutnya dilakukan proses kuantifikasi.
Preparasi juga dapat dilakukan dengan metode distilasi yaitu sampel didistilasi
melalui pemanasan untuk mendapatkan distilat malonaldehid. Selanjutnya distilat
direaksikan dengan TBA untuk selanjutnya diukur absorbansinya. Pada metode ini
malonaldehid yang didapat secara distilasi berada dalam keadaan larutan bening,
sehingga produk reaksi berwarna merah muda mudah diukur secara akurat.
Kelemahan metode pemanasan langsung dan metode distilasi adalah adanya
proses pemanasan yang menyebabkan timbulnya komponen TBARS (Thiobarbituric
acid reactive substances) sehingga nilai ketengikan yang didapatkan menjadi
overestimate. Ekstraksi lemak dengan kloroform juga dapat dilakukan sebagai
metode preparasi, yang selanjutnya ekstrak lemak direaksikan dengan TBA. Metode
lainnya adalah metode ekstraksi asam cair dimana malonaldehid diekstrak dari
protein menggunakan pelarut trichloroacetic acid(TCA). Kelebihan metode ekstraksi
asam cair adalah mudah dan cepat dilakukan, namun memiliki kelemahan yaitu
terdapat kemungkinan tidak semua produk malonaldehid dapat terekstrak. Hal
tersebut menyebabkan nilai ketengikan menjadi underestimate.

3 METODOLOGI
3.1 Alat
1. Destilator
2. Elemeyer
3. Gelas ukur
4. Timbangan
5. Gunting
6. Stomacher
7. Baeer glss
8. Tabung reaksi
9. Rak tabung reaksi
10. Pipet tetes
11. Waterbath
12. Hot plate
13. Alumunium foil
14. Spektrovotometri uv-vs
15. Plastik
3.2 Bahan
1. Sampel ikan asin jambal roti
2. aquades
3. HCL 4N 1,5 ml
4. 1 ml reagen TBA
3.3 Prosedur Kerja
1. Siapkan sampel dan timbang sebanyak 10g
2. Masukkan kedalam plastik kemudian tambahkan aquades dan homogenkan
selama 2 menit menggunakan stomacerin
3. Kemudian panaskan sampel dari plastik kedalam elemeyer 1000ml
4. Cuci plastik tersebut menggunakan aquades sebanyak 48,5ml kemudian tuang
kedalam elemeyer
5. Tambahkan 1,5 ml hcl 4N kedalam elemeyer
6. Lakukan tahap destilasi sampai mendapatkan hasil sebanyak 40 ml
7. Siap kan tabung reaksi sebanyak 2 buah, dan masukkan masing masing tabung
reaksi sebanyak 10 ml dari hasil destilator
8. Masukkan masing-mwsing 1 ml Reagen TBA kedalam 3 tabung reaksi tersebut
dan sekaligus tabung reaksi bagian mulutnya dengan alumunium oil dan ikat dengan
karet
9. Kemudian rebus menggunakan waterbath selama 25 menit.
10. Baca hasil menggunakan spektrofotometri
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Bilangan TBA
Bilangan TBA ikan asin jambal roti Menggunakan metode spektrofotometri uv-vis
dapat diliat pada tabel dibawah ini. Berdasarkan tabel berikut dapat dilihat kode 1
dan 2 hasil yang didapatkan melebihi batas sehingga angka tersebut tidak dapat
dihitung.
No Kode sampel Hasil
1 I 2,670
2 ii 99,99
3 iii 99,99

Dari tabel diatas dapat dihitung nilai bilangan TBA sebagai berikut :
9 ,8 X D X 3
TBA =
berat sampel
7 , 8 X 2,670 X 3
TBA = ¿ 6,125 malonaldehid / g
10 , 2
4.2 Pembahasan
Hasil perhitungan nilai bilangan TBA ikan jambal roti didapatkan sebesar
6,125 malanoldehid/gram yang mana jika menurut SNI 01-2352-1991 menyatakan
bahwa produk yang baik memiliki hasil bilangan TBA kurang dari 3mg
malanoldehid / g sampel. Tetapi menurut pendapat Nurhayati menyatakan batas
maksimum bilangan TBA pada produk makanan adalahb2 malanoldehid/g.
penyebab terjadinya angka tba pada ikan adalah sebagai akibat dari proses
oksidasi lemak yang terjadi ketika ikan dan hasil perikanan terpapar sinar matahari,
udara dan suhu tinggi.
5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan
nilai bilangan TBA ikan jambal roti didapatkan sebesar 6,125 malanoldehid/gram
yang mana jika menurut SNI 01-2352-1991 menyatakan bahwa produk yang baik
memiliki hasil bilangan TBA kurang dari 3mg malanoldehid / g sampel.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM pH PADA IKAN PISANG-PISANG

OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A

Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.

SARJANA TERAPAN PERIKANAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2023
LAPORAN PRAKTIKUM Ph PADA IKAN PISANG-PISANG

1.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kadar pH dalam air sangat penting. Air yang sangat asam akan menimbulkan
korosi atau bahkan menghancurkan logam. Meskipun air yang terlalu basa biasanya
terasa pahit dan dapat menyebabkan endapan pada pipa dan peralatan, pH sering
digunakan sebagai indikator apakah air telah mengalami perubahan kimia. Pada
industri perlu mengetahui nilai derajat keasaman sebagai pengontrol dari bahan
baku, spesifikasi dari suatu bahan baku, atau bahan antara dalam beberapa kasus
menggunakan parameter pH yang harus diukur. Karena tidak terpenuhinya derajat
keasaman tersebut akan merubah karakteristik dari bahan tersebut. Sesuatu
dianggap sebagai suatu asam jika mempunyai derajat keasaman (pH) kurang dari 7
dan jika dilarutkan didalam air akan melepaskan ion hidrogen sedangkan sesuatu
dianggap sebagai basa jika mempunyai derajat keasaman (pH) lebih dari 7 dan jika
dilarutkan didalam air akan melepaskan ion hidroksida.
pH atau keasaman digunakan untuk menunjukkan keasaman atau kebasaan
suatu zat, larutan, atau benda. Nilai pH normal adalah 7, jika pH>7 menunjukkan
bahwa zat tersebut bersifat basa, dan pH <7 menunjukkan bahwa zat tersebut
bersifat basa. 7 artinya asam. pH 0 berarti keasaman tinggi, dan pH 14 berarti
alkalinitas tertinggi Pada prinsipnya, dimungkinkan untuk menggunakan kertas
lakmus dan elektroda gelas untuk pengukuran pH biasa, tetapi metode ini memiliki
akurasi pengukuran yang rendah, mudah rusak dan tidak kompatibel dengan
peralatan/sensor pengukuran lainnya.
Dalam merancang sistem alat pH meter ini dimana alat pH meter harus
dikalibrasi terlebih dahulu sebelum mengukur sampel dengan menggunakan larutan
buffer pH 4 dan pH 10 dengan tujuan untuk menetapkan apakah kondisi pH meter
masih dapat digunakan dan memastikan bahwa pH meter memberikan hasil analisa
yang akurat dan presisi.

1.1 Tujuan
1. Mengetahui Ph pada ikan pisang-pisang
2.DASAR TEORI
PH adalah jumlah konsentrasi ion Hidrogen (H+) pada larutan yangmenyatakan
tingkat keasaman dan kebasaan yang dimiliki. pH merupakan besaranfisis dan
diukur pada skala 0 sampai 14. Bila pH < 7 larutan bersifat asam, pH > 7 larutan
bersifat basa dan pH = 7 larutan bersifat netral. Pengukuran pH biasanyadilakukan
dengan menggunakan pH meter. Salah satu pengukuran denganmemanfaatkan pH
meter adalah pengukuran pH pada larutan mesin pencuci filmradiografi.
pH meter merupakan alat yang dapat mengukur tingkat pH larutan.Sistem
pengukuran dalam pH meter menggunakan sistem pengukuran secara potensimetri.
pH meter berisi elektroda kerja dan elektroda referensi. Perbedaan potensial antara
dua elektroda tersebut sebagai fungsi dari pH dalam larutan yang diukur. Sinyal
tegangan yang dihasilkan pada pengukuran dengan elektrode pH berada pada
kisaran mV, sehingga perlu diperkuat dengan penguat operasional
Derajat keasaman (pH) merupakan banyaknya konsentrasi ion H dalamsuatu
senyawa. Nilai pH berkisar antara 1-14. Nilai 1-6.9 menunjukkan sifat asa, 7netral,
dan 7.1- 14 bersifat basa. Untuk mengetahui pH dari suatu larutan dapatdigunakan
berbagai indikator, antara lain indikator alami seperti kunyit, maupunindikator
universal seperti metal merah atau fenolftalein.
pH larutan dapat diukur dengan beberapa cara. Secara kualitatif pH dapat
diperkirakan dengan kertas Lakmus (Litmus) atau suatu indikator (kertas indikator
pH). Seraca kuantitatif pengukuran pH dapat digunakan elektroda
potensiometrik.Elektroda ini memonitor perubahan voltase yang disebabkan oleh
perubahan aktifitas ion hidrogen (H+) dalam larutan (Rahayu, 2009).
Sutresna (2008) indikator pH merupakan zat yang dapat berubah warna apabila
pH lingkungannya berubah. Indikator pH dapat dibedakan menjadi indikator satu
warnadan indikator dua warna. Indikator satu warna adalah yaitu indikator yang
mempunyai satu macam warna seperti fenolptalin yang hanya akan berwarna merah
bila dalam lingkungan basa. Indikator dua warna adalah indikator yang mempunyai
dua warna,yaitu warna asam dan warna basa. Indikator kuning alizarin mempunyai
warna kuning dalam lingkungan asam (warna asam) dan berwarna ungu dalam
lingkungan basa (warna basa).
Indikator adalah zat kimia yang warnanya tergantung pada keasamanatau
kebasaan suatu larutan. Indikator yang biasa digunakan adalah kertas lakmus.
Apabila dicelupkan ke dalam larutan basa, kertas lakmus merah akan berubah
menjadi biru, sedangkan kertas lakmus biru akan berwarna merah jika dicelupkan
dalamlarutan asam. Warna lakmus yang semakin merah tua menunjukkan pH yang
semakinkecil, sedangkan warna lakmus yang semakin biru tua menunjukkan nilai pH
yangsemakin besar. Cara lainnya dapat menggunakan kertas indikator dan pH
meter yangmemiliki ketelitian sangat tinggi.
Contoh dari beberapa indicator tersebut adalah :

1. Kertas Indikator Universal


Kertas indikator universal dapat digunakan untuk menentukan harga pH dari
suatularutan. Dengan harga pH tersebut, larutan dapat bersifat asam (pH < 7), netral
(pH =7), atau bersifat basa (pH > 7)Kertas indikator universal tersebut dicelupkan
pada larutan yang akan ditentukannilai pHnya. Ketika sudah tercelup, warna pada
kertas indikator akan berubah.Warna yang berubah dicocokkan dengan skala pH
dari 0 sampai 14 yang terdapat pada kemasan kertas indikator.
1. pH meter
penentuan pH larutan yang lebih akurat, dapat dilakukan menggunakan alat
pHmeter. Alat ini bekerja berdasarkan elektrolit larutan asam dan basa.
Bagianutamanya adalah sebuah elektrode yang peka terhadap konsentrasi ion H+
dalamlarutan yang akan diukur pHnya. Jika elektrode tersebut dicelupkan ke
dalamlarutan yang akan diuji, pH meter menunjukkan angka yang sesuai dengan
harga pHlarutan tersebut.
2. Larutan Indikator
Indikator asam-basa merupakan suatu zat yang dapat berubah warna pada pH
yang berbeda-beda. Sifat inilah yang dimanfaatkan untuk mengetahui nilai pH suatu
16 larutan. Perubahan warna zat atau larutan indikator memiliki rentang
(trayek)tertentu yang disebut trayek indikator. Suatu larutan yang ditetesi larutan
indikator akan menghasilkan warna tertentu. Selanjutnya, warna ini dicocokkan
dengan tabel warna yang menunjukkan harga pH tertentu sehingga perkiraan harga
pH dapat diketahui.
3. METODOLOGI
1.1 Alat
1. pH meter
2. Baeker glass
3. Gunting
4. Stomacher
5. Plastik
6. Timbangan
1.2 Bahan
1. Ikan pisang-pisang
2. Aquades
1.3 Prosedur kerja
1. Timbang ikan pisang-pisang sebanyak 10gram
2. Siapkan aquades 10 ml
3. Campurkan dan stomacher ikan pisang pisang dengan aquades
4. Kemudian ukur ph ikan tersebut dengan menggunakan pH meter
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Nama sampel Pengujian 1 Pengujian 2 Pengujian 3
Ikan pisang-pisang 5,70 5,74 5,72

5 ,70+5 , 74
Pehitunga rata-rata =
2
= 5,72
4.2 Pembahasan

pH meter suatu alat yang digunakan untuk menukur pH larutan dengan


ketelitian tinggi . Alat ini terdiri dari elektroda yang tersambung dengan alat
elrktronik untuk mengukur pH dari larutan. Ujung elektrode kaca berupa lapisan
kaca dengan ketebalan 0.1 mm. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
(Syarifudin ,2008) bahwa pH meter terdiri dari sebuah elektroda (probe
pengukur) yang terhubung ke sebuah alat elektronik yang mengukur dan
menampilkan nilai pH. Prinsip kerja utama pH meter adalah terletak pada sensor
probe berupa elektrode kaca (glass electrode). Ujung elektrode kaca adalah
lapisan kaca setebal 0.1 mm yang berbentuk bulat (bulb). Jadi pH meter adalah
alat pengukur.
5. KEIMPULAN
5.1 Simpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil rata rata pH ikan yaitu 5,72

5.2 Saran
Sebaiknya hato\i-hati pada saat penggunaan alat dan bahan praktek.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM TMA PADA IKAN PISANG-PISANG

OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A

Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.

SARJANA TERAPAN PERIKANAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2023
LAPORAN PRAKTIKUM TMA PADA IKAN PISANG-PISANG

1. PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Pembusukan ikan adalah perubahan yang terjadi pada rasa, bau, dan
penampilannya. Ada banyak faktor yang menyebabkan kerusakan pada ikan. Jenis
ikan, apakah mereka berlemak atau tidak dan apakah mereka lapar saat ditangkap
adalah beberapa faktor tersebut. Misalnya ikan gepeng atau ikan berminyak lebih
cepat busuk. Begitu juga ikan yang kenyang juga cepat busuk. Ketika ikan mati,
mikroorganisme yang ditemukan di kulit, insang, dan ususnya segera bertindak dan
perubahan signifikan dimulai pada ikan. Kesegaran ikan dapat ditentukan dengan
berbagai analisis kimiawi, fisika dan mikrobiologi.
Trimethylamine oxide (TMAO) berlim ARAMA di hampir semua ikan laut,
terutama ikan berdaging putih. Penentuan Trimethylamine (TMA) merupakan
metode analisis untuk deteksi dini pembusukan pada ikan. Trimethylamine oxide
(TMAO) diubah menjadi trimethylamine (TMA) melalui efek pertumbuhan bakteri
pada daging ikan. Trimethylamine (TMA) hadir dalam jumlah yang sangat kecil pada
ikan laut segar, dan jumlah senyawa ini mulai meningkat seiring dengan semakin
banyaknya ikan staling. Singkatnya, jumlah trimethylamine (TMA) merupakan
indikator basi dan pembusukan pada ikan. Senyawa ini memberi ikan bau amis yang
khas pada otot.
2. Pada ikan segar, 50 ppm, 5 mg persen
3. Pada ikan basi, 50-100 ppm, 10 mg persen
4. Pada ikan busuk, lebih dari 100 ppm, lebih dari 10 persen mg
Ikan menjadi makanan yang semakin disukai dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, protein, senyawa nitrogen, dan lipid yang ditemukan pada ikan, yang tidak
bersifat protein, mengalami reaksi biokimia setelah ikan mati.
Penentuan Trimethylamine (TMA) pada ikan dilakukan oleh laboratorium
yang berwenang dalam lingkup analisis kimia pangan. Dalam studi ini, standar dan
metode pengujian yang diterbitkan oleh organisasi dalam dan luar negeri dipatuhi.

1.1 Tujuan Praktikum


1. Untuk mengetahui nilai TMA pada ikan asin jambal roti
2 DASAR TEORI
TVB atau total volatile bases adalah banyaknya basa menguap. TVB
diproduksi oleh reaksi oksidasi aktivitas enzim dan mikroba di dalam otot jaringan
ikan yang sebagian besar terdiri dari senyawa amin, diantaranya amonia,
trimethylamine (TMA) dan dimethylamine (DMA). TVB biasanya digunakan untuk
mengukur tingkat kesegaran ikan, semakin menurun mutu ikan, akan semakin
tinggi kadar TVB- nya.
Selain itu dapat pula digunakan untuk mengetahui batasan ikan yang masih
layak untuk dikonsumsi. Ikan yang sudah benar- benar busuk memiliki kadar TVB
melebihi 30 mg-N/100 gram (Soekarto, 1990)
TMA atau trimethylamine merupakan jenis senyawa yang tidak berwarna,
bersifat higroskopik, dan mudah terbakar dimana amina tersier memiliki bau amis
yang kuat. Biasanya TMA digunakan dalam system kolin, hidroksida,
tetramethylammonium, dan pengatur pertumbuhan tanaman.
Senyawa ini merupakan produk dekomposisi dari tumbuhan dan hewan.
Keberadaannya pada ikan juga dapat berasal dari penggabungan asam laktat dan
TMAO (Murdjiharto, 1993).
Pengujian TVB dan TMA diawali dengan mempersiapkan alat dan bahan. Alat
yang akan digunakan antara lain cawan Conway, pipet ukur 1 mL, blender, kertas
saring, Erlenmeyer, dan incubator. Sedangkan bahan yang disiapkan adalah
sampel (bakso ikan dan otak-otak), larutan TCA 7.5%, larutan 4% asam borat,
larutan K2CO3jenuh, larutan 1/70 N HCl dan vaselin. Pada pengujian TMA bahan
yang digunakan sama, hanya saja ditambah larutan formalin 40%
Kadar TMA secara umum digunakan untuk menentukan mikroba pembusuk
yang dapat menyebabkan pembusukan pada ikan. Trimetil amin (TMA) terbentuk
dari reduksi TMAO oleh bakteri pembusuk. TMA merupakan senyawa yang
memberikan karakteristik bau amis (fishy) dari ikan. TMA juga merupakan bagian
dari TVB, oleh sebab itu kandungan TMA selalu lebih rendah dari TVB (Murtini et
al. 2014).
3 METODOLOGI
3.1 Alat
1. Timbangan
2. Gelas ukur
3. Elemeyer
4. Pepet tetes
5. Buret
6. Gunting
7. Corong
8. Stomacerin
9. Cawan Conway
10. Kertas saring

3.2 Bahan
1. Ikan pisang pisang (10gram)
2. TCA
3. H2BO3
4. Formalin
3.3 Prosedur kerja
1. Timbang 10gram sampel ikan pisang-pisang
2. Siapkan TCA sebanyak 30 ml
3. Stomacerin sampel dan TCA selama 1 menit
4. Kemudian saring dengan menggunakan kertas saring
5. Selanjutnya menambahkan sebanyak 20 tetes hasil saribgan sampel dengan TCA
kedalam cawan Conway sebelah kiri
6. Masukkan sebanyak 20 tetes H2Bo2 pada tengah cawan Conway
7. Masukkan sebanyak 20 tetes K2CO3 pada bagian kanan cawan conwey
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu :
( Vc − Vb ) x N . Hcl x 14,0007 x 100
mg . N /100 gr =
berat contoh
( 0 , 46 −0 , 06 ) x 0 , 02 x 14,007 x 100
¿
10
0 , 4 x 0 ,02 x 14,007 x 100
¿
10
= 1,12mg/100gram
4.2 Pembahasan
Dari praktikum TMA diatas dapat dilihat bahwa kesegaran ikan masih
terbilang segar karena dari hasil titrasi tersebut angka hasil titrasi tidak jauh
berbeda dengan blanko. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa ikan masih
segar dan belum banyak terjadi kemunduran mutu.
Pengujian TVB dan TMA diawali dengan mempersiapkan alat dan
bahan. Alat yang akan digunakan antara lain cawan Conway, pipet ukur 1 mL,
blender, kertas saring, Erlenmeyer, dan incubator. Sedangkan bahan yang
disiapkan adalah sampel (ikan segar), larutan TCA 7.5%, larutan 4% asam
borat, larutan K2CO3 jenuh, larutan 1/70 N HCl dan vaselin. Pada pengujian
TMA bahan yang digunakan sama, hanya saja ditambah larutan formalin 40%.
Prosedur awal yang dilakukan adalah membuat filtrate yang berasal
dari sampel yang telah ditambah TCA 7.5% dan diblender. Menurut
Sudarmadji (1996), TCA berfungsi untuk menghentikan jalannya reaksi
hidrolisis dengan cara mendenaturasi enzim karena sifat TCA adalah asam.
Kemudian menyiapkan 2 buah cawan Conway untuk masing-masing
pengujian. Mengolesi tepian cawan Conway dengan vaselin yang berfungsi
untuk melekatkan cawan Conway sehingga tidak terjadi pertukaran gas dari
dalam keluar atau sebaliknya.
Cawan Conway 1, diisi larutan asam borat sebanyak 1 mL yang
dimasukkan dalam inner chamber, dimana larutan ini berfungsi sebagai
indicator perubahan warna saat dititrasi dengan HCl dan berubah warna
menjadi merah muda. Outer chamber sisi kanan diisi filtrate dan sebelah kiri
diisi K2CO3 masing-masing sebanyak 1 mL. K2CO3 berfungsi untuk mengikat
basa volatile pada jaringan sampel.
Setiap kali memasukkan larutan kedalam cawan Conway, harus segera
ditutup karena larutan tersebut mempunyai sifat yang mudah menguap.
kemudian ditambah dengan larutan formalin 40% sebanyak 0.5 mL yang
diletakkan diantara sampel dan K2CO3. Larutan formalin berfungsi untuk
mengikat senyawa lain selain TMA. Larutan dalam outer chamber dicampur
sesaat sebelum diinkubasi pada suhu 370 derajat celcius 30 menit dengan
oven.
Setelah itu, asam borat dalam blanko dititrasi dengan HCl sampai
berwarna merah muda. Warna merah muda terbentuk karena adanya HCl
berlebih yang menyebabkan suasana asam. Selanjutnya asam borat dalam
dalam sampel juga dititrasi dengan HCl sampai warnanya seperti yang
didapatkan pada blanko, kemudian dihitung kadarnya
5.KESIMPULAN
5.1 Simpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa ikan yang telah diuji TMA memiliki kesegaran
yang masih dibilang segar karena pada saat titrasi memiliki nilai kecil yaitu 1,12.

5.2 Saran
Sebaiknya hati-hati pada saat penggunaan alat dan bahan dilaboratorium.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM KADAR GARAM PADA IKAN JAMBAL ROTI

OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A

Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.

SARJANA TERAPAN PERIKANAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2023
LAPORAN KADAR GARAM PADA IKAN JAMBAL ROTI

1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
memiliki luas perairan laut diperkirakan sebesar 5,8 juta km2 serta merupakan
negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia yaitu sepanjang 81.000 km2
(Nikijuluw, 2002). Indonesia juga mempunyai potensi sumberdaya pesisir, lautan
yang sangat luas dan beragam yang dapat menghasilkan serta dapat
dikembangkan. Beberapa sumberdaya tersebut misalnya sumber daya perikanan
tangkap, perikanan budidaya, hutan tembakau yang terdapat di sepanjang pantai
atau muara sungai, terumbu karang yang produktif dan sumberdaya lainnya yang
dapat dimanfaatkan dan diolah.
Salah satu produk Penggaraman ikan adalah jambal roti. Jambal roti cukup
populer di Pulau Jawa. Pusat produksi Jambal roti yaitu Pekalongan, Cilacap,
Cirebon, Pangandaran, Rembang dan sepanjang Pantai Utara Jawa. Jambal roti
biasanya terbuat dari ikan manyung (Arius sp). Terminologi jambal roti muncul akibat
karakteristik sensoris yang berubah setelah digoreng. Proses penggorengan akan
mengubah tekstur ikan menjadi rapuh seperti roti. Popularitas jambal roti terutama
dicirikan dari flavor dan bau spesifik serta tekstur khas seperti pasir (Irianto, 2012).

Garam merupakan senyawa ionik yang memiliki ion positif dan ion negatif,
sehingga keduanya membentuk senyawa yang netral atau tanpa muatan (Topayung,
2011). Salah satu contoh dari garam ini adalah Natrium Klorida dengan rumus
molekul NaCl.
Natrium Klorida merupakan garam yang mempengaruhi salinitas air laut dan
merupakan penyusun dari garam dapur. Natrium Klorida merupakan penyusun
terbesar dari garam dapur, diikuti dengan pengotor yang berupa kalsium sulfat
(CaSO.), magnesium sulfat (MgSO₄), dan magnesium klorida (MgCl2) (Arwiyah et
al., 2015).

Pengujian kadar NaCl dalam suatu bahan dapat diketahui dengan berbagai
metode. Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menentukan kadar
NaCl adalah metode argentometri yang disebut juga dengan metode Mohr (Rini et
al., 2017).
Metode Mohr dapat dilakukan dengan cara titrasi menggunakan larutan
standar AgNO, dan indikator K-CrO, hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai
dengan terbentuknya endapan. berwarna merah bata yang berasal dari Ag CrO,
(Huljani dan Rahma, 2018). Kelebihan analisis klorida dengan cara ini yaitu
pelaksanaannya mudah dan cepat, memiliki ketelitian dan keakuratan yang cukup
tinggi dan dapat digunakan untuk menentukan kadar yang memiliki sifat yang
berbeda-beda.
NaCI memiliki banyak manfaat pada kehidupan manusia, salah satunya
adalah di bidang pangan. NaCl dapat digunakan sebagai penambah cita rasa pada
bahan pangan. dikarenakan garam dapur memiliki rasa yang asin, sehingga dapat
menambah nafsu makan dan tingkat kepuasan dari para konsumennya (Maulid dan
Abrian, 2020). NaCl yang terkandung pada garam dapur juga dapat mengurangi
tingkat kelembaban makanan serta menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara
mengurangi kadar air dalam bahan, sehingga akan menambah ketahanan dari suatu
bahan pangan (Thariq, 2014).

1.2 Tujuan Praktikum


untuk mengetahui kandungan garam NaCl pada ikan asin jambal roti .
2. DASAR TEORI

Pengolahan ikan secara tradisional mempunyai peranan yang sangat


penting, karena sebagian ikan yang dihasilkan di Indonesia diolah secara tradisional.
Salah satu cara pengawetan yang lakukan secara tradisional dan proses ini sudah
lama dilakukan oleh masyarakat adalah proses penggaraman, fermentasi dan
pengeringan. Pengawetan yang dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dalam
tubuh ikan sampai titik tertentu, sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang
lagi. Selama proses penggaraman berlangsung, terjadi penetrasi garam ke dalam
tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi.
Semakin lama, kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat
dengan menurunnya konsentrasi garam diluar tubuh ikan dan meningkatnya
konsentrasi garam didalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan cairan
tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Penggaraman ikan
biasanya diikuti dengan pengeringan untuk menurunkan kadar air didalam daging
sehingga cairan semakin kental dan proteinnya akan menggumpal (Afrianto dan
Liviawaty, 1989). Produk yang dihasilkan dari proses penggaraman, fermentasi yang
diikuti dengan pengeringan adalah ikan asin (Adawyah, 2008). Proses pengasinan
ikan tersebut salah satunya dapat menggunakan bahan baku ikan manyung (Arius
thalassinus).
Ikan manyung (Arius thalassinus) yang dikenal sebagai bahan baku ikan
olahan terutama untuk proses pengolahan “ikan asin jambal roti”, merupakan contoh
produk olahan ikan tradisional. Istilah ikan asin jambal roti timbul karena ikan
manyung teksturnya rapuh seperti rapuhnya roti panggang (Burhanuddin et.al,
1987). Menurut Cucu Suharna (2006) Ikan manyung (Arius thalassinus) merupakan
bahan baku utama dalam proses pembuatan ikan asin jambal roti. Namun,
terkadang ikan manyung sendiri tidak memenuhi pasokan ikan di daerah tertentu
salah satunya di Kabupaten Pangandaran. Sehingga produsen pengolah ikan asin
jambal roti harus mengambil pasokan ikan dari kota lain. Ikan asin jambal roti ini
merupakan bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang di awetkan dengan
menambahkan banyak garam atau melakukan proses penggaraman, fermentasi dan
pengeringan.
3. METEDOLOGI
3.1 Alat
1. timbangan
2. cawan porselin
3. oven
4. gegep
5. labu ukur
6. elemeyer
7. titrasi
8. gelas ukur

3.2 Bahan
1. ikan asin jambal roti
2. asam kromatofit
3. perak nitrat
3.3 Metode Kerja
1. siapkan semua alat dan bahan
2. keluarkan cawan porselin dari oven dan masukkan dalam desikator
3. setelah itu timbang cawan porselin
4. kemudian ambil sampel sebanyak 2 gram dan masukkan dalam cawan porselin
5. Masukkan dalam desikator
6. setelah itu masukkan dalam tanur
7. setelah beberapa jam keluarkan dari tanur, dan masukkan kedalam labu ujur
sebanyak 25 ml pada setiap elemeyer
8. kemudian siapkan elemeyerr, kemudian isi dengan hasil yang ada dalam labu
ukur 250 ml
9. kemudian tambahkan 1 ml asam kromatofit pada setiap elemeyer
10. kemudian titrasi ketiga elemeyer tersebut dengan menggunakan AGNO 3(Perak
nitrat )
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil titrasi yaitu :
Nomor Elemeyer Hasil
1 Elemeyer 1 13,2
2 Elemeyer 2 10,4
3 Elemeyer 3 9,1
Rata-rata 10,9

( Vtitrasi −Vblanko ) X Nagno3 X 58 , 44 X 10


Perhitungan kadar garam=
Berat sampel x 1000
( 10 , 9 −0 , 2 ) X 0,0181 X 58 , 44 X 10
Perhitungan kadar garam=
2 , 03 x 1000
( 10 , 9− 0 , 2 ) X 0,0181 X 58 , 44 X 10
=
2, 03 x 1000

113, 18
= x 100%
2030
= 5,57%

4. 2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar garam
5,57%. Tingginya kadar ikan asin setengah basah disebabkan konsentrasi garam
yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan dengan ikan asin kering. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ningrum et al. (2020) yang menyatakan bahwa kadar
garam cenderung meningkat dengan semakin banyaknya konsentrasi garam yang
ditambahkan. Banyaknya konsentrasi garam yang ditambahkan pada ikan asin
setengah basah dikarenakan garam bersifat higroskopis serta mampu mengurangi
kadar air. Hal ini sesuai dengan pendapat Rushariandi et al. (2017) yang
menyatakan bahwa garam yang mengandung natrium bersifat higroskopis sehingga
mampu menyerap kandungan. air dalam sampel bahan. Kadar garam NaCl 10%
maupun NaCI 100% pada sampel ikan asin setengah basah dan kering sudah
memenuhi SNI yaitu maksimal 5,57%. Hal ini sesuai dengan SNI 8273 (2016) yang
menyatakan bahwa kadar garam pada ikan asin memiliki fraksi massa maksimal
20%.

Prinsip dari pengujian kadar garam NaCl metode Mohr yaitu mentitrasi ion Cl
yang terdapat pada NaCl dengan larutan AgNO, menggunakan K CrO, sebagai
indikator untuk mendapatkan kadar garam yang ditandai adanya endapan perak
kromat bersama ion Ag yang berwarna merah bata. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tilawati dan Agustina (2018) yang menyatakan bahwa prinsip penentuan kadar NaCl
metode Mohr yaitu mentitrasi ion klorida pada NaCl dengan larutan AgNO,
menggunakan K₂CrO, sebagai indikator untuk mengetahui kadar garam pada
sampel yang ditandai pembentukan endapan perak klorida saat titik ekuivalen dan
titik akhir titrasi dicapai saat terbentuk endapat kromat berwarna merah bata. Fungsi
titrasi dengan larutan AgNO, yaitu untuk mengendapkan zal yang akan ditentukan.
kadar garamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sobri (2018) yang menyatakan
bahwa titrasi dengan AgNO, sebagai titrannya berfungsi untuk membentuk endapan
stabil yang tidak larut hasil reaksi dengan ion Ag dan hasil endapannnya akan
dihitung kadar garamnya.

Penambahan indikator kalium kromat K₂CrO, berfungsi untuk mengetahui


perubahan. warna sampel saat tercapai titik akhir titrasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Salosa (2013) yang menyatakan bahwa penambahan indikator K-CrO,
berfungsi untuk menentukan. perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
pada titik akhir titrasi. Mekanisme perubahan warna merah bata terjadi setelah
AgNO, bereaksi dengan NaCl membentuk endapan berwarna putih yang merupakan
AgCl, ion klorida yang mengendap sempurna akan bereaksi dengan ion kromat
membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah bata. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rini dan Setiyawan (2017) yang menyatakan bahwa perubahan
warna merah bata terjadi karena reaksi antara AgNO, dengan NaCl yang
membentuk endapan AgCl berwarna putih, kemudian ion Ag pada AgNO, akan
bereaksi dengan ion CrO4 pada K CrO, membentuk endapan perak kromal (Ag
CrO₁) yang berwarna merah bata.
Aquades panas berfungsi untuk melarutkan semua garam dan memisahkan
lemak pada sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat Lukito et al. (2012) yang
menyatakan bahwa aquades panas berfungsi untuk melarutkan semua garam dan
mengekstraksi lemak yang terdapat dalam sampel. Sampel dilakukan penyaringan
yang berfungsi untuk memisahkan butiran halus yang masih terdapat pada larutan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ismiati (2019) yang menyatakan bahwa fungsi
penyaringan pada sampel untuk menyisihkan butiran halus zat padat tersuspensi
dari lauran sampel.
Faktor yang mempengaruhi kadar garam NaCI yaitu banyaknya konsentrasi
garam dan lama waktu penggaraman pada sampel, semakin lama waktu
penggaraman menyebabkan. denaturasi protein semakin tinggi dan kadar garam
semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ningrum et al. (2020) yang
menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan tingginya kadar garam disebabkan
oleh banyaknya konsentrasi garam pada sampel yang menyebabkan. kadar garam
juga meningkat serta lamanya waktu penggaraman akan menyebabkan tingkat
denaturasi protein semakin tinggi dan kadar garam meningkat. Tinggi rendahnya
kadar garam juga ditentukan oleh kadar air yang terdapat dalam sampel ikan asin,
semakin tinggi kadar airnya, maka semakin banyak konsentrasi garam pada sampel
dan kadar garam menjadi meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sainnoin et al.
(2019) yang menyatakan bahwa tingginya kadar air pada sampel menyebabkan
kadar garam NaCl juga meningkat karena sifatnya yang higroskopis dan mudah larut
dalam air dalam sampel ikan asin yang diuji.

Faktor kesalahan yang dapat terjadi yaitu larutan yang akan dititrasi harus
dalam suasana netral menuju basa lemah, jika berlangsung dalam suasana asam
konsentraasi ion CrO. akan berkurang karena endapan AgCrO4 yang larut,
sedangkan dalam suasana basa. kuat akan timbul endapan peroksida. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ratnaningtyas (2016) yang menyatakan bahwa pH larutan yang
tidak berada pada suasana netral hingga basa lemah. ketika akan dititrasi, jika titrasi
dilakukan pada suasana asam endapan AgCrO4 akan larut dan membentuk perak
dikromat (Ag2Cr207), apabila dalam suasana basa kuat perak nitrat akan bereaksi
dengan ion hidroksida membentuk endapan perak hidroksida. Kesalahan lain yaitu
labu Erlenmeyer tidak digoyang saat titrasi sehinga menyebabkan ion Ag teroksidasi
dan titik akhir titrasi sulit tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusmita (2017)
yang menyatakan bahwa saat titrasi harus dilakukan pengocokan pada labu
Erlenmeyer agar ion Ag tidak teroksidasi menjadi AgO dan menyebabkan titik akhir
titrasi sulit tercapai.

5. KESIMPULAN
5. 1 Simpulan
Berdasarkan praktikum penentuan kadar garam NaCI metode Mohr, dapat
disimpulkan bahwa kandungan garam pada sampel dapat diketahui dengan
menghitung kadar garamnya melalui endapan perak kromat (Ag:CrO.) berwarna
merah bata yang disebabkan oleh titrasi antara kandungan NaCl pada sampel
dengan AgNO, dengan penambahan indikator KCRO ..
DAFTAR PUSTAKA

Arwiyah, A., M. Zainuri, dan M. Efendy. 2015. Studi kandungan NaCl di dalam air
baku dan garam yang dihasilkan serta produktivitas lahan garam menggunakan
media meja garam yang berbeda. J. Kelautan: Indonesian Joumal of Maring Saigues
Technology, 8 (1):1-9.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM FORMALIN PADA IKAN JAMBAL ROTI

OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A

Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.

SARJANA TERAPAN PERIKANAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2023
LAPORAN PRAKTIKUM FORMALIN PADA IKAN JAMBAL ROTI

1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk,
uapnya merangsang selaput lendir hidung, tenggorokan dan rasa membakar. Bobot
tiap militer adalah 1,80 gram dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak
tercampur dengan kloroform dan eter (noman and waddington 1983). Formalin juga
dapat membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas.
Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak
digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah formol, metheylene
aldehyde, parafoin, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene glycols, methanal,
formoform, supelysorofom, formaldehyde, dan formalith (Astawan, 2006). Secara
umum formalin diperuntukkan sebagai bahan pengawet mayat, pembunuh kuman,
sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian,dan pembasmi lalat
maupun berbagai serangga lainnya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman banyak yang menyalahgunakan
formalin sebagai bahan pengawet pangan seperti pada bakso, mie basah, tahu,
sirup, ikan basah, dan juga salah satunya pada ikan asin (Cahanar & Suhanda,
2006). Meskipun ikan asin sangat memasyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat
mengenai ikan asin yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Hal ini
dibuktikan dengan masih banyak ikan asin yang mengandung formalin beredar dan
dikonsumsi masyarakat.
Banyak produsen atau penjual menambahkan zat aditif atau zat pengawet kimia
untuk menyiasati keadaan tersebut, salah satunya formalin. Para pedagang
menambahkan bahan pengawet yang biasa berupa formalin dengan tujuan untuk
meningkatkan nilai jual dan kualitas dari ikan asin, terutama menambah masa
simpan (Rinto, 2009).
Penggunaan formalin menyebabkan efek akut tenggorokan, perut terasa
terbakar, sulit menelan, mual, muntah dan diare. Kadang terjadi pendarahan, sakit
perut hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar
hingga koma. Juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas,
sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. Efek kronisnya, timbul iritasi pernapasan,
muntah-muntah dan kepala pusing, penurunan suhu badan dan gatal di dada. Bila
dikonsumsi menahun, dapat menyebabkan kanker. Sejak tahun 2006, di Indonesia
bermunculan berbagai kasus penggunaan bahan pengawet non pangan yang
digunakan pada bahan makanan, salah satunya adalah penggunaan formalin,
khususnya pada produk perikanan. Penggunaan formalin dalam produk perikanan
ditemukan baik pada ikan segar ataupun ikan olahan (Anonim, 2012).

1.2 Tujuan Praktikum


untuk mengetahui ada tidaknya formalin pada ikan asin jambal roti.
2. DASAR TEORI
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Didalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya
ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai
bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama
lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid,
Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform,
Formaldehyde, dan Formalith (Astawan & Made, 2006).
Fungsi formalin adalah sebagai desinfektan namun oleh sebagian orang
disalah gunakan untuk mengawetkan ikan untuk mencegah kerugian. Apabila ikan
asin direndam dalam larutan formalin maka akan terjadi reaksi antara formalin dan
protein dengan mendenaturasi protein dan asam nukleat melalui proses alkalis
antara gugus –NH2 dan –OH dari protein dan asam nukleat dengan gugus
hidroksemetil dari formaldehid sehingga ikan menjadi kaku. Dengan matinya protein
setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila di tekan terasa lebih kenyal, selain
itu protein yang telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan
senyawa asam, karena itulah makanan menjadi lebih awet.
Ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin tidak rusak sampai lebih dari
satu bulan pada suhu 25ºC, bersih, cerah, dan tidak berbau khas ikan asin, tidak
dihinggapi lalat di area berlalat. Selain itu dagingnya kenyal, utuh, lebih putih dan
bersih dibandingkan ikan asin tanpa formalin yang berwarna coklat.
Dampak formalin bagi kesehatan bila terus menerus di komsumsi secara
kronis akan menyebabkan mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut, pusing, radang
tenggorokan, sakit dada yang berlebihan, lelah, jantung berdebar cepat, sakit kepala
serta diare. Sedangkan secara kronis akan menyebabkan gangguan pada
pencernaan, hati, ginjal, pancreas, system syaraf pusat,menstruasi dan bahkan
bersifat karsiogenik (penyebab kanker).
Menurut IPCS (International Programme On Chemical Safety), lembaga
khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang
mengkhusukan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum 1 2
disebutkan bahwa batas toleransi formaldehid yang dapat diterima tubuh dalam
bentuk air minum adalah 0,1 mg/liter (lppm setara 1mg/liter) atau dalam 1 hari
asupan yang dibolehkan adalah 0,2mg. Sementara formalin yang masuk ketubuh
dalam bentuk makanan untuk orang dewasa 1,5 mg hingga 14 mg perhari.
Berdasarkan hasil penyelidikan Badan POM Republik Indonesia, terdapat
sekitar 20 produsen formalin yang menjual formalin ke pasar secara eceran dalam
skala besar dan luas, dengan jumlah produksi tak kurang dari 800 ribu ton formalin
setiap bulan. Salah satu produsen diidentifikasi sanggup memproduksi formalin 4000
ton per bulan. Sekitar 2.700 ton dipergunakan sendiri, 300 ton dieksplor ke Malaysia,
dan sisanya, sekitar 1.000 ton dijual ke pasar setiap bulan, kepada konsumen
perorangan, toko kimia, dan industri (Taufan, 2007).
3. METEDOLOGI
3.1 Alat 3.2. Bahan
1. Timbangan Digital 1. Sampel 10 g
2. Stomacher 2. Aquadest 100 ml
3. Corong Gelas 3. Kertas saring
4. Erlenmayer 4. Asam phosfat (kromatofit)
5. Plastic 5. Es batu
6. Destilasi 6. Indicator kromatofit
7. Gelas Ukur
8. Hot Plate
9. Tabung Reaksi
10. Rak Tabung Reaksi
11. Waterbath
12. Pipet Tetes

3.3 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
 Timbang sampel yang akan digunakan sebanyak 10 g
 Masukkan sampel kedalam plastic dan tambahkan 100 ml aquadest, lalu
homogenkan menggunakan stomacher selama 2 menit.
 Saring sampel yang telah homogeny menggunakan kertas saring dan hasil
filtrate tersebut ditambahkan 1 ml asam phosfat.
 Kemudian lakukan destilasi sederhana dengan suhu 300˚c menggunakan hot
plate, tunggu hingga menghasilkan hasil destilasi sebanyak 5 ml dan
masukkan ke dalam beaker glass serta tambahkan 5 ml indicator kromatofik
kocok hingga homogeny
 Panaskan diatas hot plate selama 15 menit dengan suhu 100˚c lalu diamati
perubahannya.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan dari pengujian formalin diatas didapatkan hasi sebagai berikut :
Sampel Positif Negatif Keterangan
Ikan asin jambal - √ Tidak
roti mengandung
formalin
Hasil diatas menunjukkan bahwa ikan asin jambal rot ini negative mengandung
bahan kimia formalin yang ditandai tidak terdapatnya endapan berwarna merah bata
keunguan pada tabung reaksi tersebut.

4. 2 Pembahasan
Pada praktikum ini, kami melakukan uji formalin pada bahan makanan (ikan
jambal roti). Pada uji ini kami menggunakan asam kromatofit untuk identifikasi
formalin pada ikan asin jambal roti. Ikan asin jambal roti yang mengandung formalin
dapat diketahui lewat ciri-ciri antara lai tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada
suhu 25˚c, bersih dan cerah, tidak berbau khas ikan asin, tidak dihinggapi lalat.
Selain itu dagingnya kenyal utuh, lebih putih dan bersih dibandingkan ikan asin
tanpa formalin.
Dalam standar, produk yang mengandung formalin akan ditunjukkan dengan
berubahnya warna air dari bening menjadi merah muda hingga ungu. Semakin ungu
berarti kadar formalinnya semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ikan asin
jambal roti tidak mengandung formalin. Jika sering mengonsumsi formalin maka
beberapa tahun kemudian dapa menimbulkan berbagai penyakit salah satunya yaitu
kanker.
5 KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat dilihat hasil dimnaa produk ikan
asin tersebut memiliki kandungan formalin yang sedikit.

5.2 Saran
Sebaiknya hati-hati pada saat mengkonsumsi ikan asin dikarenakan
memiliki kandungan formalin.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM FENOL PADA IKAN BANDENG

OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A

Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.

SARJANA TERAPAN PERIKANAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2023
PENGUJIAN KADAR FENOL PADA IKAN BANDENG ASAP

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan bandeng (Chanos chanos Forsk.) merupakan ikan yang banyak
dibudidayakan di Asia Tenggara, terutama di daerah pesisir Indonesia (Adiputra et
al. 2012; Jaikumar et al. 2013), khususnya Pantai Utara Pulau Jawa yaitu di daerah
Pati dan Gresik (Andriyanto 2013; Muliawan et al. 2016). Pengolahan ikan bandeng
selalu mengalami peningkatan, sehingga meningkatkan permintaan ikan bandeng
dari tahun ke tahun. Produksi ikan bandeng di Indonesia pada tahun 2017 mencapai
537.845 ton (Soebjakto 2018). Tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan bandeng
adalah 1,9 kg/kapita (Muliawan et al. 2016). Permintaan ikan bandeng meningkat
salah satunya disebabkan oleh rasa daging ikan yang gurih (Salam dan Darmawati
2017). Rasa gurih pada ikan bandeng disebabkan oleh tingginya kandungan protein.
Ikan bandeng merupakan ikan yang digemari masyarakat karena harganya relatif
murah dan mempunyai kandungan protein sekitar 20-24% yang terdiri dari asam
amino glutamat 1,23% dan lisin 2,25% (Hafiludin 2015; Prasetyo et al. 2015), selain
kandungan protein, ikan bandeng juga kaya akan kandungan asam lemak omega 3
yang mencapai 14,2% dari total lemak (Nusantari et al. 2016).

1.2. Tujuan
1. Mengetahui kandungan fenol pada ikan bandeng asap
2. DASAR TEORI
Ikan Bandeng merupakan jenis ikan yang paling banyak dibudidayakan di
tambak. Ikan bandeng termasuk ikan herbivora tulen yang senang makan ganggang
yang tumbuh di dasar tambak yaitu ganggang biru (Cyanophyceae), ganggang
kersik (diatom), ganggang hijau (Chlorophyceae) yang berbentuk benang, lumut
sutra (Chaetomorpha), dan lumut perut ayam (Enteromorpha). Klasifikasi ikan
bandeng menurut Armita (2011) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub class : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Species : Chanos chanos (Forsk)

Bandeng asap merupakan produk akhir yang siap untuk dimakan artinya
tanpa diolah lagi sudah dapat disantap. Dibandingkan dengan cara pengawetan ikan
bandeng dengan cara penggaraman atau pengasinan, pengawetan ikan bandeng
dengan cara pengasapan di Indonesia kurang begitu luas dipraktikkan. Hal ini
mungkin disebabkan pemasarannya yang agak sulit, karena konsumen ikan
bandeng asap masih sangat terbatas serta masyarakat belum memiliki pengetahuan
yang luas mengenai metode pengolahan ikan bandeng asap (Suriawira, 2003).
Mengenai rasa dari bandeng asap sendiri sangatlah gurih, cukup tajam, tanpa rasa
pahit atau getir dan tidak berasa tengik dibandingkan dari olahan ikan bandeng
lainnya (Suryanti, 2010). Pengasapan ikan merupakan metode pengawetan ikan
dengan menggunakan asap yang berasal dari pembakaran kayu atau asap cair.
Pengawetan ikan dengan cara pengasapan sudah lama digunakan oleh petani ikan.
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna serta rasa
yang khusus pada ikan. Asap mengandung senyawa fenol yang bersifat bakteriosida
(membunuh bakteri) dan sebagai antioksidan yang berperan mencegah perubahan
oksidatif pada produk yang diasapi. Panas pembakaran juga membunuh mikroba
dan menurunkan kadar air daging ikan. Pada kadar 10 airyang rendah, daging ikan
lebih sulit dirusak oleh mikroba sehingga ikan lebih awet. 2.2.2 Pengasapan Ikan
2.2.2.1 Prinsip Pengasapan Pengasapan ikan menurut Adawiyah (2007), dilakukan
dengan tujuan : - mengawetkan ikan dengan memanfaatkan bahan-bahan alam -
untuk memberi rasa dan aroma yang khas. Pengasapan merupakan salah satu cara
pengawetan ikan yang paling tua. Aktivitas antioksidan dan anti mikroba yang
dihasilkan oleh beberapa komponen asap dapat memperpanjang masa simpan
daging ikan. Namun demikian, saat ini pengasapan dilakukan hanya untuk
mendapatkan rasa dan bau yang khas pada ikan asap (Martinez et al., 2007).
Pengasapan merupakan suatu cara pengawetan ikan yang menggabungkan
beberapa tahap pekerjaan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan
pengasapan. Penggaraman dapat menciptakan daging yang kompak, membunuh
bakteri dan meningkatkan cita rasa daging. Pengeringan bertujuan untuk
mengurangi kadar air yang terkandung dalam daging ikan dan memudahkan daging
ikan menyerap partikel asaap pada saat pengasapan. Pemanasan bertujuan untuk
memaatangkan daging ikan, menghentikan kegiatan enzim perusak
menggumpalkan protein dan menguapkan sebagian air dalam badan ikan
(Moeljanto,1992). Pembakaran kayu akan membentuk senyawa-senyawa asap
dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap
tersebut memberikan rasa dan bau yang khas pada ikan dan warnanya menjadi
coklat keemasan. Sementara itu, panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu
menyebabkan terjadinya proses pengeringan dimana terjadi karena adanya proses
kenaikan air dari jaringan tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa 11 kimia
yang berasal dari asap (Wibowo, 2000). Proses pembuatan ikan asap untuk
menurunkan kadar air, sehingga membentuk tekstur yang keras pada ikan.
Pembuatan ikan asap menggunakan cara pengasapan dingin dengan waktu yang
cukup lama sehingga mencapai kadar air yang cukup rendah (Motohiro,1989).
Proses pengasapan merupakan kombinasi antara penggaraman,
pengeringan, pemanasan dan pengasapan. Pengasapan awalnya bertujuan untuk
memperpanjang umur simpan suatu bahan (ikan), namun sejalan dengan
peningkatan daya terima terhadap produk asap, tujuan tersebut mulai beralih ke
citarasa (Bligh et.al.,1989). Cara pengasapan seperti ini (pengasapan melalui asap
cair) dapat mencegah terjadinya case hardening yaitu kondisi dimana bagian luar
produk sudah mengering sedangkan di bagian dalam masih basah. Hal ini dapat
menghambat laju pengeluaran air dalam produk (Eka, 2000). Pengasapan telah
dilakukan sejak dulu dengan tujuan mengawetkan produk-produk hewani, serta
membentuk warna dan cita rasa yang menarik. Peran asap sebagai pengawet
makanan telah menurun sejak ditemukannya alat pendingin. Pada saat ini, proses
pengasapan digunakan untuk meningkatkan cita rasa dan warna luar, terutama pada
daging. Pengasapan merupakan suatu proses penarikan air dan pengendapan
beberapa senyawa kimia pengawet yang berasal dari asap. Proses pengasapan ini
dilakukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat oksidasi lemak
dan memberi flavor pada daging yang sedang diproses. Metode pengasapan yang
tradisional yang sering digunakan untuk daging adalah pengasapan smoke house.
Daging yang akan diasap digantungkan di rak dalam ruangan asap dan tidak boleh
bersentuhan (Soeparno, 2005).
3. METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat 3.1.2. Bahan
1. Timbangan Digital 1. Sampel 10 gr
2. Stomcher 2. Aquades
3. Labu ukur 3. NaOH 10% : 10 ml
4. Erlenmeyer 4. HCL pekat
5. Gunting 5. Ice gel
6. Lemari asam 6. KI 20% : 10 ml
7. Gelas ukur 7. Br Br2
8. Buret 8. Plastik
9. Corong gelas 9. Kertas saring
10. Beaker glass 10. No2S2O3

11. Lemari es

3.2. Prosedur kerja sampel : 10 gr


1. Siapkan alat dan bahan.
2. Kemudian sampel 10 gr tersebut dimasukkan dalam plastik lalu ditambahkan
aquades 200 ml.
3. Tambahkan 10 ml NaOH 10%
4. Di stomacher selama 1 menit
5. Setelah di stomacher masukkan ke dalam labu ukur sampai tanda batas dan di
saring sampai 25 ml
6. Lalu tuangkan ke dalam erlenmeyer tutup asah
7. Dan ditambahkan Br Br2
8. Lalu aduk selama 1 menit, dan direndam dalam air es selama 1 jam
9. Setelah 1 jam direndam tambahkan 10 ml KI (kalium iodida) 20%
10. Aduk selama 10 menit, lalu ditutup
11. Kemudian titrasi dengan natrium diosofat (No2S2O3) 0,1 N

3.3 Prosedur Kerja Blanko


1. Siapkan aquades 75 ml, NaOH 10% sebanyak 10 ml, Br Br2 sebanyak 25 ml dan
HCL pekat 5 ml
2. Kemudian campurkan semua larutan kedalam erlenmeyer dan aduk selama 1
menit
3. Kemudian rendam dengan air dan es gel pada suatu wadah baskom selama 1
jam
4. Setelah 1 jam tambahkan 10 ml KI (Kalium Iodida), lalu aduk selama 10 menit
5. Kenudian titrasi hingga kembali ke warna asal : Bening
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
KODE HASIL TITRASI
Sampel 10 gr Ikan Bandeng Asap 29,2
Blanko 49,9

Kadar Fenol Sampel 10 gr Ikan Bandeng Asap :


( VB - VS ) x N x M x FP x 100%
W x 2000 x 3

= ( 49,9 - 29,2 ) x 0,1 x 79,816 x 10 x 100%


10,1 x 2000 x 3

= 20,7 x 0,1 x 79,916 x 10 x 100%


60, 600

= 1, 654,2612 x 100%
60,600

= 27,29%

4.2. Pembahasan
Pada pengujian kandungan fenol pada ikan bandeng asap ini didapatkan
hasil yaitu sebesar 27,29%. kandungan fenol pada ikan bandeng asap ini sangat
tinggi, Menurut girrard (1992) menyatakan bahwa jumlah batas aman kadar fenol
dalam produk pengasapan berkisar dari 0,06 mg/kg sampai 500 mg/kg atau
0,00006-0,5%, yang berarti hasil dari pengujian kadar fenol diatas melebihi batas
aman dalam produk pengasapan sehingga tidak aman untuk dikosumsi. Tingginya
kadar fenol pada ikan asap disebabkan karena pengeringan awal yang
menyebabkan daging banyak kehilangan air sehingga kondisi daging menjadi
mudah menyerap air.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil pengujian ini bahwa ikan bandeng asap memiliki kadar
fenol yang sangat tinggi yaitu sebesar 27,29%. Sehingga Ikan bandeng asap tidak
aman dikosumsi, Karena kadar fenol nya terlalu tinggi.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERIKANAN
LAPORAN PRAKTIKUM VISKOSITAS PADA KARAGENAN

OLEH :
SAID RAFFLI AL-QADDRY
57213113709
TPH-A

Dosen Pengampu :
Dr.Yuliati Sipahutar,S.Pi.M.M.

SARJANA TERAPAN PERIKANAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2023
LAPORAN PRATIKUM VISKOSITAS PADA KARAGENAN

1 PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Viskositas adalah sifat dari suatu zat fluida yang disebabkan adanya
gesekanantara molekul-molekul zat cair dengan gaya kinetis pada zat cair
tersebut.Viskositas (kekentalan) dapat dianggap sebagai gesekan di bagian dalam
suatufluida.
Karena adanya viskositas ini, maka untuk menggerakkan salah satu
lapisanfluida di atas lapisan lainnya, atau supaya satu permukaan dapat meluncur di
atas pemukaan lainnya bila diantara permukan-permukaan ini terdapat lapisan
fluidaharuslah dikerjakan gaya.
Untuk mendapatkan viskositas (kekentalan) zat cair, dalam percobaan kali ini
bahan yang digunakan adalah bola besi. Bola besi ini dimasukkan ke dalamtabung
yang telah berisi oli dan minyak. Bola besi yang digunakan berbeda-bedaukuran
mulai dari yang diameter kecil sampai diameter besar. Kemudianmenghitung waktu
tempuh yang dibutuhksn oleh boal besi daam zat cair.
Peranan viskositaa dalam kehidupan sehari-hari sangatlah banyak, misalnya
pada poengisian diesel dengan oli, pengentalan darah, dan yang lainnya.Percobaan
ini dilakukan jarena masih sedikitnya praktikan atau mahasiswa yang kurang
mengetahui dan memahami peangaplikasian konsep viskositas.

1.2 Tujuan Praktikum


Untuk mengetahui tingkat kekenyalan karagenan
2. DASAR TEORI
Kekentalan adalah sifat dari suatu zat cair (fluida) disebabkan adanya gesekan
antara molekul-molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair tersebut.
Gesekan-gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair. Besarnya kekentalan zat
cair (viskositas) dinyatakan dengan. suatu bilangan yang menentukan kekentalan
suatu zat cair. Hukum viskositas Newton. menyatakan bahwa untuk laju perubahan
bentuk sudut fluida yang tertentu maka tegangan geser berbanding lurus dengan
viskositas.
Viskositas adalah gesekan interval, gaya viskos melawan gerakan sebagai fluida
relatif terhadap yang lain. Viscositas adalah alasan diperlukannya usaha untuk
mendayung perahu melalui air yang tenang, tetapi juga merupakan suatu alasan
mengapa dayung bisa bekerja. Efek viskos merupakan hasil yang penting dalam
pipa aliran darah. Pelumasan bagian dalam mesin fluida viskos cenderung melekat
pada permukaan zat yang bersentuhan dengannya.
Diantara salah satu sifat zat cair adalah kental (viskos) dimana zat cair memiliki
kekentalan yang berbeda-beda materinya, misalnya kekentalan minyak goreng
dengan kekentalan oli. Dengan sifat ini zat cair banyak digunakan dalam dunia
otomotif yaitu sebagai pelumas mesin. Telah diketahui bahwa pelumas yang
dibutuhkan tiap-tiap mesin membutuhkan. kekentalan yang berbeda-beda.
Suatu zat memiliki kemampuan tertentu sehingga suatu padatan yang
dimasukkan kedalamnya mendapat gaya tekanan yang diakibatkan peristiwa
gesekan antara permukaan padatan tersebut dengan zat cair. Sebagai contoh,
apabila kita memasukkan sebuah bola kecil kedalam zat cair, terlihatlah batu
tersebut mula-mula turun dengan cepat kemudian melambat hingga akhirnya sampai
didasar zat cair. Bola kecil tersebut pada saat tertentu mengalami sejumlah
perlambatan hingga mencapai gerak lurus beraturan, Gerakan bola kecil
menjelaskan bahwa adanya suatu kemampuan yang dimiliki suatu zat cair sehingga
kecepatan bola berubah. Mula-mula akan mengalami percepatan yang dikarenakan
gaya beratnya tetapi dengan sifat kekentalan cairan maka besarnya percepatannya
akan semakin berkurang dan akhirnya nol.
Pada saat tersebut kecepatan bola tetap dan disebut kecepatan terminal.
Hambatan-hambatan dinamakan sebagai kekentalan (viskositas). Akibaat viskositas
zat cair itulah yang menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup drastic terhadap
kecepatan batu.
Aliran viskos, dalam berbagai masalah keteknikan pengaruh viskositas pada
aliran adaalh kecil, dan dengan demikian diabaikan. Cairan kemudian dinyatakan
sebagai tidak kental (invicid) atau seringkali ideal dan diambil sebesar nol. Tetapi
jika istilah aliran viskos dipakai, ini berarti bahwa viskositas tidak diabaikan.
Untuk benda homoogen yang dicelupkan kedalam zat cair ada tiga kemungkinan
yaitu, tenggelam, melayang, dan terapung. Oleh kaarena itu percobaan ini dilakukan
agar praktikan dapat mengukur viskositas berbagai jenis zat cair. Karena semakin
besar nilai viskositas dari larutan maka tingkat kekentalan larutan tersebut semakin
besar pula.
3. METODOLOGI
3.1 Alat
1. Beaker glass
2. Gelas ukur
3. Batang pengaduk
4. Hot plate
5. Termometer batang
6. Viskometer
7. Timbangan digital
3.2 bahan
1. sampel karagenan
2. aquades 200 ml
3.3 Metode Kerja
1. Timbang sampel karagenan 6y, sebanyak 3 gram dan masukkan aquades
sebanyak 200 ml kedalam baeker glass.
2. Panas kan diatas hot plate bersuhu 100C – 200C dan diaduk hingga sampel
terhomogen sempurna
3. Ukur suhu, larutkan sampel secara berkala menggunakan termometer
batang hingga dicapai suhu larutan mencapai 80c-85c
4. Jika suhu sudah berada pada suhu larutan tersebut angkat dan masukkan
kedalam gelas visko hingga batas garis bawah A2 serta letakkan gelas visko
pada tempat yang telah disediakan dan pasang alat viskometer kemudian
nyalakan alat tersebut.
5. Pada tampilan alat, lihat suhu dan larutkan, catat hasil viskositas sampai
mencapai suhu 75C degan kecepatan putar 100 rpm menggunakan spinder
02.
4.HASIL DAN PEMBAHASAN
Karagenan kasar merupakan salah satu produk karagenan dengan tingkat
kelenturan lebih rendah dibandingkan dengan keaginan murni. Viskositas sendiri
merupakan kekentalan suatu cara yang menunjukkan adanya ketebalan pada cairan
yang bergerak. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipase. hasil pengujian
diatas menunjukkan nilai viskositas dari sampel karagenan 6 y sebesar 155,6 eP.
Semakin lama waktu ekstraksi karagenan dilakukan maka akan semakin tinggi
nilai viskositas karagenan yang dihasilkan. Viskositas karagenan diukur pada suhu
75°c dengan konsentrasi 1.5y. menurut Ningsih (2014) menyatakan bahwa semakin
kecil kandungan sulfat maka semakin kecil nilai viskositas. Hal ini dikarenakan
garam akan menurunkan viskositas karagenan dengan cara menurunkan tolakan
elektrostatik diantara gugus sulfat.
Menurut gusday et alm (1980) menyatakan bahwa adanya sulfat asam
menyebabkan gaya tolak menolak antara grup sulfat bermuatan negatif sehingga
rantai polimer akan tertarik kencang. Menurut Wibowo menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi viskositas adalah konsentrasi alkasi, suhu ekstraksi, tingkat
dispesi, kandungan sulfat, perlakuan yang diberikan pada rumput laut dan adanya
elektrolit dan non elektrolit dalam sistem.
5.KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian viskositas menggunakan sampel rumput laut
(karagenan) dapat disimpulkan bahwa viskositas dari karagenan didapatkan hasil
sebesar 155,6eP. Semakin tinggi nilai viskositas karagenan berarti waktu pada saat
ekstraksi karagenan semakin lama. Faktor yang mempengaruhi viskositas yaitu
konsentrasi alkasi, suhu ekstraksi, kandungan sulfat dan perlakukan yang diberikan
pada rumput laut.

5.2 Saran
Pada saat pengujian viskositas harus memperhatikan suhu pada saat dilakukan
pemanasan diatas hotplate dan penggunaan alat viskometer harus berhati-hati.

Anda mungkin juga menyukai