Anda di halaman 1dari 11

Gygjgkui

1. PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGUKUSAN (STEAM JACKET) TERHADAP


KUALITAS MINYAK DARI LIMBAH USUS IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Agung Jati Nugroho1 , Ratna Ibrahim2 , Putut Har Riyadi2


1Mahasiswa 2 Staf pengajar Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, S.H, Semarang

Pendahuluan

Isi perut ikan merupakan limbah perikanan yang bila tidak diolah dengan baik akan
mencemari lingkungan. Menurut Kaban dan Daniel (2005), dalam isi perut ikan dan kepala terdapat
kandungan minyak cukup banyak. Minyak ikan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
dalam industri pembuatan pakan ternak dan industri lainnya. Selain itu beberapa jenis ikan tawar
berpotensi menghasilkan minyak ikan yang pada umumnya memiliki kandungan EPA cukup tinggi.
Sehingga bisa bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan mencegah beberapa penyakit degeneratif
seperti jantung, kanker, diabetes, dan sebagainya. Untuk mendapatkan minyak ikan ada beberapa
cara pengolahan. Jenis pengolahan yang umum dilakukan yaitu pengolahan secara basah (wet
rendering method), dan pengolahan secara kering (dry rendering method). Wet renderring method
adalah proses pengolahan dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses
pengolahan. Dry renderring method adalah cara pengolahan tanpa penambahan air selama proses
pengolahan berlangsung (Estiasih, 2009).

Metodeologi

Metode penelitian yang digunakan adalah metode experimental laboratories. Rancangan


percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Sebagai perlakuan adalah perbedaan suhu
pengukusan dengan sistim steam jacket yaitu suhu 80±2o C, 70±2o C, dan 60±2o C selama 20 menit,
serta pemasakan dengan dry renderring method pada 90±2o C selama 30 menit sebagai kontrol.
Masing-masing perlakuan diulang 3kali.

Hasil dan Pembahasan

Uji Bilangan Peroksida (PV)

Hasil uji bilangan peroksida tersaji pada tabel 2. Tabel 2. Hasil uji bilangan peroksida minyak ikan dari
usus ikan Nila.

No Suhu Pengukusan PV (meq/kg)


1 90±2˚ C (Kontrol) 20,11±0,12
2 80±2˚ C 17,51±0,28
3 70±2˚ C 15,86±0,13
4 60±2˚ C 14,85±0,03
Keterangan : Data merupakan rata-rata dari tiga kali ulangan ± standar deviasi.

Berdasarkan hasil uji statistik data pada tabel 2, maka dapat diketahui bahwa semakin
rendah suhu pengukusan yang dilakukan pada proses pengolahan minyak ikan kasar dapat
mengurangi bilangan peroksida minyak ikan kasar tersebut. Kandungan rata-rata bilangan peroksida
tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu pemasakan minyak ikan dengan suhu 90±2o C secara
dry renderring method dengan nilai sebesar 20,11±0,12 meq/kg. Sedangkan kandungan rata-rata
bilangan peroksida terendah terdapat pada pemasakan minyak ikan secara steam jacket dengan suhu
60±2o C yaitu sebesar 14,85±0,03 meq/kg. Bilangan peroksida dalam minyak yang dimasak dengan
metoda dry renderring (kontrol) lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengukusan secara steam
jacket, karena suhu yang digunakan pada metoda dryrenderring lebih tinggi sehingga menyebabkan
rantai karbon dalam ikatan rangkap pada minyak terputus dan berikatan dengan oksigen. Menurut
Gunawan, et al (2003) reaksi tersebut dapat membuat peroksida minyak bertambah. Sehingga
semakin tinggi suhu yang diterapkan pada minyak akan menyebabkan kandungan peroksida semakin
tinggi. Menurut Bimbo (1998), standar kandungan bilangan peroksida pada minyak ikan kasar yang
baik adalah sebanyak 3-20 meq/kg. Dengan standar itu maka dapat diketahui perlakuan yang
memenuhi standar adalah pemasakan minyak ikan dengan sistim steam jacket pada suhu 80±2o C,
70±2o C, dan 60±2o C. Sedangkan perlakuan kontrol yaitu pemasakan secara dry renderring method
dengan suhu 90±2o C tidak memenuhi standar karena memiliki bilangan peroksida > 20 meq/kg.

2. KAJIAN EFEK ANTIOKSIDAN ASAP CAIR TERHADAP OKSIDASI LEMAK


IKAN PINDANG LAYANG (Decapterus sp.) SELAMA PENYIMPANANSUHU
RUANG
Study of the Effect Liquid Smoke on Lipid Oxidation of Boiled Fish Mackerel Scad (Decapterus sp.)
during Chilled Storage

Nidaul Fauziah, Fronthea Swastawati*), Laras Rianingsih

Pendahuluan
Pemindangan merupakan rangkaian proses penggaraman yang diikuti dengan
proses perebusan atau pengukusan. Proses pembuatan pindang yaitu dengan cara
pengukusanatau perebusandalam lingkungan yang mengandung garam(Moeljanto,
1992).Jenis-jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan baku ikan pindang antara lain:
bandeng, tongkol kembung, cakalang amas, nila, layang dan lain-lain (Budiman,
2004).Proses ketengikan disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh
dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepatreaksi seperti cahaya, panas,
peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat dan enzim-enzim lipoksidase
(Winarno, 1992).Asap cair merupakan larutan dispersi asap kayu dalam air, yang dibuat
dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari
kayu(Swastawati, 2007).Asap cair mengandung berbagai senyawa yang dapat
dikelompokkan ke dalam fenol, asam dan karbonil (Pszczola, 1995).Senyawa kimia
tersebut dapat berperan sebagai bakteriostatik, bakteriosidal dan dapat menghambat
oksidasi lemak (Girard, 1992). Asap cair memiliki berbagai fungsi dalam
pemanfaatannya sehingga telah digunakan untuk berbagai tujuan dalam
pengaplikasiannya. Beberapa penelitian aplikasi asap cair pada makanan seperti bandeng
preto (Yuwanti, 2005), sosis lele (Ernawati et al., 2012), dan bakso (Arnim et al., 2012)
Metodeologi
Materi yang digunakan pada penelitian adalah ikan pindang layang (decapterus sp.)
dari Sentra Pengasapan, Demak. Pindang layang diberikan 2 perlakuan yakni perendaman
dengan asap cair selama selama 20 menit dan tanpa perendaman asap cair. Pindang yang
telah direndam asap cair dan pindang tanpa perendaman asap cair disimpan dalam suhu
ruang (250C) selama 6 hari. Pengamatan dilakukan selama 6 hari dengan pengujian
(kadar air, fenol,lemak, angka peroksida dan TBA) setiap 2 hari sekali yakni hari ke-0, 2, 4,
dan 6.Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah RALpola terbagi
oleh waktu ”Split Plot in Time”. Faktor konsentrasi asap cairdengan 2 taraf (0%dan 3%)
sebagai sub plotdan faktor lama penyimpanandengan 4taraf (hari ke-0, 2, 4dan 6) sebagai
main plotmasing-masing diulang 3kali.

Hasil dan Pembahasan


A. Angka Peroksida
Tabel 4. Hasil Pengujian Angka Peroksida

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asap cair pada ikan pindang
berdasarkan faktor penambahan konsentrasi asap cair, faktor penyimpanan dan
interaksi kedua faktor memberikan pengaruh beda nyata(P>0,05) terhadap nilai angka
peroksida.Adapun hasil analisis statistik perlakuan pindang dengan asap cair dan
tanpa asap cair pada hari yang sama yakni di hari ke-0, 2, 4 dan 6
memberikanperbedaan nyata (P>0,05). Hasil pengujian angka peroksida pada hari ke-0
meningkat hingga hari ke-4 pada kedua perlakuan dan selanjutnya menurun pada hari ke-6

B. TBA(Thiobarbituric Acid)
Hasil pengujian TBApindang layang selama penyimpanan suhu ruang harike-0, 2, 4 dan
6 tersaji pada Tabel 5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asap cair pada ikan pindang
berdasarkan faktor penambahan konsentrasi asap cair, faktor penyimpanan dan
interaksi kedua faktor memberikan pengaruh beda nyata(P>0,05) terhadap nilai
TBA.Adapun hasil analisis statistik perlakuan pindang dengan asap cair dan tanpa asap cair
pada hari yang sama yakni di hari ke-0, 2, 4 dan 6 memberikan perbedaan nyata
(P>0,05). Hasil pengujian TBAharike-0 meningkat hingga hari ke-4 pada kedua perlakuan
dan selanjutnya menurun pada hari ke-6.

3. POTENSI EKSTRAK KASAR ALGA COKELAT (Sargassum sp) DAN DAUN


TEH (Camellia sinensis) DALAM MENGHAMBAT OKSIDASI PADA UDANG
VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) SEGAR SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
Potential of Crude Extract of Brown Algae (Sargassum sp) and Tea Leaves (Camellia sinensis) for
Inhibits Oxidation of Pasific White Shrimps (Litopenaeus vannamei) During Refrigerated Storage

Suci Kusumastuti Nur Azizah, Eko Nurcahya Dewi dan A. Suhaeli Fahmi
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang

Metodeologi
Metode maserasi yang digunakan mengacu pada metode yang digunakan Martinus et al.
(2014) dengan modifikasi pada lama maserasi. Metode yang dilakukan yaitu dengan menimbang 100
gram sampel yang sudah dikeringkan kemudian direndam dengan 300 ml etanol 96% selama 24 jam.
Hasil maserasi dikumpulkan kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C, sehingga
didapatkan ekstrak kental pada masing-masing sampel. Setelah ekstrak masing-masing sampel
diperoleh, maka dilakukan beberapa uji antara lain; aktivitas antioksidan, kandungan total fenol, dan
kandungan total flavonoid.

Angka Peroksida (Badan Standardisasi Nasional, 1998)

Uji angka peroksida dilakukan dengan menghaluskan daging udang, kemudian ditimbang
masing-masing sebanyak 1 gram. Sampel dimasukkan dalam erlenmeyer tertutup, kemudian
ditambahkan 20 ml kloroform. Tahap selanjutnya ditambahkan asam asetat-kloroform dengan
perbandingan 3:2 kemudian ditambahkan 1 ml larutan KI jenuh dan digojong agar sampel dan
pereaksi dapat homogen. Erlenmeyer berisi sampel tersebut disimpan pada ruangan gelap selama 30
menit dan ditambahkan 100 ml aquades dan 3-4 tetes larutan pati 1%, kemudian dititrasi dengan
Na2S2O3 0,002 N

Thiobarbituric Acid (TBA) (Apriyantono et al., 1989)

Ditimbang masing-masing 10 gram sampel yang sudah dihancurkan kemudian ditambahkan


50 ml aquades dan dihancurkan dengan waring blender. Sampel yang sudah hancur kemudian
dipindahkan ke labu destilasi dan ditambahkan HCl 4N serta batu didih dan pencegah buih. Dan
didestilasi sehingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml. Destilat yang diperoleh dipindahkan sebanyak
5 ml ke tabung reaksi tertutup, kemudian ditambahkan 5 ml reagen TBA. Larutan dicampur dan
dipanaskan selama 35 menit pada air mendidih. Setelah proses pemanasan, tabung raeksi tertutup
dianginanginkan hingga suhu normal, dilakukan pembacaan menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 528 nm. Perhitungan TBA yang dinyatakan dalam mg malonaldehid per Kg
sampel. Bilangan TBA=7,8 D.
Hasil dan Pembahasan

1.Angka Peroksida

Angka peroksida pada udang yang direndam dengan Sargassum sp. menunjukkan nilai yang
berbeda nyata pada hari ke-8. Namun, nilai ini tidak berbeda nyata dari kontrol maupun perendaman
dengan daun teh. Hasil berbeda nyata adalah pada hari ke-12. Perendaman Sargassum berbeda
nyata dengan kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan perendaman daun teh. Angka peroksida
Sargassum sp. menunjukkan nilai yang berbeda nyata dari kontrol, ada dua kemungkinan yaitu
antioksidan dalam Sargassum sp. dapat menghambat laju peroksida atau senyawa aldehid sudah
terurai menjadi senyawa malonaldehid dan memasuki tahap kerusakan lemak berikutnya. Menurut
pendapat Dewi et al. (2011), angka peroksida tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi. Angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi
masih berjalan pada tahap awal tetapi dimungkinkan produk hasil oksidasi lemak sudah terurai
menjadi senyawa lain pada tingkat lanjut.

2. TBA (Thiobarbituric Acid) Udang Hasil Penelitian

Nilai TBA pada hari ke-12 mengalami kenaikan berbanding terbalik dengan nilai PV pada hari
ke-12 yang mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan teori kerusakan lemak yang menunjukkan
hubungan nilai PV dan TBA pada penelitian Sampels (2013), dimana angka peroksida menunjukkan
jumlah hidroperoksida yang merupakan produk primer. Namun, peroksida tidak stabil dan sangat
reaktif maka diperlukan penanganan secara hati-hati. Peroksida akan terus mengalami kenaikan
hingga batas maksimal, tetapi setelah beberapa saat kecepatan reaksi terhadap produk oksidasi
sekunder, nilai peroksida akan kembai menurun. TBA bereaksi dengan malonaldehid pada reaksi
oksidasi sekunder pada produk.

Perbedaan nyata dapat terlihat pada penyimpanan hari ke-12, dengan nilai 0,035 mg
malonaldehid/ Kg. Nilai tersebut menunjukkan nilai yang lebih rendah dari kontrol. Selain nilai TBA
yang masih lebih rendah dari kontrol, nilai TVBN pada sampel Sargassum sp. pada hari ke-12 masih
dapat dinyatakan layak untuk dikonsumsi. Hal ini diduga Sargasssum sp. dapat mencegah aldehid
yang berperan dalam proses ketengikan terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga
pembentukan malonaldehid dapat terhambat. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang dilakukan
Khotimah et al. (2013), pada masa simpan 1 hari didapatkan nilai terkecil yaitu sebesar 4.35 mg
malonaldehid/kg minyak, untuk masa simpan 5 hari mengalami penurunan menjadi 3.12 mg
malonaldehid/ kg minyak dan untuk masa simpan 10 hari sebesar 1.74 mg malonaldehid/kg minyak.
Hal ini dikarenakan jumlah peroksida yang terbentuk masih kecil akibat dari reaksi senyawa aktif yang
ada pada Sargassum fillipendula, sehingga untuk diubah menjadi malonaldehid juga terbatas dan
menyebabkan jumlah kadar TBA menurun. Batasan nilai TBA pada produk pangan oleh FDA (Food
Drug Administration) US dalam Kurade dan Baranowski (1987) adalah maksimal 1,286 mg
malonaldehid/kg bahan.

4. PENGARUH EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI ANTIOKSIDAN


TERHADAP OKSIDASI LEMAK FILLET IKAN BANDENG (Chanos chanosForsk)
SEGAR SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
THE EFFECT OF ALOE VERA EXTRACT TO PREVENT LIPID OXIDATION OF MILKFISH
(Chanos chanos Forsk) DURING COLD STORAGE
Adinda Gadis Sukmawijaya Putri,1)Tri Winarni Agustini2), Laras Rianingsih2)1)
Mahasiswa, 2)Staf Pengajar Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro Jln. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang, Semarang

Metode
Penelitian ini bersifat experimental laboratoriesdengan model Rancangan Acak
Kelompok (RAK)pola Split Plot In Time. Parameter utama yang diamati adalah PV dan
TBA. Parameter penunjang adalah pH dan organoleptik.
Hasil dan Pembahasan
1. Analisa Pengujian TBA
Berdasarkan hasil penelitian, nilai TBAfillet Ikan Bandeng selama penyimpanan dingintersaji
pada gambar 2

Terjadi peningkatan angka TBA selama penyimpanan suhu dingin pada hari ke 3,6,
dan 9. Hal ini terjadi kenaikan jumlah penguraian hasil oksidasi lipida seiring
dengan makin lamanya penyimpanan disebabkan karena peroksida –peroksida
sebagai hasil oksidasi primer terurai lebih lanjut menjadi aldehid, keton, dan alkhohol.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa angka TBA menurun seiring dengan
meningkatnya konsentrasi lidah buaya yang diberikan pada ikan. Hal ini sesuai dengan
Harikedua (2012), konsentrasi air jahe 3% memiliki penetrasi ke dalam daging ikan
lebih besar daripada 2%, 1%, dan 0%, karena daya ikat terhadap radikal bebas dari
lemak ikan juga lebih besar pada konsentrasi yang lebih tinggi. Menurut Salam
(2007),
Semakin tinggi kandungan asam lemak tak jenuh pada bahan akan
menyebabkan cepat lambatnya proses oksidasi serta kenaikan dan penurunan
angka TBA. Tamaela (2003), menambahkan bahwa salah satu faktor yang
menentukan banyaknya malonaldehid dari peroksidasi asam-asam lemak poli tak jenuh
adalah tingkat ketidakjenuhan asam lemak.Menurut Ketaren (1986), beberapa faktor
yang mempengaruhi kecepatan oksidasi adalah keberadaan oksigen, suhu dan
cahaya. Semakin banyak oksigen pada lingkungan di sekitar produk maka produk
akan lebihcepat teroksidasi. Suhu penyimpanan juga mempengaruhi tingkat oksidasi,
dimana produk yang disimpan pada suhu ruang lebih mudah teroksidasi dibandingkan
produk yang disimpan pada suhu dingin. Semakin tinggi intensitas cahaya yang
berkontak dengan produk juga dapat mempercepat proses oksidasi
5. PENGARUH SENYAWA BIOAKTIF BUAH MANGROVEAvicennia marinaTERHADAP
TINGKAT OKSIDASI FILLETIKAN NILA MERAH O. niloticusSELAMA PENYIMPANAN
DINGIN
The Effect of Mangrove Fruits AvicenniamarinaBioactive Compounds to the Oxidation Level
of Red Tilapia Fillet O. niloticusduring Cold Storage
Bobby Septian Sipayung, Widodo Farid Ma'ruf*), Eko Nurcahya Dewi
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan,Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas DiponegoroJl. Prof. Soedarto,SH, Tembalang, Semarang, Jawa
Tengah –50275, Telp/Fax. +6224 7474698Email: bobbysipayung@gmail.com

Metode
Penelitian ini meliputi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian
pendahuluan dilakukan uji kandungan metabolit sekunder dengan menggunakan uji fitokimia untuk
mengetahui ada tidaknya senyawa bioaktif pada buah mangrove, kemudian dilakukan uji aktivitas
antioksidan dengan metode DPPH untuk melihat seberapa besar potensi buah mangrove sebagai
antioksidan, serta pencarian konsentrasi terbaik untuk diaplikasikan pada penelitian utama. Pada pencarian
konsentrasi terbaik bahan bakubuah mangrove api-api diambil sebanyak 2 kg dari tambak Mangunharjo
pada sore hari. Pembuatan ekstrak dari Simplisia buah mangrove menggunakan metode infundasi dengan
variabel bertingkat, caranya simplisia buah mangrove ditambah pelarut aquades dengan perbandingan
1:2,5, 1:5 dan 1:7,5. Diambil simplisia yang sudah dicampur dengan pelarut, kemudian direbus
menggunakan panci infusa sampai suhu mencapai 900C dengan dibiarkan selama 15 menit. Hasilnya
disaring dan diambil cairannya dan siap diaplikasikan.Pada penelitian utamafilletikan Nila Merah yang
masih segar dipotong menjadi bentuk filletmenggunakan pisau stainless steel dan pencucian dengan air
bersih sehingga tidak terjadi kontaminasi pada filletikan. Perlakuan perendaman filletikan Nila Merah pada
buah mangrove api-api dengan perbandingan buah mangrove dengan aquades 1:7,5 selama 15 menit yang
didapatkan dari hasil penenelitian pendahuluan pencarian konsentrasi terbaik. Kemudian pengamatan
dengan menggunakan parameter utama uji FFA sebagai indikator kerusakan lemak, kemudian tingkat
oksidasi lemak diukur dengan uji PV, TBA dan parameter pendukung uji organoleptik, pH, Aw, dan Kadar
Air.Metode penelitianyang digunakan adalah pola petak terbagi oleh waktu / split plot in time, dimana
main plotadalah lama penyimpanan dingin selama 12 hari pada suhu 50 C dan pengamatan dilakukan pada
hari ke-0, ke-4, ke-8, dan ke-12.

Hasil dan Pembahasan

1. Analisa Nilai Peroksida (PV)


Grafik rata-rata PV filletikan Nila Merah selama penyimpanan dingin tersaji dalam Gambar 4

Pada perlakuan A kenaikan nilai PV tertinggi terdapat diantara hari ke-8 dan ke-12 sebesar 3,15
miliequivalen/kg lipid dan pada perlakuan B kenaikan nilai PV tertinggi juga terdapat diantara hari ke-8
dan ke-12 sebesar 1,708 miliequivalen/kg lipid. Hal ini sesuai dengan pendapat Ketaren , yang menyatakan
kenaikan angka peroksida terjadi karena adanya oksidasi yaitu terjadi kontak antara oksigen dengan lemak,
dimana oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida, kadar peroksida dalam lemak
akan meningkat seiring pertambahan waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Khamidinal et al. , kerusakan
minyak atau lemak yang disebabkan oleh reaksi oksidasi dapat dicegah dengan penambahan antioksidan.
Pada perlakuan A nilai PV tertinggi terdapat pada hari ke 12 yaitu 13,478 miliequivalen/kg lipid dan pada
perlakuan B nilai PV tertinggi juga terdapat pada hari ke 12 yaitu 10,133 miliequivalen/kg lipid.

2. Analisa “Thiobarbituric Acid” (TBA)

Grafik rata-rata TBA filletikan Nila Merah selama penyimpanan dingin tersaji dalam Gambar 5

Nilai TBA pada penelitian ini pada dasarnya tergolong rendah karena pada penyimpanan dingin sampai
hari ke 12 tahap oksidasi masih banyak membentuk peroksida dan hiperperoksida dan masih belum banyak
terurai menjadi malonaldehid, hal ini dapat dilihihat dari nilai PV yang masih tinggi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rosari et al. menyatakan bahwa peningkatan angka TBA berhubungan dengan peningkatan
peroksida sebagai produk awal terbentuknya malonaldehid. Reaksi oksidasi biasanya dimulai dengan
pembentukkan peroksida dan hidroperoksdia pada dasarnya tidak berbau dan berasa namun komponen
tersebut sangat labil dan dengan cepat teroksidasi lebih lanjut menghasilkan berbagai komponen organik
berantai pendek seperti aldehid, keton, asam, dan komponen lain yang berkontribusi pada bau tengik. Hal
ini sesuai dengan pendapat Harikedua , bahwa antioksidan dapat memperpanjang umur simpan bahan
pangan terhadap proses deteriorisasi yang disebabkanoleh oksidasi seperti ketengikan, perubahan warna
dan hilangnya nilai nutrisi.
6.

Anda mungkin juga menyukai