Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No.

01 Tahun 2010

BILANGAN PEROKSIDA MINYAK GORENG CURAH DAN SIFAT


ORGANOLEPTIK TEMPE PADA PENGULANGAN PENGGORENGAN

(Peroxide Value Bulk Cooking Oil and Organoleptic Characteristic of Tempe


in Repeated Frying)

Siti Aminah
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang
E-mail: saminah92@yahoo.com

ABSTRACT

The reactions that occur during the frying oil will damage the stability and the fried ingredients.
The objective of research in general is to determine the effect of frying on the number of repeated frying
to peroxide value, organoleptic characteristic of tempe and cooking oil.
Design research using Complete Random Design (CRD) 2 repetition one factor that is repeated
frying (1, 5, 10, 15, and 20). Variable in this research is bulk cooking oil and tempe. Chemical analysis
consisted of the determination of water content of tempe (oven method) and the number of bulk cooking
oil peroxides (AOCS Cd 8-53). The Data are then analyzed using Analysis of Variance (ANAVA) with
further test LSD (Least Significant Difference).
The more repeated frying peroxide number is increasing. Color and aroma becomes less good
tempe and cooking oil with repeated frying.

Keywords: peroxide number, organoleptic characteristic, bulk cooking oil

beberapa dari komponen tersebut dapat


PENDAHULUAN menurunkan daya terima konsumen dan
memberikan efek yang merugikan kesehatan
Penggorengan merupakan proses (Galeone, et al, 2006).
thermal-kimia yang menghasilkan karakteristik Salah satu fenomena yang dihadapi
makanan goreng dengan warna coklat keemasan, dalam proses penggorengan adalah menurunnya
tekstur krispi penampakan dan flavor yang kualitas minyak setelah digunakan secara berulang
diinginkan, sehingga makanan gorengan sangat pada suhu yang relatif tinggi (160-180ºC).
popular (Boskou, et al., 2006; Warner, 2002). Paparan oksigen dan suhu tinggi pada minyak
Selama penggorengan terjadi hidrolisa, oksidasi goreng akan memicu terjadinya reaksi oksidasi.
dan dekomposisi minyak yang dipengaruhi oleh Penelitian Yoon dan Choe, 2007, menunjukkan
bahan pangan dan kondisi penggorengan bahwa beberapa parameter terjadinya oksidasi
(Chatzilazarou, et al, 2006). Produksi komponen- seperti free fatty acid (FFA), komponen polar,
komponen di dalam minyak selama penggorengan asam konjugat dienoat meningkat pada setiap
ditransfer dari bahan makanan yang digoreng,

http://jurnal.unimus.ac.id 7
Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 Tahun 2010
pengulangan penggorengan selama 60 kali Tempe yang akan digoreng dipersiapkan
periode penggorengan. dengan cara sebagai berikut: tempe diberi bumbu
Minyak goreng curah selama ini garam kemudian direndam 10 menit, ditiriskan
didistribusikan dalam bentuk tanpa kemasan yang selama 10 menit. Selanjutnya tempe digoreng
berarti bahwa minyak goreng curah sebelum dalam 1 lt minyak goreng curah, sampai 20 kali
digunakan banyak terpapar oksigen. Penggunaan penggorengan. Setiap 5 kali penggorengan
minyak goring dalam praktek penggorengan di ditambahkan minyak goreng segar hingga volume
rumah tangga maupun pedagang kecil dilakukan awal.
secara berulang-ulang, hal tersebut sangat Bilangan peroksida ditentukan dengan
memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi yang prosedur sebagai berikut: Minyak sebanyak 10 g
lebih tinggi (Prasetyawan, 2007; Aminah dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tertutup dan
Isworo, 2009). Salah satu parameter penurunan ditambahkan 30 ml pelarut campuran asam asetat
mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. glacial : kloroform (3:2 v/v). Setelah minyak larut
Mengingat minyak goreng curah banyak sempurna ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh
digunakan oleh masyarakat maka perlu dilakukan dan dibiarkan 1 menit sambil dikocok, kemudian
penelitian bagaimana mutu minyak goreng curah ditambahkan 30 ml aquades. Iodium yang
yang digunakan secara berulang, khususnya dari dibebaskan oleh peroksida dititrasi dengan larutan
parameter bilangan peroksida dan karakteristik standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0.1015 N
organoleptik bahan yang digoreng. dengan indikator amilum sampai warna biru
hilang. Bilangan peroksida dinyatakan dengan
rumus perhitungan sebagai berikut:
METODOLOGI
(S-B) x N x 1000
Rancangan yang digunakan Rancangan Bilangan peroksida = ------------------------------
Acak Lengkap (RAL), 2 kali ulangan. Penelitian (meq peroksid/kg fat) berat sampel (g)
dilakukan di Laboratorium Kimia dan Ilmu
Teknologi Pangan Fakultas Ilmu Keperawatan dan S = titrasi sampel;
Kesehatan Universitas (FIKKES) Muhammadiyah B = titrasi blanko,
Semarang. N = Normalitas Na2S2O3
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari: minyak goreng curah kelapa sawit Data dianalisis dengan Analisis of
yang diperoleh dari pengepol minyak goreng Varians (ANOVA) menggunakan software SPSS
curah Jl Dr. Cipto. Tempe kedelai kuning 15. Uji lanjut yang digunakan adalah /LSD (Least
diperoleh dari pasar Peterongan Semarang, bahan- Significant Difference).
bahan kimia (reagen) diperoleh dari Laboratorium
Kimia FIKKES Universitas Muhammadiyah HASIL DAN PEMBAHASAN
Semarang. Parameter yang diamati dalam
penelitian ini meliputi: kadar air pada tempe Bilangan Peroksida
(metode Oven, Apriyantono, 1989), bilangan
peroksida pada minyak segar dan minyak selama Hasil pengukuran terhadap bilangan
pengulangan penggorengan (metode AOCS Cd 8- peroksida menunjukkan kecenderungan
53 dalam Nielsen, 1996) meningkat dengan semakin banyaknya
pengulangan penggorengan. Bilangan peroksida
pada minyak segar sebanyak 4,824 meq
http://jurnal.unimus.ac.id 8
Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 Tahun 2010
peroksid/kg. Hasil analisis terhadap bilangan peroksida signifikan dengan peningkatan suhu
peroksida pada minyak goreng curah disajikan penyimpanan. Hasil tersebut menunjukkan adanya
pada Tabel 1. efek sinergis suhu yang tinggi dengan waktu yang
lama terhadap bilangan peroksida.
Tabel 1. Rerata Bilangan Peroksida Minyak Pengukuran angka peroksida pada
Goreng Curah Selama Pengulangan dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan
Penggorengan
hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal
reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang
Pengulangan Bilangan peroksida (meq tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
Penggorengan peroksid/kg minyak) mengalami oksidasi, namun pada angka yang
lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan
Kontrol (segar) 4,824 ± 0,724
kondisi oksidasi yang masih dini. Angka
Pertama 5,402 ± 0,46
peroksida rendah bisa disebabkan laju
Kelima 5,694 ± 0,02
pembentukan peroksida baru lebih kecil
Kesepuluh 10,35 ± 0,35
dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi
Kelima belas 15,101 ± 3,55
senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat
Kedua puluh 17,46 ± 5,68
mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain
(Raharjo, 2006).
Penggunaan suhu tinggi selama Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi
penggorengan memacu terjadinya oksidasi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan
minyak. Menurut deMan (1999) setiap kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses
peningkatan suhu 10oC laju kecepatan oksidasi oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan
meningkat dua kali lipat. Kecepatan oksidasi kondisi penyimpanan (Ketaren, 1986). Minyak
lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan
berkurang pada suhu rendah. Kecepatan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar
akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak dibanding dengan minyak kemasan. Paparan
pada suhu 100 – 115oC dua kali lebih besar oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan
dibanding pada suhu 10 oC (Ketaren, 1986). beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi.
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan
pengulangan penggorengan berpengaruh nyata memacu terjadinya oksidasi minyak. Menurut
terhadap terhadap bilangan peroksida dengan (p deMan (1999) setiap peningkatan suhu 10oC laju
0,000<0,05). Hasil uji lanjut menunjukkan kecepatan oksidasi meningkat dua kali lipat.
bilangan peroksida pada perlakuan pengulangan Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan
penggorengan yang pertama tidak ada perbedaan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
dengan kontrol sedangkan pengulangan Kecepatan akumulasi peroksida selama proses
selanjutnya menunjukkan perbedaan dengan nilai aerasi minyak pada suhu 100 – 115oC dua kali
p < 0,05. lebih besar dibanding pada suhu 10 oC (Ketaren,
Hasil penelitian Alyas et al. (2006) 1986).
menunjukkan peningkatan bilangan peroksida Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi
yang signifikan dengan meningkatnya suhu dan oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari
waktu penggorengan. Aidos et al. (2001) juga senyawa oleofin menghasikan radikal bebas.
melaporkan bahwa peningkatan bilangan Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam

http://jurnal.unimus.ac.id 9
Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 Tahun 2010
proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal tempe goreng. Suhu minyak yang semakin tinggi
bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen dengan semakin banyak pengulangan
membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat penggorengan menyebabkan bahan yang digoreng
mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menjadi lebih cepat berwarna coklat.
menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang
Hasil analisis uji ANOVA menunjukkan
baru ( deMan, 1999; Ericson, 2002).
adanya pengaruh pengulangan penggorengan
terhadap rasa tempe (p 0,000<0,05). Hasil Uji
LSD menunjukkan ada perbedaan nyata ( 0.05)
Karakteristik Organoleptik Tempe Goreng
Rasa Tempe Goreng pada pasangan perlakuan pengulangan
Hasil pengujian organoleptik terhadap penggorengan.
rasa tempe menunjukkan bahwa skor semakin Pengulangan penggorengan pada suhu
meningkat dengan bertambahnya pengulangan tinggi akan mempengaruhi mutu kimia dan
penggorengan. Skor yang lebih tinggi dari baku organoleptik minyak goreng. Cita rasa makanan
(penggorengan I) menunjukkan rasa tempe yang yang digoreng akan dipengaruhi oleh kualitas
berbeda dengan baku (semakin kurang enak). minyak goreng, bahan dan proses penggorengan.
Bahan pangan yang di goreng “Deep frying” menurunkan asam lemak tak jenuh
mempunyai rasa yang lebih gurih karena adanya pada minyak dan meningkatkan buih, warna,
serapan minyak ke bahan. Kualitas minyak sangat viskositas, densitas, panas spesifik dan kandungan
berpengaruh terhadap rasa gorengan, komponen asam lemak bebas, komponen polar dan
dalam minyak akan masuk ke bahan. Minyak komponen polimerik (Choe and Min, 2007).
mempunyai aroma semakin tajam dan warna Rasa tempe goreng yang kurang enak
semakin gelap pada pengulangan penggorengan kemungkinan disumbang oleh akreolin. Diduga
yang semakin banyak. Komponen-komponen selama proses penggorengan akan terbentuk
yang dihasilkan dari reaksi-reaksi yang terjadi akreolin. Akreolin merupakan aldehid jenuh yang
selama penggorengan akan terakumulasi pada dapat menimbulkan rasa gatal di tenggorokan.
pengulangan penggorengan yang semakin banyak. Akreolin terbentuk dari kerusakan gliserol dengan
Selama penggorengan tempe, komponen tersebut pemanasan suhu tinggi, yang ditandai dengan
akan terserap bersama minyak, sehingga rasa munculnya asap biru (Winarno, 1999).
tempe pada pengulangan apenggorengan yang
semakin banyak akan berbeda dari pengulangan
Warna Tempe Goreng
sebelumnya
Hasil pengujian organoleptik
Selama proses penggorengan telah menunjukkan warna tempe yang semakin berbeda
terjadi perubahan-perubahan komponen dalam dengan tempe goreng baku (penggorengan
minyak. Komponen-komponen yang terbentuk pertama) dengan semakin banyak pengulangan
karena reaksi oksidasi maupun hidrolisis penggorengan. Skor warna tempe semakin tinggi
berpengaruh terhadap sifat organoleptik minyak dengan semakin banyak pengulangan
maupun tempe. Kualitas minyak sangat penggorengan, artinya bahwa warna tempe
mempengaruhi kualitas makanan gorengan. semakin kurang cerah dibandingkan dengan warna
Akumulasi komponen-komponen selama tempe baku. Pengulangan penggorengan yang
pengulangan penggorengan seperti aldehid akan semakin banyak menyebabkan suhu
memberikan flavor yang kurang baik terhadap penggorengan semakin tinggi, hal ini akan

http://jurnal.unimus.ac.id 10
Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 Tahun 2010
menyebabkan tempe menjadi cepat berwarna lebih minyak goreng. Aroma minyak goreng pada
gelap. pengulangan kelima sudah menunjukkan
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan. Aroma minyak semakin tajam dengan
pengulangan penggorengan berpengaruh nyata banyaknya ulangan penggorengan. Reaksi
terhadap warna tempe goreng. Hasil uji lanjut oksidasi selama proses penggorengan
menunjukkan perbedaan yang bermakna pada menghasilkan komponen – komponen yang
semua pasangan perlakuan pengulangan mempengaruhi aroma minyak. Minyak selama
penggorengan. Secara umum tempe goreng penggorengan akan terserap ke dalam bahan.
berwarna coklat keemasan. Makanan yang Hasil Uji ANOVA menunjukkan bahwa
digoreng bukan saja menjadi matang, tetapi pengulangan penggorengan berpengaruh nyata (p
karena suhu penggorengan menjadi cukup tinggi 0,00 < 0,05) terhadap aroma tempe goreng. Hasil
sehingga menjadi coklat (Winarno, 1999). Suhu uji LSD menunjukkan Hasil uji lanjut
penggorengan semakin naik pada penggorengan menunjukkan terdapat perbedaan nyata ( 0,05)
yang semakin banyak. Hal tersebut menyebabkan pada semua pasangan perlakuan pengulangan
tempe menjadi lebih cepat berwarna coklat. penggorengan.
Menurut Choe and Min (2007) pada suhu dan Pemanasan minyak selama
waktu yang optimum, penggorengan akan penggorengan dapat menghasilkan persenyawaan
menghasilkan warna coklat keemasan, krispi dan yang dapat menguap. Komposisi yang terdapat
absorpsi minyak optimum. dalam persenyawaan dapat menguap terdiri dari
Warna tempe goreng disebabkan karena alkohol, ester, lakton, aldehida keton dan senyawa
adanya reaksi mailard selama penggorengan. aromatik. Jumlah persenyawaan yang jumlahnya
Reaksi mailard adalah reaksi antara asam amino dominan adalah aldehida, termasuk di-enal yang
dan gula pereduksi. Reaksi mailard diawali mempengaruhi bau khas hasil gorengan (Ketaren,
dengan reaksi gugus amino pada asam amino, 1986).
peptida, atau protein dengan gugus hidroksil Komponen karbonil yang terbentuk
glikosidik pada gula. Rangkaian reaksi diakhiri selama penggorengan dapat bereaksi dengan asam
dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna amino, amin, dan protein menghasilkan flavor
coklat (deMand, 1999). yang diinginkan (nutyy) (Negroni et al., 2001).
Warna minyak yang semakin gelap Menurut Choe and Min (2007) flavor hasil
dengan semakin banyaknya pengulangan penggorengan yang diinginkan dapat terbentuk
penggorengan memberikan sumbangan terhadap pada suhu dan waktu penggorengan yang
warna tempe goreng. Hal tersebut terlihat, tempe optimum. Waktu dan suhu penggorengan dalam
yang digoreng pada pengulangan yang semakin penelitian ini tidak dapat dikondisikan optimum.
banyak warna semakin kurang cerah dan lebih Suhu penggorengan semakin meningkat dengan
gelap. Disamping hal tersebut, suhu penggorengan banyaknya pengulangan. Komponen flavor pada
yang semakin tinggi menyebabkan tempe menjadi makanan yang digoreng sebagaian besar adalah
cepat coklat. komponen volatil dari asam linolet dan dienal,
alkenals, lactones, hydrocarbon, dan komponen
cyclic (Warner, 2002).
Aroma Tempe Goreng Winarno (1999) menyatakan minyak
Aroma tempe goreng selain dihasilkan yang digunakan berulang akan mempunyai titik
oleh reaksi mailard juga dipengaruhi oleh aroma asap yang semakin rendah, suhu minyak menjadi

http://jurnal.unimus.ac.id 11
Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 Tahun 2010
lebih cepat meningkat. Titik asap minyak Semakin banyak pengulangan
bergantung pada kandungan asam lemak penggorengan warna minyak semakin gelap. Hal
bebasnya. Minyak yang tinggi asam lemak ini disebabkan karena akumulasi dari komponen-
bebasnya, tinggi juga gliserolnya. Semakin tinggi komponen yang terbentuk dari hasil oksidasi
gliserolnya semakin rendah titik asapnya. semakin banyak. Oksidasi hidroperoksida yang
lebih lanjut juga menghasilkan produk-produk
degradasi dengan tiga tipe utama yaitu pemecahan
Karakteristik Organoleptik Minyak Goreng menjadi alkohol, aldehid, asam, dan hidrokarbon,
Warna Minyak Goreng dimana hal ini juga berkontribusi dalam
Penilaian terhadap warna minyak perubahan warna minyak goreng yang lebih gelap
menunjukkan skor warna yang cenderung semakin dan perubahan flavor, dehidrasi membentuk
meningkat dengan banyaknya pengulangan keton, atau bentuk radikal bebas yang berbentuk
penggorengan dibandingkan dengan baku dimer, trimer, alkohol, dan hidrokarbon.
(pembanding minyak segar) Skor yang lebih Penambahan minyak segar pada setiap 5
tinggi dari baku menunjukkan bahwa warna kali penggorengan, secara organoleptik kurang
minyak semakin kurang jernih, sedangkan skor dapat memperbaiki perubahan warna dan aroma
yang lebih rendah menunjukkan warna winyak minyak. Minyak segar yang ditambahkan
lebih jernih. sebanyak 100 ml ± 10 ml ( 10 %). Jumlah ini
Minyak goreng yang digunakan lebih kecil dari yang disarankan Choe and Min
dalam penelitian ini adalah minyak goreng curah 2007, yaitu 15% -20 %.
kualitas II. Warna minyak goreng mengalami Memperhatikan hasil analisis bilangan
perubahan setelah digunakan untuk menggoreng, peroksida minyak goreng segar menunjukkan
semakin banyak pengulangan penggorengan, kadar melebihi standar, sehingga minyak ini
warna minyak menjadi semakin tidak jernih dan mempunyai kualitas yang kurang baik. Kualitas
semakin lama semakin gelap. Pada penggorengan minyak dan jumlah volume yang ditambahkan
keduapuluh menunjukkan warna minyak dimungkinkan berpengaruh terhadap ketahanan
mendekati sangat kurang jernih. minyak oleh karena reaksi-reaksi yang selama
Hasil uji ANOVA terhadap warna penggorengan.
minyak menunjukkan ada pengaruh perlakuan
pengulangan penggorengan terhadap warna
(p=0,000<0,05). Hasil uji LSD menunjukkan Aroma Minyak Goreng
terdapat perbedaan pada setiap pasangan Hasil pengujian terhadap aroma minyak
perlakuan pengulangan penggorengan. menunjukkan rata-rata skor semakin meningkat
Perubahan warna minyak goreng selama dengan semakin banyak pengulangan
penggorengan disebabkan karena reaksi-reaksi penggorengan. Skor aroma semakin tinggi
yang terjadi selama penggorengan. Oksidasi akan menunjukkan aroma semakin tidak baik dibanding
membentuk karbonil volatil, asam-asam hidroksi, dengan baku (pembanding), demikian sebaliknya.
asam-asam keto dan asam-asam epoksi yang Hasil uji ANOVA terhadap aroma
memunculkan aroma yang tidak diharapkan dan minyak menunjukkan ada pengaruh nyata
warna minyak menjadi gelap (Negroni et al., perlakuan pengulangan penggorengan terhadap
2001). aroma minyak dengan nilai (p 0,000 > 0,05). Hasil
uji LSD menunjukkan beda nyata antar pasangan
perlakuan pengulangan penggorengan. Semakin
http://jurnal.unimus.ac.id 12
Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 Tahun 2010
banyak pengulangan penggorengan aroma minyak konsentrasi oksigen yang optimum (Warner,
semakin kurang baik. Aroma minyak yang kurang 2002). Level oksigen sangat berperan dalam
baik diakibatkan karena akumulasi pembentukan flavor yang diinginkan, namun pada
komponen-komponen hasil oksidasi maupun proses penggorengan dalam penelitian ini tidak
hidrolisis. Hasil analisis terhadap bilangan ada pengaturan, karena sistem penggorengan yang
peroksida cenderung meningkat, dengan semakin digunakan “deep fat frying”. Kontak langsung
banyak pengulangan penggoregan. Hal tersebut antara permukaan minyak dan bahan yang
merupakan indikator minyak telah mengalami digoreng dengan oksigen terjadi sepanjang proses
oksidasi dan hidrolisis selama penggorengan. penggorengan, level oksigen dapat diatur pada
Bilangan peroksida pada batas tertentu akan sistem penggorengan vakum.
memberikan aroma yang tidak dikehendaki.
Ketaren (1986) menyatakan terjadinya KESIMPULAN DAN SARAN
oksidasi mengakibatkan bau tengik pada minyak Penggunaan suhu tinggi selama
dan lemak. Oksidasi dimulai dari pembentukan penggorengan menyebabkan turunnya kualitas
peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya minyak goreng curah. Semakin banyak
ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan pengulangan penggorengan bilangan peroksida
konversi hidroperoksid menjadi aldehid dan keton semakin meningkat. Secara organoleptik tempe
serta asam-asam lemak bebas. Aldehid berperan goreng dan minyak goreng curah menunjukkan
dalam pembentukan ketengikan, termasuk parameter organoleptik warna, rasa, aroma
malonaldehid yang dapat diuji sebagai kadar mempunyai nilai yang semakin tidak baik.
TBA. Penambahan minyak segar selama
Peroksida dapat mempercepat proses pengulangan penggorengan (penggorengan ke 5)
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak tidak banyak memberikan sumbangan terhadap
dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah ketahanan mutu minyak goreng. Disarankan
peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak pengulangan penggorengan dilakukan maksimum
akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau 5 kali.
yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida
merupakan indikator bahwa minyak akan berbau DAFTAR PUSTAKA
tengik (Ketaren 1986). Menurut Raharjo (2004)
kerusakan aroma minyak kedelai akibat Aidos, I., Padt, A.F.D.,Remko, B.M., and Luten,
autooksidasi baru mulai terdeteksi secara inderawi JB. 2001. Upgrading of Maatjes herring
by-products: production of crude fish oil.
ketika angka peroksidanya mencapai 10 atau Journal Agriculture and Food Chemistry
lebih. Vol.49 No. 8:3697-3704.
Oksidasi akan membentuk karbonil Alyas, S.A., Abdullah, A., Idris, N.A. 2006.
volatil, asam-asam hidroksi, asam-asam keto dan Change of -Carotene Content During
asam-asam epoksi yang memunculkan aroma Heating of Red Palm Olein. Journal of Oil
yang tidak diharapkan dan warna minyak menjadi Research (Special Issue-April 2009), p.99-
120.
gelap. Komponen karbonil yang terbentuk selama
Aminah, S., dan Isworo T.J. 2009. Praktek
penggorengan dapat bereaksi dengan asam amino,
Penggorengan dan Mutu Minyak Goreng
amin, dan protein menghasilkan flavor yang Sisa pada Rumah Tangga Rt.05 Rw. III
diinginkan (nutyy) (Negroni et al., 2001). Tipe Kedungmundu Tembalang Semarang.
flavor gorengan yang diinginkan, dihasilkan pada Laporan penelitian Internal UNIMUS
Tahun 2009.
http://jurnal.unimus.ac.id 13
Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 Tahun 2010
Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari N., Neilsen, S. 1996. Intruduction to The Analysis Of
Sedarnawati, dan Budiyanto. 1989. Food. Jones and Bartlett Publisher.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Boston, London.
IPB Press. Bogor.
Prasetyawan, E.A. 2007. Uji Kualitas Minyak
Boskou, D., Salta, FN, Chiou, A., Troullidou, E., Goreng Pada Para Penjual Gorengan di
and Adrikopoulos, NK. 2006. Conten of lingkungan Kampus Universitas Jember.
trans, trans-2,4 decadienal in deep-fried http://digilib.unej.ac.id. Diakses 13
and pan-fried. Journal Lipid Science Nopember 2008,
Technology 108: 109-15. Raharjo, S. 2008. Melindungi Kerusakan Oksidasi
pada Minyak Selama Penggorengan
Chatzilazarou, A., Gartzi O., Lalas, S., Zoidis, E., dengan Antioksidan. Foodreview
and Tsaknis, J. 2006. Physicochemical Indonesia Vol.III. No.4. April 2008.
Changes Of Olive Oil and Selected
VegeTabel Oil During Frying. Journal Raharjo, S., 2006. Kerusakan Oksidatif pada
Food Lipids 13: 27-35. Makanan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Choe, E., And Min, B.D. 2007. Chemistry of
Deep-Fat Frying Oils. Journal Of Food Warner, K. 2002. Cemistry of Frying Oils. U.S.
Science Vol.72, Nr.5, 2007. Institute Of Departemen of Agriculture, Peoria, Illinois
Food Technologists. dalam Akoh C.C., Min B.D., ed. 2002.
Food Lipids: Chemistry, Nutrition, and
deMan, M.J, 1999. Principles of Food Chemistry. Biotechnology. 2nd Ed. Marcell Dekker.
Third Edition. Aspen Publicher, Inc. Inc. New York.
Gaithersburg, Maryland.
Winarno, F.G. 1999. Minyak Goreng Dalam
Ericson, M.C., 2002 Lipid Oxidation of Muscle Menu Masyarakat. Pusbangtepa
Foods dalam Akoh.C.C., and Min.B.D. IPB.Bogor.
2002. Food Lipid: Chemistry, Nutrition,
and Biotechnology. 2nd Ed. Marcel Warner, K. 2002. Cemistry of Frying Oils. U.S.
Dekker Inc. New York-Basel. Departemen of Agriculture, Peoria, Illinois
dalam Akoh C.C., Min B.D., ed. 2002.
Galeone, C., Talamini R., Levi F., Pelucchi C., Food Lipids: Chemistry, Nutrition, and
Negri E., Glacosa A., Montnella M., Biotechnology. 2nd Ed. Marcell Dekker.
Franceschi S., and Vecchic, 2006. Fried Inc. New York.
Foods, olive oil and colorectal cancer. Eur
Soc Med Onc 13:689-92. Yoon, Y., and Choe, E. 2007. Oxidation of Corn
Oil During Frying of Soy-Flour-Added
Ketaren.S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak Flour Dough. Journal of Food Science.
dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta. Vol 72, Nr.6, Institut of Food
Technologists.
Negroni, M., D’Agustina, A., and Arnoldi, A.
2001. Effects of olive oil, canola, and
sunflower oils on the formation of
volatiles from the Maillard reaction of
lysinewith xylose and glucose. J Agric
Food Chem49:439–45.

http://jurnal.unimus.ac.id 14

Anda mungkin juga menyukai