Anda di halaman 1dari 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/341776053

Uji Kualitas Minyak Goreng Bekas Pakai Dengan Penentuan Bilangan


Asam, Bilangan Peroksida Dan Kadar Air

Conference Paper · November 2019

CITATION
READS
1
14,196

2 authors, including:

Dimas Frananta Simatupang


Politeknik Teknologi Kimia Industri
29 PUBLICATIONS 33 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Dimas Frananta Simatupang on 31 May 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641

UJI KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS PAKAI DENGAN


PENENTUAN BILANGAN ASAM, BILANGAN PEROKSIDA
DAN KADAR AIR

Jenny Tarigan1, Dimas Frananta Simatupang2

1,2
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan

ABSTRAK

Minyak goreng bekas pakai atau sering disebut dengan minyak jelantah merupakan minyak
goreng dengan pemakaian berulang yang banyak dipakai pada pedagang lokal untuk menghemat
biaya pengeluaran tetapi berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi secara terus menerus.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas minyak goreng bekas pakai dengan penentuan
bilangan asam menggunakan metode titrasi basa, bilangan peroksida menggunakan metode
iodometri dan kadar air menggunakan metode gravimetri. Sampel minyak goreng bekas pakai
berwarna coklat diperoleh dari pedagang lokal dengan minyak standar menggunakan minyak
dari kemasan baru. Pengujian minyak dilakukan dengan triplo dengan rujukan pada SNI
3741:2013 untuk syarat mutu minyak goreng. Hasil pengujian minyak goreng bekas pakai
terhadap bilangan asam, bilangan peroksida dan kadar air berturut-turut 1,067±0.081 mg KOH/g,
46,93±0.067 mek O2/kg dan 0,777±0.025 %b/b dan tidak memenuhi standar mutu minyak
goreng.
Kata kunci: minyak goreng bekas pakai, bilangan asam, bilangan peroksida, kadar air, titrasi

PENDAHULUAN
Kualitas minyak goreng yang telah menurun ditandai dengan pecahnya trigliserida menjadi
komponen volatil dan non volatil yang larut dalam minyak, dan akan mempengaruhi bau dan cita rasa
makanan yang digoreng dalam minyak tersebut (Yates and Caldwell, 1992). Selama penggorengan,
minyak akan meng-alami oksidasi menjadi senyawa antara peroksida yang tidak stabil (Blumenthal,
1986; Choe & Min, 2007). Selain itu, kadar air yang ada pada bahan akan meng-hidrolisis minyak goreng
menghasilkan asam lemak bebas (Budiyanto 1986; Kataren, 1986; Winarno, 1997). Penggorengan lebih
lanjut akan merubah sebagian peroksida dan asam lemak bebas dengan rantai karbon yang pendek
menjadi berbagai senyawa Volatile Decomposition Products (VDP), sedangkan beberapa senyawa
peroksida yang lain bereaksi mengalami reaksi menjadi senyawa kon-jugasi dan polimer atau menjadi
senyawa Non Volatile Decomposition Products (NVDP) (Blumenthal, 1986; Budiyanto, 1986).
Terbentuknya VDP dan NVDP selama penggorengan menyebabkan terja-dinya perubahan fisik dan
kimia pada minyak goreng dan makanan gorengan (Choe & Min, 2007). Senyawa VDP meru-pakan
komponen yang mudah menguap sehingga komponen ini berpengaruh terha-dap titik asap minyak
goreng. Sementara itu NVDP komponen non-volatile yang mengandung senyawa konjugasi akan tetap
berada dalam minyak goring.
Minyak goreng yang berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah adalah minyak
limbah yang berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak
samin dan sebagainya yang merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya,
dapat digunakan lagi untuk keperluan lainnya, akan tetapi ditinjau dari komposisi kimianya, minyak
jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses
penggorengan (Ketaren, 2005).
Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180°C)
disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya
reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Minyak
goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan
kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang. Produk reaksi degradasi
yang terdapat dalam minyak ini juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan
menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan (Yustinah, 2011).

6 Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of


ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641
Minyak merupakan bahan cair dikarenakan rendahya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya
kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-
atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno, 1995). Minyak nabati pada
umumnya sebagian besar mengandung asam palmitat, asam sterat, asam oleat, dan asam linoleat, kecuali
minyak kelapa dan minyak kelapa sawit yang banyak mengandung asam lemak-jenuh rantai sedang (C8–
C14) (Almatsier, 2009).
Sebagian besar lemak dan minyak dalam alam terdiri dari atas 98-99% trigliserida. Trigliserida
adalah ester gliserol, suatu alkohol trihidrat dan asam lemak yang tepatnya disebut triasilgliserol. Bila
ketiga asam lemak di dalam asam trigliserida adalah asam lemak yang sama dinamakan trigliserida
sederhana; bila berbeda dinamakan trigliserida campuran. Contoh trigliserida sederhana adalah lemak
tristerin (Almatseir, 2009).
Reaksi oksidasi disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak.
Otooksidasi dimulai dengan pembentkan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
dapat mempercepat reaksi, seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hiperoksida, logam-logam berat
seperti Cu, Fe, Co, Mn, dan logam porfirin (Winarno, 1995). Proses ketengikan yaitu jika lemak
bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu lama yang menyebabkan terjadi perubahan. Proses
ketengikan terjadi jika oksigen terikat pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida aktif, senyawa ini
sangat reaktif dan dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-asam lemak, aldehida-aldehida
dan keton yang bersifat volatill yang mudah menguap, menimbulkan bau tengik pada lemak dan potensial
bersifat toksik. Reaksi ini terjadi perlahan pada suhu menggoreng normal dan di percepat oleh adanya
besi dan tembaga yang biasa ada di dalam makanan (Almatsier, 2009).
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa minyak goreng bekas tidak baik untuk dikonsumsi lagi
karena akan berdampak pada kesehatan manusia. Pemanfaatan minyak goreng bekas secara baik dan
benar akan memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Terjadinya pengurangan
pencemaran lingkungan akan berakibat pada peningkatan kualitas hidup manusia. Berdasarkan hal di atas
perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik minyak goreng bekas agar diketahui kualitas minyak
goreng bekas tersebut sehingga pemanfaatannya tidak untuk dikonsumsi lagi melainkan diolah menjadi
produk-produk non pangan seperti halnya biodiesel, sabun cair dan lilin.
Penelitian ini mengacu pada SNI minyak goreng sawit tahun 2013 seperti terlihat pada Tabel 1.
Dengan diketahui karakteristik dari minyak goreng bekas tersebut selanjutnya bisa dikelola menjadi
produk-produk turunannya dengan pemberian perlakuan pendahuluan yang tepat terhadap minyak goreng
bekas. Sehingga minyak goreng bekas bisa dimanfaatkan dengan tepat dan mampu memberikan nilai
ekonomis.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Oleokimia, Politeknik Teknologi Kimia Industri, Medan.
Bahan yang digunakan adalah minyak goreng bekas.
Uji kualitas yang akan dilakukan pada ketiga macam minyak goreng tersebut meliputi penetapan
bilangan peroksida, bilangan asam, kadar asam lemak bebas serta penetapan kadar air. Masing-masing
penetapan dilakukan
Alat dan Bahan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Neraca Digital, Penangas air, Buret,
Alat- alat gelas, dan bahan yang digunakan yaitu Minyak goreng bekas pakai, Kloroform, Asam asetat
glasial, KI Jenuh, Akuades, Amilum 1%, Na2S2O3, NaOH, KOH, dan Indikator pp.
Prosedur Kerja
Penetapan Bilangan Peroksida
Minyak goreng sebanyak 5,00±0,05 g ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
250 ml bertutup. Selanjutnya, ke dalam labu ditambahkan 12 ml kloroform dan 18 ml asam asetat glasial.
Larutan digoyang-goyangkan sampai bahan terlarut semua.
Setelah semua bahan tercampur, ditambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI. Selama 1 menit campuran
larutan didiamkan sambil tetap digoyang, selanjutnya ditambahkan 30 ml akuades. Berikutnya, ke dalam
campuran larutan ditambahkan 0,5 ml amilum 1% dan segera dititrasi dengan Na 2S2O3 0,1000 N hingga
larutan berubah warna dari biru sampai dengan warna biru mulai menghilang. Penetapan dilakukan
dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Bilangan peroksida dinyatakan dalam mg-equivalen peroksida
dalam setiap 100 g sampel.

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of 7


ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas


Minyak goreng diaduk rata dan diusahakan dalam keadaan cair agar mudah diambil. Sampel
ditimbang sebanyak 28,2 ± 0,2 g dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Ke dalam sampel
ditambahkan 50 ml alkohol netral panas dan 2 ml indikator fenolftalein (PP) lalu segera dititrasi
menggunakan NaOH 0,100 N sampai terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah jambu
yang tidak hilang selama 30 detik. Asam lemak bebas dinyatakan dalam persen Asam lemak bebas
(ALB) yang dihitung menggunakan persamaan berikut:

Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan 1 gram sampel.
Bilangan Asam dihitung dari nilai % asam lemak bebas menggunakan persamaan:

Penetapan Kadar Air


Cawan porselen yang bersih dipanaskan dalam oven dengan suhu 105°C selama 30 menit,
kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang hingga diperoleh bobot konstan cawan kosong-
kering. Sampel minyak goreng ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan tersebut, kemudian dipanaskan
dalam oven bersuhu 105°C selama 4 jam. Sampel didinginkan dalam desikator selama lebih kurang 15
menit dan ditimbang kembali. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan (selisih
penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam
minyak. Penetapan kadar air dilakukan dalam ulangan tiga kali.

Keterangan: X : Cawan ada minyak


Y : Cawan kering
Z : sampel basah

Analisis kualitas minyak secara kimiawi dilakukan dengan menguji bilangan peroksida, bilangan
asam serta kadar asam lemak bebas. Beberapa studi menyebutkan dikeringkan dalam oven bersuhu 100–
105°C.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penentuan bilangan asam menggunakan dua jenis sampel yang berbeda yaitu minyak goreng bekas
pakai yang berwarna cokelat keruh dan minyak goreng kemasan yang diperoleh dari swalayan yang
berwarna kuning jernih. Kedua minyak ini telah dibandingkan nilai mutunya berdasarkan penentuan
bilangan asam menggunakan metode titrasi alkali NaOH/KOH sebanyak tiga kali pengulangan. Hasil
kadar ALB dan bilangan asam pada minyak goreng bekas pakai dan minyak goreng kemasan baru
ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Berdasarkan kedua tabel menunjukkan bahwa sampel minyak goreng bekas pakai tidak memenuhi
syarat kelayakan untuk pemakaian atau dikonsumsi karena nilai persen asam lemak bebas dan bilangan
asamnya tidak memenuhi standar mutu minyak goreng. Sebagai perbandingan, minyak goreng kemasan
baru digunakan dan hasil uji menunjukkan bahwa minyak goreng kemasan baru memenuhi standar mutu
minyak goreng yaitu untuk % asam lemak bebas maksimum 0,274 dan bilangan asam maksimum 0,6.
Minyak dengan kualitas tinggi memiliki asam lemak bebas rendah atau bilangan asam rendah.
Trigliserida, karena adanya air, terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Tingginya bilangan
asam ini artinya setara dengan tinggi pula kadar asam lemak bebasnya. Trigliserida yang terkandung di
dalam sudah banyak yang terurai menjadi asam lemak bebasnya akibat reaksi hidrolisa. Hal ini bisa
terjadi pada proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dan berulang-ulang (Suroso, 2013).

8 Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of


ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641
Asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA) adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa
lemak. Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya dibawah 1%. Lemak dengan
kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa pada permukaan lidah dan tidak
berbau tengik. Pengaruh kadar asam lemak bebas yang tinggi terhadap mutu produksi minyak akan dapat
menimbulkan ketengikan pada minyak dan meningkatnya kadar kolestrol dalam minyak.
Penentuan bilangan peroksida juga menggunakan dua jenis sampel yang sama dengan penentuan
bilangan asam dan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Hasil bilangan peroksida pada minyak
goreng bekas pakai dan minyak goreng kemasan baru ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 1. Kadar asam lemak bebas sampel minyak goreng bekas pakai dan minyak goreng kemasan baru
Kadar Asam Lemak Bebas (%ALB)
Pengulangan Minyak goreng Minyak kemasan
bekas pakai baru SNI 3741:2013
1 0,448 0,025
2 0,494 0,027
Maks. 0,274
3 0,521 0,03
Rata-rata 0,488 0,223

Tabel 2. Bilangan asam sampel minyak goreng bekas pakai dan minyak goreng kemasan baru
Bilangan asam (mg KOH/g)
Pengulangan Minyak goreng Minyak kemasan
bekas pakai baru SNI 3741:2013
1 0,98 0,055
2 1,08 0,059
Maks. 0,6
3 1,14 0,066
Rata-rata 1,067 0,060

Tabel 3. Bilangan peroksida minyak goreng bekas pakai dan minyak goreng kemasan baru
Bilangan peroksida (mg O2/100 g)
Pengulangan Minyak goreng Minyak kemasan
bekas pakai baru SNI 3741:2013
1 4,98 1,05
2 4,89 0,98
Maks. 1
3 5,02 0,89
Rata-rata 4,963 0,973

Tabel 4. Kadar air minyak goreng bekas pakai dan minyak goreng kemasan baru
Kadar air (% b/b)
Pengulangan Minyak goreng Minyak kemasan
SNI 3741:2013
bekas pakai baru
1 0,8 0,11
2 0,78 0,098
Maks. 0,15
3 0,75 0,095
Rata-rata 0,777 0,101
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa sampel minyak goreng bekas pakai tidak memenuhi syarat
kelayakan untuk pemakaian atau dikonsumsi karena nilai bilangan peroksida tidak memenuhi standar
mutu minyak goreng. Sebagai perbandingan, minyak goreng kemasan baru digunakan dan hasil uji
menunjukkan bahwa minyak goreng kemasan baru memenuhi standar mutu minyak goreng yaitu untuk
bilangan peroksida maksimum 1 mg O2/100 g. Proses oksidasi minyak berpengaruh terhadap mutu
produk makanan yang dihasilkan. Kerusakan minyak dikarenakan adanya reaksi yang melibatkan oksigen
yang dikenal dengan ketengikan.

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of 9


ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641
Uji analisa mutu minyak selanjutnya adalah menentukan kadar air yang terkandung pada dua jenis
sampel yang sama dengan penentuan bilangan asam dan bilangan peroksida. Penentukan kadar air ini
juga dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Hasil penentuan kadar air dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukkan bahwa sampel minyak goreng bekas pakai tidak memenuhi
syarat kelayakan untuk pemakaian atau dikonsumsi karena nilai kadar air tidak memenuhi standar mutu
minyak goreng. Sebagai perbandingan, minyak goreng kemasan baru digunakan dan hasil uji
menunjukkan bahwa minyak goreng kemasan baru memenuhi standar mutu minyak goreng yaitu untuk
kadar air maksimum 0,15 % b/b.
saat pertama proses oksidasi, akan terbentuk senyawa peroksida yang merupakan senyawa labil dan
mudah bereaksi lebih lanjut. Selanjutnya terbentuk senyawa keton dan aldehid yang menyebabkan bau
dan cita rasa tengik pada minyak sehingga menjadi pertanda minyak telah rusak.

KESIMPULAN
Sampel minyak goreng bekas pakai telah berhasil dilakukan pengujian terhadap mutu/kualitasnya
berdasarkan standar mutu minyak goreng SNI 3741:2013. Penelitian ini menggunakan perbandingan dua
sampel minyak goreng yaitu minyak goreng kemasan baru yang diperoleh dari mini market dan minyak
goreng bekas pakai yang diperoleh dari pedagang lokal sekitaran lingkungan PTKI Medan. Kedua sampel
ini diberi perlakuan yang sama yaitu diuji dengan penentuan bilangan asam, bilangan peroksida dan kadar
airnya. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan (triplo). Menurut standar mutu minyak
goreng SNI 3741:2013, nilai maksimum bilangan asam, bilangan peroksida dan kadar air berturut-turut
sebesar 0,6 mg KOH/g, 1 mek O 2/kg dan 0,15 %b/b Hasil pengujian menunjukkan bahwa minyak goreng
bekas pakai tidak memenuhi standar mutu minyak goreng SNI 3741:2013 dikarenakan bilangan asam,
bilangan peroksida dan kadar airnya melebihi batas maksimum yaitu berturut-turut sebesar 1,067±0.081
mg KOH/g, 46,93±0.067 mek O2/kg dan 0,777±0.025 %b/b sedangkan sampel minyak goreng kemasan
baru memenuhi standar mutu yaitu berturut-turut sebesar 0,06 mg KOH/g, 0,973 mek O2/kg dan 0,101
%b/b. Minyak goreng bekas pakai ini sudah tidak layak untuk digunakan kembali ataupun dikonsumsi
karena akan berdampak negatif bagi kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 50-74.
Blumenthal, M.M. 1996. Frying Technology. Di dalam: Bailey’s Industrial Oil and Fat Technology;
Edible Oil and Fat Product: Product and Application Technology (4th ed., Vol 3). Wiley-
Interscience Publication. New York.
Choe, E and D.B. Min. 2007. Chemitry of Deep-Fat Frying oils. Journal of Food Science. Institute of
Food Technologiests. 72(5): 1 – 10
Gunawan, Mudji TMA, Rahayu A. Analisis pangan: Penentuan angka peroksida dan asam lemak bebas
pada minyak kedelai dengan variasi menggoreng. Jurnal Sains dan Kimia Aplikasi 2003; 6(3): 1-
6
Ketaren. 1986. “Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan”, Edisi 1, Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi; Minyak dan Lemak Pangan Jakarta, UI-Press
NW, Tri Dewanti W, Kuntanti. Studi tingkat kerusakan dan keamanan pangan minyak goreng bekas
(Kajian dari perbedaan jenis minyak goreng dan bahan pangan yang digoreng). Laporan
Penelitian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang; 2001
Siti A. Bilangan peroksida minyak goreng curah dan sifat organoleptik tempe pada pengulangan
penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi 2010; 1(1): 7-14.
Suroso, A.S. 2013. Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai Ditinjau dari Bilangan Peroksida, Bilangan
Asam dan Kadar Air. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 3(2):77-88
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yustinah. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari Sabut Kelapa. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta
Zahra SL, Dwiloka B, Mulyani S. Pengaruh penggunaan minyak goreng berulang terhadap perubahan
nilai gizi dan mutu hedonik pada ayam goreng. Animal Agricultural Journal 2013; 2(1): 253-260.

1 Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of

View publication

Anda mungkin juga menyukai