Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN

ACARA LEMAK
PERUBAHAN KUALITAS PADA SAMPEL KERUPUK YANG DIGORENG
DENGAN MINYAK BARU, JELANTAH AYAM, JELANTAH BATAGOR,
DAN TENGIK YANG DINYATAKAN DALAM ANGKA PEROKSIDA,
ANGKA IODIN, DAN ANGKA ASAM

Oleh:
Nama : Mutiara Kaulika Ardhinta

NIM : 22/498277/TP/13503

Hari, tanggal praktikum : Kamis-Jumat, 31 Agustus –1


September 2023

Asisten : Bella Febrina

Clara Patricia

LABORATORIUM PANGAN DAN GIZI


DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL
PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2023
ACARA LEMAK
PERUBAHAN KUALITAS PADA SAMPEL KERUPUK YANG DIGORENG
DENGAN MINYAK BARU, JELANTAH AYAM, JELANTAH BATAGOR,
DAN TENGIK YANG DINYATAKAN DALAM ANGKA PEROKSIDA,
ANGKA IODIN, DAN ANGKA ASAM

I. TUJUAN
1. Mengetahui normalitas larutan Na2S2O3 yang sebenarnya melalui
standardisasi.
2. Mengetahui banyaknya iodin yang dapat mengadisi sampel kerupuk yang
telah digoreng melalui pengujian angka iod.
3. Mengetahui konsentrasi peroksida yang ada pada sampel kerupuk yang telah
digoreng melalui pengujian angka peroksida.
4. Mengetahui normalitas larutan KOH yang sebenarnya melalui standardisasi.
5. Mengetahui banyaknya asam lemak bebas pada sampel kerupuk yang telah
digoreng melalui pengujian angka asam.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan yang
bahan utamanya adalah pati. Semakin banyak kadar air yang tidak teruapkan, maka
semakin mengurangi keporosan kerupuk sehingga kerenyahan menurun (Rosiani
dkk,2015).

Minyak baru adalah minyak yang belum pernah dipakai dan masih baru sehingga
belum mengalami pemanasan dan belum mengalami oksidasi sehingga nilai angka
peroksidanya terkecil dibandingkan dengan minyak tengik/lama atau minyak jelantah.
Selanjutnya, minyak jelantah ialah minyak yang sudah digunakan berulang kali
sehingga menyebabkan terjadinya polimerisasi yang nanti akan menyebabkan
kekentalan (viscous) pada minyak lebih besar dan hal ini menunjukkan juga bahwa
minyak tersebut sudah buruk kualitasnya (Ketaren, 2008).

Minyak tengik/lama adalah minyak goreng yang sudah rusak dan hal ini ditandai
dengan adanya cita ras dan bau tidak sedap. Bau tengik berasal dari proses peruraian
minyak karena rembesan air (hidrolisis) dan kerusakan minyak karena adanya oksigen
(oksidasi). Selain itu, akan terbentuk senyawa baru yang bukan merupakan molekul
minyak (triasilgliserol) sehingga memberikan cita rasa dan bau yang menyimpang.
(Mutholib, dkk., 2016).
Minyak jelantah adalah minyak goreng yang digunakan secara berulang kali (≥2
kali) tanpa penambahan minyak yang baru. Minyak goreng digunakan berulang kali
(minyak jelantah) akan mengalami oksidasi. Hal ini bisa menyebabkan iritasi saluran
pencernaan, diare dan kanker. Minyak jelantah merupakan senyawa berupa limbah
yang mengandung karsinogenik dengan bilangan asam dan peroksida yang tinggi.
(Sumekar dkk,2016)

Penggorengan adalah salah satu proses memasak bahan pangan secara cepat dan
praktis, dengan menggunakan media minyak atau lemak panas. Penggorengan
dilakukan dengan mencelupkan bahan pangan ke dalam minyak panas (deep frying)
(Rossell, 2001). Penggorengan bertujuan untuk membuat bahan pangan menjadi masak
dan siap dikonsumsi. Selain itu, juga bertujuan untuk memberi warna yang lebih
merata, penguat tekstur bahan pangan, mengembangkan citarasa, dan pemberi aroma
pada bahan pangan (Perkins dan Erickson, 1996).

Selama penggorengan terjadi hidrolisis, oksidasi, dan dekomposisis minyak yang


dipengaruhi oleh bahan pangan dan kondisi penggorengan (Chatzilazarou, dkk, 2006).
Salah satu fenomena yang dihadapi dalam proses penggorengan adalah menurunnya
kualitas minyak setelah digunakan untuk menggoreng secara berulang pada suhu yang
relative tinggi (berkisar 160-180oC). Paparan oksigen dan suhu tinggi pada minyak
goreng akan memicu terjadinya oksidasi. Menurut Yoon dan Choe (2007), parameter
terjadinya oksidasi seperti free fatty acid (FFA), komponen polar, asam konjugat
dienoat meningkat setiap pengulangan penggorengan selama 60 kali periode
penggorengan. Selain itu, proses oksidasi bisa menyebabkan meningkatnya kadar
kandungan asam lemak bebas. Proses pemanasan minyak goreng memengaruhi
kualitas minyak dan bisa dilihat dari nilai angka peroksidanya. Bilangan peroksida
yang rendah menandakan minyak memiliki kualitas/mutu yang baik dan belum
teroksidasi sementara bilangan peroksida yang tinggi menandakan minyak telah
teroksidasi ditandai dengan rasa yang berubah serta bau yang tengik. Bau tengik bisa
berasal dari senyawa aldehid yang merupakan pemecahan dari hidroperoksida.
Pemanasan minyak goreng juga menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon seperti
fenantren (Manurung, dkk., 2018).

Titrasi digolongkan menjadi 4 kelompok besar jenis titrasi; titrasi reaksi asam basa,
reaksi reduksi oksidasi, reaksi pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks. Titrasi
asam basa merupakan jenis titrasi yang paling sederhana dan umum, dimana prinsip
reaksi netralisasi digunakan dalam metodenya. Titrasi sebagai larutan yang
konsentrasinya diketahui bereaksi dengan analit yang konsentrasinya tidak diketahui
hingga pH larutan benar-benar netral. Prinsip ini memungkinkan jumlah analit yang
bereaksi dengan titran dapat ditentukan sehingga konsentrasinya dapat dihitung. Reaksi
redoks, atau oksidasi-reduksi, merupakan salah satu jenis reaksi kimia yang sering
terjadi. Reaksi ini dapat digunakan sebagai prinsip titrasi ketika suatu zat dapat
direduksi oleh zat pengoksidasi atau dioksidasi oleh zat pereduksi. Titrasi pengendapan
adalah jenis titrasi yang memungkinkan terjadinya reaksi pengendapan dalam proses
titrasi. Seperti halnya reaksi pengendapan pada umumnya, produk yang terbentuk pada
titrasi ini adalah endapan. Titrasi kompleks adalah kompleksometri yang metodenya
melibatkan titrasi ion logam dengan zat pengompleks atau ligan. Dalam titrasi
kompleksometri, terbentuk kompleks yang menunjukkan titik akhir titrasi.
(Mandriyastutik dan Maulida, 2021)

a) Standarisasi Na-tiosulfat 0,1 N


Tujuan dari standarisasi Na-thiosulfat adalah menentukan
normalitas sebenarnya dari larutan Na2S2O3 yang digunakan. Karena
normalitas mungkin saja berubah saat penyimpanan. Selanjutnya, prinsipnya
adalah titrasi reduksi oksidasi, yaitu pada suasana asam, kalium iodat (KIO3)
akan melepaskan iodin bebas lalu akan bereaksi dengan natrium thiosulfat Na2S2O3
sehingga dapat diketahui konsentrasi natrium thiosulfat dari jumlah natrium sulfat yang
dibutuhkan untuk bereaksi habis dengan iodin yang terlepas dari kalium iodida yang
telah diketahui nilai konsentrasinya. (Poedjiadi, 2006)
Adapun reaksi yang terjadi pada reaksi standardisasi Na2S2O3 dapat
digambarkan sebagai berikut:
KIO3 + 5 KI +6 HCl → 3 I2 + 6 KCl + 3 H2O
I2 + 2 Na2S2O3 → a NaI + Na2S4O6
(Kenkel, 2003)

b) Angka iod
Angka iod atau bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diserap oleh
100 gram minyak. Fungsi dari bilangan iod yaitu untuk menyatakan derajat
ketidakjenuhan dari sampel minyak atau lemak dimana semakin besar bilangan iodnya
maka derajat semakin tinggi tingkat ketidakjenuhannya. Selain itu, bilangan iod juga
dapat digunakan untuk menggolongkan minyak pengering dan minyak bukan
pengering. (Ketaren, 2005). Bilangan iod berfungsi sebagai penunjuk bentuk minyak
atau lemak. Lemak dengan bilangan iod tinggi biasanya berbentuk cair sedangkan
lemak dengan bilangan iod rendah berbentuk padat. Prinsip pengujian angka iod yaitu
reagen hanus akan mengadisi ikatan rangkap pada sampel minyak. Kelebihan iodium
kemudian ditentukan dengan titrasi iodometri dengan Na2S2O3. Reaksi ini baik
dilakukan pada ruangan gelap untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal yang
didorong oleh adanya cahaya.
Adapun mekanisme reaksi yang terjadi pada proses pengujian
ini yaitu:
Br2 + R1–CH=CH–R2 → R1–CHBr–CHBr – R2
Bromin sisa kemudian direduksi menjadi bromida oleh iodida.
Br2 + 2I- → I2 + 2Br-
Iodin yang terbentuk kemudian ditentukan jumlahnya dengan titrasi dengan larutan
Natrium thiosulfat.
I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62-

(Nugraheni, 2011).
c) Angka peroksida
Senyawa peroksida ialah senyawa yang mengandung ikatan (-O-) akan
membentuk radikal bebas secara spontan pada suhu kamar (20-25°C) dan hal ini akan
memacu reaksi dengan mekanisme dengan radikal bebas (Middleton dkk., 2000)
Mekanisme terbentuknya senyawa peroksida yaitu melalui beberapa tahapan
menurut Fennema (2017):
1. Inisiasi, yaitu pelepasan hidrogen menghasilkan radikal bebas yang
dinamakan alkil radikal. Radikal bebas tersebut distabilkan
dengan delokalisasi pada ikatan rangkap yang menghasilkan
pergeseran ikatan rangkap, dan dalam kasus asam lemak tak jenuh
ganda dengan pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi.
2. Propagasi adalah tahap dimana pembentukan radikal peroksi dengan penambahan
oksigen pada radikal alkil. Kombinasi radikal alkil dengan salah satu radikal pada
oksigen triplet menghasilkan pembentukan ikatan kovalen. Radikal lain pada
oksigen tetap bebas. Radikal yang dihasilkan dikenal sebagai radikal peroksil
(LOO•).

3. Terminasi adalah kombinasi dua radikal menjadi senyawa non radikal.


Dengan adanya oksigen, radikal bebas yang dominan adalah radikal
peroksil karena oksigen akan ditambahkan ke radikal alkil pada laju difusi
terbatas. Dalam lingkungan oksigen rendah (contoh minyak goreng), reaksi
terminasi dapat terjadi antara radikal alkil untuk membentuk dimer asam
lemak

(Fennema dkk,2008)
Angka peroksida adalah angka yang menunjukkan banyaknya kandungan
peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Angka peroksida
menunjukkan jumlah miliekuivalen peroksida dalam 1000 g minyak. Angka peroksida
digunakan sebagai indikator penurunan mutu minyak (Ketaren, 2005).
Prinsip penentuan angka peroksida yaitu melalui titrasi dengan larutan Na-
thiosulfat terhadap iodin bebas yang muncul akibat reaksi KI terhadap peroksida yang
tampak pada sampel.
Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
R-OOH + 2 KI + H2O → R-OH + I2 + KOH
I2 + 2 Na2S2O3 → 2 NaI + Na2S4O6

(Ketaren, 2005).

d) Standarisasi KOH 0,1 N


Tujuan dari standarisasi KOH 0,1 N adalah menentukan normalitas sebenarnya
dari larutan KOH 0,1 N yang digunakan. Karena normalitas mungkin saja berubah
saat penyimpanan (Poedjadi dan Supriyanti, 2006). Selanjutnya, prinsip pengujiannya
adalah adalah menggunakan titrasi asam basa. Titrasi asam basa merupakan penentuan
konsentrasi asam atau basa dengan menetralisir analit dengan asam ataubasa yang
telah diketahui konsentrasinya. Titrasi ini memberikan indikator fenolftalein (pp),
yang menunjukkan perubahan warna karena resonansi dari isomer elektron dan dapat
menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan dengan penambahan ion hidroksida
hingga larutan menjad warna merah muda (Poedjiadi, 2006). Selanjutnya, untuk reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
C2H2O4 + 2KOH → K2C2O4 + 2H2O
(Ketaren, 2008)

e) Angka asam
Angka asam adalah banyaknya asam yang dapat dinetralkan dengan basa.
Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat
dalam minyak. Penentuannya dapat dilakukan dengan metode titrasi. Asam lemak
yang lepas dari gliserol disebut sebagai asam lemak bebas (Rauf, 2015).
Kegunaan dari angka asam adalah untuk mengetahui kualitas atau mutu dari
suatu sampel minyak dimana semakin tinggi kadar angka asam yang terkandung dalam
minyak maka semakin tinggi juga kadar asam lemak bebasnya yang berarti semakin
rendah kualitas atau mutu suatu minyak (Ketaren, 2005).
Prinsip penentuan angka asam adalah sebagai berikut:
1. Reaksi antara asam lemak bebas yang terkandung di dalam sampel dengan
larutan alkali (KOH) dalam proses titrasi yang dibantu oleh indikator
fenolftalein (pp).
2. Titrasi dilakukan sampai sampel berubah menjadi warna merah muda (basa).
Teori mengatakan semakin banyak volume KOH yang terpakai, semakin
banyak asam lemak bebas
(Suroso,2013)

III. METODE PERCOBAAN


1. Standardisasi Na2S2O3
a. Alat
• Gelas beaker (3)
• Gelas ukur 50 mL (1)
• Erlenmeyer 250 mL (3)
• Pipet ukur (3)
• Propipet (1)
• Buret dan statif (1)
• Timbangan analit (1)
• Spatula (1)
b. Bahan
• Na2S2O3 0,1N (secukupnya)
• KIO3 (@100 mg)
• Akuades (@25mL)
• KI padat (@2 gr)
• HCl 2N (@10ml)
• Larutan amilum 1% (@2ml)
c. Cara Kerja
d. 150 mg KIO3

Masukan kedalam erlenmeyer

Larutkan dengan 25 mL akuades

Tambahkan 10 mL larutan Kl jenuh

Tambahkan 10 mL HCl 2 N
Titrasi sesegera mungkin dengan Na2S2O3 0,1 N hingga warna kuning
pucat

Tambahkan 2 mL larutan amilum 1%

Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang


Pengujian dilakukan sebanyak 3x ulangan
e. Fungsi perlakuan
• KIO3 ditambahkan untuk mengoksidasi Na2S2O3 dalam suasana asam
• Penambahan akuades untuk melarutkan KIO3 sampai didapatkan
konsentrasi yang diinginkan
• KI padat berfungsi sebagai sumber iod
• Penambahan HCl 0,2 N untuk menciptakan suasana asam karena
KIO3 dapat bereaksi dengan KI pada suasana asam
• Penitrasian harus dilakukan segera untuk mencegah I2 menguap
• Amilum 1% ditambahkan sebagai indikator warna titik akhir titrasi
2. Angka Iod
a. Alat
§ Erlenmeyer 250 mL (3)
§ Gelas beker (3)
§ Gelas ukur 50 mL (1)
§ Pipet ukur 10 mL (1)
§ Pipet ukur 1 mL (1)
§ Propipet (1)
§ Kompor listrik (1)
§ Timbangan analit (1)
§ Spatula (1)
§ Pipet tetes (1)
§ Buret dan statif (1)
§ Ruang gelap (1)
b. Bahan
§ Kerupuk minyak baru (1 g)
§ Kerupuk minyak lama/tengik (1 g)
§ Kerupuk minyak jelantah ayam (1 g)
§ Kerupuk minyak jelantah batagor (1 g)
§ Kloroform (@10 mL)
§ IBr dalam asam asetat glasial (@25 mL)
§ KI 15% (@10 mL)
§ Akuades panas (@50 mL)
§ Na2S2O3 (secukupnya)
§ Indikator amilum 1% (@2 mL)
c. Cara Kerja
1 gram kerupuk minyak baru/lama/jelantah ayam/ tambahkan 10 Ml kloroform ke
Jelantah batagor dalam Erlenmeyer kosong sebagai
blanko

Tambahkan 10 mL kloroform kedalam


Erlenmeyer

Tambahkan 10 mL kloroform kedalam erlenmeyer

Tambahkan 25 mL IBr dalam asam asetat glasial

Diamkan di dalam ruang gelap selama 30 menit sambil dilakukan


penggojogan setiap 10 menit sekali

Tambahkan 10 mL KI 15%

Penggojogan

Tambahkan 50 mL akuades panas

Titrasi dengan Na2S2O3 hingga warna memucat

Tambahkan 2 mL indikator amilum 1%

Titrasi dengan Na2S2O3 hingga warna biru menghilang


Pengujian dilakukan sebanyak 3x

d. Fungsi Perlakuan
§ Penambahan kloroform → sebagai pelarut lemak/minyak dalam
sampel
§ Penambahan IBr dalam asam asetat glasial → sebagai pemicu reaksi
adisi ikatan rangkap pada lemak/minyak dalam sampel oleh iodin
§ Pendiaman selama 30 menit → memberi waktu untuk bereaksi
§ Penggojokan setiap 10 menit → agar larutan tercampur merata
§ Penambahan KI 15% → mengikat kelebihan iodin pada IBr sehingga
terbentuk iodin bebas
§ Penambahan akuades panas → melepas iodin yang masih belum
terlepas
§ Penambahan amilum 1% → sebagai indikator perubahan warna tanda
selesainya proses titrasi
§ Penitrasian dengan Na2S2O3 → mengetahui volume titran untuk pada
akhirnya diketahui besarnya angka iod
3. Angka Peroksida
a. Alat
§ Erlenmeyer 250 mL (3)
§ Timbangan analit (1)
§ Pipet ukur dan Propipet (1)
§ Pipet tetes (1)
§ Gelas beaker (3)
§ Gelas ukur 50 mL (1)
§ Mikroburet dan statif (1)
§ Kertas saring (secukupnya)
§ Corong pipa (1)
§ Spatula (1)
b. Bahan
§ Kerupuk minyak baru (10 g)
§ Kerupuk minyak lama/tengik (10 g)
§ Kerupuk minyak jelantah ayam (10 g)
§ Kerupuk minyak jelantah batagor (10 g)
§ KI Jenuh (@ 0,5 mL)
§ Asetat : kloroform (3:2) (@ 30 mL)
§ Aquades (@ 30 mL)
§ Amilum 1% (@ 0,25 mL)
§ Na2S2O3 0,1 N (secukupnya)
c. Cara Kerja
10 gram kerupuk minyak baru/lama/ Pengambilan 30 mL asetat :
jelantah ayam/Jelantah batagor kloroform (3:2) ke dalam
erlenmeyer sebagai blanko

Pemasukan kedalam Erlenmeyer


d.

Tambahkan @30 mL asetat kloroform


Penggojogan secukupnya dan pendiaman selama 5 menit sambal di gojog

Saring sampel dengan kertas saring

Tambahkan @ 0,5 mL KI jenuh

Diamkan selama 1 menit kadang digojog, gojog gantian

Tambahkan @30 Ml akuades

Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N (sampai warna kuning pucat)

Penambahan @ 0,25 mL indikator amilum 1%

Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N (sampai warna biru hilang)


Pengujian dilakukan sebanyak 3x ulangan

e. Fungsi Perlakuan
§ Penambahan 30 mL asetat kloroform 3:2 → pelarut sampel dan
mengoksidasi KI sehingga dapat bereaksi dengan sampel, juga
memberi suasana asam
§ Penggojogan secukupnya → agar proses pelarutan sampel lebih baik
§ Penyaringan sampel → memudahkan pengamatan
§ Penambahan KI jenuh → membebaskan Iod agar nanti dapat
membentuk warna kuning
§ Pendiaman selama 1 menit → agar reaksi sempurna
§ Penambahan aquades → mengencerkan sampel
§ Penambahan indikator amilum 1% → indikator warna
§ Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna biru hilang → untuk
mengetahui jumlah peroksida dalam sampel secara kuantitatif
4. Standardisasi KOH 0,1 N
a. Alat
§ Gelas beaker (1)
§ Gelas ukur 50 mL (1)
§ Erlenmeyer 250 mL (3)
§ Buret dan statif (1)
§ Timbangan analit (1)
§ Spatula (1)
b. Bahan
§ KOH 0,1N (secukupnya)
§ Kristal asam oksalat (@100 mg)
§ Akuades (@25ml)
§ Indikator PP (@3 tetes)
c. Cara Kerja
100 mg kristal asam oksalat
I
Masukan kedalam erlenmeyer
n
Id
Larutkan dengan 25 mLni akuades
dIk
Tambahkan 3 tetes indicator
ina PP
tkd
Titrasi dengan KOH 0,1N hinggaaiowarna merah jambu
tkr
oaP dilakukan sebanyak 3x ulangan
Pengujian
rtP
d. Fungsi Perlakuan Po(
Pr@
§ Penambahan 25 ml aquades untuk (P3 melarutkan kristal asam oksalat
§ Penambahan 3 tetes indikator PP@ Pt untuk mengetahui titik akhir titrasi
3(e
§ Penitrasian dengan KOH 0.1 N untuk
t@t mengetahui volume titran
yang dibutuhkan yang digunakane3e dalam perhitungan normalitas
ts
5. Angka Asam e)
a. Alat st
)e
§ Erlenmeyer 250 mL (3) s
§ Gelas beker (1) )
§ Gelas ukur 200 mL (1)
§ Pendingin balik (1)
§ Pipet tetes (1)
§ Buret (1)
§ Statif (1)
b. Bahan
§ Kerupuk minyak baru (20 g)
§ Kerupuk minyak lama/tengik (20 g)
§ Kerupuk minyak jelantah ayam (20 g)
§ Kerupuk minyak jelantah batagor (20 g)
§ Alkohol 95 % (@50 mL)
§ Indikator PP (@3 tetes)
§ KOH 0,1 N (secukupnya)
§ Air (secukupnya)
c. Cara Kerja
20 gram kerupuk minyak baru/lama/jelantah ayam/jelantah batagor
I
Masukan kedalam erlenmeyer
n
dI
Tambahkan 50 mL alcohol
in 95%
kdI
Pemanasan hingga mendidih dengan
ain pendingin balik
tkId
filtrasi oani
rtdkI
Tambahkan 3 tetes indicator PPPoian(Phenolphthalein)
Prktd
Titrasi dengan KOH 0, standar (sampai(Paoi warna pink tidak hilang)
@Ptrk
3(Poa
Pengujian dilakukan sebanyak 3x pengulangan
t@ rP t
d. Fungsi Perlakuan e3P (o
§ Penambahan alkohol 95% sebagaitP @ rpelarut asam lemak bebas sehingga
e(3P
lebih mudah bereaksi dengan KOH. st@ tP
§ Pemanasan dengan pendingin balik )e 3e( untuk mengoptimalkan kelarutan
st@
asam lemak dalam alkohol. Pendingin
)e3 balik digunakan agar alkohol
tidak menguap. stt
e)
§ Penambahan indikator PP sebagai stindikator pH berwarna pink dalam
larutan basa. )e
s
§ Penitrasian dengan KOH 0,1 N standar ) untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terlarut.

IV. PEMBAHASAN
1. Standardisasi Na2S2O3 0,1 N

Tabel III.1 Standardisasi Na2S2O3 0,1 N


Pengulangan Berat (g) Vol Titran (mL) Normalitas (N) Rata-rata
1 0,1003 32,38 0,0868
2 0,1014 29,1 0,0977
3 0,1004 28,5 0,0988 0,0944

Rumus Perhitungan Standarisasi Na-thiosulfat


!"#$% '()* (,#$-)
N Na2S2O3 = /,/*123 4 5678-" %9%#$: (-7)
Berdasarkan data hasil percobaan dan perhitungan didapatkan
normalitas Na2S2O3 yang sebenarnya sebesar 0,0868N; 0, 0977N; dan
0,0988N dengan rata-rata normalitas Na2S2O3 yang sebenarnya adalah
0,0944N. Hasil tersebut kurang sesuai dengan normalitas yang tercantum pada
label yaitu sebesar 0.1 N dimana hasil perhitungan lebih kecil dari yang tertera
di label. Perbedaan tersebut dapat dipengaruh oleh umur simpan larutan, faktor
preparasi sampel yang kurang tepat, dan subjektivitas dalam menentukan titik
akhir titrasi.
2. Angka Iod
Tabel III.2 Minyak pada Sampel Kerupuk
Vol Vol
Pengula Berat blanko titrasi Angka iod (gr
Sampel ngan (g) (mL) (mL) iod/100 g) Rata-rata
Kerupuk 1 1,0036 64,5 16,1141
Goreng 2 1,0016 60,0000 21,5284 19,4910
Minyak Baru 3 1,0064 60,5000 20,8306
Kerupuk 1 1,0009 62,0000 19,1497
Goreng 2 1,005 63,0000 17,8796 19,0977
Minyak Lama 3 1,005 61,0000 20,2636
Kerupuk 1 1,0036 67,8000 12,1751
78
Goreng 2 1,0023 68,8000 10,9957 12,1928
Minyak
Jelantah Ayam 3 1,0007 66,8000 13,4075
Kerupuk 1 1,0015 65,0000 15,5498
Goreng 2 1,007 64,0000 16,6545
Minyak 15,5079
Jelantah 66,0000 14,3194
Batagor 3 1,0039

Rumus yang digunakan untuk perhitungan angka iod

(;<=)4 >4 ?@2,A


Angka Iod = B4 ?///
𝑥 100

B= Volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi blanko (mL)


S= Volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi sampel minyak (mL)
126,9 = berat molekul iodin
N = normalitas Na2S2O3 yang telah di standardisasi
W= Berat sampel (g)

Berdasarkan data hasil percobaan dan perhitungan didapatkan angka iod untuk
sampel kerupuk goreng minyak baru berturut-turut ulangan 1, 2, dan 3 adalah 16,1141g
iod/100 g; 21,5284g iod/100 g; dan 20,8306g iod/100 g dengan rata-rata angka iod
sebesar 19,4910g iod/100 g. Selanjutnya, pada sampel kerupuk goreng minyak lama
didapatkan angka iodnya berturut-turut ulangan 1, 2, dan 3 adalah 19,1497g iod/100 g;
17,8796g iod/100 g; dan 20,2636g iod/100 g dengan rata-rata angka iod sebesar
19,0977g iod/100 g. Lalu untuk sampel kerupuk goreng minyak jelantah ayam
didapatkan angka iod berturut-turut ulangan 1, 2, dan 3 sebesar 12,1751g iod/100 g;
10,9957g iod/100 g; dan 13,4075 g iod/100 g dengan rata-rata angka iod sebesar
12,1928g iod/100 g. Bila diurutkan dari yang tertinggi nilai angka iodnya yang terkecil
akan mendapatkan hasil seperti berikut:
Sampel kerupuk goreng minyak baru> kerupuk goreng minyak lama>kerupuk
goreng minyak jelantah batagor>kerupuk goreng minyak jelantah ayam. Urutan yang
didapatkan dari percobaan sudah sesuai dengan teori. Angka iod menyatakan derajat
ketidakjenuhan dari sampel minyak atau lemak dimana semakin besar bilangan iodnya
maka derajat semakin tinggi tingkat ketidakjenuhannya (Ketaren, 2005). Minyak baru
memiliki urutan tertinggi angka iodnya karena belum terkontaminasi dan teroksidasi.
Minyak lama sudah mengalami fotooksidasi dan autooksidasi sedangkan minyak
jelantah sudah mengalami oksidasi, fotooksidasi, dan hidrolisis. Kerupuk minyak
goreng jentah ayam memiliki urutan angka iod terkecil karena jelantah ayam memiliki
kandungan lemak ayam yang saturated.
Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi tingkat ketidakjenuhan pada minyak
maka semakin baik bagi tubuh(aman dikomsumsi) karena lemak tak jenuh menurunkan
kadar LDL(lipid buruk) dan kolesterol dalam darah serta menjaga kadar HDL(lipid
baik) (Jenkins, dkk., 2010). Sementara bila angka iod semakin rendah maka mutu
minyak rendah karena meningkatkan LDL dan kolesterol tadi. Iodine value digunakan
untuk mengetahui jumlah asam lemak tak jenuh pada minyak dan lemak. Waktu
penggunaan minyak goreng yang lama akan memengaruhi nilai angka iod yaitu
semakin kecil. Penurunan tersebut terjadi karena konsumsi ikatan rangkap melalui
proses oksidasi dan polimerisasi
Minyak yang telah disimpan selama beberapa waktu atau dalam jangka waktu
tertentu dapat rusak karena cahaya, air, dan hidrolisis autokatalitik oleh
mikroorganisme lipotik dan kadar air. Minyak akan mengalami oksidasi jika
penyimpanan yang tidak tepat sehingga ikatan rangkap pada minyak akan berkurang.
Sementara untuk minyak jelantah telah mengalami pemanasan berkali- kali dengan
suhu tinggi. Hal ini akan mengakibatkan kemungkinan terjadinya polimerisasi asam
lemak tak jenuh. Peristiwa tersebut membuat komposisi medium minyak akan berubah
(Frank, dkk., 2011).
3. Angka Peroksida
Tabel III.3 Minyak pada Sampel Kerupuk
Peng
Vol titrasi Angka Peroksida
Sampel ulan Berat (gram) Rata-rata
(ml) (meq/kg sampel)
gan
Kerupuk 1 10,0012 0,40 3,7755
Goreng 2 10,0012 0,20 1,8878 2,3597
Minyak Baru 3 10,0007 0,15 1,4159
Kerupuk 1 10,0063 0,30 2,8302
Goreng 2 10,0012 0,25 2,3597 2,8313
Minyak Lama 3 10,0000 0,35 3,3040
Kerupuk 1 10,0037 0,15 1,4155
Goreng 2 10,0050 0,30 2,8306 2,1232
Minyak
Jelantah Ayam 3 10,0015 0,23 2,1237
Kerupuk 1 10,0021 0,55 5,1909
Goreng 2 10,0014 0,50 4,7193
Minyak 4,0900
Jelantah 3 2,3596
Batagor 10,0016 0,25
Rumus yang digunakan untuk perhitungan angka peroksida
%9%#$C9 C$-D"7 4 > >$<%E96C87F$% 4 ?.///
Angka peroksida = ;"#$% C$-D"7 (,#$-)

N Na-thiosulfat = 0,0944
Berdasarkan data hasil pengujian angka peroksida diatas, diperoleh hasil pada
sampel kerupuk goreng minyak baru dalam tiga kali ulangan berturut-turut sebesar
3,7755; 1,8878; dan 1,4159 dengan rata-rata sebesar 2,3597. Selanjutnya, hasil angka
asam peroksida pada sampel kerupuk goreng minyak lama dalam tiga kali ulangan
berturut-turut sebesar 2,8302; 2,3597; dan 3,3040 dengan rata-rata sebesar 2,8313. Lalu
hasil angka asam peroksida pada sampel kerupuk goreng minyak jelantah ayam dalam
tiga kali ulangan berturut-turut sebesar 1,4155; 2,8306; dan 2,1237 dengan rata-rata
sebesar 2,1232. Kemudian hasil angka asam peroksida pada sampel kerupuk goreng
minyak jelantah batagor dalam tiga kali ulangan berturut-turut sebesar 5,1909; 4,7193;
dan 2,3596 dengan rata-rata sebesar 4,0900. Sehingga jika nilai angka peroksida
diurutkan hasil sebagai berikut: kerupuk goreng minyak jelantah batagor> kerupuk
goreng minyak lama> kerupuk goreng minyak baru> kerupuk goreng minyak jelantah
ayam.
Hasil percobaan tidak sesuai dengan teori. Menurut teori urutan yang benar
adalah Kerupuk minyak jelantah ayam > kerupuk minyak jelantah batagor >kerupuk
minyak lama > kerupuk minyak baru. Kandungan peroksida yang tinggi menunjukkan
bahwa minyak telah teroksidasi, yang ditandai dengan rasa serta bau tengik. Bau tengik
mungkin karena adanya aldehida, yang merupakan pemecahan hidroperoksida.
Peroksida terus meningkat ke tingkat tertentu selama penyimpanan sebelum
digunakan, yang jumlahnya tergantung pada waktu, suhu dan paparan udara dan
cahaya. Pada suhu penggorengan, peroksida meningkat dan juga selama penggorengan
minyak menguap dan meninggalkan sistem penggorengan pada suhu tinggi (Aminah,
2006).
Hal ini merupakan penyimpangan karena seharusnya angka peroksida pada
minyak jelantah lebih tinggi. Dikarenakan minyak jelantah telah dilakukan proses
pemanasan/penggorengan berulang kali yang menyebabkan terjadi proses autooksidasi
secara terus menerus sehingga terjadi pembentukan peroksida dan seharusnya
mengahasilkan angka yang lebih tinggi daripada minyak lama yang tidak dilakukan
pemanasan. Minyak yang disimpan lama akan mengalami oksidasi. Namun angka
peroksidanya pasti lebih kecil daripada minyak jelantah karena belum dipakai untuk
menggoreng(pemanasan). Sedangkan minyak baru belum disimpan terlalu lama dan
belum mengalami proses pemanasan sehingga belum mengalami oksidasi. Maka dari
itu, angka peroksidanya berada di urutan ketiga atau terakhir. Autooksidasi merupakan
reaksi yang umum terjadi di minyak selama penggorengan.(Kaleem, dkk., 2015).
Penyimpangan mungkin dikarenakan subjektivitas masing-masing orang dalam
menentukan titik akhir titrasi, proses titrasi yang kurang teliti, dan factor preparasi
sampel yang kurang tepat.
4. Standardisasi KOH 0,1 N
Tabel III.4 Standardisasi KOH 0,1 N
Pengulangan Berat (gram) Vol Titran (mL) Normalitas (N) Rata-rata
1 0,1021 18,7 0,0867
2 0,1009 18,5 0,0866 0,0877
3 0,1007 17,8 0,0898
Rumus yang digunakan dalam perhitungan standardisasi KOH 0,1 N adalah
@ 4 !"#$% H#9C%$7 $C$- 6HC$7$% (,#$-)
N KOH = /,?@2 4 5678-" %9%#$: (-7)

Berdasarkan data hasil pengujian standariasi diatas, diperoleh hasil normalitas


dalam tiga kali ulangan berturut-turut sebesar 0,0867 N; 0,0866N, dan 0,0898 N.
Dengan rata-rata normalitas yang didapatkan adalah 0,0877N. Label pada botol
menunjukkan normalitas KOH adalah 0,1 N. Terdapat perbedaan sekitar 0,0123. Hal
ini tidak terlalu jauh jaraknya dan dapat terjadi karena umur simpan larutan yang
dipakai, botol yang sering dibuka tutup, subjektivitas masing-masing orang dalam
menentukan titik akhir titrasi, proses titrasi yang kurang teliti, dan faktor preparasi
sampel yang kurang tepat.
5. Angka Asam
Tabel III.5 Minyak pada Sampel Kerupuk
Vol
titrasi Angka Asam
Sampel Pengulangan Berat (g) (mL) (mg KOH/gr) Rata-rata
Kerupuk 1 20,0006 1,00 0,2460
Goreng Minyak 2 20,0004 1,30 0,3198 0,2952
Baru 3 20,0005 1,30 0,3198
1 20,0012 10,50 2,5828
Kerupuk Goreng
2 20,0092 3,9 0,9590 1,4757
Minyak Lama
3 20,007 3,6 0,8853
Kerupuk Goreng 1 20,0058 1,9 0,4673
Minyak Jelantah 2 20,0063 1,60 0,3935 0,4181
Ayam 3 20,0003 1,6 0,3936
Kerupuk Goreng 1 20,0025 1,70 0,4181
Minyak Jelantah 2 20,0069 1,5 0,3689 0,4345
Batagor 3 20,0091 2,10 0,5164
Rumus perhitungan angka asam adalah:
-7 ')I 4 > ')I 4 12,?
Angka Asam = ;"#$% C$-D"7 (,#$-)

Berdasarkan data hasil pengujian angka asam diatas, diperoleh hasil pada sampel
Kerupuk goreng minyak baru dalam tiga kali ulangan berturut-turut sebesar 0,2460 mg
KOH/g; 0,3198 mg KOH/g; dan 0,3198mg KOH/g dengan rata-ratanya sebesar 0,2952
mg KOH/g. Selanjutnya, hasil angka asam pada sampel kerupuk goreng minyak lama
dalam tiga kali ulangan berturut-turut sebesar 2,5828 mg KOH/g; 0,9590 mg KOH/g;
dan 0,8853mg KOH/g dengan rata-ratanya sebesar 1,4757 mg KOH/g. Lalu, hasil
angka asam pada sampel kerupuk goreng minyak jelantah ayam dalam tiga kali ulangan
berturut-turut sebesar 0,4673mg KOH/g; 0,3935 mg KOH/g; dan 0,3936 mg KOH/g
dengan rata-ratanya sebesar 0,4181mg KOH/g. Kemudian angka asam pada sampel
kerupuk goreng minyak jelantah batagor dalam tiga kali ulangan berturut-turut sebesar
0,4181mg KOH/g; 0,3689mg KOH/g; dan 0,5164 mg KOH/g dengan rata-ratanya
sebesar 0,4345mg KOH/g Apabila hasil nilai angka asam diurutkan dari yang terbesar
ke terkecil adalah minyak goreng lama > minyak goreng jelantah batagor>minyak
goreng jelantah ayam> kerupuk goreng minyak baru.
Berdasarkan teori urutan angka asam dari yang tertinggi hingga terendah pada
Memiliki urutan sebagai berikut kerupuk minyak jelantah ayam > kerupuk minyak
jelantah batagor > kerupuk minyak lama > kerupuk minyak baru sehingga
menunjukkan hasil yang kurang sesuai dengan teori. Angka asam digunakan untuk
mengetahui kadar angka asam yang terkandung dalam minyak maka semakin tinggi
juga kadar asam lemak bebasnya mengetahui kualitas atau mutu dari suatu sampel
minyak dimana semakin tinggi yang berarti semakin rendah kualitas atau mutu suatu
minyak (Ketaren, 2005). Kerusakan minyak selama proses pemanasan dengan suhu
tinggi akan menyebabkan kualitas minyak dan bahan yang digoreng menurun. Minyak
yang rusak didalamnya terjadi proses hidrolisis, oksidasi, serta polimerisasi yang
merusakkandungan-kandungan baik pada minyak. Terbentuknya asam lemak bebas
disebabkan oleh terjadi reaksi hidrolisis yang menyebabkan trigliserida terpecah
menjadi asam lemak bebas serta gliserol. Air yang teradapat pada minyak goreng
menyebabkan reaksi hidrolisis tersebut akan terjadi sehingga minyak menjadi rusak
(Khor, dkk., 2019). Minyak yang telah melalui proses pemanasan memiliki resiko yang
lebih besar dalam terbentuknya asam lemak bebas suhu tinggi menyebabkan
mengikatnya kadar asam lemak bebas (Saha dan Goud, 2014).
Asam lemak bebas dapat terbentuk melalui proses penggorengan minyak
karena saat penggorengan terjadi hidrolisis, terjadi reaksi minyak dengan molekul air
menghasilkan asam lemak bebas. Reaksi hidrolisis dapat terjadi jika ada surfaktan dan
terbentuknya larutan air dan minyak. Akan tetapi, kemungkinan terdapatnya larutan air
dan minyak kecil sebab terjadi pada penggorengan yang memiliki suhu 149-213°C.
Akan tetapi, kenaikan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan tidak sebanyak
saat penggorengan yang menyebabkan hidrolisi. Minyak jelantah mengalami hidrolisi
dan oksidasi tertinggi karena paparan oksigen serta panas, sementara untuk minyak
tengik juga akan mengalami oksidasi karena oksigen dan paparan sinar matahari, tetapi
nilai bilangan asamnya lebih rendah karena tidak melalui proses pemanasan yakni
penggorengan. Selanjutnya, minyak baru tidak dilakukan pemanasan dan disimpan
dalam waktu singkat jadi tetap terjadi reaksi hidrolisis namun cuma sebentar/sedikit
saja dan kadar asam lemak bebasnya juga sedikit. (Suroso, 2013) (Vitz, dkk.2022)
Penyimpangan yang terjadi terjadi pada saat titrasi kerupuk goreng minyak
lama ulangan 1 karena titrasinya mencapai 10 mL. Kelemahan dari metode pengujian
angka asam yang digunakan adalah subjektivitas dari masing-masing orang dalam
menentukan titik akhir titrasi sehingga titik akhir titrasi tidaklah sama, terkontaminasi
dengan reagen lainnya, cahaya, dan suhu lingkungan yang membuat minyak tengik
(untuk minyak lama).

V. KESIMPULAN
1. Normalitas Na2S2O3 yang sebenarnya melalui standarisasi Na2S2O3 0,1 N
adalah 0,0944 N.
2. Angka iod yang diperoleh pada sampel kerupuk goreng minyak baru, kerupuk
goreng minyak lama, kerupuk goreng minyak jelantah ayam, dan kerupuk
goreng minyak jelantah batagor berturut-turut adalah 19,4910 g iod/100 g;
19,0977 g iod/100 g; 12,1928 g iod/100 g; dan 15,5079 g iod/100 g.
3. Angka peroksida yang diperoleh pada sampel kerupuk goreng minyak baru,
kerupuk goreng minyak lama, kerupuk goreng minyak jelantah ayam, dan
kerupuk goreng minyak jelantah batagor berturut-turut adalah 2,3597 meq/kg ;
2,8313 meq/kg; 2,1232 meq/kg; dan 4,0900 meq/kg sampel.
4. Normalitas KOH yang sebenarnya melalui standarisasi KOH 0,1 N adalah
0,0877 N.
5. Angka asam yang diperoleh pada sampel sampel kerupuk goreng minyak baru,
kerupuk goreng minyak lama, kerupuk goreng minyak jelantah ayam, dan
kerupuk goreng minyak jelantah batagor berturut-turut adalah 0,2952 mg
KOH/g; 1,4757 mg KOH/g; 0,4181 mg KOH/g; dan 0,4345 mg KOH/g.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. (2010). (Peroxide Value Bulk Cooking Oil and Organoleptic Characteristic
of Tempe in Repeated Frying). Jurnal Pangan Dan Gizi, 1.

CHATZILAZAROU, A., GORTZI, O., LALAS, S., ZOIDIS, E., & TSAKNIS, J.
(2006). Physicochemical changes of olive oil and selected vegetable oils during
frying. Journal of Food Lipids, 13(1), 27–35. https://doi.org/10.1111/j.1745-
4522.2006.00032.

Frank, N. E. G., Albert, M. M. E., Laverdure, D. E. E., dan Paul, K. (2011).


Assessment of the quality of crude palm oil from smallholders in Cameroon.
Journal of Stored Products and Postharvest Research, 2, 52-58.

Fennema, O. R. (2008). Fennema’s Food Chemistry.


https://doi.org/10.1201/9781420020526
Jenkins, D. J., Chiavaroli, L., Wong, J. M., Kendall, C., Lewis, G. F., Vidgen, E.,
Connelly, P. W., Leiter, L. A., Josse, R. G., & Lamarche, B. (2010). Adding
monounsaturated fatty acids to a dietary portfolio of cholesterol-lowering foods
in hypercholesterolemia. Canadian Medical Association Journal, 182(18),
1961–1967. https://doi.org/10.1503/cmaj.092128

Khor, Y. P., Hew, K. S., Abas, F., Lai, O. M., Cheong, L. Z., Nehdi, I. A., Sbihi, H.
M., Gewik, M. M., & Tan, C. P. (2019). Oxidation and polymerization of
triacylglycerols: In-depth investigations towards the impact of heating
profiles. Foods, 8(10), 475. https://doi.org/10.3390/foods8100475

Manurung, M. M., Suaniti, N. M., & Dharma Putra, K. G. (2018). Perubahan Kualitas
minyak goreng Akibat Lamanya pemanasan. Jurnal Kimia, 59.
https://doi.org/10.24843/jchem.2018.v12.i01.p11

Mundriyastutik, Y., & Maulida, I. D. (2021). Analisis Volumetri (TITRIMETRI). MU


PRESS.

Nugraheni, D. T. (2011). Analisis Penurunan Bilangan Iod Terhadap Pengulangan


Penggorengan Minyak Kelapa dengan Metode Titrasi Iodometri.
https://core.ac.uk/download/pdf/300820036.pdf

Perkins, E. G. dan Erickson, M. D. (1996). Deep Frying: Chemistry, Nutrition and


Practical Applications. Champaign: AOCS Press.
Poedjadi, A., & Supriyanti. (2006). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Rosiani, N., Basito, B., & Widowati, E. (2015). Kajian Karakteristik Sensoris Fisik
Dan Kimia kerupuk fortifikasi Daging Lidah Buaya (aloe vera) Dengan Metode
Pemanggangan menggunakan microwave. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian, 8(2), 84. https://doi.org/10.20961/jthp.v0i0.12896

Rossell, J. B. (2001). Frying: Improving Quality. Cambridge: Woodhead


Publishing Limited.
Suroso, A. S. (2013). Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai Ditinjau dari
Bilangan Peroksida, Bilangan Asam dan Kadar Air. Jurnal Kefarmasian
Indonesia, 3(2), 77-88.
Saha, R., & Goud, V. V. (2014). Ultrasound assisted transesterification of high free
fatty acids karanja oil using heterogeneous base catalysts. Biomass Conversion
and Biorefinery, 5(2), 195–207. https://doi.org/10.1007/s13399-014-0133-7

Sumekar, A., Chasanah, S. U., & Puspita Dewi, C. L. (2016a). Pengetahuan Dan Sikap
Dengan penggunaan minyak Jelantah Pada penjual Gorengan di Kecamatan
ngemplak Kabupaten Sleman. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, 9(2).
https://doi.org/10.47317/jkm.v9i2.2

Vitz, E., Moore, J. W., Shorb, J., Resina, X. P., Wendorff, T., dan Hahn, A. (2022).
Chem Prime. USA: Chemical Education Digital Library.

Yoon, Y., & Choe, E. (2007). Oxidation of corn oil during frying of soy?flour-added
flour dough. Journal of Food Science, 72(6). https://doi.org/10.1111/j.1750-
3841.2007.00426.x

VII. LEMBAR PENGESAHAN


Yogyakarta 01 Oktober 2023
Asisten Praktikum Praktikan

Bella Febrina Mutiara Kaulika A


Clara Patricia

VIII. LAMPIRAN
1. Hasil Diskusi
a. Hidrolisis lemak akan meningkatkan jumlah asam lemak bebas.
Asam lemak bebas kemudian akan teroksidasi, baik melalui proses
autooksidasi maupun fotooksidasi
b. Jika alkohol yang digunakan di atas 95%, asam lemak bebas lebih
banyak yang larut dan bereaksi dengan KOH
c. Makin rendah kemurnian alkohol, alkohol yang digunakan untuk
ekstraksi harus lebih banyak. Alkohol dengan kemurnian lebih
tinggi dari 95% tentu proses pemurniannya lebih sulit lagi, sehingga
membutuhkan biaya lebih tinggi.
d. Uji minyak harus menggunakan perantara contohnya kerupuk
karena praktikum ini yang di evaluasi adalah gizi yang ada dalam
bahan pangan.
e. Senyawa dalam minyak / lemak akan dioksidasi oleh kalium iodida
(KI). Iod yang bebas akan dititrasi dengan natrium thiosulfat
(Na2S2O3) menggunakan indicator amilum sampai warna biru
hilang
f. Kerupuk goreng jelantah ayam lebih buruk daripada batagor karena
kandungan lemak ayam yang saturated, sementara batagor (tepung)
memiliki kandungan minyak yang rendah
2. Screenshot plagiarism check

Anda mungkin juga menyukai