I. Latar Belakang
II. Tujuan
Mengetahui kadar peroksida pada minyak kelapa murni dan minyak bekas
penggorengan.
A. Minyak
Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut
atau bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik. Ada
sifat tambahan lain yaitu terasa licin apabila dipegang. Dalam arti sempit
kata minyak biasanya mengacu ke minyak bumi (petroleum) atau produk
olahannya : minyak tanah (kerosena). Namun demikian, kata ini sebenarnya
berlaku luas, baik untuk minyak sebagai bagian dari menu makanan
(misalnya minyak goreng), sebagai bahan bakar (misalnya minyak tanah),
sebagai pelumas (misalnya minyak rem), sebagai medium pemindahan
energy maupun sebagai wangi-wangian (misalnya minyak nilam).
Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid,
yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air.,
tetapi larut dalam pelarut organic non polar, misalnya dietil eter
(C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzene dan hidrokarbon lainnya yang
polaritasnya sama.
Minyak merupakan senyawa trigliserida atau triasgliserol yang berarti
“trimester dari gliserol”. Jadi minyak juga merupakan senyawa aster. Hasil
hidrolisa minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini
juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang
dan tidak bercabang.
B. Bilangan Peroksida
Bilangan proksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah
mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi
tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak
jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa
peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka perosida
adalah dengan metoda titrasi iodometri.
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan
peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur
kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi
oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau
minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah
bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini.
A. Prinsip kerja
B. Alat
1. Erlemeyer 250 mL
2. Buret
3. Beaker glass
4. Neraca analitik
5. Gelas ukur
6. Statif dan klemp
7. Pipet
8. Corong
C. Bahan
1. Erlemeyer 250 mL
2. KI Jenuh
3. Pelarut CH3COOH & CHCl3 (3:2)
4. Natrium thiosulft (Na2S2O3.5H2O) 0,01 N
5. Indikator Amilum 1%
D. Prosedur kerja
1. I 20,9ml
2. II 22,3ml
B. Perhitungan
C. Pembahasan
Dari hasil praktikum diperoleh hasil pada minyak baru 0,021537 % mek
O2/kg dan pada minyak bekas 0,088066 % mek O2/kg sedangkan untuk nilai
ambang batas bilangan peroksida (nilai ketengikan) suatu minyak adalah 100
ppm.
Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak
sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan
selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka
peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih
kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain,
mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan
zat lain.
Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor
yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan
memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan
bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
VI. Kesimpulan