Anda di halaman 1dari 10

“BILANGAN PEROKSIDA”

Dosen Pembimbing : Ir. Surhaini. MP

Asisten Dosen : Jauharie

Oleh :

Nama : Amelia Ramadhan

NIM : D1C012042

Prodi : Teknologi Hasil Pertanian


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Faktor penentuan minyak atau lemak antara lain adalah angka asam. Angka
asam lemak bebas, angka peroksida, angka TBA dan kadar air. Kerusakan lemak atau
minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatik
maupun non enzimatik.

Minyak sawit (minyak goreng) merupakan komoditas makanan yang cukup


penting dalam kehidupan manusia. Minyak sawit digunakan dalam kehidupan sehari-
hari sebagai bahan pembuatan makanan dan biasanya digunakan pada proses
pengolahan yang melibatkan panas (goreng, tumis dll). Sebagai komoditas makanan,
kualitas minyak sawit sangat penting untuk diperhatikan, baik secara kenampakan
fisik, sifat kimia, maupun efek nutrisi bagi tubuh. Pada produksinya, tentu produsen
minyak sawit sudah membuat produk sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia) yang
berlaku namun pada penggunaan di kehidupan sehari-hari sering sekali terjadi
penanganan minyak yang tidak tepat dari konsumen sehingga memicu terjadinya
kerusakan pada minyak sawit.

Sebagai bahan yang banyak mengandung asam lemak, minyak sawi tsangat
rentan mengalami perubahan sifat fisik maupun kimia. Penyebabnya bisa dari dari
oksidasi asam lemak tak jenuh, hidrolisis lemak menjadi asam lemak, serta mikroba
sehingga menyebabkan ketengikan, perubahan warna minyak dan sebagainya.
Perubahan sifat tersebut akan menentukan kualitas dari minyak tersebut serta
mempengaruhi efek nutrisi bagi tubuh. Beberapa parameter yang bisa menunjukkan
kerusakan minyak adalah bilangan asam, bilangan iod, bilangan peroksida, smoke
point dll.

1.2. Tujuan Praktikum


Untuk menentukan bilangan peroksida pada contoh minyak beberapa kali
pemakaian (jelantah) dan minyak yang belum pernah dipakai.
BAB II
TI JAUAN PUSTAKA
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, serta penambahan rasa
gurih dan penambahan nilai kalori pada bahan pangan yang digoreng. Minyak goreng
dapat diproduksi dari berbagai macam bahan mentah misalnya kelapa, kopra, kelapa
sawit, kacang kedelai, biji jagung, biji bunga matahari, biji zaitun,dll. Minyak goreng
yang mengandung asam lemak esensial atau asam lemak tak jenuh jamak, bila
digunakan untuk menggoreng pada suhu150 - 1800C, maka asam lemak esensial atau
asam lemak tidah jenuhnya akan mengalami kerusakan (teroksidasi oleh udara dan
suhu tinggi, demikian pula beta karoten yang terkandung dalam minyak goreng
tersebut akan mengalami kerusakan (Buckle et al, 1985).

Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan.
Titik ini disebut titik asap ( smoke point ). Bila pemanasan diteruskan maka akan
tercapai flash point , yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala).Jika minyak sudah
terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan
dipengaruhi oleh jumah asam lemak bebasnya.Jika asam lemak bebas banyak, ketiga
suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu
tersebut akan lebih rendah. Sifat tersebut sangat penting dalam penentuan mutu lemak
yang digunakan sebagai minyak goreng (Winarno, 1982).

Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan kimia dalam lemak yaitu:


terbentuknya peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, peroksida berdekomposisi
menjadi persenyawaan karbonil, dan polimerasi oksidasi sebagian. Dekomposisi
minyak dengan adanya udara terjadi pada suhu lebih rendah (190°C) daripada tanpa
udara (pada suhu 240-260°C). Minyak goreng mengandung sejumlah besar asam
lemak tidak jenuh dalam moleku ltrigliserida. Reaksi-reaksi degradasi selama proses
penggorengan didasarkan atas reaksi penguraian asam lemak. Kerusakan minyak
selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan
yang digoreng. Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh
panas, sehingga lemak yang telah dipanskan hanya mengandung sejumlah kecil
peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan
destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlema. Peroksida juga
dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki
dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih besar dari
100) akan bersifat sangat beracun dantidak dapat dimakan, disamping bahan pangan
tersebut mempunyai bau yangtidak enak (Ketaren, 1986).

Angka peroksida adalah mili ekuivalen peroksida yang dihasilkan setiap100


gram sampel. Angka peroksida merupakan angka terpenting untuk menentukan
derajat kerusakan lemak atau minyak. Asam lemak tidak jenuhdapat mengikat oksigen
pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida (Ketaren, 1986).

Angka peroksida adalah gambaran tingkat ketengikan yang disebabkan oleh


proses oksidasi. Komponen minyak yang tidak jenuh bereaksi dengan udara bebas
menghasilkan senyawa peroksida yang dapat mengisomerisasi dengan air membentuk
senyawa-senyawa kompleks termasuk aldehid, keton, asam-asam dengan BM rendah.
Prinsip penentuan angka peroksida adalah senyawa yang terdapat dalam minyak akan
mengoksidasi KI sehingga terbentuk I2 bebas yang diikat oleh larutan Na-thiosulfat
sehingga jumlah thiosulfat equivalen dengan jumlah I2 bebas yang berarti equivalen
dengan jumlah senyawa peroksida dalam minyak tersebut(metode iodometri) (Ketaren,
1986).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 16 Mei 2014 pada pukul
10.00 – 12.00. Bertempat di laboratorium kimia Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jambi Kampus Pondok Meja.

3.2 Alat dan Bahan


Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum bilangan peroksida yaitu :
larutan potasium 0,5 ml, larutan sodium thiosulfat 0,1 N/ 0,01 N, minyak jelantah,
minyak curah, minyak kemasan, dan minyak penjual gorengan. Sedangkan alat yang
digunakan dalam praktikum ini ialah : erlenmeyer, batang pengaduk, gelas ukur,
timbangan analitik.

3.3 Prosedur Kerja


 Paragraf

Membuat pereaksi peroksida dengan cara pelarut 60 % asam asetat glasial


dan 40 % khloroform, petasium lodida jenuh, larutan pati 1 %, sodium thiosufat 0,1 N.
Menimbang 5 gram contoh minyak ke dalam erlenmeyer 250 ml. Menambahkan 30
ml pelarut, dihomogenkan sampai semua contoh minyak larut. Menambahkan 0,5 ml
larutan potasium iodida jenuh, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang yang gelap
sambil digoyang. Menambahkan 30 ml air destilata. Kelebihan iod di filtrat dengan
larutan sodium thiosulfat 0,1 N atau 0,01 N tergantung dari banyaknya jumlah iod
yang dibebaskan.
 Diagram Alir

timbang sampel 5 gram


dalam erlenmeyer tutup
dengan alumunium foil

menimbang 30 ml
larutan asetat kloroform
(3 : 2)

menambahkan 0,5 ml kl
jenuh

simpan selama 2 menit


dalam ruang gelap

menambahkan 30 ml
aquadest

menambahkan 2 ml pati

titrasi dengan Nathio


0,01 N TAT sampai
warna biru hilang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Kelompok Sampel Hasil Bilangan Peroksida
1 Minyak Curah 3,2 miliekivalen / 1000 gr
2 Minyak Kemasan 6 miliekivalen / 1000 gr
3 Minyak Jelantah 2,2 miliekivalen / 1000 gr
4 Minyak Penjual gorengan 6,4 miliekivalen / 1000 gr

Perhitungan peroksida

ml Na2 SO3 (sampel – blanco) × N × 1000


PV =
berat sampel

Perhitungan Minyak Jelantah

ml Na2 SO3 (sampel – blanco) × N × 1000


PV =
berat sampel

(1,2 − 0,1) × 0,01 × 1000


=
5

= 2,2 miliekivalen / 1000 gr

4.2 Pembahasan
Jika dalam minyak terdapat bilangan peroksida yang cukup tinggi maka
akanterjadi ketengikan. Hal ini akibat dari oksidasi lemak yang
menghasilkansenyawa-senyawa turunan lemak seperti aldehid, keton dll. Giesen
(1992) menyebutkan bahwa bahan pangan dinyatakan tengik apabila mengandung
angka peroksida lebih dari 10 meq/kg (Astuti, 2008). Dalam Ketaren menyebutkan
bahwa bilangan peroksida yang masih baik pada minyak sawit adalah 2. Minyak
mulai terasa tengik bila bilangan peroksidanya 20-40 m Eq/kg (Wildan, 2002).
Bilangan peroksida pada semua sampel minyak ada yang lebih dari 2 maka minyak
tersebut dapat dikatakan tidak baik.

Pada praktikum yang dilakukan, diuji sampel minyak dengan berbagai


keadaan yaitu minyak curah, , miyak kemasan, minyak jelantah, minyak penjual
gorengan,. Hasil pengujian bilangan peroksida pada sampel berturut-turut dari terkecil
ke terbesar yaitu; 2,2 (minyak jelantah); 3,2 (minyak curah ); 6 (minyak kemasan); 6,4
(minyak penjual gorengan). Secara teori semakin besar bilangan peroksida pada
minyak maka semakin besar kerusakan pada minyak. Dari hasil praktikum dapat
dilihat bahwa secara teori kerusakan minyak yang paling besar terjadi pada sampel
minyak bekas penjual gorengan. Hal ini dapat terjadi karena proses penggorengan
yang dilakukan secara berulang – ulang. Ini dapat mempercepat proses oksidasi
minyak yang digunakan dalam penggorengan sehingga mengakibatkan minyak
memiliki bilangan peroksida yang tinggi. Untuk sampel yang memiliki bilangan
peroksida paling rendah yaitu minyak jelantah, hal ini membingungkan karena pada
minyak kemasan bilangan peroksida yang terdapat di dalamnya lebih tinggi dari pada
minyak jelantah, seharusnya bilangan peroksida pada minyak jelantah lebih tinggi dari
pada minyak kemasan karena pada minyak kemasan belum digunakan sehingga
bilangan peroksidanya kecil tetapi hasil yang di dapatkan malah sebaliknya.

Bilangan peroksida bukan hanya diakibatkan pengolahan yang


menggunakan panas saja tetapi juga diakibatkan oleh penyimpanan yang kurang tepat
misalterkena cahaya. Winarno (1982) menyebutkan ootoksidasi dimulai dengan
pembentukan radikal-radikal yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
dapatmempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau
hidroperoksida,logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti
hematin,hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum bilangan peroksida pada minyak goreng didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :

1. Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah
mengalami oksidasi.

2. Dari hasil pengujian bilangan peroksida pada sampel berturut-turut dari terkecil
ke terbesar yaitu; 2,2 (minyak jelantah); 3,2 (minyak curah ); 6 (minyak
kemasan); 6,4 (minyak penjual gorengan)

3. Bilangan peroksida terkecil terdapat pada sampel minyak jelantah yaitu 3,2
miliekivalen / 1000 gr dan bilangan peroksida terbesar terdapat pada sampel
minyak dari penjual gorengan yaitu 6,4 miliekivalen / 1000 gr.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Endang Puji. 2008. Pengaruh Penambahan Berbagai Tingkat Vitamin C
Sebagai Antioksidan Dan Lama Simpan Terhadap Ketengikan Bungkil Kacang
Tanah

Buckle et al. 1985. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.UI Press,Jakarta.

Surhaini.2007.Penuntun Praktikum Analisis Hasil Pertanian.Universitas Jambi. Jambi

Wildan, Farihah. 2002. Penentuan Bilangan Peroksida dalam Minyak Nabati dengan
Cara Titrasi. Balai Penelitian Ternak-Ciawi.

Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai