Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN

(BILANGAN PEROKSIDA)

MATA KULIAH PRAKTIKUM EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN

Dosen Pengampu:

Ratna Sari Listyaningrum, S.T.P., M.Si

Disusun oleh :

Wiwin Nurafiah (180104015 )

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN HALAL

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak merupakan medium penggorengan bahan pangan yang banyak dikonsumsi
masyarakat luas kurang lebih 290 juta ton minyak dikonsumsi tiap tahun. Banyaknya
permintaan akan bahan pangan digoreng merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa
besarnya jumlah bahan pangan digoreng yang dikonsumsi manusia oleh lapisan masyarakat
dari segi tingkat manusia. Tujuan penggorengan dalam bahan pangan sebagai medium
penghantar panas, memperbaiki rupa dan tekstur fisik bahan pangan, memberikan cita rasa
gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986).
Lemak (minyak) memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan tubuh manusia.
Lemak memberikan energi sebanyak 9 kalori tiap gramnya. Lemak (minyak) juga berfungsi
sebagai sumber pelarut bagi vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E dan K.
Senyawa polimer yang dihasilkan akibat pemanasan yang berulang-ulang dapat
menimbulkan gejala keracunan antara lain iritasi saluran pencernaan, pembengkaan organ
tubuh, diare, kanker dan depresi pertumbuhan. Selain itu akan timbul rasa tengik akibat
oksidasi yang pengaruhnya tidak diharapkan pada bahan pangan yang digoreng. Pengaruh
tersebut antara lain mengakibatkan kerusakan gizi, tekstur dan cita rasa (Muchtadi, 1989).
Pemakaian minyak goreng secara berulang dengan suhu yang tinggi akan mengalami
perubahan sifat fisikokimia (kerusakan minyak). Indikator kerusakan minyak antara lain
adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya
kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak
bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak,
terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji,1982).
Tingginya angka peroksida dan angka asam dapat mempercepat proses timbulnya bau
tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Minyak goreng yang
demikian sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena dapat menyebabkan penyakit seperti
kanker, menyempitnya pembuluh darah, dan gatal pada tenggorokan (Ketaren, 1986).
Oleh karena itu, dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan-perubahan yang terjadi
pada minyak goreng yang dipakai berulang-ulang pada penggorengan berbagai jenis
makanan.
1.2 Tujuan

Mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada minyak goreng pada berbagai cara
penggorengan bahan makanan.
BAB II

METODE

2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adal Erlenmeyer bertutup 250ml, seperangkat
alat titrasi, timbangan dan spatula. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
tahu, tempe, ikan tongkol, minyak goreng kelapa sawit (5g), bahan pengujian yang
digunakan dalam praktikum ini adalah pelarut campuran asam asetat glacial kloroform
(3:2 v/v) (30 ml), larutan Kalium Iodida jenuh, aquades (30 ml), iodium, natrium tiosulfat
0,1 N, dan indicator amilum.

2.2 Cara kerja

Tahapan percobaan kali ini adalah:

1. Pembuatan larutan standar kalium iodat (KIO3) 0,1 N


Timbang KIO3 0,3567 g kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,
ditambahkan dengan akuades sampai batas, digoyang dengan tangan sampai
homogen, larutan standar KIO3 0,1 N siap digunakan
2. Pembuatan larutan standar Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) 0,1 N
Timbang Na2S2O3.5H2O 2,48 g lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,
ditambahkan dengan akuades sampai batas, digoyang dengan tangan sampai
homogen, larutan standar Na2S2O3.5H2O 0,1 N siap digunakan
3. Pembuatan larutan KI jenuh
Tuang kira-kira 50 gram KI ke dalam gelas kimia yang berisi 50 ml aquades, aduk
terus menerus apabila masih larut tambah KI sedikit demi sedikit sampai
terbentuk larutan jenuh yang ditandai dengan munculnya endapan KI yang tidak
dapat larut lagi. Larutan kalium iodide jenuh (KI) siap digunakan
4. Pembuatan amilum 1%
Amilum ditimbang 0,5 g kemudian dimasukkan ke gelas kimia, tambahkan
aquades 50 ml, homogenkan. Larutan amilum 1% siap digunakan
5. Pembuatan campuran asam asetat glasial-kloroform (3:2)
Ambil kloroform sebanyak 100 ml, tuangkan pada gelas kimia kemudian
langsung tutup dengan alumunium foil. Setelah itu masukkan ke dalam gelas
tersebut asam asetat glasial 200 ml dan segera tutup, kocok perlahan, simpan pada
botol kaca gelap, lakukan dalam ruang asam, campuran asam asetat glasial-
kloroform (3-2) siap digunakan
6. Standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan kalium iodat
Ambil KIO3 25ml dengan pipet, masukkan ke Erlenmeyer, tambahkan KI jenuh
0,5 ml, homogenkan. Setelah itu titrasi dengan Natio, hingga larutan berwarna
kuning jerami tambah amilum 1 mil titrasi lagi dengan natio hingga warna biru
tua/hitam hilang. Catat volume natio digunakan. Lakukan duplo
7. Pengujian bilangan peroksida
Semua sampel disiapkan dengan cara yang sama, yaitu dengan memotongnya
dengan dimensi kurang lebih (p x 1 x t = 5 cm x 3 cm x 3 cm), sampel digoreng
pakai minyak kelapa sawit merk Bimoli sebanyak 500 ml. Satu kali penggorengan
4 buah sampel penggorengan berikutnya ganti yang baru, penggorengan
dilakukan hingga 10 kali. Minyak pada penggorengan pertama, kelima, dan
kesepuluh diambil sampling 5 ml, hitung kira-kira berapa sampel yang
diperlukan. Yang dijadikan sampel: minyak segar sebelum digoreng, minyak pada
penggorengan ke-1, ke-5, ke-10.
Kemudian siapkan blanko (aquades), timbang blanko dan sampelnya masing-
masing 5 ml masukkan dalam Erlenmeyer 250 ml, tambah 30 ml campuran
kloroform dan asam asetat glasial, lalu tambahkan 1 ml KI jenuh, tambah aquades
30 ml. kocok hingga homogeny, diamkan 5 menit di tempat gelap, lakukan titrasi
dengan natio hingga warna menjadi putih untuk blanko dan kuning jerami untuk
sampel kemudian tambah indicator amilum 1 ml, sehingga berubah jadi warna
hitam. Titrasi lagi dengan natio hingga tidak berwarna. Kemudian hitung berapa
ml natio yang digunakan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

  Blanko Minyak Segar Tempe 1 Tempe 5 Tempe 10


Bobot Bobot bobot
Sampe Volum Bobot Volum Sampe Volom Bobot Volum Sampe
Ulangan l e Natio Sampel e Natio l e Natio Sampel e Natio l Volume
1 5.0009 0.75 5.0019 0.9 5.0044 0.85 5.0053 0.9 5.0061 1.4
2 5.0007 0.7 5.0017 1 5.0042 1.05 5.0055 1.1 5.0063 1.1
Rata-Rata 5.0008 0.725 5.0018 0.95 5.0043 0.95 5.0054 1 5.0062 1.25
N Natio 0.0994                  
BP   4.471390299 4.469156525 5.46110201 10.42407415

3.2 Pembahasan

Tempe digoreng sebanyak tiga kali dengan menggunakan minyak goreng yang sama.
Setiap tempe selesai digoreng, sampel minyak diambil, sehingga didapatkan tiga sampel minyak
bekas penggorengan tempe yang ke-1, ke-2, dan ke-3. Berdasarkan uji angka asam yang
dilakukan oleh praktikan, didapatkan hasil bahwa minyak yang memiliki angka asam tertinggi
hingga terendah secara berurutan, yaitu sampel minyak ke-1 sebesar 4,469156525, 5,46110201
untuk temp eke-2, 10,42407415 untuk temp eke-3, itu hasil yang dioeroleh berdasarkan rata-rata
dari keseluruhan antara tempe 1, tempe 5, dan tempe 10.

Hasil pengamatan terhadap angka peroksida menunjukkan kecenderungan meningkat


dengan semakin banyaknya pengulangan penggorengan. Pengulangan penggorengan pada suhu
tinggi akan mempengaruhi mutu kimia dan organoleptik minyak goreng. Cita rasa makanan yang
digoreng akan dipengaruhi oleh kualitas minyak goreng, bahan dan proses penggorengan. Deep
frying menurunkan asam lemak tak jenuh pada minyak dan meningkatkan buih, warna,
viskositas, densitas, panas spesifik dan kandungan asam lemak bebas, komponen polar dan
komponen polimerik.

Selain meningkatnya angka peroksida, selama proses penggorengan juga telah terjadi
perubahan-perubahan komponen dalam minyak. Komponen-komponen yang terbentuk karena
reaksi oksidasi maupun hidrolisis yang berpengaruh terhadap sifat organoleptik minyak maupun
bahan yang digoreng.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Angka peroksida menunjukkan kecenderungan meningkat dengan semakin banyaknya


pengulangan penggorengan. Pengulangan penggorengan pada suhu tinggi akan mempengaruhi
mutu kimia dan organoleptik minyak goreng

4.2 Daftar Pustaka

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan.Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal PendidikanTinggi. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Raharjo, S. 2008. Melindungi Kerusakan Oksidasi pada Minyak Selama Penggorengan


dengan Antioksidan.Foodreview Indonesia Vol.III.No.4. April 2008.

Rohmawati, S., Pangestuti, D. R., & Widjajanti, L. (2017). Perbedaan Jumlah Bilangan
Peroksida Minyak Goreng Dengan Penambahan Bawang Merah Dan Bawang Putih Sebagai
Antioksidan Alami (Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota
Semarang Tahun 2016). Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 5(1), 307-314.
Lampiran

No Nama Alat Gambar


1 Erlenmeyer bertutupm250 ml

2. Alat titrasi

3 Timbangan

4 Spatula

Anda mungkin juga menyukai