Anda di halaman 1dari 31

AKATHISIA

I. PENDAHULUAN
Antipsikotik generasi baru telah menggantikan obat konvensional untuk
pengobatan berbagai gangguan kejiwaan, terutama karena profil efek samping
neurologis yang lebih menguntungkan. Efek samping yang berhubungan
dengan obat-obatan terdahulu, seperti akatisia, lebih sedikit dibanding
antipsikotik atipikal walaupun efek samping masih tetap ada. Semua golongan
obat atipikal memiliki potensi untuk menyebabkan akatisia. Selain itu,
meskipun obat yang lebih baru umumnya ditoleransi lebih baik, tetapi memiliki
efek samping yang spesifik. Efek samping obat antipsikotik dapat berupa:
sedasi dan inhibisi psikomotor menurun (rasa mengantuk, kewaspadaan
berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun),
gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung), Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,
akathisia, sindrom parkonism:tremor, bradikinesia, rigiditas), gangguan
endokrin (amenorrhea, gynecomastia), metabolik (jaundice), hematologik
(agranulocytosis) yang biasanya pada pemakaian jangka panjang .1,2
Akatisia adalah efek samping neurologis obat antipsikotik, yang
digunakan untuk mengobati berbagai gangguan kejiwaan. Akatisia ditandai
dengan kegelisahan fisik dan dorongan subjektif untuk bergerak. Meskipun efek
samping seperti akatisia, distonia, dan diskinesia yang umum dengan
penggunaan antipsikotik konvensional, namun frekuensinya berkurang dengan
penggunaan antipsikotik generasi baru. Meskipun profil kejadian diturunkan,
akatisia dan kondisi yang sama terus mempengaruhi pasien. Akatisia
neuroleptik yang diinduksi dapat mengakibatkan gerakan yang gelisah saat
duduk, goyang di tempat sambil berdiri, mondar-mandir, ketidakmampuan
untuk duduk atau berdiri diam untuk jangka waktu lama, dan dorongan yang

1
sangat kuat untuk bergerak. Gejala-gejala ini dapat menyebabkan penderitaan
berat dan peningkatan risiko bunuh diri pada pasien. Pengobatan lini pertama
akatisia termasuk benzodiazepin atau -blocker pada pasien yang tidak
memiliki gejala penyakit Parkinson dan obat antikolinergik untuk pasien
dengan gejala Parkinson. Dokter harus memastikan bahwa diagnosis akatisia
dengan akurat dan gejala sasaran menurun akibat pengobatan. Pada saat yang
sama, harus dipastikan bahwa pengobatan yang digunakan tidak berpengaruh
negatif terhadap kesehatan mental pasien1,3

II. DEFINISI
Diperkirakan bahwa akatisia telah diakui dalam beberapa bentuk selama
lebih dari satu abad. Istilah akatisia berasal dari kata Yunani yang berarti "tidak
duduk diam." Sejak munculnya antipsikotik, istilah akatisia menjadi lebih
terkait dengan penggunaan obat ini, meskipun fakta bahwa gejala tersebut juga
ditemukan pada obat lain dan dalam keaddaan neurologis lainnya . Theodore
Van Putten merupakan peneliti pertama yang mengidentifikasi akatisia sebagai
komponen perilaku subjektif akibat efeksamping toksik dari pengobatan
psikosis. Kondisi itu diidentifikasi sebagai salah satu keluhan pasien yang
menyebabkan morbiditas, dan mengarah ke hasil yang buruk. Pembedaan ini
penting karena konsep akatisia telah berkembang dari waktu ke waktu dari
kondisi gerakan langsung dari kaki ke gangguan kompleks intra-psikis dan
motorik yang mengakibatkan penderitaan. 1,3,4
Akathisia adalah perasaan subyektif akan ketegangan otot-otot yang
mengakibatkan penderita menjadi bergerak-gerak gelisah, biasanya karena efek
samping obat anti-psikotik. Akathisia merupakan gejala EPS yang paling sering
terjadi. Kemungkinan terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan
medikasi neuroleptik, terutama pada populasi pasien lebih muda. Manifestasi
klinis berupa perasaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang panjang,
dengan gerakan yang gelisah, umumnya laki-laki yang tidak bisa tenang.

2
Penderita dengan akathisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya
menjadi cemas atau iritable. Akathisia sering sulit dinilai dan sering salah
diagnosis dengan anxietas atau agitasia dari pasien psikotik, yang disebabkan
dosis antipsikotik yang kurang. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau
kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang
memburuk. Sebaliknya akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau
manifestasi fisik lain dari akatisia hanya dapat ditemukan pada kasus yang
berat.3,4
Sementara itu sekarang diketahui bahwa aspek subjektif dapat
mendominasi tanpa kelainan motorik, diagnosis sering terlewat karena banyak
dokter masih keliru dan mempercayai akatisia tidak ditemukan kecuali jika
ditemukan ekstremitas bawah bergerak. Komponen psikologis akatisia sering
keliru untuk kondisi lain. Dokter cenderung lebih mengandalkan manifestasi
objektif ketika datang ke gangguan gerak. Sikap ini mungkin terkait kriteria
diagnostik untuk akatisia digambarkan dalam Manual Diagnostik dan Statistik
Gangguan Mental, Edisi Keempat (DSM-IV).1,5

III. EPIDEMIOLOGI
Di masa lalu, Parkinsonisme ditegakkan sebagai efek samping
neuroleptik, sementara dokter tidak terlalu memperhatikan akatisia. Saat ini,
banyak dokter percaya bahwa akatisia adalah fenomena motorik dan bahwa
tanda-tanda motorik harus hadir untuk diagnosis. Hal ini menimbulkan masalah
karena sebagian besar keluhan yang diderita oleh pasien adalah
subjektif. Meskipun estimasi komponen subjektif adalah penting untuk
diagnosis, dokter sering tidak menanyakan kepada pasien tentang hal
itu. Karena diagnosis didorong oleh gejala fisik dan bukan masalah mental yang
disebabkan oleh keinginan untuk bergerak, tingkat prevalensi dalam studi
biasanya kurang terwakili. 1

3
Faktor lain yang mengacaukan penelitian menyangkut titik di mana
akatisia diukur. Banyak peneliti telah meneliti akatisia subjektif dan objektif
dalam evaluasi yang umumnya terjadi 2 minggu setelah memberikan
pengobatan dengan obat-generasi pertama. Tingkat rata-rata pada 2 minggu
adalah 39%, yang biasanya sedikit lebih tinggi pada minggu pertama dan
berkurang tingkat keparahan selama beberapa minggu ke depan.1

IV. ETIOLOGI
Akathisia sering dikaitkan dengan penggunaan obat antipsikotik yang
antagonis reseptor dopamin. Masih ada pemahaman yang terbatas pada
patofisiologi dari akathisia, tetapi berhubungan dengan obat yang memblokir
dopaminergik transmisi di otak.1,3,4

V. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi akatisia mungkin melibatkan dopamin, asetilkolin, -
aminobutyric acid (GABA), norepinefrin, serotonin, dan neuropeptida. Dampak
dopamine antagonisme berbagai neurotransmitter dan langsung berkorelasi
dengan EPS. Sebagai contoh, dopamin antagonis dapat mempengaruhi GABA
di pallidus atau norepinefrin dalam lokus seruleus (Gambar 1). 1,4,8

4
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya EPS1
Beberapa telah mempertanyakan apakah akatisia hanyalah sebuah
blokade dopamine. Oleh karena itu, ketika para peneliti mencari obat baru
untuk mengobati psikosis atau skizofrenia, mereka sering fokus pada obat-
obatan yang tidak dominan memproduksi dopamine blokade tetapi dapat
menghasilkan secara tidak langsung melalui sistem glutamat atau sistem
GABAergic atau sistem kolinergik. Misalnya, menambahkan 2A 5-HT blocker
postsynaptic meningkatkan gejala negatif, mungkin dengan meningkatkan

5
dopamin di korteks prefrontal. Dalam model ini, EPS yang didefinisikan secara
ketat sebagai kekakuan karena penyakit parkinson yang membaik, meskipun
akathisa tida. Fakta bahwa prevalensi akathisia tidak berubah dalam studi
tersebut menunjukkan bahwa ada mekanisme extradopaminergic yang
terlibat.1,7
Faktor lain untuk dipertimbangkan yaitu clozapine dan quetiapine, yang
memiliki hampir tidak ada fitur Parkinsonisme pada dosis normal, juga dapat
menyebabkan akatisia tanpa adanya EPS lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
ada mekanisme lain yang terlibat dalam akatisia. Selain itu, akatisia tardive
telah dilaporkan membaik dengan pengobatan moclobemide. Hal ini
menunjukkan bahwa mekanisme yang terlibat mungkin penghambatan fungsi
adrenergik di hadapan supersensitif sistem dopaminergik
mesocortical. Akhirnya, pada orang tua, akatisia dapat benar-benar dibedakan
dari penyakit Parkinson. Namun, beberapa penatalaksanaan saat ini cenderung
memiliki efek pada sistem adrenergik, daripada sistem dopamin
kolinergik. Para peneliti menduga bahwa dopamin blokade diperlukan dalam
pengembangan akatisia tetapi tidak cukup untuk sepenuhnya menjelaskan
kondisi ini. Berbagai wilayah otak dan sirkuit yang berbeda perlu
diperiksa. Gambar 2 menggambarkan jalur yang digunakan untuk menjelaskan
EPS. Ada dua jalur dari basal ganglia-jalur langsung dan jalur tidak
langsung. Perubahan jalur langsung biasanya melibatkan konsekuensi yang
diskinesia, sementara perubahan jalur tidak langsung cenderung memiliki
konsekuensi yang berkaitan dengan gejala penyakit Parkinsonisme. Namun,
tidak jalur yang dapat menjelaskan tentang terjadinya akathisia.1,4

6
Gambar 2. Jalur Penjelasan EPS1
Meskipun ada banyak hipotesis yang mungkin untuk patofisiologi
akatisi akut, tidak ada yang benar-benar memuaskan. Sejauh ini hipotesis yang
paling menarik adalah blokade reseptor dopamin di daerah mesocortical dan
mesolimbic otak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akathisia dikaitkan
dengan aktivitas metabolisme yang berkurang di thalamus dan otak kecil.
Sehingga, aktivitas metabolik pulih ketika akathisia menghilang setelah
penghentian olanzapine.1,4,11

VI. KLASIFIKASI
a. Subtipe Akatisia

7
Akatisia dapat digolongkan berdasrkan awitan dan lama pemberian terapi
antipsikotik. Subtipe diperlukan untuk membedakan karakteristik klinis,
profil farmakologis dan faktor pencetusnya. Sebagian besar penelitian
yang berhubungan dengan akatisia dilakukan dalam fase akut sehingga
saat ini informasi yang berkaitan dengan subtipe akatisia lainnya masih
bersifat terbatas. Terdapat beberapa jenis obat di luar obat-obatan
golongan neuroleptik seperti obat antidepresan dan antiemetik yang dapat
menginduksi terjadinya akatisia. Pada pemberian obat-obat ini, terjadinya
akatisia berhubungan dengan pemberian antipsikotik yang sifatnya akut
sehingga subtipe akatisia lainnya selain subtipe akut tidak dapat
diaplikasikan kepada mereka.1
b. Istilah lain yang berkaitan dengan akatisia
Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan akatisia. Istilah-istilah ini
sering memiliki pengertian yang bertumpang tindih dengan akatisia yang
sebenarnya sehingga perlu untuk dipahami dengan lebih baik.1
1. Pseudoakatisia
Akatisia ini merupakan tardive dyskinesia yang salah didiagnosis
sebagai akatisia. Pada pemeriksaan akan nampak adanya kegelisahan
yang berasal dari dalam.
2. Akatisia yang terjadi sekunder dari kondisi medis umum
Terdapat beberapa penyakit dan gangguan yang dapat memberikan
tampilan klinis menyerupai akatisia, misalnya seperti parkinson,
trauma otak, enchepalitis lethargica, Infark lentikular, dan abses
subtalamikus
3. Hemiakatisia dan monoakatisia
Manifestasi akatisia yang hanya terjadi pada separuh sisi tubuh atau
separuh ekstremitas. Bila ditemukan kondisi ini maka adanya
gangguan organik yang mengenai otak harus dipertimbangkan.
c. Akatisia akut
Akatisia akut merupakan akatisia yang terjadi dalam jangka waktu tidak
lama sejak awitan pemberian obat golongan neuroleptik. Penelitian
menyebutkan prevalensi akatisia akut bervariasi antara 8% hingga 76%.

8
Akatisia akut bersama dengan parkinsonisme merupakan efek samping
pemberian obat neuroleptik yang paling sering ditemukan. Pemberian obat
neuroleptik atipikal belum memberikan bukti yang kuat dapat menurunkan
terjadinya akatisia akut. Berbagai hasil penelitian yang ada menunjukkan
hasil yang tidak konsisten. Akatisia akut juga dapat disebabkan oleh obat-
obat lainnya selain oleh obat golongan neuroleptika. Obat-obat lain yang
dapat menimbulkan akatisia akut adalah golongan obat SSRI,
antikonvulsan, obat-obat yang mengikat reseptor 5-HT, antagonis kalsium,
dan litium karbonat.1,5
Gambaran klinis akatisia yang utama adalah adanya perasaan kegelisahan
subjektif yang dirasakan oleh pasien. Bila kondisi akatisia ringan maka
akan muncul dalam perasaan kecemasan, iritabilitas, disforia, rasa tak
sabar atau rasa tak nyaman yang menyeluruh. Pasien umumnya akan
mendeskripsikan dengan jelas bahwa mereka merasa gelisah dari dalam
dan akhirnya mempengaruhi pergerakan pada ekstremitas bawah mereka.
Keinginan bergerak dapat menjadi preokupasi pasien. Akatisia ringan
dapat dideteksi dengan menanyakan pada pasien, apakah mereka mampu
bertahan melakukan aktivitas tertentu yang memerlukan konsentrasi dalam
satu posisi, misalnya menonton TV dengan duduk, memasak dengan
berdiri.1
Akatisia dapat menyebabkan penolakan terhadap terapi farmakologis.
Pada pasien skizofrenia, akatisia menyebabkan noncompliance. Hal ini
disebabkan karena pasien sering tidak mampu menyatakan kegelisahan
dari dalam yang mereka rasakan. Pada beberapa pasien, perasaan gelisah
dapat bermanifestasi dalam bentuk rasa takut, cemas, merasa terteror,
marah atau rasa tak nyaman di daerah tubuh. Akatisia akut juga diketahui
berhubungan dengan perilaku agresi, self-destructive dan perilaku bunuh
diri pada pasien skizofrenia.1,8
Pada pengamatan objektif akan nampak kegelisahan motorik dan
perubahan perilaku sebagai manifestasi kegelisahan. Fidgetting

9
merupakan tanda yang paling sering ditemukan dan nampak sebagai
gerakan yang tak bertujuan yang terjadi pada tungkai bawah, kaki atau
jari-jarinya, menyilang dan tidak menyilang kai secara berulang-ulang,
mengetuk-ngetukkan jari-jari kaki, dan seterusnya. Pada posisi berdiri,
pasien akan nampak memindah-mindahkan berat dari satu kaki ke kaki
lain, berbaris pada satu tempat, atau berjalan-jalan tanpa tujuan. Sementara
pada posisi berbaring, gerakan-gerakan ini masih dapat ditemukan dalam
bentuk yang lebih ringan. Dalam posisi duduk, ia akan terus-menerus
meindahkan posisi duduknya namun umumnya ini hanya terjadi pada
18,5% smapai dengan 37,2% pada akatisia.1,9

VII. DIAGNOSIS BANDING


Adapun diagnosis banding dari akathisia yaitu:
a. Tardive Akthisia.
Tardive akathisia ditandai dengan manifestasi akatisia jangka panjang,
yang berkembang setelah 3 bulan pengobatan. Hal ini kadang-kadang
membingungkan dengan akatisia kronis, tetapi bentuk kronis dimulai lebih
awal dan berlanjut melebihi 3 bulan. Akatisia dyskinesia disertai dengan
fenomena motorik yang berhubungan dengan dyskinesia (yang kurang
responsif terhadap pengobatan antikolinergik). Terus-menerus atau dalam
beberapa kasus, semakin memburuk, ketika pengobatan antipsikotik
dihentikan atau dikurangi.1,3
b. Keadaan Putus Obat.
Keadaan putus obat adalah diagnosis diferensial umum. Penarikan dari
zat seperti opiat atau ganja dapat menyebabkan gerakan seperti akatisia dan
gelisah.1
c.
Tardive Dyskinesia.
Pasien dengan tardive diskinesia (TD) sering memperlihatkan berbagai
gerakan motorik abnormal. Misalnya, gerakan lidah, mulut, mengecap-
ngecapkan bibir, menghisap dan mengerutkan wajah atau meringis. Gerakan

10
lain yaitu gerakan anggota gerak yang tidak terkoordinasi seperti gerakan
koreotetoid (Jari tangan dan kaki) dan gerakan menggeliat.3,10

VIII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa cara penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi akatisia yang mencakup usaha prevensi dan terapi farmakologis.
Usaha prevensi akatisia bertujuan untuk pencegahan sehingga pemberian
farmakoterapi tidak sampai menimbulkan akathisia. Usaha-usaha yang dapat
dilakukan dalam kaitannya dengan obat antipsikotik antara lain adalah
memodifikasi faktor penyebab seperti pemberian dosis obat yang lebih kecil,
peningkatan dosis bertahap, memilih penggunaan obat oral dibandingkan
dengan injeksi. Sementara untuk akathisia yang terjadi pada golongan obat
yang lainnya, menurunkan dosis obat umumnya dapat mengurangi derajat
beratnya akathisia. Selain itu usaha lainnya yang dapat dilakukan adalah
memodifikasi faktor risiko dengan menggunakan obat-obat yang diketahui
dapat mengatasi akathisia. Sementara untuk pengobatan farmakologis dapat
dipilih golongan obat antikolinergik, antiadrenergik, antagonis serotonin dan
benzodiazepin.1,4,6
Benzodiazepin atau -blocker pengobatan lini pertama untuk
akatisia. Jika dokter meyakini bahwa akatisia adalah fenomena noradrenergik,
-blocker akan dipertimbangkan terlebih dahulu, kemudian pilihan kedua
adalah benzodiazepine. Dianjurkan pengurangan dosis yang tidak
membahayakan hati untuk efektivitas pengobatan. Pasien yang memiliki gejala
Parkinsonisme bersama dengan akatisia (sekitar 65% dari pasien mungkin
memiliki kedua presentasi) dapat merespon obat antikolinergik. Dosis yang
sama biasanya digunakan benztropine atau golongan yang sama, harus
digunakan untuk terapi antikolinergik dalam situasi ini. 1,4,11

IX. KESIMPULAN

11
Akatisia telah menjadi fenomena yang sulit dipahami sehingga
penelitian harus lebih diperdalam. Mengidentifikasi dan mendiagnosis akatisia
sangat sulit, dan skala standar bisa sangat berguna. Hal ini juga bermanfaat
untuk membedakan antara berbagai jenis akatisia, seperti kronis maupun akut,
dan untuk menentukan pengobatan yang tepat. Selain itu, penting untuk
membedakan akatisia dari aktivasi atau kecemasan psikotik. Dopamin mungkin
bukan satu-satunya neurotransmitter yang terlibat dalam akatisia. GABA,
asetilkolin, dan norepinefrin yang terlibat juga. Ini harus dipertimbangkan
dalam memilih pilihan pengobatan.
Dari sudut pandang klinis, dokter merasa nyaman mengukur ketiga
komponen subjektif akatisia, distress, dan motorik. Baik anamnesis dan
pemeriksaan yang diperlukan, daripada pengamatan saja. Akatisia subyektif
biasanya hadir sebelum tanda-tanda motorik. Seorang pasien mungkin memiliki
kesulitan intens tanpa gerakan atau tidak ada tekanan subjektif dengan gerakan
yang parah. Lipofilik -blocker (misalnya, propranolol) adalah pengobatan
terbaik untuk pasien yang tidak memiliki gejala Parkinsonisme dan
antikolinergik yang terbaik saat akatisia disertai dengan gejala
Parkinsonisme. Pada pasien dengan kronis, akatisia persisten atau akatisia akut,
benzodiazepin dianggap pengobatan lini pertama diikuti dengan
clonidine. Model pengobatan harus mempertimbangkan perbandingan risiko
dan manfaat sebelum melakukan pengurangan dosis atau pengobatan
bersamaan. Dokter harus memastikan bahwa gejala sasaran yang sebenarnya
menurun dengan pengobatan yang diberikan dan penggunaan instrumen yang
konsisten dianjurkan.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Iqbal N. Akathisia: Problem of History or Concern of Today. The International


Journal of Neuropsychiatric Medicine. 2007;12:1-16
2. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2007.
3. Adikusumo A. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua ed. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
4. Kaplan H, Sadock B. Medication Induced Movement Disorders. Kaplan &
Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,
10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007:pp. 995
5. Peitl MV, Joko P, Sandra B, Ivona , Vjekoslav P. Symptoms Of Agitated
Depression And/Or Akathisia. Psychiatria Danubina, Medicinska naklada -
Zagreb, Croatia. 2011; Vol. 23, No. 1, pp 108110.
6. Poyurovsky M. Acute Antipsychotic-Induced Akathisia Revisited. The British
Journal of Psychiatric. 2010:pp196,89-91.

13
7. Sethuram K, Joana G. Akathisia : Case Presentation and Review of Newer
Treatment Agent. Psychiatric Annals. 2014. Vol. 44. No 8:pp391-7.
8. Casey DE. Pathophysiology of antipsychotic drug induced movement disorders. J
Clin Psychiatry. 2004;65(suppl9):2528.
9. Barnes TR. A rating scale for druginduced akathisia. Br J Psychiatry.
1989;154:672676.
10. Sachdev P. The Epidemiology of Drug-Induced Akathisia. Part II: Chronic, Tardive
and Withdrawl Akathisia. Neuropsychiatric Institute. The Prince Henry Hospital.
1995. Vol 21 No.3:pp451-62.
11. Kaye NS. Psychic Akathisia. Journal of Clinical Psychopharmacology. 2003.
Vol 23. No. 2.

SKIZOFRENIA YTT ( F20.9)


LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 33 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Petani
Alamat : Bilangka, Kab. Pangkep

RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 14
Januari 2015 dari :
Nama : Tn. A
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Bilangka, Kab. Pangkep

14
Hubungan dengan pasien : Adik pasien

RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama
Mengamuk
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien mengamuk sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu, namun memburuk sejak 2
hari terakhir pasien akan marah jika ada hal yang tidak disukai, pasien mengamuk dan
mengancam orang yang tidak disukainya, pasien sering terlihat membawa parang, pasien
merasa curiga jika diberikan makanan dan minuman, pasien juga terlihat berbicara sendiri.
Riwayat mendengar suara (+), pasien juga pernah melihat bayangan hitam. Menurut keluarga
pasien, pasien sudah 3 kali masuk ke RSKD Dadi. Yang terakhir adalah 7 bulan yang lalu
akibat memukul pamannya hingga terluka. Sejak 1 bulan terakhir pasien tinggal bersama
ayahnya, ayahnya tidak mengetahui obat apa yang dikonsumsi sejak pasien pulang dari RS.
Namun menurut ayahnya, pasien tidak mau lagi mengambil obatnya sejak tinggal di pangkep
dan obat yang diberikan keluarganya dibuang oleh pasien. Pasien hanya mengkonsumsi
makanan seperti nasi, sayur, ikan. Jika diberikan teh, pasien tidak ingin meminumnya karena
merasa sudah diracuni. Jika pasien marah-marah, pasien tampak bicara sendiri dan keluarga
tidak mengerti apa yang dikatakan pasien. Pasien juga pernah memukul tetangganya. Pasien
pernah mengamuk di sawah dan guling-guling di sawah. Menurut keluarganya, perubahan
perilaku dialami 1 tahun yang lalu. Perubahan dirasakan sejak pasien pulang dari malaysia.
Keluarga tidak mengetahui apa yang mendasari perubahan perilaku pasien.
Hendaya/disfungsi :
Hendaya sosial (+)
Hendaya pekerjaan (+)
Hendaya waktu senggang (+)
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik sebelumnya, seperti
infeksi, dan kejang. Riwayat trauma karna kepala terbentur.
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Merokok (+)

15
Alkohol (-)
Obat-obatan lainnya (-)
3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya
Pernah masuk ke RSKD 7 bulan sebelumnya akibat memukul pamannya
hingga terluka. . Menurut keluarganya, perubahan perilaku dialami 1 tahun yang
lalu. Perubahan dirasakan sejak pasien pulang dari malaysia. Keluarga tidak
mengetahui apa yang mendasari perubahan perilaku pasien
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal, cukup bulan, dan persalinan dibantu oleh bidan.
Informasi lain mengenai pasien tidak didapatkan.
2. Riwayat Masa Kanak Awal ( sejak lahir hingga usia 1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sama dengan perkembangan anak
seusianya. Tidak ada masalah perilaku yang menonjol.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( usia 4-11 tahun)
Pasien tamat SD dan memiliki prestasi yang biasa-biasa saja. Pasien
tinggal bersama orang tuanya dan cukup mendapat perhatian dan kasih
sayang.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja ( usia 12-18 tahun)
Setelah tamat SD, pasien tidak melanjutkan sekolahnya dan memulai
pekerjaan sebagai petani.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan : SD
b. Riwayat Pekerjaan : Petani
c. Riwayat Pernikahan : sudah menikah dan memiliki 1
orang anak namun tidak lagi tinggal se-rumah dengan istri dan
anaknya.
d. Riwayat Kehidupan beragama : tidak diketahui
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien merupakan anak 1 dari 3 bersaudara (). Hubungan dengan kedua
orang tua dan saudara baik.
F. Situasi Sekarang

16
Pasien tinggal bersama ayahnya, ibu pasien telah meninggal. Pasien telah
menikah dan memiliki 1 orang anak, namun pasien tidak lagi bersama
istrinya.
G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien mengaku diri nya tidak sakit dan tidak butuh pengobatan.

PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


A. Status Internus
Keadaan umum tidak tampak sakit, kesadaran composmentis, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 82x/menit, frekwensi pernafasan 18x/menit dan suhu tubuh
36,7C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan
abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
B. Status Neurologi
GCS : Eye 4, Verbal 6, Motorik 5. Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk
(-), Kernigs sign (-)/(-), pupil bulat dan isokor diameter 2,5mm/2,5mm, refleks
cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas
normal, tidak ditemukan refleks patologis.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Laki-laki, berambut acak-acakan berwarna hitam lurus, wajah sesuai umur,
perawakan kurus, memakai celana kain berwarna coklat.
2. Kesadaran
Berubah
3. Perilaku dan aktivitas motorik
Tenang
4. Pembicaraan
Lancar, spontan, intonasi biasa
5. Sikap terhadap pemeriksa

17
Kooperatif
B. Keadaan afektif (Mood), perasaan atau empati
1. Mood : Sulit dinilai
2. Afek : Tumpul
3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi intelektual
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : Sesuai taraf
pendidikan
2. Daya konsentrasi : Terganggu
3. Orientasi (waktu,tempat,orang) : Baik
4. Daya ingat (jangka panjang, jangka pendek,segera) : Baik
5. Pikiran abstrak : Terganggu
6. Bakat kreatif : Tidak Ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Kurang
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi Auditorik : Pasien merasa mendengar orang mengatakan
bahwa dirinya akan dibawa berobat.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus pikiran
a. Produktivitas : Cukup
b. Kontinuitas : Relevan
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan isi pikir : Tidak ada
F. Pengendalian Impuls : Terganggu

18
G. Daya Nilai
1. Norma sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian realitas : Terganggu
H. Tilikan (Insight)
Derajat 1 (pasien menyangkal bahwa dirinya sakit)
I. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien mengamuk sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu, namun memburuk sejak 2
hari terakhir pasien akan marah jika ada hal yang tidak disukai, pasien mengamuk dan
mengancam orang yang tidak disukainya, pasien sering terlihat membawa parang, pasien
merasa curiga jika diberikan makanan dan minuman, pasien juga terlihat berbicara sendiri.
Riwayat mendengar suara (+), pasien juga pernah melihat bayangan hitam. Menurut keluarga
pasien, pasien sudah 3 kali masuk ke RSKD Dadi. Yang terakhir adalah 7 bulan yang lalu
akibat memukul pamannya hingga terluka. Sejak 1 bulan terakhir pasien tinggal bersama
ayahnya, ayahnya tidak mengetahui obat apa yang dikonsumsi sejak pasien pulang dari RS.
Namun menurut ayahnya, pasien tidak mau lagi mengambil obatnya sejak tinggal di pangkep
dan obat yang diberikan keluarganya dibuang oleh pasien. Pasien hanya mengkonsumsi
makanan seperti nasi, sayur, ikan. Jika diberikan teh, pasien tidak ingin meminumnya karena
merasa sudah diracuni. Jika pasien marah-marah, pasien tampak bicara sendiri dan keluarga
tidak mengerti apa yang dikatakan pasien. Pasien juga pernah memukul tetangganya. Pasien
pernah mengamuk di sawah dan guling-guling di sawah. Menurut keluarganya, perubahan
perilaku dialami 1 tahun yang lalu. Perubahan dirasakan sejak pasien pulang dari malaysia.
Keluarga tidak mengetahui apa yang mendasari perubahan perilaku pasien . Terdapat
hendaya sosial, pekerjaan dan waktu senggang.
Laki-laki, berambut acak-acakan berwarna hitam lurus, wajah sesuai umur,
perawakan kurus, memakai celana kain berwarna coklat. Kesadaran terganggu,
pembicaraan lancar, intonasi biasa, perilaku dan aktivitas motorik : tenang, sikap

19
terhadap pemeriksa kooperatif, afek : tumpul, keserasian : serasi, empati : tidak dapat
diraba rasakan, kemampuan dalam menolong diri sendiri kurang, tidak terdapat
preokupasi, halusinasi auditorik, daya nilai terganggu, tilikan derajat satu. Taraf dapat
dipercaya.

EVALUASI MULTIAKSIAL
A. AKSIS I
Berdasarkan alloanamnesis, autoenamnesis dan pemeriksaan status mental
didapatkan gejala klinis yang bermakna berupa pola tingkah laku seperti suka marah-
marah, berbicara sendiri. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) keluarga
serta terdapat hendaya (dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang sehinga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
Gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status mental, ditemukan hendaya berat dalam menilai realita
berupa halusinasi sehingga didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan sehingga kelainan organil dapat disingkirkan dan dikategorikan sebagai
gangguan jiwa psikotik non organic.
Dari alloanamnesis, autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan
halusinasi selama 1 bulan lebih. Ini merupakan kriteria skizofren dengan satu gejala,
sehingga berdasarkan PPDGJ III pasien didiagnosis dengan gangguan Skizofrenia
(F20).
Pada kasus ini pasien telah masuk ke RSKD 3 kali, dan pada pasien tidak
ditemukan gejala khas yang mengarahkan ke skizofrenia paranoid, herbefrenik,
simpleks, residual. Sehingga berdasarkan Pedoman dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ III) memenuhi kriteria Skizofrenia YTT(F20.9)
B. AKSIS II
Tidak terdapat informasi yang cukup untuk mengkategorikan ke dalam
gangguan kepribadian khas.

20
C. AKSIS III
Tidak ada diagnosis.
D. AKSIS IV
Tidak didapatkan adanya stressor psikososial yang berarti.
E. AKSIS V
GAF Scale 50-41, pasien mengalami gejala berat dan disabilitas berat.

DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien memerlukan
farmakoterapi.
2. Psikologik
Terdapat hendaya berat dalam menilai realita yang menimbulkan gejala psikis
sehingga pasien memerlukan psikoterapi.
3. Sosiologik
ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan
waktu senggang sehingga perlu dilakukan sosioterapi.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prognosis yaitu :

A. Faktor penghambat :
- Onset sudah 1 tahun
- Tilikan yang jelek
B. Faktor pendukung
- Tidak terdapat riwayat yang sama dalam keluarga.
- Dukungan keluarga cukup baik untuk kesembuhan pasien.

RENCANA TERAPI
A. Psikofarmakologi
- Haloperidol 5mg 3 x1

21
B. Psikoterapi
Suportif :
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien dalam
memahami dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian
mengenai penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang
mungkin timbul selama pengobatan, serta motivasi pasien supaya minum obat secara
teratur.
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang penyakit pasien sehingga
tercipta dukungan sosial dalam lingkungan yang kondusif sehingga dapat membantu
penyembuhan pasien.
FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai
efektivitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping
obat yang diberikan.
PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA
Dari alloanamnesis dan autoanamnesis serta pemeriksaan status mental, maka
disimpulkan bahwa pasien didiagnosis dengan Skizofrenia YTT (F20.9) sesuai
dengan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III).

Skizofrenia merupakan salah satu dari kelompok gangguan psikotik, yang


dikarakteristikan dengan simptom positif dan negatif dan sering dihubungkan dengan
kemunduran penderita dalam menjalankan fungsi sehari-hari. Dalam tahun 1911,
Eugen Bleuler memperkenalkan istilah skizofrenia karena gangguan ini menyebabkan
terjadinya perpecahan antara pikiran, emosi, dan perilaku. Istilah Skizofrenia berasal
dari bahasa Jerman, yaitu Schizo (Perpecahan/Split) dan Phrnos (Mind).

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa edisi ke III


(PPDGJ-III), pedoman diagnostik Skizofrenia (F.20) yaitu dengan

22
Kriteria diagnosa berdasarkan PPDGJ-III

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat

jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):

1. - Thought echo : Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda, atau

- Thought insertion or withdrawal: Isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan

- Thought broadcasting : Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain


atau umumnyamengetahuinya.

2. - Delusion of control : Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar atau

- Delusion of influence : Waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu


kekuatantertentu dari luar atau

- Delusion of passivity : Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah


terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk
ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau
penginderaan khusus).

23
- Delusion perception : Pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan
mukjizat.

3. Halusional Auditorik :

` - Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap


prilaku pasien.

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:

a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila


disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.

24
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme.

c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),


posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor.

d. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

* Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung


selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk
setiap fase nonpsikotik prodromal);

* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam


mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut
dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan

Diagnosis skizofrenia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan alloanamnesis,


autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan halusinasi selama 1 bulan
lebih. Ini merupakan kriteria skizofren dengan satu gejala, sehingga berdasarkan
PPDGJ III pasien didiagnosis dengan gangguan Skizofrenia (F20).
Pada kasus ini pasien telah masuk ke RSKD 3 kali, dan pada pasien tidak
ditemukan gejala khas yang mengarahkan ke skizofrenia paranoid, herbefrenik,

25
simpleks, residual. Sehingga berdasarkan Pedoman dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ III) memenuhi kriteria Skizofrenia YTT(F20.9).
Saat ini diberikan antipsikotik tipikal yaitu Haloperidol yang bekerja pada
reseptor dopamin dikarenakan pada pasien memiliki sindrom psikosi dengan gejala
dominan yaitu halusinasi, perasaan tumpul. Diharapkan dengan pemberian obat ini
gejala psikosis pada pasien berkurang. Tapi monitoring munculnya sindrom
ekstrapiramidal harus tetap ditakutkan.
Terapi dari antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, tetapi terapi
suportif yakni memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien
dalam memahami dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian
mengenai penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang
mungkin timbul selama pengobatan, serta motivasi pasien supaya minum obat secara
teratur. Sosioterapi juga diperlukan karena dengan memberikan penjelasan kepada
keluarga tentang penyakit pasien sehingga tercipta dukungan sosial dalam lingkungan
yang kondusif sehingga dapat membantu penyembuhan pasien.
Prognosis pasien ini adalah Dubia ad bonam
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prognosis yaitu :

Faktor penghambat :

- Onset sudah 1 tahun


- Tilikan yang jelek

Faktor pendukung

- Tidak terdapat riwayat yang sama dalam keluarga.


- Dukungan keluarga yang cukup baik untuk kesembuhan pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ-III). Jakarta : FK


Jiwa Unika Atmajaya. 2004.
2. Kaplan H.I, Sadock B.J, Greb J.A. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I. Bina Rupa Aksara, Jakarta. 2012.
3. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2007.

27
4. Adikusumo A. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua ed. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.

Lampiran
Autoanamnesa (14 januari 2015)
DM : asalamualaikum pak. boleh saya tanya-tanya ki?
P : boleh dok
DM : bapak namanya siapa?
P : kamaruddin
DM : bapak bagaimana kabarnya hari ini?
P : baik
DM : bapak tau berapa umur ta sekarang?
P : 28 tahun
DM : tanggal berapa ki lahir?
P : emm 198.., ee 1985,...emm. 5..., oh tanggal 1 bulan 5 1985
DM : bapak tau sekarang kira-kira pagi, siang atau malam?

28
P : sore
DM : kita tau dimana ki sekarang ini?
P : di rumah sakit dadi
DM : bapak tau siapa yang antarki kesini?
P : ada bapak saya, 1 bidan, sama ada 2 orang lagi
DM : kita tau sapa 2 orang itu?
P : tidak
DM : kita tau kenapaki dibawa kesini?
P : karena orang salah paham sama saya
DM : kenapa orang salah paham sama kita?
P : karena saya cerita marah sama tetangga
DM : kenapaki cerita marah sama tetangga?
P : tidak kutau juga. Marah sama tetangga
DM : apa dibilang tetangga itu?
P : bilang mau lagi di obat marah itu.
DM : siapa bilang mauki di obat marah, kita tahu siapa namanya?
P : tidak tau juga
DM : dimana ki lihat?
P : tidak tau juga
DM : Oh siapa itu bapak umar ?
P : Bapak nya fahri dokter
DM : jadi, bapak karena mengamukki jadi dibawaki kesini?
P : bukan, orang itu salah paham.
DM : bapak katanya suka bawa parang?
P : iya dok, kalo mau ke sawah. Saya bawa parang, kalo mau ke sawah
DM : kita nda pernah dengar suara-suara atau lihat bayangan?
P : tidak.
DM : bapak sudahki menikah?
P : sudah

29
DM : adami anakta?
P : ada 1, laki-laki
DM : berapa umurnya?
P : 4 tahun
DM : bapak kita tahu artinya tangan panjang?
P : .........................
DM : kalo tong kosong nyaring bunyinya? Apa artinya?
P : ................................
DM : bapak tahu ki 100 7?
P : 93
DM : kalo kurang 7 lagi?
P : 80
DM : bapak ada hal yang menurutta spesial dibandingakn dengan orang
lain?
P : saya pendiam
DM : ada lagi selain itu?
P : badan saya sering dipukul-pukul
DM : dipukul bagemana?
P : dipukul-pukul
DM : apa kita bikin kalo ada yang pukul-pukulki?
P : tidak ada
DM : katanya pernahki bede bekerja di malaysia?
P : iya
DM : apa kita bikin?
P : di malaysia kerja kelapa sawit
DM : ada sesuatu yang luar biasa yang kita alami pak?
P : tidak ada
DM : oh iye pade bapak. Terima kasih banyak pak. Istirahat maki
P : iya

30
31

Anda mungkin juga menyukai