Anda di halaman 1dari 12

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSUD Anutapura Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFLEKSI KASUS

DISUSUN OLEH:

PUTRI PRIMANDINI H. DJAELANI


N 111 21 002

PEMBIMBING:
dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M.Kes., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSUD ANUTAPURA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
REFLEKSI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.W
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 36 tahun
Alamat : Tolambu
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 16 September 2021
Tempat Pemeriksaan : Poli Jiwa RSU Anutapura Palu

I. Deskripsi Umum
Pasien perempuan berusia 36 tahun datang ke RSU Anutapura pada
tanggal 16 September 2021 dengan keluhan merasa cemas serta takut yang
berlebih sejak 3 minggu terakhir. Pasien juga mengeluhkan sakit pada
bagian perut ketika mengalami kecemasan. Pasien merasa sedih serta takut
akan penyakit yang di derita nya. Awal mula pasien mengalami cemas
ketika mendengarkan kabar duka dari keluarga pasien dan sejak saat itu
pasien mengalami keluhan berupa cemas serta takut hal serupa akan terjadi
kepada pasien. Pasien juga merasakan jantung nya berdebar-debar ketika
mendengarkan kabar buruk. Pasien mengeluhkan bahwa dirinya sulit untuk
tertidur dimalam hari. Berdasarkan autoanamnesis pasien kadang merasa
kesal jika anak-anaknya tidak mau mendengar perkataan pasien.

II. Emosi yang Terlibat


Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien kooperatif dapat
menjelaskan masalahnya sehingga informasi yang dibutuhkan terkait untuk
mendiagnosis gangguan dapat dikumpulkan.
1. Apa saja gangguan jiwa yang tergolong gangguan ansietas?
2. Mengapa ditegakkan diagnosis gangguan ansietas YTT? Apa diagnosis
bandingnya?
3. Apa tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien dengan gangguan
ansietas?

III. Evaluasi
a. Pengalaman Baik
Sikap pasien selama wawancara dilakukan kooperatif dan dengan
cepat menjawab pertanyaan yang diberikan, sehingga didapatkan hasil
wawancara sesuai yang diharapkan.
b. Pengalaman Buruk
Tidak ada

IV. Analisis
1. Gangguan Ansietas
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak
nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa
malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam
tersebut terjadi.1
Gangguan kecemasan adalah sekelompok kondisi yang memberi
gambaran penting tentang kecemasan yang berlebihan, disertai respons
perilaku, emosional, dan fisiologis. Individu yang mengalami gangguan
kecemasan dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti
panik tanpa alasan, takut yang tidak beralasan terhadap objek atau
kondisi kehidupan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa dapat
dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang traumatik, atau rasa
khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan.1
Menurut DSM-IV-TR, gangguan-gangguan yang digolongkan
kedalam gangguan kecemasan adalah gangguan panik tanpa
agoraphobia, gangguan panik dengan agoraphobia, agoraphobia tanpa
riwayat gangguan panik, fobia spesifik, fobia sosial, gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan stress pasca trauma, gangguan stress akut,
gangguan cemas menyeluruh, gangguan ansietas akibat keadaan medis
umum, gangguan ansietas yang dicetuskan zat, dan gangguan ansietas
yang tidak tergolongkan.2
Gangguan Panik (Panic Disorder) adalah satu perasaan serangan
cemas mendadak dan terus menerus disertai perasaan-perasaan akan
datangnya bahaya/bencana, ditandai dengan ketakutan yang hebat
secara tiba-tiba. Gangguan Panik disebut juga Anxietas Paroksismal
Episodik.3
Istilah Agoraphobia berasal dari bahasa Yunani yang artinya “
takut terhadap tempat-tempat belanja (market place). Orang-orang yang
memiliki gangguan agoraphobia takut kerumunan (crowded), tempat-
tempat ramai. Mereka juga takut pada ruang-ruang sempit dan akhirnya
mereka juga takut akan tempat yang luas dan terbuka, khususnya jika
mereka sendirian.4
Fobia spesifik adalah rasa takut yang kuat dan menetap akan suatu
objek atau situasi, sedangkan fobia social adalah adanya rasa takut yang
kuat dan menetap akan situasi yang dapat menimbulkan rasa malu.5
Gangguan obsesif-kompulsif adalah gejala obsesi atau kompulsi
berulang yang cukup berat sehingga menimbulkan penderitaan yang
jelas pada orang yang mengalaminya. Obsesi adalah pikiran, perasaan,
gagasan, atau sensasi yang berulang dan mengganggu. Kompulsi adalah
perilaku yang disadari, standar, dan berulang, seperti menghitung,
memeriksa atau menghindar. Gangguan stress pasca trauma ditegakkan
apabila gejala telah bertahan lebih dari satu bulan setelah peristiwa dan
harus memengaruhi area penting kehidupan secara signifikan. Apabila
gejala lebih dini dari gangguan stress pasca trauma (dalam 4 minggu
setelah trauma) dan membaik dalam 2 hari sampai 4 minggu, maka
diagnosis ditegakkan yaitu gangguan stress akut.5
Gangguan stress pasca trauma merupakan suatu sindrom yang
timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam, atau mendengar
stressor traumatik yang ekstrem. Seseorang bereaksi terhadap
pengalaman tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya, secara
menetap menghidupkan kembali peristiwa tersebut, dan mencoba
menghindari mengingat hal itu.5
Gangguan ansietas menyeluruh adalah ansietas dan kekhawatiran
yang berlebihan mengenai beberapa peristiwa atau aktivitas hampir
sepanjang hari selama sedikitnya 6 bulan. Apabila kecemasan timbul
akibat kondisi medis umum, maka diagnosis ditegakkan sebagai
gangguan ansietas akibat keadaan medis umum, dan apabila kecemasan
timbul akibat efek fisiologis penggunaan zat, maka diagnosis
ditegakkan sebagai gangguan ansietas yang dicetuskan zat. Pasien
dengan gejala gangguan ansietas tetapi tidak memenuhi kriteria
gangguan ansietas yang spesifik maka digolongkan dalam gangguan
ansietas yang tidak tergolongkan.5
2. Gangguan Ansietas YTT
Gangguan ansietas YTT adalah gangguan yang dialami pasien berupa
rasa cemas namun tidak memenuhi kriteria gangguan ansietas yang
spesifik.5 Gejala ansietas memiliki dua komponen: kesadaran akan
sensasi fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran
bahwa ia gugup atau ketakutan. Ansietas juga menimbulkan pengaruh
visceral, motoric, mempengaruhi pikiran, persepsi dan pembelajaran.
Ansietas cenderung menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi,
tidak hanya persepsi waktu dan ruang tetapi juga orang dan arti
peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu proses pembelajaran dengan
menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan mengganggu
kemampuan menghubungkan satu hal dengan hal lain, yaitu membuat
asosiasi.5
Manifestasi perifer ansietas dapat berupa:5
1. Diare
2. Pusing, kepala terasa ringan
3. Hyperhidrosis
4. Hiperrefleksia
5. Hipertensi
6. Palpitasi
7. Midriasis pupil
8. Gelisah
9. Sinkop
10. Takikardia
11. Kesemutan di ekstremitas
12. Tremor
13. Gangguan perut
14. Frekuensi, hesitansi dan urgensi urin
Pada kasus ini, pasien merasakan keluhan-keluhan yang memenuhi
gejala ansietas, seperti merasa gugup, takikardi, keram, gangguan perut,
pusing, dan penurunan konsentrasi. Dari keluhan yang diceritakan oleh
pasien, kriteria diagnosis yang mendekati adalah diagnosis Gangguan
Cemas Menyeluruh dan Gangguan Panik Tanpa Agoraphobia.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Ansietas


Menyeluruh2:
A. Ansietas dan kekhawatiran yang berlebihan (perkiraan yang
menakutkan), terjadi hampir setiap hari selama setidaknya 6 bulan,
mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas (seperti bekerja atau
bersekolah).
B. Orang tersebut merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.
C. Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau lebih) dari
keenam gejala berikut (dengan beberapa gejala setidaknya muncul
hampir setiap hari selama 6 bulan).
Perhatikan : hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak.
1. Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok.
2. Mudah merasa lelah.
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong.
4. Mudah marah.
5. Otot tegang.
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur yang
gelisah dan tidak puas).
D. Fokus dari ansietas dan kekhawatiran tidak terbatas hanya pada
gambaran gangguan Aksis I, mis., ansietas atau cemas bukan karena
mengalami serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa
malu berada dikeramaian (seperti pada fobia sosial), merasa kotor
(seperti pada gangguan obsesif kompulsif), jauh dari rumah atau
kerabar dekat (seperti pada gangguan ansietas perpisahan), bertambah
berat badan (seperti pada gangguan anoreksia nervosa), mengalami
keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau
mengalami penyakit serius (seperti pada hipokondriasis), juga
ansietas dan kekhawatiran tidak hanya terjadi selama gangguan stress
pasca trauma.
E. Ansietas, kekhawatiran, atau gejala fisis menyebabkan distress yang
secara klinis bermakna atau hendaya sosial, pekerjaan, atau area
penting fungsi lainnya.
F. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu
zat (mis., penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau keadaan medis
umum (mis., hipertiroidisme) dan tidak terjadi hanya selama gangguan
mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasive.
Pada pasien ini, gejala yang dialami hampir memenuhi kriteria dari
Gangguan Ansietas Menyeluruh, namun tidak dapat didiagnosis gangguan
ansietas menyeluruh karena durasi gejala yang timbul pada pasien ini
kurang dari 6 bulan, sedangkan diagnose gangguan ansietas menyeluruh
ditegakkan apabila ansietas dialami hampir setiap hari selama setidaknya 6
bulan.
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Panik Tanpa
Agoraphobia2:
A. Mengalami (1) dan (2)
(1) Serangan panik berulang yang tidak diduga
(2) Sedikitnya satu serangan telah diikuti selama 1 bulan (atau lebih)
oleh salah satu (atau lebih) hal berikut:
(a) Kekhawatiran menetap akan mengalami serangan tambahan
(b) Khawatir akan akibat atau konsekuensi serangan (contoh:
hilang kendali, serangan jantung, “menjadi gila”)
(c) Perubahan perilaku bermakna terkait serangan
B. Tidak ada agoraphobia
C. Serangan panik tidak disebabkan efek fisiologis langsung zat
D. Serangan panik tidak dapat dimasukkan ke dalam gangguan jiwa lain
seperti fobia social, fobia spesifik, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan stress pasca trauma, atau gangguan ansietas perpisahan.
Pada pasien ini, pasien mengalami 4 atau lebih gejala serangan panik dan
timbul pada waktu yang tak menentu, diantaranya jantung berdebar, rasa
napas pendek, mual atau gangguan abdomen, pusing, dan kesemutan.
Namun, serangan ini terjadi sepanjang hari dan hampir tiap hari, bukan
hanya dalam waktu 10 menit seperti kriteria serangan panik. Sehingga dari
penjabaran tersebut, pasien ini dapat didiagnosa gangguan ansietas yang
tidak tergolongkan.
Adapun kriteria diagnosis Gangguan Ansietas YTT menurut DSM-
IV-TR adalah sebagai berikut2:
Kategori ini mencakup gangguan dengan ansietas atau penghindaran fobik
yang nyata dan tidak memenuhi kriteria gangguan ansietas spesifik
manapun, gangguan penyesuaian dengan ansietas, atau gangguan
penyesuaian dengan campuran ansietas dan mood depresi. Contohnya
mencakup:
1. Gangguan campuran ansietas depresif: gejala ansietas dan depresi yang
secara klinis bermakna, tetapi tidak memenuhi kriteria gangguan mood
spesifik atau gangguan ansietas spesifik.
2. Gejala fobia social yang secara klinis bermakna yang terkait dengan
dampak social karena memiliki keadaan medis umum atau gangguan
jiwa (contoh penyakit Parkinson, penyakit kulit, gagap, anoreksia
nervosa, gangguan dismorfik tubuh).
3. Situasi dengan gangguan yang cukup berat sehingga diperlukan
diagnosis gangguan ansietas, tetapi orang tersebut gagal melaporkan
cukup gejala guna memenuhi kriteria lengkap gangguan ansietas
spesifik manapun.
4. Situasi saat klinisi telah menyimpulkan bahwa terdapat gangguan
ansietas tetapi tidak mampu membedakan apakah gangguan tersebut
primer, akibat keadaan medis umum, atau dicetuskan zat.

3. Tatalaksana Gangguan Ansietas


Pengobatan yang biasa digunakan pada pasien dengan gangguan
ansietas diantaranya antidepresan (SSRIs, SNRIs, TCAs, dan MAOIs),
benzodiazepine, β-blockers, serta ada beberapa yang menggunakan
antihistamin dan atipikal antipsikotik. SSRIs direkomendasikan sebagai
first-line terapi untuk sebagian besar gangguan anxietas. Meskipun
biasanya SSRIs ini ditoleransi dengan baik setelah memulai pengobatan
awal, namun sering juga terjadi efek samping seperti sakit kepala,
kelelahan,dan mual. Oleh karena itu, sebaiknya SSRIs dikonsumsi
setelah makan. Selain itu, dosis harus dijaga tetap rendah untuk
menghindari overstimulasi. SSRIs dapat membantu mengubah kadar
neurotransmiter serotonin di otak, seperti neurotransmiter lain
membantu sel otak berkomunikasi dengan yang lainnya. Fluoxetine,
Sertraline, Escitalopram, Paroxetine, dan Citalopram merupakan
beberapa SSRIs yang secara umum diresepkan untuk panic disorder,
OCD, PTSD, dan social phobia. Sementara Venlafaxine digunakan
untuk pengobatan GAD. SSRIs memiliki efek samping yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan antidepresan lain.6
TCAs (Trycyclic antidepressant) merupakan antidepresan lama,
sama seperti SSRIs digunakan untuk pengobatan gangguan anxietas
selainOCD. Meskipun TCAs telah menunjukan efikasi yang cukup baik,
namun kurang bisa ditoleransi karena memiliki kecenderungan
menimbulkan efek samping seperti mulut kering, pusing, mengantuk,
serta penglihatan kabur. Oleh karena itu,biasanya dimulai dengan dosis
yang paling rendah lalu meningkat secara bertahap. Efek samping yang
terjadi biasanya dapat diperbaiki dengan pengubahan dosis atauberalih
ke obat TCAs yang lain. TCAs seperti Imipramine biasanya diresepkan
untuk panic disorder dan GAD, sedangkan Clomipramine merupakan
satu-satunya antidepresan TCAs yang berguna untuk mengobati OCD.6
Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs) merupakan obat tertua
dari golongan antidepresan. Phenelzine adalah MAOIs yang paling
sering diresepkan untuk gangguan anxietas, diikuti oleh
Tranylcypromine yang digunakan untuk panic disorder dan social
phobia. Penggunaan MAOIs harus hati-hati, karena ada beberapa
makanan yang tidak boleh dikonsumsi selama pengobatan dengan
MAOIs yaitu keju dan anggur, termasuk penggunaan pil kb, obat
penghilang rasa sakit, suplemen herbal, obat alergi juga harus dihindari
karena dapat meningkatkan tekanan darah yang berbahaya. Selain itu
MAOIs juga tidak bisa dikombinasikan dengan SSRIs karena dapat
menimbulkan efek yang serius seperti kebingungan, halusinasi,
kekakuan otot, perubahan ritme jantung yang berpotensi mengancam
jiwa.6
Obat anti-anxietas seperti Benzodiazepin dan Buspirone dapat
membantu meredakan gejala anxietas. Penelitian menunjukkan bahwa
Alprazolam, Clonazepam, Diazepam, dan Lorazepam lebih efektif
dibanding plasebo. Meskipun efikasinya cukup baik, namun monoterapi
benzodiazepine tidak direkomendasikan karena berpotensi menimbulkan
ketergantungan dan penyalahgunaan. Sehingga benzodiazepine
umumnya diresepkan untuk pengobatan jangka pendek. Alprazolam
digunakan untuk panic disorder dan GAD, Clonazepam untuk fobia
sosial dan GAD, serta Lorazepam sangat membantu dalam pengobatan
panic disorder. Sementara itu Buspirone seperti Azapirone merupakan
anti-anxietas yang lebih baru untuk pengobatan GAD. Tidak seperti
Benzodiazepine, Buspirone harus dikonsumsi secara konsisten
setidaknya selama 2 minggu untuk mendapatkan efek yang diinginkan. 6
Selanjutnya β-blocker, yang biasanya digunakan untuk mengobati
penyakit jantung, juga bisa digunakan untuk mengurangi gejala anxietas
yang mungkin muncul seperti palpitasi, peningkatan tekanan darah,
gemetar, tremor, dan sebagainya. β-blocker seperti Propanolol
digunakan untuk mencegah gejala fisik yang menyertai gangguan
anxietas, terutama fobia social.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Diferiansyah O, Septa T, Lisiswanti R. Gangguan cemas menyeluruh. J
Medula Unila. 2016; 5(2): 63-68. [cited 2021 Apr 6].
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual od
Mental Disorders Text Revisiom: DSM-IV-TR. 4 th Ed. USA: American
Psychiatric Publishing: 1994
3. Yaunin Y. Gangguan panik dengan agoraphobia. Majalah Kedokteran
Andalas, 2012: 2(36): 234-43. [cited 2021 Apr 6].
4. Zanuri MI, Wulandari R. Studi tentang perilaku agoraphobia siswa dan
upaya penanganannya. Jurnal ilmiah bimbingan dan konseling. 2020; 1(2):
83-95. [cited 2021 Apr 6].
5. Kaplan, Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Jakarta : EGC; 2010
6. Vildayanti H, Puspitasari IM, Sinuraya RK. Farmakoterapi gangguan
ansietas. Farmaka. 2018; 16(1): 196-212. [cited 2021 Apr 6].

Anda mungkin juga menyukai