Definisi : reaksi konversi adalah gangguan konversi yang dikarakteristikkan dengan hilangnya
fungsi tubuh secara tidak sadar, tetapi tidak ada penjelasan secara biologis. Gangguan ini bisa
terjadi pada berbagai usia baik laki-laki maupun perempuan. Pasien dengan gangguan ini
biasanya tiba-tiba menjadi buta, lumpuh atau tidak mampu berbicara (BHIA, 2012).
Penyebab :
Pada gangguan ini kelainan fisik disebabkan oleh kondisi psikologis atau karena konflik
emosional, depresi, kejadian yang memicu stress . Biasanya penyebab yang peling sering
adalah kecemasan.
Pada reaksi konversi, kecemasan diubah menjadi gangguan fungsional susunan saraf
somatomotorik atau somatosensorik (yaitu saraf yang dapat dipengaruhi kemauan/kehendak
kita). Otak merespon adanya stress merupakan suatu ancaman sehingga respon motoric dan
sensorik pun terlibat.
Gejala :
Kelumpuhan satu atau beberapa ekstrimitas (biasanya tidak mampu untuk duduk, berdiri dan
berjalan, kejang-kejang, anesthesia, analgesia, buta atau tuli. Dengan timbulnya gejala ini rasa
cemas akan hilang. Hal ini disebut keuntungan primer. Akan tetapi dengan timbulnya gejala-
gejala ini sering juga terdapat keuentungan sekunder berupa keuntungan material atau
emosional seperti menarik perhatian, lebih dilayani, mendapatkan cinta kasih, penggantian
kerugian, hadiah, dsb.
Perbedaan antara serangan kejang epilepsy dan serangan kejang konversi histerik:
Penatalaksanaan :
Secara umum tidak ada penatalaksanaan khusus pada setiap orang dengan gangguan ini.
Mereka hanya ingin merasa aman pada lingkungan mereka agar mereka tidak kambuh. Atau
juga bisa dengan menyingkirkan stressor dan memberi ketenangan. Menurut mayoclinic (2012)
terdapat penatalaksanaan dilakukan berdasarkan tanda-tanda reaksi konversi antara lain:
Daftar pustaka
Maramis, W.F (2005) Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Definisi :
Gangguan psikosomatik dapat diartikan sebagai reaksi jiwa pada fisik (soma). Menurut
American Psychosomatic Society (2005), gangguan psikosomatik berasal dari bahasa Yunani
(Psyche= jiwa dan Soma= fisik), sehingga psikosomatik dapat diartikan sebagai hubungan fisik
dan jiwa. Ada hubungan yang sangat erat antara faktor fisik, faktos psikologis, dan sosial
terhadap perjalanan suatu penyakit (Pinzon, R, 2010). Dalam kata lain psikosomatik adalah
penyakit fisik yang disebabkan oleh pikiran negatif dan/atau masalah emosi. Sebenarnya
secara fisik mereka sehat tetapi merasa sakit. Dan pada umumnya jika pemeriksaan fisik
menunjukkan bahwa mereka sehat mereka akan menyangkal dan berusaha mencari penyebab
nyata dari penyakit mereka.
Penyebab :
Penyebab dari psikosomatis ini adalah pikiran. Perlu diketahui bahwa pikiran dapat
menyebabkan gejala fisik. Sebagai contoh, ketika seseorang takut atau cemas dapat memacu
detak jantung yang cepat, jantung berdebar, merasa sakit, gemetar (tremor), berkeringat, mulut
kering, sakit dada, sakit kepala, dan bernafas cepat. Gejala-gejala fisik tersebut melalui saraf
otak mengirim impuls tersebut ke berbagai bagian tubuh, dan pelepasan adrenalin ke dalam
aliran darah.
Faktor psikologis dapat sebagai pencetus munculnya gangguan fisik, misalnya gangguan tidur
akibat kecemasan, nyeri otot tengkuk akibat stres atau diare dan nyeri ulu hati akibat ketakutan.
Faktor psikologis dapat pula mempengaruhi perjalanan klinis suatu penyakit, misalnya pasien
stroke dengan depresi akan memiliki status fungsional yang relatif lebih buruk dibanding tanpa
stres, angka kematian penyakit jantung koroner dipengaruhi oleh ada tidaknya depresi.
Faktor psikologis mempengaruhi berbagai organ tubuh melalui mekanisme yang kompleks
antara faktor saraf, hormonal, dan imunologis. Stres kronik dapat mempengaruhi sistem saraf
simpatis dan aktivasi sistem hormonal (aksis hypothalamus- hipofisis- adrenal).
Pacuan sistem hormon adrenal yang berlangsung lama dihubungkan dengan penekanan sistem
imun (sistem kekebalan tubuh) karena hormon steroid. Hal ini menerangkan mengapa
seseorang dengan stres kronik lebih mudah sakit. Pacuan sistem saraf simpatis menerangkan
munculnya hipertensi, stroke, dan penyakit jantung koroner akibat stress emosional.
Gejala :
Psikosomatis ditandai dengan adanya keluhan dengan gejala fisik yang beragam. Namun
umumnya penderita mengalami atau mengeluhkan beberapa gejala berikut:
* mual
* muntah
* sendawa
* sakit perut
* rasa pedih
* kulit gatal
* pusing
* nyeri saat berhubungan seksual
Pada umumnya pasien dengan gangguan psikosomatik sangat meyakini bahwa sumber
sakitnya benar-benar berasal dari organ-organ dalam tubuh. Pada praktik klinik sehari-hari,
pemberi pelayanan kesehatan seringkali dihadapkan pada permintaan pasien dan keluarganya
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan (rontgen).
Pengobatan:
Ada dua macam pengobatan untuk gangguan psikosomatik, pengobatan fisik dan mental.
Pengobatan fisik disesuaikan dengan penyakit yang diderita. Sedangkan perawatan mental
dapat dilakukan dengan hipnoterapi, obat, atau dengan bantuan psikolog.
Perlu diketahui jika hasil pemeriksaan penunjang ternyata tidak terdapat penyakit, seorang
petugas kesehatan harus melihat pasien atau klien sebagai makhluk fisik, psikis, sosial, dan
spiritual yang utuh. Keluhan seorang pasien harus ditanggapi dengan serius (betapa pun
anehnya keluhan tersebut).
Penelitian menunjukkan bahwa pasien psikosomatis seringkali tidak puas dengan pelayanan
medis yang didapatnya akibat tanggapan dokter yang tidak serius tentang penyakitnya. Pasien
ini akan cenderung berpindah-pindah dokter atau rumah sakit tanpa hasil. Oleh karena itu
Komunikasi yang baik harus dijalin untuk mengeksplorasi adanya stressor, dan seringkali
tindakan konseling diperlukan. Penelitian menunjukkan bahwa intervensi psikologis klinis
sangat membantu dalam banyak kasus. Kerjasama multidisiplin sangat diperlukan demi
kebaikan pasien