Anda di halaman 1dari 4

GANGGUAN KEPRIBADIAN AMBANG DAN GANGGUAN DEPRESI

Gangguan kepribadian ambang merupakan gangguan kepribadian yang kompleks yang sering
berkomorbid dengan gangguan psikiatrik lain. Gangguan kepribadian ambang dalam PPDGJ III
dikenal dengan ganggaun kepribadian emosional tidak stabil yang dibadi menjadi dua tipe, yaitu
tipe ambang dan tipe impulsif. Karena gejalanya yang sangat serupa dengan beberapa gangguan
psikiatrik, penting bagi klinisi untuk dapat membedakannya. Adapun kriteria diagnosis dari
gangguan kepribadian ambang menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut:

F60.3 Gangguan kepribadian emosional tidak stabil

Suatu gangguan kepribadian dimana terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak
secara impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensi, bersamaan dengan ketidakstabilan afek.
Kemampuan merencanakan sesuatu mungkin minimal dan ledakan kemarahan yang hebat
seringkali dapat menjurus kepada kekerasa atau “ledakan perilaku”; hal ini mudah ditimbulkan
bila kegiatan impulsive dikritik atau dihalangi orang lain.

F60.30 Tipe Impulsif

Ciri khas predominan adalah ketidakstabilan emosional dan kekurangan pengendalian impuls.
Ledakan kekerasan atau perilaku mengancam lazim terjadi, khususnya sebagai tanggapan
terhadap kritik orang lain.

F60.31 Tipe Ambang

Terdapat beberapa ciri khas ketidakstabilan emosional; lagipula, gambaran diri pasien, tujuan,
dan preferensi internalnya (termasuk seksual) seringkali tidak jelas dan terganggu. Biasanya
terdapat perasaan kosong yang kronis. Kecenderungan terlibat dalam pergaulan yang erat dan
tidak stabil dapat menyebabkan krisis emosional yang berulang dan mungkin disertai dengan
usaha yang berlebihan untuk menghindarkan dirinya ditinggalkan dan serangkaian ancaman
bunuh diri atau tindakan pembahayaan diri.
Gangguan kepribadian ambang dikenal dengan borderline personality disorder pada DSM V
yang ditandai dengan adanya 5 dari 9 gejala yaitu:

1. Usaha yang berlebihan untuk menghindari penelantaran secara nyata maupun imajinasi
2. Pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan intens yang dikarakteristikkan dengan
perubahan ekstrim antara idealisasi dan devaluasi
3. Gangguan identitas: gambaran atau pandangan diri yang secara persisten dan jelas tidak
stabil
4. Impulsivitas pada sekurang-kurangnya 2 area yang memiliki resiko potensial
membahayakan dirinya (menghambur-hamburkan uang, hubungan seks berbahaya,
penggunaan NAPZA, mengendara dengan ceroboh, binge eating)
5. Perilaku bunuh diri berulang, percobaan, atau ancaman, atau perlukaan diri
6. Ketidakstabilan afek akibat reaktivitas suasana hati yang tampak jelas (disforia intens
yang singkat, iritabilitas, kecemasan yang bertahan selama beberapa jam dan jarang yang
mencapai lebih dari beberapa hari)
7. Perasaan kosong yang kronis
8. Kemarahan yang intens, tidak pada tempatnya, atau adanya kesulitan untuk
mengendalikan kemarahan
9. Ide paranoid transien terkait stress atau gangguan disosiatif berat

Karena adanya ketidakstabilan afektif dan reaktivitas yang dimiliki oleh pasien dengan gangguan
kepribadian ambang, maka gangguan kepribadian ini sering misdiagnosa dengan gangguan
depresi mayor. Kedua gangguan ini dapat berkomorbid, tapi pada BPD dikenal istilah ‘mikro-
depresi’ dimana depresinya hanya berlangsung sebentar dan biasanya berhubungan dengan
stress. Mikro-depresi ini juga biasanya tidak terlalu merespon dengan antidepresan dan ECT, dan
lebih respon terhadap psikoterapi. (Rao and Broadbear, 2019)

Secara psikodinamik, sebuah teori mengatakan bahwa pasien dengan gangguan kepribadian
ambang terbentuk untuk lebih mudah jatuh dalam keadaan depresi dikarenakan adanya perasaan
negative akan dirinya sendiri dan adanya ketergantungannya pada orang lain. Ditambah dengan
adanya regulasi afek yang buruk, kemarahan yang sulit dikontrol, kecemasan dan perasaan
kosong serta tidak berdaya, kemudian memperberat risiko depresi pada pasien dengan gangguan
kepribadian ambang. Tinjauan sistematik yang melihat karakteristik depresi pada pasien dengan
gangguan kepribadian ambang memperlihatkan bahwa gejala depresi menjadi lebih intens pada
pasien dengan gangguan kepribadian ambang. Hal yang patut digaris bawahi adalah bahwa
karakteristik depresi yang berkomorbid dengan gangguan kepribadian ambang sedikit berbeda
dengan prototipe depresi yang ada pada pasien dengan gangguan depresi mayor tanpa gangguan
kepribadian ambang. Karakteristik yang menonjol pada gangguan kepribadian ambang yang
berkomorbid dengan depresi adalah afek negatif yang lebih luas, adanya agresifitas dan
kekerasan disertai dengan kemarahan yang tidak biasa, dan keputuasasaan yang lebih dalam.
(Köhling et al., 2015)

Kesamaan antara gangguan kepribadian ambang dengan gangguan depresi mayor ternyata tidak
hanya pada mood yang depresif, melainkan juga pada kemampuan kognitif untuk memroses
input senang atau netral dan menginterpretasikannya. Sebuah meta analisis menunjukkan bahwa
pada orang dengan gangguan depresi mayor, terdapat kesulitan untuk mempersepsikan ekspresi
netral yang didapatkan pada reading eye in the mind test (REMT) dan cenderung
mempersepsikannya sebagai stimulus negative. Begitu pula dengan pasien dengan gangguan
kepribadian ambang yang mempersepsikan impuls wajah netral menjadi persespsi negative.
Kegagalan persepsi ini berkaitan dengan adanya hiperaktivitas amigdala.(Richman and Unoka,
2015)

Pada depresi mayor yang terjadi pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang
(komornbid), psikoterapi untuk gangguan kepribadian ambang harus diprioritaskan, selain
penggunaan obat-obat antidepresan, karena studi menunjukkan bahwa remisi pada gangguan
kepribadian ambang akan menyebabkan remisi juga pada gangguan depresi mayor yang
berkomorbid.
DAFTAR PUSTAKA

Köhling, J. et al. (2015) ‘Quality and severity of depression in borderline personality disorder: A
systematic review and meta-analysis’, Clinical Psychology Review. Elsevier Ltd, 37, pp. 13–25.
doi: 10.1016/j.cpr.2015.02.002.

Rao, S. and Broadbear, J. (2019) ‘Borderline personality disorder and depressive disorder’,
Australasian Psychiatry, 27(6), pp. 573–577. doi: 10.1177/1039856219878643.

Richman, M. J. and Unoka, Z. (2015) ‘Mental state decoding impairment in major depression
and borderline personality disorder: Meta-analysis’, British Journal of Psychiatry, 207(6), pp.
483–489. doi: 10.1192/bjp.bp.114.152108.

Anda mungkin juga menyukai