I. PENDAHULUAN
Gangguan disregulasi mood disruptif ditandai dengan kemarahan yang
meledak-ledak secara berulang dalam suasana hati yang irritable. Gangguan
ini diperkenalkan pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fifth Edition (DSM-5) sebagai kategori diagnostik baru untuk mengatasi
kekhawatiran tentang diagnosis tambahan pada gangguan bipolar pada
anak-anak.Gangguan disregulasi mood disruptif biasanya didiagnosis pada
anak usia sekolah. Karena gangguan disregulasi mood disruptif adalah
diagnosis yang relatif baru, tidak ada studi yang dipublikasikan mengenai
hubungannya dengan gangguan kejiwaan di masa dewasa. Namun data
longitudinal tersedia pada konsep sebelumnya yang terkait erat termasuk
disregulasi suasana hati yang parah dan cepat marah kronis. Data ini
menunjukkan bahwa gangguan disregulasi mood disruptif berada pada
kelanjutan perkembangan dengan gangguan depresi mayor daripada dengan
gangguan bipolar.1
Sampai saat ini ada beberapa penelitian yang meneliti faktor risiko awal
untuk gangguan disregulasi mood disruptif dan bukti yang menunjukkan
bahwa risiko perkembangan gangguan disregulasi mood disruptif lebih tinggi
di antara anak-anak pada orang tua dengan riwayat penyakit yang sama
daripada anak-anak yang tidak ada karakteristik keluarga atau sosial terkait
dengan gangguan disregulasi mood disruptif yang sebelumnya telah
diselidiki. Studi tentang risiko depresi dan kecemasan dikemudian hari lebih
tinggi bagi anak-anak yang menunjukkan gejala iritabilitas terkait dengan
perubahan aktivasi dari amigdala, striatum dan daerah frontal otak. Hal ini
menunjukkan bahwa riwayat orang tua dari gangguan bipolar meningkatkan
risiko berkembangnya gangguan disregulasi mood disruptif pada masa anak-
1
anak dan remaja. Ada bukti perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
hal genetik pada iritabilitas, pengaruh genetik menjadi lebih besar di antara
wanita hanya selama masa anak-anak.2
2
episode pertama harus terjadi sebelum usia 12 tahun dan karakteristiknya
adalah emosi negatif kronis dengan cepat marah dan sering marah meledak-
ledak. Beberapa studi klinis pada anak-anak telah menunjukkan bahwa
perkembangan iritabilitas paroksismal kronis memiliki pola yang jelas di mana
gejala paroksismal terkait erat dengan episode manik, sementara gejala
kronis terkait erat dengan gangguan depresi atau kecemasan. 3
II. DEFINISI
Gangguan disregulasi mood disruptif adalah identitas diagnostik baru yang
terlampir dalam domain gangguan depresi dari Diagnostic and statistical
manual of mental disorders fifth editon ( DSM-5 ). Hal ini ditandai dengan
iritabilitas non-episodik yang didefinisikan sebagai suasana hati negatif yang
terus-menerus dan marah yang meledak-ledak menjadi suatu kondisi
kemarahan yang tidak proporsional dengan situasi yang terdiri dari
kemarahan yang dimanifestasikan secara perilaku dan verbal. Kemarahan
yang meledak-ledak berlangsung lebih dari satu menit tetapi kurang dari lima
menit.4
III. EPIDEMIOLOGI
Sebagian besar data epidemiologis yang diterapkan pada gangguan
disregulasi mood disruptif dikumpulkan dari anak dan remaja yang meliputi
gejala hyperarousal. Gangguan disregulasi mood disruptif memiliki prevalensi
seumur hidup 3 % pada anak usia 9 hingga 19 tahun. Dalam persentase itu
laki-laki 78 % lebih banyak ditemukan daripada perempuan 22 %. Usia rata-
rata onset adalah 5 hingga 11 tahun.5
Sejauh ini hanya satu studi yang secara langsung menilai prevalensi
gangguan disregulasi mood disruptif. Marah yang meledak-ledak sekitar 81%
anak-anak prasekolah dan terjadi setidaknya tiga kali per minggu sekitar 18%
6
dan suasana hati negatif sekitar 21%.
IV. ETIOLOGI
3
1. Faktor genetik
2. Faktor neurobiologis
3. Faktor psikologis
4
disregulasi mood severe. Secara khusus, lebih banyak kesalahan
internalisasi, eksternalisasi atau kelompok kontrol ketika memberi label
ekspresi emosional orang dewasa atau anak. Defisit semacam itu mungkin
memiliki implikasi penting bagi perkembangan dan persistensi iritabilitas yang
terkait dengan gangguan disregulasi mood disruptif.6
Sejauh ini tidak ada faktor sosial atau lingkungan yang berkontribusi
terhadap etiologi gangguan disregulasi mood disruptif yang telah dilaporkan.6
5
f. Kriteria A dan D hadir dalam setidaknya dua dari tiga situasi yaitu di
rumah, di sekolah, dengan teman sebaya dan sangat parah dalam
setidaknya satu dari ini.
g. Diagnosis tidak boleh dibuat untuk pertama kalinya sebelum usia 6 tahun
atau setelah usia 18 tahun.
h. Berdasarkan sejarah atau pengamatan, usia saat mulai Kriteria A sampai
E adalah sebelum 10 tahun.
i. Tidak pernah ada periode berbeda yang berlangsung lebih dari 1 hari di
mana kriteria gejala sudah lengkap kecuali durasi untuk episode manik
atau hipomania telah dipenuhi.
j. Perilaku tidak terjadi secara eksklusif selama episode gangguan depresi
mayor dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain misalnya,
gangguan spektrum autisme, gangguan stres pasca trauma, gangguan
kecemasan, gangguan depresi persisten/ distimia.
k. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau
kondisi medis atau neurologis lainnya.7
6
ledak yang parah. Suasana hati yang mudah marah atau marah ini harus
menjadi ciri khas anak yang hadir hampir sepanjang hari, hampir setiap hari,
dan dapat dilihat oleh orang lain di lingkungan anak (Kriteria D). 7
7
gangguan depresi mayor, dan gangguan kecemasan. Anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme sering hadir dengan kemarahan yang
meledak-ledak misalnya rutinitas mereka terganggu. Dalam hal itu,
kemarahan yang meledak-ledak akan dianggap sebagai gangguan
spektrum autisme sekunder, dan anak tidak boleh didiagnosis dengan
gangguan disregulasi mood disruptif. 7
VII. PENGOBATAN
1. Perawatan Somatik
Dua ulasan sistematis iritabilitas kronis, seperti tindakan agresi dan
kemarahan yang meledak-ledak pada remaja dengan psikopatologi eksternal
menunjukkan bukti mengatasi komorbiditas dan memprioritaskan
penggunaan psikostimulan dan SSRI pada remaja dengan gejala gangguan
disregulasi mood disruptif . Risperidone sirup dengan dosis 0,02 mg/kg
mungkin merupakan cara yang aman dan efektif untuk mempersingkat durasi
episode kemarahan pada remaja dengan kemungkinan gangguan disregulasi
mood severe. Tidak ada efek samping ekstrapiramidal, akathisia, atau
gerakan involunter abnormal yang diamati pada remaja. Tingkat sedasi
/kantuk adalah serupa dan tidak berbeda nyata dari yang diamati selama
episode nonmedikasi. Pengobatan dengan risperidone dari iritabilitas yang
terkait dengan gangguan disregulasi mood disruptif efektif dalam mengurangi
iritabilitas pada minggu 2, 6, dan 8.6
8
Temuan awal dari studi neuroimaging pada anak berusia 10-14 tahun
dengan gangguan disregulasi mood disruptif dan gangguan perhatian-
defisit/hiperaktif menemukan pengobatan methylphenidate jangka panjang
yang diberi dosis terapeutik 1 mg/kg.6
Terapi cahaya ajuvan telah dihipotesiskan untuk meningkatkan fungsi
afektif dan sirkadian pada diagnosis gangguan disregulasi mood severe ,
tetapi belum diteliti.6
2. Perawatan psikososial
Sebuah studi pada remaja dengan gangguan disregulasi mood severe
dan gangguan perhatian-defisit/hiperaktif menguji kelayakan CBT untuk
mempengaruhi regulasi dengan mengkombinasikan intervensi pelatihan
orang tua untuk perilaku menantang. Intervensi disampaikan dalam kelompok
bersamaan dengan orang tua dan anak serta dilaporkan terjadi perbaikan
yang lebih ringan dalam perilaku eksternalisasi dalam gejala depresi, mood
lability dan fungsi global.6
3. Perawatan gabungan
Tidak ada uji coba pengobatan gabungan pada remaja dengan gangguan
disregulasi mood disruptif atau gangguan disregulasi mood severe yang telah
dilaporkan hingga saat ini.6
VIII. KOMORBIDITAS
Gangguan disregulasi mood disruptif sering terjadi bersamaan dengan
gangguan kejiwaan lainnya. Komorbiditas yang paling umum adalah
gangguan perhatian-defisit/hiperaktif sekitar 94 %, gangguan menentang
9
oposisional sekitar 84 %, gangguan kecemasan sekitar 47 % dan gangguan
depresi mayor sekitar 20 %.5
KESIMPULAN
Diagnosis gangguan disregulasi mood disruptif baru menerima kritik
karena kekhawatiran umum untuk peningkatan penggunaan obat-obatan
psikotropika untuk mengobati masalah perilaku pada anak-anak dan remaja,
dan efek menurunkan ambang batas untuk diagnosis dari gangguan
10
kejiwaan. Kemarahan yang meledak-ledak mungkin merupakan masalah
perilaku umum selama masa anak-anak. Mengenai pengobatan, salah satu
masalah utama adalah penggunaan obat-obatan yang biasanya diberikan
untuk mengobati gangguan bipolar dewasa. Setiap pilihan farmakologis
dikaitkan dengan efek samping: psikostimulan memerlukan pemantauan dan
antipsikotik atipikal berkorelasi dengan sindrom metabolik yaitu kenaikan
berat badan, dislipidemia, dan resistensi insulin mungkin mengarah pada
penyakit kardiovaskular pada usia dewasa. Selain itu, meskipun risiko untuk
gejala ekstrapiramidal rendah dengan antipsikotik generasi kedua, ini harus
diingat ketika merawat pasien anak. Percobaan acak dan terkontrol lebih
lanjut dalam sampel besar remaja yang memenuhi kriteria diagnostik untuk
gangguan disregulasi mood disruptif di berbagai periode perkembangan
diperlukan untuk lebih menentukan kelas obat psikotropika yang aman dan
efektif untuk mengendalikan agresi dan suasana hati yang mengganggu pada
anak-anak dan remaja.
Literatur menunjukkan bahwa gangguan tersebut adalah prediktor
utama gangguan kejiwaan lainnya, terutama depresi dan kecemasan. Oleh
karena itu, evaluasi awal yang tepat dari gejala iritabilitas dan diagnosis dini
gangguan disregulasi mood disruptif dapat mengurangi kejadian kesehatan
mental masalah di kemudian hari. Pengobatan depresi ibu harus menjadi
fokus utama kebijakan kesehatan masyarakat karena penting untuk
mengurangi konsekuensi yang merugikan, termasuk dampaknya terhadap
kesehatan mental anak-anak dan remaja.
11
DAFTAR RUJUKAN
1. Propper L, Cumby J, VC Patterson, Drobinin V, Glover JM, et all.
Disruptive mood dysregulation disorder in offspring of parents with
depression and bipolar disorder. BJPsych .2017. p.1-5
2. Munhoz TN, Santos IS, Barros AJ, Anselmi L, Barros FC. Perinatal and
postnatal risk factor for disruptive mood dysregulation disorder at age 11:
2004 Pelotas Birth Cohort Study. Journal of affective disorders. 2017.p.
263-268
3. Chen J, Wang Z, Fang Y.The history, diagnosis and treatment of disruptive
mood dysregulation disorder. 2016. Vol.28,No.5. p. 289-292
4. Bruno A, Celebre L, Torre G, Pandolfo G, Mento C, et all. Focus on
disruptive mood dysregulation disorder: a review of the literature. 2019.p.1-
8
5. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Disruptive mood dysregulation disorder.
Synopsis Of Psychiatry, 11st edition. Behavioral science/clinical psychiatry:
2015. p.2607-2613
6. Tasman A, Kay J, Lieberman JA, First MB, Riba MB. Disruptive mood
dysregulation disorder. Pschiatry fourth edition . p.996-1000
7. Diagnostic and statistical manual of mental disorders, Fifth
Edition.Disruptive mood dysregulation disorder. p. 194-198
12
13