Anda di halaman 1dari 57

ANTIPSIKOTIK PADA LANSIA

1. Meika Amsi Munte, S.Ked


2. Anna Hanifa Defrita, S.Ked
3. Roganda Hotmauli Marsoit, S.Ked

Dosen pengampu : dr. FatmawatI, SP. KJ M.Kes


PENDAHULUAN
Penuaan : suatu proses biologis

kondisi fisik dan psikis setiap orang lanjut usia akan berbeda.

pasien geriatri memiliki risiko untuk memiliki gejala psikotik. Beberapa diagnosis
yang sering dihubungkan dengan gejala psikotik pada pasien geriatri
demensia, delirium, skizofrenia onset lambat, penyalahgunaan zat dan kondisi
kelainan neurologi.

penggunaan obat antipsikotik yang tepat bagi pasien geriatri agar tatalaksana
dapat diterapkan dengan tepat dan aman bagi pasien
Pengertian Antipsikotik

 Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin


dalam berbagai jaras diotak.

Obat antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang


menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2).

Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi skizofrenia dan


gangguan psikotik lainnya.
JENIS-JENIS PSIKOTIK Rantai
Aliphatic
Chlorpromazi
ne

Perphenazine,
Rantai
Phenothiazine Trfluoperazine
Piperazine
, Fluphenazine

Antipsiotik Rantai
Thioridazine
Tipikal Piperidine

Butyrophenone Haloperidol
Antipsikotik
Benzamide Sulpiride

Clozapine,
Antipsikotik olanzapine,
Dibenzodiazepin
Atipikal quetiapine,
zotepine
Risperidone,
Benzisoxazole
aripiprazole
antipsikoti
k

Tipikal Atipikal

- Generasi lebih baru (th 1990an)


- Generasi lama
- Memblok reseptor 5-HT2, efek
- Memblok reseptor dopamin D2
blokade dopamin rendah
- Efek samping EPS besar
- Efek samping EPS lebih kecil
- Efektif untuk mengatasi gejala
- Efektif untuk mengatasi gejala
positif
baik positif maupun negatif
Antipsikotik Generasi Pertama (APG I)

Antagonist Reseptor Dopamin (ARD)

menurunkan
mesolimbik dopamine pathways hiperaktivitas
dopamine
memblok<gejala
reseptornegative.
D2

gejala positif Blokade reseptor memblok reseptor alfa1


kolinergik adrenergik
muskarinik
• mesokortikal
• nigrostriatal
• tuberoinfundibula mulut kering, pandangan kardiovaskuler berupa hipotensi
kabur, konstipasi dan kognitif ortostatic, mengantuk, pusing, dan
r. tekanan darah menurun
tumpul.
Antipsikotik Generasi Kedua (APG II)

Serotonin Dopamin Antagosis (SDA)

Perbedaan
EPS lebih rendah dan
sangat efektif untuk mengatasi
gejala negatif.

APG II memblok secara


APG I hanya dapat
bersamaan
memblok reseptor D2
reseptor serotonin (5HT2A) dan
reseptor dopamin (D2).
Jalur dopamin

1.Mesokortikal Pathways
APG II > dlmblokade • Antagonis
resepto 5HT2A r 5HT2Atidakhanyaakan→berkurangnyablokadeantagonisD2t
etapiaktivitasdopaminpathways→keseimbanganantara
↑pelepasandopamin serotonin dandopamin.

• APG II >reseptor5HT2A,<reseptorD2→dopaminyang di
lepasjumlahnyalebihbanyak,
defisitdopaminberkurangsehinggamenyebabkanperbaika
ngejalanegatifskizofrenia.
dilepas menang dari
pada yang dihambat

gejala negatif

dapat diperbaiki
2. Mesolimbik Pathways 3. Tuberoinfundibular Pathways
APG II

antagonisreseptor
APG II 5HT2Adapatmengalahkanantagonisreseptor D2.

Hubunganneurotransmiterserotonin
antagonis 5HT2A gagal untuk dandopaminsifatnyaantagonisdanresiprokaldala
mengalahkan antagonis D2 mkontrolsekresiprolaktindarihipofise

Dopamin↓pengelepasanprolaktin, ,serotonin
tidak dapat mempengaruhi ↑pelepasanprolaktin
blokade reseptor D2
PemberianAPG II
blokade reseptor D2 menang. dalamdosisterapiakanmenghambatreseptor
5HT2Asehinggamenyebabkanpelepasandopaminm
memperbaiki gejala positif eningkat.
skizofrenia.
Inimengakibatkanpelepasanprolaktinmenurunseh
inggatidakterjadi hiperprolaktinemia.1,6
Pada keadaan normal
serotonin akan menghambat
pelepasan dari dopamin.
4. Nigrostriatal Pathways

APG II dalam klinis praktis, memiliki empat


keuntungan, yaitu:
• APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil
dibandingkan APG I, umunya pada dosis
terapi sangat jarang terjadi EPS.
• Apg ii dapat mengurangi gejala negatif dari
skzofrenia dan tidak memperburuk gejala
negatif seperti yang terjadi pada pemberian
apg ii.
• Apg ii menurunkan gejalan afektif dari
skizofrenia dan sering digunakan untuk
pengobatan depresi dan gangguan bipolar
yang resisten.
• Apg ii menurunkan gejala kognitif pada
pasien skizofrenia dan penyakit alzheimer.1,6
PSIKOFARMAKA ANTIPSIKOTIK PADA
LANSIA
a. RISPERIDONE
b. CLOZAPINE
c. OLANZAPINE
d. QUETIAPINE
e. ARIPIPRAZOLE
RISPERIDONE
 Efektifitas risperidone, dapat ditoleransi pada dosis rendah (1,5-
6mg/hari) dan memberikan perbaikan yang nyata pada pasien
skizofrenia usia lanjut.
 Penggunaan risperidone tidak membuat perubahan pada fungsi
kognitif pasien yang dilihat melalui skor mmse.
 Risperidone juga secara umum dapat ditoleransi dan tidak
menimbulkan efek samping ekstra piramidial yang bermakna.
RISPERIDONE
 Kepustakaan mencatat risperidone dan olanzapine adalah dua
antipsikotik atipikal yang paling sering digunakan pada populasi
pasien usia lanjut.
 Penelitian tersamar berganda dilakukan selama 8 minggu terhadap
175 pasien rawat jalan, hasilnya terdapat perbaikan pada nilai skor
panss pada kedua kelompok. Efek samping ektrapiramidal terlihat
pada 9,2% pasien kelompok risperidone dan 15,9% pasien
kelompok olanzapine.
RISPERIDONE
 Metabolisme risperiodne dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan
paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6
dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis
risperidone harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan
toksik.
 Metabolisme obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin,
karena menginduksi cyp 3a4 sehingga perlu peningkatan dosis risperidone
pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di
dalam plasma rendah
CLOZAPINE
 Merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan
obat antipsikotik lainnya
 Efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia
baik yang positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social
disinterest dan incompetence, personal neatness).
 Umunya afinitas dari clozapine rendah pada reseptor d2 dan tinggi
pada reseptor 5ht2a sehingga cenderung rendah untuk menyebabkan
terjadinya efek samping eps
CLOZAPINE
 Penelitian yang dilakukan oleh sajatovic et al memperlihatkan adanya
perbaikan gejala teutama gejala positif pada pasien yang menerima
clozapine.
 Faktor usia juga menjadi faktor peningkatan kejadian
leukopenia/agranulositosis pada pasien yang memakai clozapine
 Dosis clozapine yang disarankan untuk digunakan pada populasi
pasien usia lanjut adalah 25-150mg/hari. Pasien juga disarankan
untuk tidak merokok karena akan mengurangi konsentrasi clozapine
di dalam plasma akibat peningkatan bersihan di dalam darah
OLANZAPINE
Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan
thienobenzodiazepine.
Metabolisme akan meningkat pada penderita yang merokok dan menurun
bila diberikan bersama dengan antidepresan fluvoxamine atau antibiotik
ciprofloxacin.
Bila dibandingkan dengan clozapine, olanzapine memblok d2 lebih besar
sehingga dosis tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar prolactin dan
efek pada eps olanzapine juga agonis pada 5ht1a sehingga baik untuk
antianxietas dan antidepresi.
OLANZAPINE
• Olanzapineterbukti aman dan efektif pada populasi pasien geriatri dan
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang minimal serta tidak
mempengaruhi kondisi medis umum pasien.
• Penelitianyang melibatkan 94 pasien geriatri dengan gangguan psikosis yang
dirawat inap memperlihatkan terjadinya perubahan yang bermakna baik.
• Dosis olanzapine yang digunakan berkisar antara 5-20mg/hari (rata-rata
10,1mg/hari).
• Pada penelitian tersebut efek samping yang sering muncul adalah somnolen,
dizziness, bradikinesia dan kelemahan kaki.
QUETIAPINE
• Antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A), reseptor dopamin (D1 dan
D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1 dan α2..
• Cleareance quetiapine menurun 40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu
penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30%-50% pada penderita
yang mengalami gangguan fungsi hati.
• Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood.
• Pemberian pada pasien pertama kali mendapat quetiapine perlu dilakukan
titrasi dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi postural
QUETIAPINE
• Untuk menghindari efek samping yang sering timbul pada usia lanjut;
hipotensi postural, dizziness dan agitasi, direkomendasikan permulaan dosis
awal yang rendah (25mg) yang dititrasi sampai 100-300mg/hari.
• Penelitian yang et al pada 91 orang pasien usia lanjut menyebutkan terjadi
peningkatan nilai skor global impres-sion improvement (cgi) pada 89%
sampel yang ikut serta dalam penelitian tersebut.
• Penelitian
tersebut memperlihatkan bahwa quetiapine mempunyai efikasi
dan keamanan yang baik pada pengobatan pasien psikosis usia lanjut.
QUETIAPINE
• Laporan kasus dari sepuluh pasien usia lanjut penderita skizofrenia kronik
yang tidak mendapatkan respon dari suatu jenis antipsikotik atipikal
sehingga diganti dengan quetiapine.
• Mengalami perbaikan setelah 6 bulan pengobatan tanpa adanya efek
samping dalam pergerakan motorik dan peningkatan berat badan. Dosis rata-
rata yang dipakai pada percobaan tersebut adalah 391mg/ hari (S.D.±245),
dengan rentang dosis antara 50-800mg/hari.
ARIPIPRAZOLE
• Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada
reseptor D2 dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor
serotonin 5HT2A.
• Afinitas dari hasil metabolisme ini mirip dengan aripiprazole pada reseptor
d2 dan berada di plasma sebesar 40% dari keseluruhan aripiprazole.
• Aripriprazole tergolong baru dalam dunia psikiatri.Cara kerjanya yang unik
sebagai parsial agonis di reseptor D2 mampu memperbaiki gejala positif
maupun negatif pasien psikotik
ARIPIPRAZOLE
• Aripriprazolememiliki efek samping yang lebih kecil untuk terjadinya
sindrom ekstrapiramidal, sedasi, peningkatan berat badan dan efek samping
kardiovaskular.
• Perludiperhatikan, aripriprazole berbeda dengan antipsikotik yang lain
memiliki waktu paruh yang relatif lebih panjang yaitu sekitar 75 jam.
• Sehingga penggunaan pada pasien usia lanjut yang memiliki fungsi ginjal
yang kurang baik harus diperhatikan.
Antipsikotik Penyakit Skizofenia Pada Usia Lanjut

Skizofrenia merupakan kelainan mental yang


ditandai dengan halusinasi, waham, perilaku Etiologi
dan pikiran yang kacau.
Kerentanan (vulnerability) stress (life stress)
Gejala skizofrenia secara garis besar
dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu
gejala positif dan gejala negatif Faktor protektif & Resiko

Etiologi skizofrenia pada lansia


1. Faktor Genetik Resiko Berkembangnya gangguan psikotik
2. Faktor psikososial
Resiko simtom kembali berulang
Gejala positif Gejala negatif Gejala kognitif

Delusi Eps, tardive dyskinesia Gangguan ingatan

Halusinasi Avolisi Gangguan kebahagian saat


berinteraksi sosial

Bicara tidak teratur Anhedonia Gangguan fungsi melakukan


pekerjaan tertentu

Pecuriga Hiperprolakti nemia, Gangguan perhatian


galaktorea, amenorea
1. Psikofarmaka

• Efek samping yang terjadi pada pasien lansia bisa berupa ekstrapiramidal sindrom, sindroma metabolik,
dan tardive dyskinesia.
• Hal ini rentan pada lansia karena pada usia lanjut sel neuronnya akan memiliki sifat dopaminergik yang
lebih rendah daripada usia dewasa karena reseptor D2 jumlahnya lebih sedikit sehingga apabila dosis
yang sama diberikan akan lebih mudah memberikan efek parkinsonism.

2. Psikoterapi

3. Psikososial
TAHAP PERKEMBANGAN GANGGUAN SKIZOFRENIA
• Fase prodromal
• Terjadi penurunan atau perburukan kemampuan penderita dalam menjalankan beberapa fungsi dalam
kehidupan
• Hilangnya minat terhadap aktivitas sosial serta meningkatnya kesulitan dalam memenuhi tanggung
jawab/tuntutan hidup sehari-hari.
• Fase akut
• Saat dimana gejala-gejala gangguan skizofrenia telah benar-benar muncul pada penderita.
• Fase pemulihan
• Pasien dalam pengobatan
• Gejala +  dan - 
• Fase residual
• FASE AKUT
• SAAT DIMANA GEJALA-GEJALA GANGGUAN SKIZOFRENIA TELAH BENAR-BENAR MUNCUL PADA PENDERITA.
• FASE PEMULIHAN
• PASIEN DALAM PENGOBATAN
• GEJALA +  DAN - 
• FASE RESIDUAL
EFEK SAMPING UTAMA
• Dystonic reaction (kekejangan otot yang nyeri)
• Banyak dijumpai pada obat antipsikotik potensi tinggi
• Diatasi dengan obat antikolinergik (benztropin, THF, atau difenhidramin)
• Pseudoparkinsonism
• Adanya blockade dopaminergik di striatum  muncul gejala mirip parkinson
• Diatasi dengan antikolinergik (benztropin) atau amantadin
• Akathisia ( tidak bisa duduk tenang, dan gerakan-gerakan yang tidak bisa berhenti)
• Paling tidak responsive terhadap terapi  turunkan dosis, atau
• Diatasi dengan propanolol atau benzodiazepine (lorazepam, klonazepam)
DEMENSIA
Definisi

Kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan
ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan global
fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berpikir abstrak, kesulitan
merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu
dan tempat, tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi stress, sehingga
menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.
SUBTIPE DEMENSIA
1. Demensia Alzheimer
2. Demensia Vaskular
3. Penyakit Pick
4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
5. Penyakit Parkinson
6. Penyakit Huntington
GAMBARAN KLINIS
• Gangguan memori
• Gangguan orientasi
• Gangguan bahasa
• Apraksia
• Agnosia
• Gangguan fungsi eksekutif
• Perubahan kepribadian
GEJALA PSIKOTIK
1. Waham
Manifestasi psikosis mencakup gejala positif (waham, halusinasi, gangguan komunikasi,
aktivitas motorik yang abnormal) dan gejala negatif (avolition, kemiskinan isi pikiran,
afek datar). Lima tipe waham terlihat pada demensia (terutama demensia tipe
alzheimer), yaitu:
Barang kepunyaannya telah dicuri
Rumah bukan kepunyaannya (misidentifikasi)
Pasangan (atau pengasuh lainnya) adalah seorang penipu (sindrom capgras)
Pengabaian / ditinggalkan
Ketidaksetiaan
2. Halusinasi
• Perkiraan frekuensi halusinasi pada demensia berkisar dari 12%-49%.
• Halusinasi visual adalah yang paling umum (terjadi pada 30% pasien dengan demensia) dan ini lebih sering
terjadi pada demensia yang moderat dibandingkan demensia ringan atau berat.
• Gambaran halusinasi secara umum berupa gambaran orang-orang atau hewan-hewan.
3. Misidentifikasi
• Misidentifikasi dalam demensia adalah kesalahan persepsi stimuli eksternal. Misidentifikasi terdiri dari:
• Kehadiran orang-orang di rumah pasien sendiri (boarder phantom syndrome)
• Kesalahan identifikasi diri pasien sendiri (tidak mengenali bayangan diri sendiri di cermin)
• Kesalahan identifikasi orang lain
• Kesalahan identifikasi peristiwa di televisi (pasien mengimajinasikan peristiwa tersebut terjadi secara nyata).
PATOFISIOLOGI BPSD
• PERUBAHAN NEUROTRANSMITTER
A. Serotonin
Neuron serotonergik berasal dari inti rafe dorsal dan median yang mempersarafi
banyak struktur dalam korteks dan sistem limbik.
Proyeksi ini secara luas memungkinkan sistem serotonergik untuk mengatur agresi,
mood, aktivitas makan, tidur, suhu, seksual, dan motorik.
Oleh karena itu, perubahan dalam fungsi sistem serotonergik pusat memiliki dampak
klinis yang terlihat pada perilaku.
Reseptor Gejala Perubahan pada AD
5-HT1
1A Agresi, anxietas, depresi, perilaku ↓ Frontal, temporal, hipokampus, amigdala
sexual
1D, 1E, 1F Tidak diketahui Tidak diketahui
5-HT2
2A Anxietas ↓ Frontal, temporal, cingulated, hipokampus,
amigdala
2B Depresi, halusinasi, gangguan tidur Tidak diketahui

2C Anxietas, depresi, gangguan belajar, Tidak diketahui


psikosis
5-HT3 Anxietas, psikosis Amigdala, hipokampus
5-HT4 Anxietas, kognitif, emosi, defisit Tidak diketahui
belajar, ggn tidur
5-HT5,6,7 Tidak diketahui Tidak diketahui
B. Peran Norepinefrin / Noradrenergik

Komponen NA Temuan Perilaku


α1-post - -
α2-tidak spesifik pre/post ↑ cerebellum, ↔ korteks Agresi
frontal, hipotalamus

β1-post ↑ cerebellum Agresi


β2-post ↑ cerebellum Agresi
Kadar 3-methoxy-4- ↑ CSF MHPG Restlessness
hydroxyphenylglycol
(MHPG)
Jumlah sel di LC ↑ degenerasi Agresi
↑ : meningkat ↑ / ↔ degenerasi Depresi
↓ : menurun ↓ / ↔ degenerasi Psikosis
↔ : tidak ada perubahan
C. Peran Dopamin

 Sistem dopaminergik telah terlibat dalam depresi, perilaku agitasi, dan psikotik
pada pasien yang tidak demensia, dan dengan demikian sistem ini memiliki potensi
secara langsung mempengaruhi BPSD
 Pasien AD dengan BPSD berat mungkin memiliki disfungsi metabolisme dopamin
striatal dibandingkan dengan mereka yang tidak BPSD
 Ketika dikombinasikan dengan temuan bahwa kolin asetiltransferase (CHAT) menurun
pada pasien berhalusinasi, hasil ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara
transmitter monoaminergik dan kolinergik terlibat dalam halusinasi visual pada
demensia Lewy Body
 Perilaku gelisah dan agresif mungkin terkait dengan preservasi relatif fungsi DA
pada pasien AD.
Peran Asetilkolin

 Defisit kolinergik dapat berkontribusi pada gejala seperti psikosis,


agitasi, apati, disinhibisi, dan perilaku motorik menyimpang.
 Defisit dalam sistem kolinergik terutama timbul pada basal otak
depan dan memproyeksikan ke korteks.
 Terdapat penurunan penanda kolinergik kolin asetiltransferase (CHAT)
dan asetilkolinesterase (ACHE) pada korteks, khususnya korteks
temporal; kehilangan bermakna dalam nukleus basalis Meynert;
dan pengurangan densitas reseptor muskarinik 2 (M2) presinaptik.
Peningkatan reseptor M2 muskarinik kolinergik telah ditemukan pada
korteks frontal dan temporal pada pasien AD dengan gejala psikotik.
E. Peran Glutamat dalam BPSD
Glutamat adalah neurotransmitter excitatory di otak yang dominan.
Pasien AD memiliki kehilangan glutamat yang cukup berat. Ketidakseimbangan
antara glutamat dan sistem dopaminergik dapat menyebabkan disfungsi dalam
sirkuit talamik kortikal neostriatal, yang dapat menyebabkan gejala psikotik.

F. Disfungsi Neuroendokrin
 Pada pasien AD, kadar somatostatin, vasopresin, corticotropin-releasing
hormone (CRH), substansi P, dan neuropeptida Y secara bermakna
berkurang di daerah kortikal dan sub kortikal otak, sedangkan kadar dari
galanin peptida meningkat.
 Namun, di hipotalamus, kadar somatostatin, vasopresin, dan neuropeptida Y
seperti galanin An meningkat secara bermakna, dapat menyebabkan agitasi,
gelisah, gangguan tidur dan gejala yang terkait dengan stres.
PENATALAKSANAAN ANTIPSIKOTIK PENYAKIT
DEMENSIA PADA LANSIA
Antipsikotik penyakit demensia pada lansia yang dianjurkan:

1. Risperidone : 0,5-2mg/hari
2. Quetiapine : 40mg/hari
3. Olanzapine: 5-7,5mg/hari
Prinsip umum penggunaan antipsikotik pada BPSD :
Obat dapat diberikan pada situasi sebagai berikut :
A. Bila ada indikasi spesifik (contoh depresi, psikosis) tanpa memperdulikan
keparahan maupun frekuensi gejala
B. Bila gejala berat dan terapi diperlukan segera
C. Bila perilaku tidak memiliki pemicu yang jelas atau terjadi pada kondisi di
mana keluarga tidak dapat mengatasi gejala perilaku yang serius.
Bagi yang membutuhkan medikasi Antipsikotik atipikal harus dilanjutkan
rutin, pendekatan 3T diperlukan pada :

Terapi obat harus memiliki target pasien yang masih mengalami BPSD
gejala yang spesifik
Dosis awal harus rendah dan titrasi bila diperkirakan efek buruk dapat
naik dilakukan terjadi bila dihentikan

Terapi harus terbatas dalam hal waktu bila tidak ada terapi alternatif yang
pemberian dapat diberikan
PATOGENESIS
 Delirium Yang Diakibatkan Oleh Penghentian Substansi Seperti
Alkohol, Benzodiazepin, Atau Nikotin Dapat Dibedakan Dengan
Delirium Karena Penyebab Lain.
 Konsumsi Alkohol Secara Reguler  Inhibisi Reseptor Nmda (N-
methyl-d-aspartate) Dan Aktivasi Reseptor Gaba-a
(Gammaaminobutyric Acid-a).
 Disinhibisi Serebral  Perubahan Neurotransmitter 
Memperkuat Transmisi Dopaminergik Dan Noradrenergik
Manifestasi Karakteristik Delirium, Termasuk Aktivasi Simpatis
Dan Kecenderungan Kejang Epileptik.
PATOGENESIS
 Penghentian Benzodiazepine  Penurunan Transmisi Gaba-ergik  Timbul Kejang
Epileptik.
 Delirium Yang Tidak Diakibatkan Karena Penghentian Substansi Timbul Melalui
Berbagai Mekanisme, Jalur Akhir Biasanya Melibatkan Defisit Kolinergik
Dikombinasikan Dengan Hiperaktivitas Dopaminergik.
 Dua Mekanisme Yang Terlibat Langsung Dalam Terjadinya Delirium: Pelepasan
Neurotransmitter Yang Berlebihan (Kolinergik Muskarinik Dan Dopamin) Serta
Jalannya Impuls Yang Abnormal.
 Aktivitas Yang Berlebih Dari Neuron Kolinergik Muskarinik Pada Reticular
Activating System, Korteks Dan Hipokampus Berperan Pada Gangguan Fungsi
Kognisis (Disorientasi, Berpikir Konkrit Dan Inattention) Dalam Delirium.
PATOGENESIS
• Pada Stress Metabolik  Pelepasan Dopamin Serta Pengambilan Kembali
Dopamin Yang Berkurang.
• Dopamin Yang Abnormal Dapat Bersifat Neurotoksik Melalui Produksi
Oksiradikal Dan Pelepasan Glutamat, Suatu Neurotransmitter Eksitasi.
• Adanya Gangguan Neurotrasmitter  Hiperpolarisasi Membran  Penyebaran
Depresi Membran.
DELIRIUM BERDASARKAN TINGKAT KESADARANNYA
Delirium Hiperaktif
• dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-tiba, intoksikasi
phencyclidine (PCP), amfetamin dan asam lisergic dietilamid (LSD).
• Pasien bisa tampak gaduh gelisah, berteriak-teriak, jalan mondar-mandir
atau hipotesis mengenai delirium

Delirium hipoaktif
• Ditemukan pada pasien hepatic encephalopathy dan hiperkapnia

Delirium campuran
• Dapat disebabkan oleh gangguan struktural dan fisiologis.
• Hipotesis utama : adanya gangguan yang irreversible terhadap
metabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multiple neurotransmitter
ETIOLOGI DELIRIUM:

Asetilkolin Dopamin Neurotransmiter Mekanisme


• Obat-obat anti • Pada Delirium Lain Inflamasi
kolinergik  terjadi • ditemukan • Sitokin aktivasi
keadaan acute peningkatan peningkatan mikroglia 
confusional states aktivitas serotonin produksi reaksi
(bingung) dopaminergik • Peningkatan inflamasi pada
• Pasien dengan • Gejala inhibitor GABA otak.
post operatif simptomatis • Peningkatan level • Sejalan dengan
delirium  membaik dengan ammonia  efeknya yang
aktivitas serum pemberian obat peningkatan pada merusak neuron,
anti kolinergik antipsikosis asam amino sitokin juga
meningkat. glutamate dan mengganggu
glutamin pembentukan dan
pelepasan
neurotransmiter.
Terapi lanjut usia:
 Karena Insidens Efek Samping Ekstrapiramidal Yang Rendah, Quetiapine Telah Menjadi
Pilihan Pada Pasien Usia Lanjut Yang Lebih Rentan Terhadap Efek Samping Tersebut.
 Dibanding Haloperidol, Pasien Dengan Delirium Pada Quetiapine Menunjukkan
Peningkatan Yang Sama Pada Drs Dan Quetiapine Lebih Baik Ditoleransi.
 Risperidone Juga Menunjukkan Kemanjuran Dalam Pengobatan Delirium Dibandingkan
Dengan Pengobatan Haloperidol Dalam Uji Coba Double-blind.
 Penggunaan Antipsikotik Harus Dimulai Dengan Dosis Rendah Dan Ditingkatkan Secara
Bertahap Jika Diperlukan
FARMAKOTERAPI
 Dua gejala utama delirium yang memerlukan terapi obat yaitu psikosis dan insomnia.
 Obat yang dianggap cocok untuk psikosis adalah halolperidol
 Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat tersebut
disertai dengan aktivitas anti kolinergik yang bermakna.
 Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh
pendek atau hydroxizine (vistaril) 25 – 100 mg.
 Golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang dan barbiturat harus dihindari
pada pasien delirium karena obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari
pengobatan untuk gangguan dasar ( sebagai contoh : putus alkohol).
KESIMPULAN
“Penelitian menunjukkan bahwa pasien geriatri berpotensi tinggi untuk
mengalami gangguan psikosis.
Prevalensi gejala psikosis pada pasien geriatri berkisar antara 0,2-4,7%.
Banyak faktor yang menyebabkan keadaan tersebut, salah satunya
kondisi medis umum geriatri yang kompleks. ”
adalah

Hal tersebut membuat penatalaksanaan gejala psikosis pasien geriatri selain


dengan pemberian obat antipsikotik juga melibatkan perbaikan kondisi medis
umumnya.
KESIMPULAN
“ Pemberian antipsikotik pada pasien geriatri memerlukan perhatian khusus.
Hal tersebut dikarenakan banyak hal-hal tertentu yang sangat mempengaruhi


pemberian antispikotik kepada pasien geriatri.Diantaranya :
 kondisi medis umum pasien,
farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat yang digunakan
serta dikarenakan seringkali pasien geriatri mempunyai respon lebih rentan terhadap efek samping
obat dibandingkan populasi pasien yang lebih muda

Anda mungkin juga menyukai