Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1

HEPATITIS A MENYEBAR DI SEKOLAH


BLOK 7.1

Tutor : dr. Amelia Dwi Fitri, M.Med.Ed


KELOMPOK TUTORIAL 4B
Anna Hanifa Defrita G1A115075
Fia Mentari G1A115077
Vennylia Wijaya G1A115080
Anisa Rifkia. ZS G1A115081
Siti Sarah Elvia G1A115083
Wahyu Saputra G1A115036
Riski Nanda Anggriyeni G1A115041
Rudi Berlian Panji Aras G1A115042
Hanna Asmar G1A115043
Ghozi Fadlul Ramadhan G1A115044

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018/2019
SKENARIO I
Hepatitis A Menyebar di Sekolah

Dino membaca surat kabar hari ini yang memberitakan adanya kejadian
hepatitis A pada anak-anak di SDN 06 Jambi. Dinas Kesehatan Jambi sudah
melakukan investigasi dan mendapatkan bahwa sumber penyebaran dari kantin
sekolah yang menjual jajanan yang sangat ramai saat jam istirahat. Keadaan
sanitasi dan pengelolaan limbah di sekitar sekolah masih belum baik, sehingga
memungkinkan terjadinya penyakit-penyakit berbasis lingkungan. Dinas
Kesehatan dalam rangka penanganan lebih lanjut meminta kepada pihak sekolah
agar melaksanakan prinsip dasar sanitasi, sanitasi makanan dan minuman serta
melakukan langkah-langkah pengelolaan sanitasi di tempat-tempat umum.
KLARIFIKASI ISTILAH

1. Hepatitis A : Penyakit infeksi akut pada hati yang disebabkan virus


hepatitis A (HAV), yang paling sering ditularkan melalui jalur fecal-oral
melalui makanan yang terkontaminasi atau air minum.1
2. Investigasi : Penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta
melakukan peninjauan.2
3. Sanitasi : Upaya pengendalian faktor lingkungan fisik manusia yang dapat
menimbulkan.1
4. Limbah : Sisa suatu usaha kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
bagi lingkungan dan mahkluk hidup lainnya.2
5. Penyakit berbasis lingkungan : Kondisi patologis yang mengakibatkan
terjadinya kelainan baik secara morfologi maupun fisiologi yang
diakibatkan karena interaksi antar manusia maupun interaksi dengan hal-
hal yang berada di lingkungan sekitar yang berpotensi menimbulkan
penyakit.1
IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa penyebab dan faktor risiko penyakit hepatitis A ?


2. Bagaimana transmisi penyakit hepatitis A?
3. Apa saja gejala klinis hepatitis A?
4. Bagaimana pencegahan hepatitis A?
5. Bagaimana patofisiologi hepatitis A?
6. Apa tujuan dan bagaimana prosedur investigasi wabah?
7. Apa saja syarat sanitasi jajanan yang baik?
8. Apa saja kriteria kantin sekolah yang sehat?
9. Apa saja syarat sanitasi sekolah yang baik?
10. Bagaimana cara pengelolaan limbah yang baik?
11. Apa saja penyakit-penyakit berbasis lingkungan dan bagaimana cara
pencegahannya?
12. Apa penyebab dari penyakit berbasis lingkungan?
13. Apa saja prinsip-prinsip dasar sanitasi?
14. Bagaimana pengelolaan sanitasi di tempat umum?
BRAINSTORMING

1. Apa penyebab dan faktor risiko penyakit hepatitis A ?


Jawab :
Virus hepatitis A dari picornavirus.
Faktor risiko :
- Sanistasi yang buruk
- Kontak langusng dengan penderita
- Lingkungan yang padat
- Jenis kerang-kerangan tertentu

2. Bagaimana transmisi penyakit hepatitis A?


Jawab :
- Fecal - oral
- Makanan yang terkontaminasi HAV
- Perilaku seksual yang menyimpang (oral seks)
- Serangga sebagai vector penularan HAV
- Limbah air yang terkontaminasi

3. Apa saja gejala klinis hepatitis A?


Jawab :
Fase pre-ikterik, ikterik, dan penyembuhan
Fase inkubasi, pre-ikterik, ikterik, dan penyembuhan
Infeksi Hepatitis A asimptomatik, simptomatik, hepatitis kolestasis, hepatitis
A relaps, hepatitis fulminan

4. Bagaimana pencegahan hepatitis A?


Jawab :
- Meminum air minum yang dimasak sebelumnya
- Memperbaiki sanitasi makanan dan minuman
- Menggunakan jamban sehat di setiap rumah
- Hindari perilaku seksual yang menyimpang
- Vaksinasi hepatitis A
5. Bagaimana patofisiologi hepatitis A?
Jawab :
Transimis feca-oral -> traktus intestinal -> replikasi -> menuju hepar ->
membentuk kompleks antibody-virus yang kemudian merusak sel-sel hepar

6. Apa tujuan dan bagaimana prosedur investigasi wabah?


Jawab :
Tujuan invstigasi
- Mengidentifikasi host dan sumber penyakit
- Mencegah terjadinya penyakit di masa yang akan datang
- Intervensi cara penanggulangan dan pemberantasan penyakit.
Prosedur investigasi wabah

- Mengadakan penanggulangan dan pencegahan


- Mengadakan penelitian dan pelatihan
- Mengembangkan kebijakan untuk mencegah KLB

7. Apa saja syarat sanitasi jajanan yang baik?


Jawab
- Tersedianya air bersih
- Tersedianya tempat mencuci tangan, makanan dan peralatan makan
- Tempat pembuangan limbah yang airnya mengalir ke tempat yang sesuai
- Terdapat wadah penyimpanan air
- Sanitasi dan higenitas pekerjanya
- Saranan tempat jajanan (konstruksi bangunan melindungi dari
pencemaran, mudah di bersihkan)
- Dapur atau tempat mengolah makanan
- Alat-alat makan yang digunakan harus bersih

8. Apa saja kriteria kantin sekolah yang sehat?


Jawab :
9. Apa saja syarat sanitasi sekolah yang baik?
Jawab :
- Kondisi atap dan talang
- Kondisi dinding sekolah
- Lantai, tangga, dan pencahayaan sekolah
- Ventilasi dan kepadatan ruang kelas
- Jarak antara papantulis dan siswa
- Ketersediaan tempat cuci tangan
- Kebisingan sekolah
- Air bersih, toilet
- Tempat pengolahan sampah
- Sarana pembuangan air limbah
- Pengendalian vector penyakit
- Kantin sekolah yang sehat
- Perilaku warga sekolah yang perlu dievaluasi
- Lokasi sekolah
- Pintu dan jendela sekolah
- Dan ruangan-ruangan sekolah yang memenuhi syarat
- Toilet harusnya berjauhan dengan kantin sekolah

10. Bagaimana cara pengelolaan limbah yang baik?


Jawab :
- Pengurangan sumber : pengurangan kantong plastik
- Penggunaan kembali : penggunaan buku yang masih bisa digunakan
- Pemanfaatan : penggunaan barang-barang yang masih bisa di daur ulang
kembali
- Penyimpanan sampah
- Pengumpulan sampah
- Pemusnahan sampah
11. Apa saja penyakit-penyakit berbasis lingkungan dan bagaimana cara
pencegahannya?
Jawab :
- TB paru
- Chikungunya
- DBD
- Malaria
- Cacingan
- Diare
- Hepatitis A
- Filariasis

Pencegahan

- Pengendalian sumber penyakit


- Pengendalian media penyakit (penularan)
- Pengendalian proses pajanan
- Pengobatan penderita yang sakit

12. Apa penyebab dari penyakit berbasis lingkungan?


Jawab :
- Buruknya kondisi sanitasi dasar
- Meningkatnya pencemaran
- Kurang hiegenis dalam pengolahan makanan
- Kurangnya pola hidup bersih dan sehat
- Buruknya penatalaksanaan kimia dan pestisida dalam masyarakat
- Teori blum
a. Lingkungan
b. Prilaku
c. Pelayanan kesehatan
d. Genetic
13. Apa saja prinsip-prinsip dasar sanitasi?
Jawab :
- Penyediaan air bersih
- Pembuangan kotoran manusia
- Pembuangan air limbah
- Pengelolaan sampah
- Sarana air bersih
- Tempat pengelolaan makanan
- Tempat pengelolaan pestisida
- Tempat-tempat umum yang lain
- Hiegenitas dan sanitasi

14. Bagaimana pengelolaan sanitasi di tempat umum?


Jawab :
- Toilet umum harus dijaga bersih
- Tempat pembuangan sampah yang layak
- Tempat umum dalam ruangan :
a. Tersedianya ruang khusus merokok bagi perokok
b. Ventilasi dan pencahayaan yang baik
- Tempat terbuka :
a. Saluran pembuangan limbah (parit, got) yang baik
b. Tersedianya tempat sampah yang baik
ANALISIS MASALAH

1. Apa penyebab dan faktor risiko penyakit hepatitis A ?


Jawab :
Penyebab dari penyakit hepatitis A adalah virus yang mengandung RNA,
berdiameter 27nm adalah anggota famili Picornavirus. Virus ini diisolasi pada
mulanya dari tinja penderita yang terinfeksi. VHA bersifat termostabil, tahan
asam, dan tahan terhadap empedu sehingga efisiensi dalam transmisi fekal
oral.3
Faktor risiko dari hepatitis A meliputi :3
a. Sanitasi yang buruk.
b. Kurangnya sarana air bersih.
c. Tinggal satu rumah dengan orang yang terinfeksi hepatitis A.
d. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja
dari penderita hepatitis A.
e. Menjadi mitra seksual dengan orang yang terinfeksi hepatitis A
akut.
f. Berpergian ke daerah endemis tanpa vaksinasi.

2. Bagaimana transmisi penyakit hepatitis A?


Jawab :
Hepatitis virus A ditularkan terutama melalui jalur fekal-oral. Bisa terjadi
ketika orang yang tidak terinfeksi mengkonsumsi makanan atau air yang telah
terkontaminasi dengan tinja orang yang terinfeksi. Wabah ditularkan melalui
air, meskipun jarang terjadi, biasanya berhubungan dengan limbah
terkontaminasi. Virus ini juga dapat ditularkan melalui kontak fisik dekat
dengan orang yang terinfeksi, meskipun kontak biasa antara orang-orang tidak
menyebarkan virus.3
3. Apa saja gejala klinis hepatitis A?
Jawab :
a) Fase Pre-Ikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik)
Ditemukan gejala konstitusional seperti anoreksi, mual dan
muntah, malaise, mudah lelah, atralgia, myalgia, nyeri kepala, foto fobia,
faringitis, atau batuk. Perasaan mual, muntah, dan anoreksia sering kali
terkait dengan perubahan pada penghidu dan pengecapan. Dapat pula
timbul demam yang tidak terlalu tinggi. Perubahan warna urin menjadi
lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat dapat ditemukan 1-5 hari
sebelum fase ikterik.3
b) Fase Ikterik
Gejala konstitusional umumnya membaik, namun muncul
gambaran klinis jaundice, nyeri perut kuadran kanan atas (akibat
hepatomegaly), serta penurunan berat badan ringan. Pada 10-20% kasus,
dapatditemukan splenomegaly dan adenopati servikal. Fase ini
berlangsung antara 2-12 minggu.3
c) Fase Perbaikan (konvalesens)
Gejala konstitusional menghilang, tetapi hepatomegalidan
abnormalitas fungsi hati masih ditemukan. Nafsu makan kembali dan
secara umum pasien akan merasa lebih sehat. Perbaikan klinis dan
parameter laboratorium akan komplit dalam 1-2 bulan sejak awitan ikterik.
Namun, sebanyak <1% kasus menjadi hepatitis fulminan, yakni
munculnya ensefalopati dan koagulopati dalam 8 minggu setelah gejala
pertama penyakit hati.3

4. Bagaimana pencegahan hepatitis A?


Jawab :
Dapat dilakukan melalui menghindari kontak dengan pasien,
meningkatkan higienitas individu (cuci tangan, makan makanan bersih, dan
sebagainya), maupun vaksinasi hepatitis A.3
Vaksinasi hepatitis A berupa injeksi immunoglobulin 1 mL IM yang
diulang setiap 6-18 bulan tergantung vaksin, dengan efektifitas yang mencapai
80-100%. Vaksinasi tersebut diindikasikan bagi individu berikut:3
1. Individu yang akan pergi ketempat endemis. Vaksinasi diberikan 2
minggu sebelum keberangkatan
2. Pasien dengan penyakit hati kronis vaksinasi hepatitis A. Namun,
efektifitas vaksinasi pada kelompok dengan penyakit hati lanjut atau
imunokomprom ilebih rendah.
3. Pasien dengan potensi hepatitis A tinggi yakni sosioekonomi rendah,
kebersihan air dan sanitasi yang buruk.
Vaksin hepatitis A belum direkomendasikan pada pasien berusia <2 tahun.
Saat ini, vaksin yang tersedia berupa Havrix® danVaqta®.3

5. Bagaimana patofisiologi hepatitis A?


Jawab :
Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan,kemudian
masuk kealiran darah menuju hati(vena porta),lalu menginvasi ke sel
parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami replikasi yang
menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu, virus akan keluar
dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk kedalam ductus biliaris
yang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak akan
merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag,
pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehinnga aliran
bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan eksresi bilirubin ke
usus. Keadaan ini menimbulkan ketidak seimbangan antara uptake dan
ekskresi bilirubin dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses
konjugasi (direk) akan terus menumpuk dalam sel hati yang akan
menyebabkan reflux(aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga akan
bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklera kadang disertai
rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin
direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan
melalui urin. Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan
gangguan dalam produksi asam empedu(produksi sedikit) sehingga proses
pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan dalaml ambung dengan waktu
yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada lambung
sehinggamerangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan
teraktifasi nya pusat muntah yang berada di medula oblongata yang
menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah dan menurun nya nafsu makan.4

6. Apa tujuan dan bagaimana prosedur investigasi wabah?


Jawab :
Tujuan Investigasi KLB/ Wabah
1) Mengidentifikasi dengan cepat sumber dan reservoir dari KLB/ wabah
2) Melaksanakan intervensi untuk menanggulangi dan mengeliminasi KLB/
wabah
3) Mengembangkan kebijakan untuk mencegah KLB/ wabah di masa
datang.5
Prinsip-prinsip Investigasi KLB/ Wabah
1) Walaupun secara teoritis langkah-langkah investigasi KLB/ wabah terdiri
dari beberapa tahapan yang berurutan, namun dalam prakteknya proses
investigasi wabah bersifat dinamis dan berbagai kegiatan dapat
dilaksanakan secara simultan.
2) Teramat penting untuk senantiasa memelihara komunikasi antara berbagai
pihak yang bekentingan dalam investigasi dan penanggulangan wabah,
3) Prinsip-prinsip epidemiologi dan statistik, khususnya berkenaan dengan
rancangan studi dan analisis harus diterakan secara benar (appropriate).
4) Semua tahapan investigasi dan proses pengumpulan data/ informasi harus
direkam/ dicatat secara teliti dan hati-hati.
5) Tinjauan (review) yang kritis dan hati-hati harus dilakukan berdasarkan
kepustakaan ilmiah yang relevan.
6) Tim kesehatan yang melakukan investigasi KLB/ wabah harus senantiasa
berpikiran terbuka terhadap berbagai kiemungkinan sumber KLB/ wabah
yang belum terungkap.5
Langkah-langkah Investigasi KLB/ Wabah
1. Persiapan lapangan
Pada tahap ini harus dipersiapkan 3 kategori:
a. Persiapan investigasi
Termasuk dalam kategori ini adalah mempersiapkan:
1) Pengetahuan tentang berbagai penyakit yang potensial
menjadi KLB/ wabah.
2) Pengetahuan tentang dan ketrampilan melakukan
investigasi lapangan, termasuk pengetahuan & teknik
pengumpulan data dan manajemen spesimen.
3) Pengetahuan dan ketrampilan melakukan analisis data
dengan komputer.
4) Dukungan tinjauan kepustakaan ilmiah yang memadai
5) Material dan instrumen investigasi, seperti kuesioner,
bahan/ sediaan spesimen dan tes laboratorium.5
b. Persiapan administrasi
Dalam kategori ini tim kesehatan harus mempersiapkan
aspek administratif dari investigasi seperti: penyediaan perijinan,
surat-surat atau dokumen formal/ legal dalam melakukan
investigasi, penyediaan dana yang memadai, transportasi yang
dapat diandalkan, kerapian dalam dokumentasi, pembagian tugas
dan koordinasi dalam tim kesehatan, dll.5
c. Persiapan konsultasi
Pada tahap ini sudah harus dipikirkan peran dan posisi tim
kesehatan dalam proses investigasi. Sebelum melakukan
investigasi harus jelas, apakah tim kesehatan memiliki peran
langsung memimpin investigasi, atau hanya mitra dari pejabat/
petugas kesehatan setempat (misalnya staf dinas kesehatan
setempat), atau berperan memberikan bantuan konsultasi terhadap
pejabat/ petugas lokal. Mengenal dan menjalin kerjasama dengan
petugas/ staf / kontak lokal serta otoritas setempat adalah sangat
penting.5
2. Konfirmasi kejadian KLB/wabah dan verifikasi diagnosis
a. Konfirmasi kejadian KLB/wabah
Pada situasi KLB/ wabah, umumnya diasumsikan bahwa semua
kasus-kasus yang muncul saling terkait satu sama lain dan terjadi akibat
hal atau sebab yang sama. Oleh karena itu harus dipastikan bahwa:5
1) Kumpulan kejadian kesakitan (cluster) tersebut memang merupakan
peningkatan tidak wajar dari kasus-kasus yang saling berhubungan
dan memiliki sebab yang sama dan bukannya cluster sporadis
kasus-kasus penyakit yang sama tapi tidak saling berhubungan atau
bahkan kumpulan kasus-kasus yang mirip yang sebenarnya berasal
dari beberapa penyakit yang berbeda.
2) Jumlah kasus memang melebihi yang diperkirakan (expected).
Bagaimana mengetahui jumlah kasus yang diperkirakan? Biasanya
perkiraan dapat dilakukan dengan membandingkan dengan jumlah
kasus pada minggu atau bulan sebelumnya, atau dengan bulan yang
sama pada tahun-tahun sebelumnya. Data tentang jumlah kasus
sebelumnya tentu harus diperoleh dari berbagai sumber-sumber data
yang tersedia di wilayah tersebut baik dari sistem surveilens lokal,
pencatatan dan pelaporan yang rutin di komunitas atau di berbagai
fasilitas kesehatan lokal, kegiatan survei atau asesmen yang
bersifat ad-hoc, dll.
3) Peningkatan jumlah kasus yang melebihi yang diperkirakan tersebut
bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang artifisal (diluar
peningkatan insiden penyakit yang sesungguhnya), seperti misalnya
peningkatan karena:

Perubahan definisi kasus

Peningkatan kegiatan penemuan kasus (case finding)

Peningkatan sistem/ prosedur pelaporan lokal

Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mecari
pengobatan

Penambahan besar populasi.5
b. Verifikasi Diagnosis
Tujuan verifikasi diagnosis adalah:
1) Memastikan bahwa penyakit/ masalah kesehatan yang muncul
memang telah didiagnosis secara tepat dan cermat.
2) Menyingkirkan kemungkinan kesalahan pemeriksaan lab sebagai
pendukung diagnostik.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan:
− Keterampilan klinis yang memadai dari tim kesehatan
− Kualitas pemeriksaan lab yang baik dan memenuhi standar
tertentu yang diharapkan
− Komunikasi yang baik antara tim kesehatan dan pasien,
untuk menggali secara lebih akurat riwayat penyakit dan
pajanan potensial.5

3. Penentuan definisi kasus, identifikasi dan penghitungan kasus dan


pajanan
a. Penentuan definisi kasus
Definisi kasus adalah kumpulan (set) yang standar tentang
kriteria klinis untuk menentukan apakah seseorang dapat
diklasifikasikan sebagai penderita penyakit tsb. Definis kasus
dalam konteks KLB/ wabah haruslah dibatasi oleh karateristik
tertentu dari, orang tempat dan waktu. Sekali ditetapkan maka
definisi kasus ini harus dipakai secara konsisten pada semua situasi
dalam investigasi.
Berdasarkan derajat ketidakpastiannya diagnosis kasus dapat
dibagi menjadi:
1) Kasus definitif/ konfirmatif (definite/ confirmed case)
adalah diagnosis kasus yang dianggap pasti berdasarkan
verifikasi laboratorium.
2) Kasus sangat mungkin (probable case) adalah diagnosis
kasus yang ditegakkan berdasarkan berbagai gambaran klinis
yang khas tanpa verifikasi laboratorium.
3) Kasus mungkin/ dicurigai (possible/ suspected case) adalah
diagnosis kasus yang ditegakkan berdasarkan sedikit
gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium.5
b. Identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan
Dalam rangka menghitung kasus, terlebih dahulu harus
dipikirkan mekanisme untuk mengidentifikasi kasus dari berbagai
sumber kasus yang mungkin, seperti dari/di:
1) Fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas, klinik, RS, dll.
2) Pemukiman/ tempat tinggal.
3) Tempat perhelatan/ pertemuan
4) Dll.
Informasi yang dapat digali dari setiap kasus adalah:
a) Identitas kasus dan karateristik demografis, misal: nama,
umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan.
b) Karateristik klinis, misal riwayat penyakit, keluhan dan
tanda sakit yang dialami, serta hasil lab.
c) Karateristik faktor-faktor risikoyang berkaitan dengan
sebab-sebab penyakit dan faktor-faktor pemajanan spesifik
yang relevan dengan penyakit yang diteliti.
d) Informasi pelapor kasus.
Berbagai informasi tersebut biasanya direkam dalam format
pelaporan yang standar, kuesioner atau form abstraksi/
kompilasi data. Form abstraksi/ kompilasi data berisi
pilihan informasi-informasi terpenting yang perlu didata
untuk setiap kasus. Bentuk format kompilasi tsb berupa
baris-baris daftar kasus (line listing). Pada format line
listing ini setiap kasus yang ditemui diletakkan pada setiap
baris, sementara setiap kolomnya berisi variabel penting
kasus tsb. Kasus baru akan dimasukkan/ ditambahkan pada
baris di bawah kasus sebelumnya, sehingga kita dapat
memiliki daftar kasus yang selalu diperbaharui (up-dated)
berikut jumlahnya dari waktu ke waktu.5

4. Tabulasi data epidemiologi deskriptif berdasarkan orang, tempat dan


waktu
KLB/ wabah dapat digambarkan secara epidemiologis dengan
melakukan tabulasi data frekuensi distribusi kasusnya menurut
karakteristik orang, tempat dan waktu. Penggambaran ini disebut
epidemiologi deskriptif.5
Tabulasi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik orang
dilakukan untuk melihat apakah karakteristik orang/ populasi tertentu
memberikan tingkat risiko tertentu untuk terjadinya penyakit. Karateristik
orang yang lazim diteliti adalah karakteristik demografis, klinis dan
pajanan.5
Deskripsi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik
tempat dimaksudkan untuk memperkirakan luasnya masalah secara
geografis dan menggambarkan pengelompokkan (clustering) dan pola
penyebaran (spreading) penyakit berdasarkan wilayah kejadian yang
nantinya dapat dijadikan petunjuk untuk mengidentifikasi etiologi
penyakit tsb. Peta bintik (spot map) dan Peta area (area map) merupakan
bentuk penyajian data deskriptif menurut tempat yang sangat berguna.
Penerapan sistem informasi geografis (geografic information system atau
GIS) berikut piranti lunaknya dapat mendukung tercapainya tujuan
tersebut di atas.5,6
Deskripsi frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik waktu
dilakukan untuk beberapa tujuan berikut ini:
a) Mengetahui besarnya skala KLB/ wabah dan kecenderungan
waktu (time trend) dari kejadian KLB/ wabah tsb. Untuk
mempermudah tercapainya tujuan ini KLB/ wabah dapat
digambarkan menggunakan kurva epidemik (epi) ini.
b) Memprediksi jalannya KLB/ wabah di waktu-waktu mendatang.
c) Mengenal pola epidemi yang terjadi, apakah common
source (berasal dari sekelompok orang yang terpajan dengan agen
berbahaya yang sama) ataupropagated (menyebar bertahap dari
orang ke orang) atau campuran keduanya.5
5. Pengumpulan spesimen dan analisis laboratorium
Pengumpulan spesimen apabila memungkinkan dan layak
(feasible) dapat membantu konfirmasi diagnosis, bahkan untuk penyakit
tertentu merupakan penentu diagnosis, seperti misalnya pada kasus kolera,
salmonelosis, hepatitis dan keracunan logam berat. Namun harus dipahami
bahwa setiap perangkat dan teknik tes laboratorium memiliki nilai
validitas (sensitifitas dan spesifisitas) tertentu yang akan menentukan
besarnya false positif atau false negatif dari diagnosis kasus.5,6

6. Penerapan intervensi penanggulangan dan pencegahan


Walaupun secara teoritis, penerapan intervensi penanggulangan dan
pencegahan berada pada langkah ke delapan, namun dalam prakteknya
langkah intevensi ini harus dapat dilakukan secepat dam sedini mungkin,
ketika sumber KLB/wabah sudah dapat diidentifikasi.
Secara umum intervensi penanggulangan dapat diarahkan pada titik/
simpul terlemah dalam rantai penularan penyakit, seperti:
1. Agen etiologi, sumber, reservoir atau kondisi lingkungan yang spesifik
2. Keberadaan faktor-faktor risiko yang ikut berpengaruh
3. Mekanisme transmisi penyakit
4. Kerentanan host melalui program kebugaran dan vaksinasi misalnya.5,6

7. Komunikasi hasil
Tugas terakhir dalam investigasi wabah adalah mengkomunikasikan
dengan baik hasil investigasi kepada berbagai pihak yang berwenang,
bertanggungjawab dan terkait dengan intervensi penanggulangan dan
pencegahan. Format/ bentuk komunikasi yang dapat dilakukan adalah
berupa:
a) Penjelasan lisan.
Dalam format ini pihak-pihak yang berwenang, bertanggungjawab dan
terkait dengan intervensi penanggulangan dan pencegahan. Presentasi
oral haruslah jelas, mudah dipahami dan secara ilmiah meyakinkan
pengambil keputusan sehingga dapat memotivasi mereka untuk segera
melakukan intervensi.5,6
b) Penulisan laporan
Hasil investigasi juga perlu ditulis dalam laporan dengan sistematika
tertentu yang sesuai dengan standar-standar penulisan ilmiah.
Sistematika yang dipakai meliputi:
1. Pendahuluan/ latar belakang
2. Tujuan
3. Metodologi
4. Hasil
5. Pembahasan
6. Simpulan dan saran/ rekomendasi.5,6

7. Apa saja syarat sanitasi jajanan yang baik?


Jawab :
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik
beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan
minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau memasak kesehatan,
mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen.
Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian
makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan
yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan.7

Dalam pengelolaan makanan ada 6 prinsip yang harus di perhatikan yaitu: 7


Keadaan bahan makanan
Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta
kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang mudah
membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telor, makanan dalam kaleng,
buah, dsb. Baham makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui,
karena jaringan perjalanan makanan yang begirtu panjangdan melalui jarngan
perdagangan yang begitu luas. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan
yang baika dalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari
sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggung jawabkan secara
kualitasnya.7
Cara penyimpanan bahan makanan
Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh
masyarakat. Bahan makanan yang tidak segera diolah terutama untuk katering
dan penyelenggaraan makanan RS perlu penyimpanan yang baik, mengingat
sifat bahan makanan yang berbeda-beda dan dapat membusuk, sehingga
kualitasnya dapat terjaga. Cara penyimpanan yang memenuhi syarat hgiene
sanitasi makanan adalah sebagai berikut :7
1) Penyimpanan harus dilakukan ditempat khusus (gudang) yang
bersih dan memenuhi syarat.
2) Barang-barang agar disusun dengan baik sehingga mudah diambil,
tidak memberi kesempatan serangga atau tikus untuk bersarang,
terhindar dari lalat/tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau
rusak agar disimpan pada suhu yang dingin.
Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene dan
sanitasi makanan adalah sebagai berikut:
a. Suhu penyimpanan yang baik
Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan
tergantung kepada besar dan banyaknya makanan dan tempat
penyimpanannya. Sebagian besar dapat dikelompokkan menjadi:7
1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
− Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C
− Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C
− Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C
2. Makanan jenis telor, susu dan olahannya
− Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C
− Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C
− Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C
3. Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan
paling lama 1 minggu yaitu 70 sampai 100 C.

4. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C).

b. Tata cara Penyimpanan


Peralatan penyimpanan7
− Penyimpanan suhu rendah dapat berupa:
● Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100 – 150 C
untu penyimpanan sayuran, minuman dan buah serta untuk
display penjualan makanan da minuman dingin.
● Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10 – 40 C
dalam keadaanisi bisa digunakan untuk minuma, makanan
siap santap dan telor.
● Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50 C, dapat
digunakan untuk penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan
waktu tidak lebih dari 3 hari.
● Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk
menyimpan makanan beku (frozen food) dengan suhu
mencapai -200 C untuk menyimpan daging dan makanan
beku dalam jangka waktu lama.

c. Penyimpanan suhu kamar


Untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan
dalam suhu kamar, maka rang penyimpanan harus diatur sebagai
berikut:7
− Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada
dinding, lantai dan langit-langit, maksudnya adalah:
● Untuk sirkulasi udara agar udara segar dapatsegera masuk
keseluruh ruangan
● Mencegah kemungkinan jamahan dan tempat
persembunyian tikus
● Untuk memudahkan pembersihan lantai
● Untuk mempermudah dilakukan stok opname
● Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak
bercampur baur.
● Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir,
tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan sehigga tidak
mengotori lantai

d. Cara penyimpanan7
● Setiap bahan makanan yan disimpan diatur ketebalannya,
maksudnya agar suhu
dapat merata keselutuh bagian
● Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut
jenisnya, dalam
wadah (container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak,
kantong plastik atau lemari yang berbeda.
● Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan
sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara dengan baik agar
suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari yang terlalu
padat akan mengurangi manfaat penyimpanan karena
suhunya tidak sesuai dengan kebutuhan.
a. Penyimpanan didalam lemari es:7
−Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap
−Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong
plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan lain,
kalau mungin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak
letaknya harus berjauhan.
−Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari
harus sudah dipergunakan.
−Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkn
lemari untuk keperluan sehari-hari dipisahkan dengan
lemari untuk keperluan penyimpanan makanan
b. Penyimpanan makanan kering:7
−Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang
baik
−Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab
−Rak-rak berjarak minimal 15 cmdari dinding lantai dan
60cm dari langit-langit.
−Rak mudah dibersihkan dan dipindahkan.
−Penempanan dan pengambilan barang diatur dengan
sistem FIFO (first in first out) artinya makanan yang
masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dulu;

e. Administrasi penyimpanan
Setiap barang yang dibeli harus dicatat dan diterima oleh bagian
gudang untuk ketertiban adminisrasinya. Setiap jenis makanan
mempunyai kartu stock, sehingga bila terjadi kekurangan barang
dapat segera diketahui.7

Proses pengolahan

Pada proses / cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu
mendapat perhatian yaitu :7

1. Tempat pengolahan makanan


Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana
makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dapur.
Dapur mempunyai peranan yang penting dalam proses
pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan
lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan.
Dapur yang baik harus memenuhi persyaratan sanitasi.
2. Tenaga pengolah makanan / Penjamah Makanan
Penjamah makanan menurut Depkes RI (2006) adalah orang
yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan
peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan
pengangkutan sampai penyajian. Dalam proses pengolahan
makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar
peranannya. Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk
menularkan penyakit. Banyak infeksi yang ditularkan melalui
penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus
ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman
Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat
ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan
harus selalu dalam keadan sehat dan terampil.
3. Cara pengolahan makanan
Cara pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-
kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah
dan mengikui kaidah atau prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi
yang baik atau disebut GMP (good manufacturing practice).

Cara pengangkutan makanan yang telah masak

Pengangkutan makan dari tempat pengolahan ke tempat


penyajian atau penyimpanan perlu mendapat perhatian agar tidak
terjadi kontaminasi baik dari serangga, debu maupun bakteri.
Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan tidak berkarat atau
bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya
dalam keadaan panas 600C atau tetap dingi 40C.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan


makanan matang adalah sebagai berikut: 7

a. Makanan yang disajikan panas harus tetap disimpan dalam


suhu diatas 600C.
b. Makanan yang akan disajikan dingin disimpan dalam suhu
dibawah 40C.

c. Makanan yang disajikan dalam kondisi panas yang disimpan


dengan suhu dibawah 40C harus dipanaskan kembali sampai
600C sebelum disajikan

Suhu makanan yang diangkut dari tempat pengolahan ke tempat


penyajian harus dipertahankan, yaitu:7
1. Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam dari waktu
pengolahan harus diatur suhunya pada suhu dibawah 40C atau
dalam keadaa beku 00C.
2. Makanan yang akan disajikan kurang dari 6 jam dapat diatur
suhunya dengan suhu kamar asal makanan segera dikonsumsi
dan tidak menunggu.
3. Pemanasan kembali makanan beku (reheating) dengan
pemanasan biasa atau microwave sampai suhu stabil terendah
600C.
Hindari suhu makanan berada pada suhu antara 240C sampai
600C, karena pada suhu tersebut merupakan suhu terbaik untuk
pertumbuhan bakteri pathogen dan puncak optimalnya pada
suhu 370 C.

Makanan matang yang akan disajikan jauh dari tempat


pengolahan makanan, memerlukan pengangkutan yang baik
agar kualitas makanan tersebut tetap terjaga. Prinsip
pengangkutan makanan matang / siap saji adalah sebagai
berikut:
1. Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing. Isi
makanan tidak terlampau penuh untuk mencegah tumpah.
Wadah harus mempunyai tutup yang rapat dan tersedia lubang
hawa (ventilasi) untuk makanan panas. Uap makanan harus
dibiarkan terbuang agar tidak terjadi kondensasi. Air uap
kondesasi merupakan media yang baik untuk pertmbuhan
bakteri sehingga makanan menjadi basi.
2. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan ukurannya
memadai dengan makanan yang ditempatkan dan tidak
berkarat atau bocor.
3. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya
dalam keadaan tetap panas 600 C atau tetap dingin 40 C.
4. Wadah selama perjalanan tidak dibuka sampai tempat
penyajian.
5. Kedaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak bercampur
dengan keperluan mengangkut bahan lain.

Cara penyimpanan makanan masak


Penyimpanan makanan masak dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu tempat penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat
penyimpanan pada suhu dingin. Makanan yang mudah membusuk
sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu < 40C. Untuk makanan
yang disajikan lebih dari 6 jam, disimpan dalam suhu -5 s/d -10C.7
Cara penyajian makanan masak
Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar
makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang
digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan
harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan
pakaiannya.7
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan
sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah sebagai
berikut:7
1. Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan
dalam wadah terpisah dan diusahakan tertutup. Tujuannya
adalah :
● Makanan tidak terkontaminasi silang
● Bila satu tercemar yang lain dapat diamankan
● Memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat
kerawanan makanan.
2. Prinsip kadar air atinya penempatan makanan yang
mengandung kadar air tinggi (kuah, susu) baru dicampur
pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan
cepat rusak. Makanan yang disiapkan dalam kadar air tinggi
(dalam kuah) lebih mudah menjadi rusak (basi)
3. Prinsip edible part artinya setiap bahan yang disajikan dalam
penyajian adalah merupakan bahan makanan yang dapat
dimakan. Hindari pemakaian bahan yang membahayakan
kesehatan seperti steples besi, tusuk gigi atau bunga plastk.
4. Prinsip Pemisahan artinya makanan yang tidak ditempatkan
dalam wadah seperti makanan dalam kotak (dus) atau rantang
harus dipisahkan setiap jenis makanan agar tidak saling
bercampur. Tujuannya agar tidak terjadi kontaminasi silang.
5. Prinsip Panas yaitu setiap penyajian yang disajikan panas,
diusahakan tetap dalam keadaan panas seperti soup, gulai,
dsb. Untuk mengatur suhu perlu diperhatikan suhu makanan
sebelum ditempatkan dalam food warmer harus masih berada
diatas 600 C. Alat terbaik untuk mempertahankan suhu
penyajian adalah dengan bean merry (bak penyaji panas).
6. Prinsip alat bersih artinya setiap peralatan yang digunakan
sepeti wadah dan tutupnya, dus, pring, gelas, mangkuk harus
bersih dan dalam kondisi baik. Bersih artinya sudah dicuci
dengan cara yang hygienis. Baik artinya utuh, tidak rusak
atau cacat dan bekas pakai. Tujuannya untuk mencegah
penularan penyakit dan memberikan penampilan yang estetis.
7. Prinsip handling artinya setiap penanganan makanan maupun
alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh
terutama tangan dan bibir. Tujuannya adalah:
c. Mencegah pencemaran dari tubuh
d. Memberi penampilan yang sopan, baik dan rapi
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorlan,W.A.Newman; Alih Bahasa , Huriawati, Hartanto, Dkk ; Editor


Edisi Bahasa Indonesia, Huriawati, Hartanto, Dkk. 2002. Kamus
Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta : EGC
2. Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1996
3. Arief, Syamsul. Hepatitis Virus. Dalam: Juffrie M, Soenarto Yati SS,
Oswari Hanifah, Arief S, Rosaline Ina, Mulyani SS, penyunting. Buku
Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Edisis ke-1. Jakarta: Badan Penerbitan
IDAI ; 2012. H. 87.
4. Kumar,Cotran,Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi7.Jakarta: EGC,2007
5. Weber, DJ. dkk dalam Thomas dan Weber. Investigation of Outbreaks
dalam Epidemiologic Methods for the Study of Infectious Diseases. 2001.
6. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit).
2004.
7. Depkes RI. Higiene Sanitasi Pangan. [Internet]. 2015. Tersedia pada
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2015/02/HIGIENE-
SANITASI-PANGAN-DIT-GIZI1.pdf (diakses 16 Agustus 2018).

Anda mungkin juga menyukai