1
Skenario:
Aldino dan beberapa temannya tidak masuk sekolah karena mencret-mencret dan sakit perut,
sehingga dirawat di rumah sakit. Aldino mengeluh sakit perut setelah jajan di kantin sekolah.
Setelah ditelusuri sumber penyebaran penyakit, diketahui penjaga kantin selalu berganti-berganti
dan setelah diperiksa kebersihan personalnya terlihat penjaga kantin memiliki kuku-kuku yang
panjang, sumber air minum yang tidak bersih, keadaan sanitasi dan pengelolaan limbah di sekitar
sekolah masih belum baik, sehingga memungkinkan terjadinya penyakit-penyakit berbasis
lingkungan. Kantin tersebut belum pernah diinspeksi oleh petugas puskesmas setempat mengenai
sanitasi di tempat-tempat umum.
Klarifikasi Istilah
1. Sanitasi : perilaku di sengaja dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung
dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan
menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
2. Mencret :pengeluaran tinja dan konsintasinya lembek sampai cair,disertai darah ataupun
tidak yang di sebabkan oleh bakteri dengan frekuensi lebih sering daripada biasanya.
3. Puskesmas : pusat atau fasilitas kesehatan primer tingkat pertama yang lebih
mengutamakan preventif di suatu wilayah kerja.
4. Penyakit berbasis lingkungan : suatu kondisi patalogis berupa kelainan fungsi atau
morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala
sesuatu di sekitarnya yang memiliki potensi penyakit.
5. Pengelolaan Limbah : suatu proses penghilangan kontaminan dari air limbah yang
meliputi proses fisika,kimia,dan biologi.
6. Inspeksi sanitasi : suatu evaluasi secara seksama terhadap kondisi lingkungan.
7. Sumber air bersih : tempat mengalirnya air dimana sudah memenuhi syarat air bersih.
8. Personal hygiene : suatu cara untuk merawat diri untuk meningkatkan kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
9. Sumber penyebaran penyakit : suatu sumber yang menyebabkan penyakit itu menyebar
lebih luas.
10. Sanitasi di tempat-tempat umum : suatu upaya untuk mencegah dari tempat-tempat
umum dari terjadinya penularan penyakit,dan gangguan kesehatan di tempat –tempat
umum.
Indentifikasi Masalah
1. Apakah faktor resiko yang menyebabkan terjadinya diare ?
Jawab:
a. Faktor lingkungan
Seseorang tidak memerhatikan kebersihan lingkungan dan menganggap bahwa masalah
kebersihan adalah masalah sepele dapat terjadi diare. Faktor lingkungan yang dominan
dalam penyebaran penyakit diare pada anak yaitu pembuangan tinja dan sumber air
minum.Pembuangan tinja yang sembarangan juga akan menyebabkan penyebaran
penyakit. Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai
macam cara,baik melalui air, tangan,maupun tanah yang terkontaminasi oleh tinja dan
ditularkan lewat makanan dan minuman melalui vektor serangga (lalat dan kecoa).
Selain itu, halaman rumah yang becek karena buruknya saluran pembuangan air
limbah(SPAL) memudahkan penularan diare, terutama yang ditularkan oleh cacing dan
parasit. Membuang sampah sembarangan akan menjadi faktor risiko timbulnya
berbagai vektor bibit penyakit sehingga ada hubungan yang signifikan antara
pembuangan sampah dengan kejadian diare pada anak.
b. Faktor sosiodemografi
Faktor sosiodemografi yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada anak yaitu:
Pendidikan: Jenjang pendidikan memegang peranan yang cukup penting dalam
kesehatan masyarakat. Pendidikan seseorang yang tinggi memudahkan orang tersebut
dalam penerimaan informasi,baik dari orang lain maupun media masa. Banyaknya
informasi yang masuk akan membuat pengetahuan tentang penyakit semakin
bertambah.Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki, maka perilaku pencegahan
terhadap penyakit semakin baik. Tingkat pendidikan yang tinggi pada seseorang akan
membuat orang tersebut lebih berorientasi pada tindakan preventif, memiliki status
kesehatan yang lebih baik dan mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan
Pekerjaan orang tua:
Kejadian diare lebih sering muncul pada bayi dan balita yang status ekonomi
keluarganya rendah. Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan fasilitas kesehatan
yang dimiliki mereka akan baik pula, seperti penyediaan air bersih yang terjamin,
penyediaan jamban sendiri,dan jika mempunyai ternak akan diberikan kandang yang
baik dan terjaga kebersihannya.
Umur anak: Semakin muda usia anak, semakin tinggi kecenderungan terserang diare.
Daya tahan tubuh yang rendah membuat tingginya angka kejadian diare.
c. Faktor Perilaku
Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan kebiasaan mencuci tangan merupakan
faktor perilaku yang berpengaruh dalam penyebaran kuman dan menurunkan risiko
terjadinya diare.Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan diare pada
bayi dibawah 3 tahun. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif sebagian besar
(52.9%)menderita diare, sedangkan bayi dengan ASI eksklusif hanya 32.31%yang
menderita diare.
Selanjutnya personal hygiene,yaitu upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan
kesehatan dirinya untuk memperoleh kesehatan fisik dan psikologis. Kebiasaan tidak
mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar merupakan kebiasaan yang dapat
membahayakan anak,terutama ketika sang ibu memasak makanan dan menyuapi
anaknya,makan makanan tersebut dapat terkontaminasi oleh kuman sehingga dapat
menyebabkan diare. Perilaku yang dapat mengurangi risiko terjadinya diare adalah
mencuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi, karena salah satu penyebaran diare
adalah melalui penyajian makanan yang tidak matang atau mentah.
Sumber:Utami, N. & Luthfiana, N. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak.
Majority (2016).
DIARE
1. Definisi:
Diare adalah pengeluaran feses yang konsistensinya lembek sampai cair dengan
frekuensi pengeluaran feses sebanyak 3 kali atau lebih dalam sehari.
2. Jenis diare
Diare akut : Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
Diare kronik:Diare kronik yaitu diare yangberlangsung lebih dari 15 hari
3. Etiologi:
Mikroorganisme seperti bakteri, virus dan protozoa dapat menyebabkan diare. Eschericia
coli enterotoksigenic, Shigellasp, Campylobacterjejuni,danCryptosporidiumspmerupakan
mikroorganisme tersering penyebab diare pada anak.
4. Patogenesis
Virus atau bakteri dapat masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman. Virus
atau bakteri tersebut akan sampai ke sel–sel epitel usus halus dan akan menyebabkan
infeksi,sehingga dapat merusak sel-sel epitel tersebut. Sel–sel epitel yang rusak akan
digantikan oleh sel-sel epitel yang belum matang sehingga fungsi sel–sel ini masih belum
optimal. Selanjutnya,vili–vili usus halus mengalami atrofi yangmengakibatkan tidak
terserapnya cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap
akan terkumpul diusus halus dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini
menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus. Cairan dan makananyang tidak
diserap tadi akan terdorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.
5. Manifestasi Klinis
Demam,tidak nafsu makan,Tinja akan menjadi cair dan dapat disertai dengan lendir
ataupun darah.Warna tinja dapat berubah menjadi kehijau–hijauan karena tercampur
dengan empedu.Frekeuensi defekasi yang meningkat menyebabkan anus dan daerah
sekitarnya menjadi lecet.Tinja semakin lama semakin asam sebagai akibat banyaknya asam
laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala
muntah dapat ditemukansebelum atau sesudah diare. Muntah dapat disebabkan oleh
lambung yang meradang atau gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.
6. Tatalaksana
Terdapat 5 prinsip penanganan diare.
Prinsip yang pertama yaitu berikan oralit.
Oralit bermanfaat untuk menggantikan cairan dan elektrolit tubuh yang hilang akibat diare.
Cara pemberiannya yaitu masukkan satu bungkus oralit ke dalam satu gelas air matang
(200cc). Anak dengan usia kurang dari satu tahun diberikan 50-100cc cairan oralit setiap
setelah buang air besar dan anak dengan usia lebih dari satu tahun diberikan 100-200cc
cairan oralit setiap setelah buang air besar
Prinsip yang kedua yaitu berikan zink selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zink dapat
mempercepat penyembuhan diare dengan cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada
anak. Zink diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut dengan dosis untuk
balita umur <6 bulan yaitu ½ tablet (10mg) per hari dan untuk balita ≥6 bulan diberikan
dosis 1 tablet (20mg) per hari
Prinsip yang ketiga yaitu teruskan ASI dan pemberian makan. Berikan ASI apabila anak
masih mendapatkan ASI dan sebanyak yang anak mau, serta berikan makanan dengan
frekuensi lebih sering sampai anak berhenti diare
Prinsip yang keempat yaitu berikan antibiotik secara selektif.Antibiotik hanya boleh
diresepkan oleh dokter.
Prinsip yang kelima yaitu memberi nasihat bagi ibuatau pengasuh. Berikan nasihat tentang
cara pemberan oralit, zink,ASI,dan makanan.Berikan informasi mengenai tanda-tanda
untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan apabila ditemukan buang air besar
cair berlebih, makan atau minum sedikit, demam, tinja berdarah,dan tidak membaik dalam
waktu 3 hari.
7. Pencegahan
Diare dapat dicegah dengan cara memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan
sampai 2 tahun, memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur, memberikan minum
air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan dengan
air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, buang air besar di jamban,
membuang tinja bayi dengan benar,dan yang terakhir adalah memberikan imunisasi
campak.
Sumber:Utami, N. & Luthfiana, N. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak.
Majority (2016).
2.3.1. Etiologi
Infeksi saluran pencernaan disebabkan oleh berbagai enteropatogen. Enteropatogen
menimbulkan non-inflamatori diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri , destruksi sel
permukaan vili oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan / atau translokasi bakteri.
Berikut ini adalah beberapa agent penyebab diare akut (IDAI):
Selain disebabkan oleh agen-agen infeksi seperti pada tabel diatas, diare juga dapat disebabkan
oleh agen non infeksi seperti pada tabel berikut:
2.3.2. Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di
Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia dibawah 5 tahun. Didunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar terjadi di negara berkembang. (IDAI) Di indonesia, angka kesakitan
akibat diare masih tinggi walaupun pada tahun 2010 mengalami sedikit penurunan yaitu 423 per
1000 penduduk pada tahun 2006 menjadi 411 per 1000 penduduk pada tahun 2010 (survey
morbiditas subdit diare tahun 2010).
Berdasarkan studi Basic Human Service (BHS) di Indonesia tahum 2006, perilaku masyarakat
dalam mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) Setelah membersihkan tinja
bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) Sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v)
sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara itu studi BHS lainnya terhadap perilaku
pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air
minum tetapi 47,50% dari tersebut masih mengandung Escherisia coli. Kondisi tersebut
berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare nasional sebesar 423 per seribu penduduk
pada semua umur dan 16 provinsi mengalami KLB diare dengan case fatality rate (CFR) sebesar
2,52. (sanitasi totalberbasis masyrkt)
2.3.4. Prinsip tatalaksana diare
Di Indonesia, prinsip tatalaksana diare pada balita dikenal dengan istilah LINTAS DIARE.
Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta
mempercepat penyembuhan/ menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.
Untuk itu Kementrian Kesehatan telah menyusun Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS
DIARE) yaitu: (buku panduan)
1. Rehidrasi menggunakan Oralit Osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan makanan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua/ pengasuh
2.3.4. Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit diare harus disesuaikan dengan faktor penyebabnya, yaitu:
a. Penyediaan air tidak memenuhi syarat
1. Gunakanlah air dari sumber terlindungi
2. Pemeliharaan dan tutup sarana air agar terhindar dari pencemaran
b. Pembuangan kotoran tidak saniter
1. Buanglah tinja di jamban
2. Buanglah tinja bayi di jamban (air cucian popok bayi jangan dialirkan keselokan)
3. Buatlah jamban sendiri atau perkelompok
c. Perilaku tidak higienis
1. Cuci tangan sebelum makan atau menyiapkan makanan
2. Cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
3. Minumlah air putih yang telah dimasak
4. Menutup makanan dengan tudung saji
5. Cuci alat makan dengan air bersih
6. Jangan makan makanan/ jajanan yang kurang bersih
7. Bila bayi mengalami diare, cuci botol dan alat makan bayi dengan air panas/
mendidih
d. Intervensi faktor lingkungan
1. Perbaiki sanitasi lingkungan dan pemberantasan vektor secara langsung
2. Perbaikan sanitasi diharapkan mampu mengurangi tempat perindukan lalat. Cara yang
bisa diambil adalah dengan menjaga kebersihan kandang hewan, buang air besar di
jamban yang sehat, pengelolaan sampah yang baik, dan lain-lain.
Perlu diingat bahwa keberadaan lalat sangat berperan penting terhadap terjadinya kasus diare
karena laalt merupakan vektor pembawa bakteri enteropatogen. Lalat adalah serangga yang
sangat menyukai tempat-tempat basah dan bau seperti sampah basah, kotoran binatang,
tumbuhan busuk, air kotor (untuk lalat rumah), dan kotoran yang menumpuk secara kumulatif
(dikandang). Pada tempat-tempat tersebut lalat akan hinggap untuk mencari makan dan
berkembang biak. Saat lalat hinggap, lalat akan mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk
titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengetahui tempat peristirahatan
lalat. Tempat-tempat peristirahatan lalat terutama di siang hari adalah lantai, dinding, langit-
langit rumah, rumput-rumput, dan tempat-tempat sejuk. (pengendalian lalat)
Daftar pustaka
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia.2012.Buku Ajar Gastroenterolohi-Hepatologi
jil.1.Jakarta:Badan Penerbit IDAI
2. Nelson.2000.Ilmu Kesehatan Anak vol.2.Jakarta:EGC
3. “Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare pada Balita untuk Petugas Kesehatan 2011”
diunduh dari www.depkes.go.id pada 15 Juli 2013 pukul 13.47
4. “Pedoman Teknis Pengendalian Lalat” diunduh dari www.depkes.go.id pada 15 Juli 2013
pukul 12.30
5. Keputusan Mentri Kesehatan No 825/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat