(DIARE)
Disusun Oleh:
Nama : Dea Sri Rahmat Lina Zega
Nim :P07520122008
Kelas :2A
PENDAHULUAN
Penyakit diare tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian pada anak
di bawah usia lima tahun di negara berkembang. Langkah-langkah ekstensif telah
diterapkan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC), di
seluruh dunia, untuk menyediakan air bersih, kebersihan yang baik, dan kondisi
kehidupan yang sanitasi. Namun, banyak yang selamat terus berurusan dengan
diare persisten dan kekurangan nutrisi, yang mempengaruhi pertumbuhan mereka
karena status sosial ekonomi mereka yang rendah. Ada lebih dari 2,5 miliar kasus
penyakit diare setiap tahun, yang memperhitungkan sekitar 1.400 kematian setiap
hari, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kurangnya pendidikan ibu,
ketidakcukupan atau penghentian dini menyusui, teknik mencuci tangan yang buruk,
penyimpanan makanan dan air yang tidak tepat, dan akses terbatas ke fasilitas
kesehatan yang tepat di negara berkembang telah mengakibatkan anak-anak
menghadapi dehidrasi parah dan cedera mukosa yang berkepanjangan yang
akhirnya mengakibatkan kematian mereka. Diagnosis dicapai dengan mikroskop tinja
dan kultur. Selanjutnya, polymerase chain reaction (PCR), telah digunakan untuk
menguji Escherichia koli dan norovirus untuk mendeteksi gen pengkode toksin,
sedangkan enzyme immunoassay digunakan untuk mendeteksi patogen lain, seperti
Campylobacter, rotavirus, adenovirus, astrovirus, Entamoeba histolytica, Shigella,
Giardia, dan Cryptosporidium. Selain itu, infeksi bakteri septik berikutnya yang
dihasilkan dari perawatan yang tidak memadai dan manajemen penyakit diare yang
buruk telah mengakibatkan penggunaan rehidrasi oral dan antibiotik dengan resolusi
minimal diare persisten pada beberapa pasien. Beberapa intervensi yang sedang
diterapkan dalam LMIC untuk memerangi kematian terkait diare, termasuk
menyediakan sumber daya pendidikan kepada pengasuh dan penyedia layanan
kesehatan,serta memurnikan air dan sanitasi. Selain itu, pentingnya makanan bergizi
tinggi dan teknik menyusui yang tepat selama enam bulan pertama kehidupan telah
terbukti memberi anak-anak sistem kekebalan yang lebih kuat untuk memungkinkan
mereka memerangi infeksi.
1.3 Tujuan
a. Mengetahui Pengertian Dari Penyakit Diare
b. Mengetahui Penyebab Dari Pada Diare
c. Mengetahui Tanda-tanda & Gejala Dari Pada Penyakit Diare
d. Mengetahui Apa Saja Pencegahan Yang Dapat Dilakukan Bagi Penderita
Diare
e. Mengetahui Patofisiologi Dari Diare
f. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Pasien Diare
g. Mengetahui Penatalaksanaan Medis Pada Pasien Diare
h. Mengetahui Teori Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Diare
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.Defenisi
Menurut WHO (2013a) diare berasal dari bahasa Yunani yaitu διάρροια .
Diare terdiri dari 2 kata yaitu δια // dia (melalui) dan ρέω // rheo (aliran). Secara
harfiah berarti mengalir melalui. Diare merupakan suatu kondisi dimana individu
mengalami buang air dengan frekuensi sebanyak 3 atau lebih per hari dengan
konsistensi tinja dalam bentuk cair. Ini biasanya merupakan gejala infeksi saluran
pencernaan. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai bakteri, virus dan parasit.
Infeksi menyebar melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi. Selain itu,
dapat terjadi dari orang ke orang sebagai akibat buruknya kebersihan diri ( personal
hygiene) dan lingkungan (sanitasi). Diare berat menyebabkan hilangnya cairan,
dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada anak-anak dan orang-orang
yang kurang gizi atau memiliki gangguan imunitas.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010b), diare adalah suatu kondisi
dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih)
dalam satu hari. Diare terdiri dari 2 jenis yaitu diare akut dan diare persisten/ kronik.
Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik berlangsung lebih dari
14 hari. Diare dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu osmotik, sekretori,
dan eksudatif.
a. Diare osmotik
Terjadi ketika terlalu banyak air ditarik dari tubuh ke dalam usus perut. Jika
seseorang minum cairan dengan gula atau garam berlebihan, ini bisa menarik
air dari tubuh ke dalam usus dan menyebabkan diare
b. Sekretori ( noninflammatory )
Diare terjadi ketika tubuh melepaskan air ke usus saat hal itu tidak
seharusnya. Banyak infeksi, obat-obatan, dan kondisi lain menyebabkan
sekresi diare jenis ini terjadi saat racun menstimulasi sekresi klorida dan
mengurang penyerapan garam dan air (disebabkan oleh V. cholera ) atau
organisme lainnya yang menghambat fungsi absorpsi dari villus di usus halus.
c. Diare eksudatif
Terjadi jika ada darah dan nanah dalam tinja. Hal ini terjadi dengan penyakit
radang usus, seperti penyakit Crohn atau kolitis ulseratif
2.2 Etiologi
A.Infeksi.
Hal ini biasanya ditularkan melalui rute fecal-oral . Beberapa jenis diare karena
infeksi yaitu:
I. Diare secara umum.
a) Virus (misalnya adenovirus, astrovirus, rotavirus, Norwalk virus) merupakan
penyebab paling umum dari diare di Amerika Serikat. Yang paling umum pada
anak-anak yaitu rotavirus dan pada orang dewasa yaitu norovirus.
b) Escherichia coli (E. coli), Clostridium difficile (C. difficile), dan
Campylobacter , SalmonellaShigella spp., merupakan bakteri penyebab diare.
B. cereus , C. perfringens , S. aureus , Salmonella spp., dan lain-lain
menyebabkan keracunan makanan.
c) E. histolytica , Giardia , Cryptosporidium , dan Cyclospora spp.,
merupakan agen parasit (protozoa) yang menyebabkan diare.
II. Diare akut
Disebabkan oleh Enterotoksik E. coli (ETEC), parasit diinduksi diare
dari Giardia dan Cryptosporidium spp., dan dalam kasus-kasus keracunan
makanan (konsumsi racun yang dibentuk) oleh B. cereus dan S. aureus .
Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh E. Coli.Beberapa agen infeksi
menyebabkan peradangan mukosa (ringan atau berat). Bakteri seperti
Enteropatogenik E. coli (EPEC) dan virus seperti rotavirus, dan HIV bisa
menyebabkan peradangan. Bakteri yang merusak enterosit seperti Shigella , E.
coli , E. histolytica , dan bakteri yang menembus mukosa seperti Salmonella ,
C. jejuni , dan Y. enterocolitica mengakibatkan peradangan berat dengan atau
tanpa peradangan (ulserasi). Menelan racun yang diproduksi oleh bakteri seperti
B. cereus , S. aureus , C. perfringens dapat mengakibatkan jejunitis akut.
Aeromonas , Shigella , dan Vibrio spp. (misalnya, V. parahaemolyticus )
menghasilkan enterotoksin dan juga menyerang mukosa usus. Oleh karena itu,
penderita sering mengalami diare berair dan dalam hitungan jam atau hari dapat
terjadi diare berdarah. Bakteri yang menghasilkan peradangan dari cytotoxins
termasuk C. difficile dan Enterohemoragik E. coli (EHEC).
B. Diare non infeksi.
Diare non infeksi ini sering disebut diare eksudatif dimana diare yang terjadi
karena adanya luka pada dinding usus kecil atau mukosa usus akibat ulseras.Hal
ini menyebabkan hilangnya lendir, protein serum, dan darah ke dalam lumen usus.
Diare merupakan salah satu efek samping yang paling sering dari konsumsi obat.
Hal ini penting untuk dicatat bahwa diare karena obat-obatan biasanya terjadi
setelah obat baru mulai dikonsumsi atau dosisnya ditingkatkan(Db.Faktor lain
seperti teknik mencuci, dan penyimpanan makanan dan air yang tidak tepat adalah
beberapa faktor risiko yang terkait dengan peningkatan insiden diare ,Untuk
mengatasi faktor-faktor risiko ini dan penurunan perawatan yang tidak tepat,
pendekatan multicabang perlu diterapkan. Beberapa intervensi yang telah
menunjukkan hasil yang menjanjikan termasuk memurnikan air dan memastikan
sanitasi yang layak dalam keluarga, program pelatihan untuk ibu dan petugas
kesehatan dengan intervensi perilaku. Praktik pengasuhan anak yang baik untuk
pengasuh dan penyedia layanan kesehatan, mendidik pengasuh untuk dapat
mengenali tanda dan gejala penyakit diare sejak dini serta tanda-tanda kerusakan,
dan peningkatan kesempatan untuk mencari bantuan profesional tanpa penundaan
akan membantu mengurangi kejadian dan prevalensi penyakit
Gambar 2
Sebagian besar manifestasi klinis yang muncul pada kasus diare berkaitan
erat dengan jenis pathogen yang menginfeksi dan seberapa besar tingkat infeksi
tersebut. Manifestasi tambahan tergantung pada perkembangan komplikasi (seperti
dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit) dan sifat patogen yang menginfeksi.
Biasanya, penyerapan toksin sebelum terbentuk dikaitkan dengan onset mual dan
muntah yang cepat dalam waktu 6 jam, dengan kemungkinan demam, kram perut
setelah periode inkubasi 8-16 jam dikaitkan dengan produksi enterotoksin.
Clostridium perfringens dan bacillus cereus memiliki gejala berupa kram andomial
dan diare berair setelah periode inkubasi 16-48 jam dapat dikaitkan dengan
norovirus, beberapa bakteri penghasil enterotoksin.Dan berikut yang dapat dilihat
dari penderita tanda gejala diare pada anak:
a) Cengeng, gelisah
b) Suhu tubuh meningkat
c) Nafsu makan berkurang
d) Timbul diare, tinja encer, mungkin disertai lender atau lendir darah
e) Warna tinja kehijau-hijauan
f) Anus dan daerah sekitar lecet karena seringnya defekasi
g) Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare
h) Banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit sehingga menimbulkan
dehidrasi
i) Berat badan menurun, turgor kurang, mata dan ubun-ubun besar, menjadi
cekung (pada bayi) selaput lendir dan mulut serta kulit tampak kering.
Anak bersikap rewel atau justru apatis dan lesu pada dehidrasi yang lanjut. Bagi
anak usia di bawah 1 tahun, dapat ditemukan tanda ubun-ubun yang cekung. Pada
dehidrasi yang ringan dan sedang, anak akan merasa haus. Namun bila
dehidrasinya berat, anak justru tidak merasa haus lagi. Pada kulit perut terdapat
turgor kulit, atau berkurang kelenturannya. Cara memeriksanya dengan
menjepit/mencubit kulit selama 30-60 detik, kemudian lepaskan. Bila turgor kulit
anak masih baik, kulit akan cepat kembali ke keadaaan semula. Bila tidak, lambat
kembalinya. Selain itu, anak yang mengalami dehidrasi, matanya akan terlihat
cekung, mulut dan lidah pun terasa kering pnylhan. Bila penderita telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. berdasarkan
banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan
berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi
hipotonik, isotonik dan hipertonik.
2.4.Pencegahan
Pada kondisi tertentu, diare bisa berakibat fatal. Segera ke dokter bila sakit
perut si kecil terus-menerus berlangsung selama 6 jam atau lebih, disertai muntah,
tak mau minum, mata nampak cekung, pusing, dan berat badan turun. Agar tak
sampai terjadi dehidrasi, usahakan si kecil tetap minum (ASI, susu atau cairan lain).
Bila anak Anda sudah lebih besar, berikan larutan oralit. Biasanya balita perlu sekitar
3 bungkus oralit yang dicampur ke dalam 200 cc air, sedikit demi sedikit. jangan
memberi makanan yang merangsang timbulnya sakit perut. Untuk sementara bisa
diberikan makanan lembek agar mudah dicerna. Penanganan Jaga kebersihan
makanan si kecil, begitu juga dengan alat makannya. Pada balita, pastikan makanan
yang ia konsumsi bersih dan sehat, dan meminum air yang dipastikan sudah
matang/mendidih.Hindari jajanan yang tidak terjamin kebersihanya.
Berdasarkan data analisis terlihat adanya hubungan antara pola menyusui
dengan penyakit Diare, dimana nilai p pada pola menyusui parsial dan ekslusif
masing - masing sebesar 0,044 dan 0,015, sementara pada pola menyusui
predominan tidak terdapat adanya hubungan dengan nilai p sebesar 0,417. Nilai exp
(B) didapatkan sebesar 2,568 (95% CI: 1,2 – 5,1) yang berarti bahwa dengan p ola
menyusui parsial memiliki risiko 2,468 kali lebih besar untuk menderita diare
dibandingkan dengan pemberian ASI ekslusif. Diare merupakan salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di negara berkembang. Anak
usia 0 - 3 tahun rata - rata mengalami tiga kali diare pertahun Penyakit diare
merupakan penyakit en demis di Indonesia yang merupakan penyakit potensial
Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian. Jumlah penderita
diare di fasilitas kesehatan pada tahun 2016 sebanyak 6.897.463 orang,
sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan di tangani di fasilitas kesehatan
adalah sebanyak 3.198.411 orang atau 46,4% dari target (Profil,2016) Dari hasil
penelitian ini 170 responden yang menderita diare 53 (31,18 %). Hasil penelitian ini
terdapat hubumgan pemberian ASI Ekslusif terhadap kejadian d iare hubungan
dengan nilai p sebesar 0,417. Nilai exp (B) didapatkan sebesar 2,568 (95% CI : 1,2
- 5,1) yang berarti bahwa dengan pola menyusui parsial memiliki risiko 2,468 kali
lebih besar untuk menderita diare dibandingkan dengan pemberian ASI ekslusif.
Study cohort di Banglades Pemberian ASI eksklusif dan pre - dominan secara
signifikan dapat menurunkan mordibitas penyakit diare dan ISPA ( Mihrshahi et al,
2008 ). Penelitian yang dilakukan Rahmadani EP terdapat hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan angka kejadian diare akut pada bayi usia 0 - 1 tahun di
Puskesmas Kuranji Kota Padang. Prevalensi diare pada anak - anak kurang dari dua
tahun tinggi. Untuk mencegah diare, para ibu harus mulai menyusui lebih awal dan
mempraktikkan pemberian ASI
2.5.Patofisiologi
2.6.Pathway
Hipersekresi cairan
Dan elektrolit
Isi lumen usu
Rangsangan Pengeluaran
H
Hiperperistaltik
Diare
2.8.Penatalaksanaan Medis
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah risiko terjadinya gangguan
sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, risiko komplikasi, gangguan rasa aman dan
nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit. Mengingat
diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga
tidak terjadi penularan pada klien lain.
A.Temuan pengkajian
yang mengarah ke diare yaitu sebagai berikut:
1. Riwayat kesehatan.
Kaji riwayat sakit saat ini dan keluhan utama. Informasi penting yang berkaitan
dengan riwayat diare anatra lain: jumlah dan frekuensi defekasi, lama gejala, volume
feses, gejala terkait (nyeri abdomen, kram, mual, muntah, demam), adanya darah
atau mucus di feses. Gali riwayat medis saat ini dan sebelumnya untuk faktor risiko
seperti: kemungkinan pajanan terhadap angens infeksius(air, sumur binatang ternak,
kehadiran ditempat penitipan anak), riwayat diare riwayat keluarga dengan gejala
serupa, perjalanan baru-baru ini, usia anak (untuk mengidentifikasi etiologic umum
untuk kelompok usia tersebut)
2. Pemeriksaan fisik.
Inspeksi. Kaji dehidrasi anak yang mengalami diare yang dapat di observasi
penampilan umum dan warnakulit anak. Pada dehidrasi ringan, anak dapat tampak
normal. Pada dehidrasi sedang, mata mengalami penurunanproduksi air mata atau
lingkar mata cekung. Membrane mukosa juga dapat kering. Status mental dapat
diperburukdengan dehidrasi sedang hingga berat, yang dibuktikandengan lesu atau
letargi.Auskultasi bising usus untuk mengkaji adanya bisisng usus hipoaktif atau
hiperaktif. Bising usus hipoaktif untuk mengindikasikan obstruksi atau peritonitis
diare/gastroenteritis. Perkusi. Perhatikan adanya abnormalitas Adanya abnormalitas
pada pemeriksaan untuk diagnosis diare akut atau kronik dapat mengindikasikan
proses patologis.Palpasi. Nyeri pada abdomen kuadran bawah dapat berkaitan
dengan gastroenteritis. Nyeri pantul atau nyeri tidak ditemukan saatpalpasi, jika
ditemukan, hal ini dapat mengindikaiskanapendisitis atau peritonitis
B.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada diare yaitu sebagai berikut:
1. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan Cairan
yang berlebihan dari traktur GI ke dalam feses atau muntahan.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
kehilangan cairan yang tidak adekuat.
3. Risiko menularkan infeksi yang berhubungan dengan mikroorganisme yang
menginvasi traktus GI.
4. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan iritasi karena
defekasi yang sering dan feses yang cair.
5. Ansietas berhubungan dengan keterpisahan anak dari orang tuanya,
lingkungan yang tidak biasa, dan prosedur yang menimbulkan distress.
6. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan krisis situasi dan
kurangnya pengetahuan
C.Intervensi Keperawatan
1.Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan Cairan yang
berlebihan dari traktur GI ke dalam feses atau muntahan. Intervensi
Intervensi:
a. Berikan larutan oralit. Rasional: untuk rehidrasi maupun penggantian cairan
yang hilang melalui feses.
b. Berikan dan pantau pemberian cairan infus sesuai program. Rasional: untuk
mengatasi dehidrasi dan vomitus yang berat.
c. Berikan oralit secara bergantian dengan cairan rendah natrium seperti air, ASI
atau susu formula. Rasional: untuk terapi cairan rumatan (kebanyakan pakar
mengatakan bahwa susu formula yang diberikan harus bebas laktosa jika bayi
tidak dapat menoleransi susu formula biasa).
d. Setelah rehidrasi tercapai, berikan makanan seperti biasa kepada anak
selama makanan tersebut dapat ditoleransinya. Rasional: karena penelitian
memperlihatkan bahwa pemberian kembali secara dini makanan yang biasa
dikonsumsi akan membawa manfaat dengan mengurangi frekuensi defekasi
dan meminimalkan penurunan berat badan serta memperpendek lama sakit.
e. Pertahankan catatan asupan dan haluaran cairan (urine, feses dan
muntahan).
Rasional:untuk mengevaluasi keefektifan intervensi.
f. Pantau berat jenis urine setiap 8 jam sekali atau sesuai indikasi.Rasional:
untuk menilai status hidrasi.
g. Timbang berat badan setiap hari.Rasional: untuk menilai keadaan
dehidrasi.
h. Nilai tanda-tanda vital, turgor kulit, membrane mukosa dan status kesadaran
setiap 4 jam sekali atau sesuai indikasi.Rasional: untuk menilai status
hidrasi.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
kehilangan cairan yang tidak adekuat.
Intervensi:
a. Setelah rehidrasi tercapai, beri tahu ibu yang menyusui sendiri bayinya agar
melanjutkan pemberian ASI.
Rasional: karena tindakan ini cenderung mengurangi intensitas dan
lamanya sakit.
b. Hindari pemberian diet pisang, beras, apel, dan roti panggang atau teh.
Rasional : Karena diet ini memiliki kandungan energi dan protein yang
rendah, kandungan hidrat arang yang terlampaui tinggi.
c. Monitor berat badan pasien sesuai indikasi.
Rasional : untuk menilai keadaan dehidrasi.
d. Amati dan catat respons anak terhadap pemberian makan.
Rasional: untuk menilai toleransi anak terhadap makanan/susu formula
yang diberikan.
e. Beri tahu keluarga agar menerapkan diet yang tepat.
Rasional: untuk menghasilkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
f. Gali kekhawatiran dan prioritas anggota keluarga.
Rasional:untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
3.Risiko menularkan infeksi yang berhubungan dengan mikroorganisme yang
menginvasi traktus GI.
Intervensi:
a. Pertahankan kebiasaan mencuci tangan yang cermat.
Rasional: untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi.
b. Pasang popok disposibel yang superabsorbent.
Rasional: untuk menahan feses pada tempatnya dan mengurangi
kemungkinan terjadinya dermatitis popok.
c. Upayakan bayi dan anak kecil tidak meletakkan tangannya dan benda apa
pun pada daerah yang terkontaminasi.Bila mungkin ajarkan tindakan
proteksi kepada anak-anak.
4. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan iritasi karena
defekasi yang sering dan feses yang cair.
Intervensi:
a. Ganti popok dengan sering.
Rasional: untuk menjaga agar kulit selalu bersih dan kering.
b. Bersihkan bagian bokong secara berhati-hati dengan sabun nonalkalis yang
lunak dan air atau merendam anak dalam bathup agar dapat dibersihkan
dengan hati-hati.
Rasional: karena feses pasien diare bersifat sangat iritatif pada kulit.
c. Oleskan salep seperti zink oksida.
Rasional: untuk melindungi kulit terhadap iritasi.
d. Bila mungkin biarkan kulit utuh yang berwarna agak kemerahan terkena
udara.
Rasional: untuk mempercepat kesembuhan.
e. Hindari pemakaian tisu pembersih komersial yang mengandung alkohol
pada
kulit yang mengalami ekskoriasi.
Rasional: karena penggunaan tisu ini akan menimbulkan rasa perih.
5. Ansietas berhubungan dengan keterpisahan anak dari orang tuanya, lingkungan
yang tidak biasa, dan prosedur yang menimbulkan distress.
Intervensi:
a.Lakukan perawatan mulut dan berikan dot kepada bayi.
Rasional: untuk memberikan rasa nyaman.
b.Anjurkan kunjungan dan partisipasi keluarga dalam perawatan anak sesuai
kemampuan keluarga.
Rasional: untuk mencegah stress pada anak karena berpisah dari
keluarganya.
c. Sentuh, peluk dan berbicara dengan anak sebanyak mungkin.
Rasional: untuk memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress.
d. Lakukan stimulus dan perkembangan anak.
Rasional: untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal.
6.Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan krisis situasi dan
kurangnya pengetahuan.
Intervensi:
a.Berikan informasi kepada keluarga mengenai keadaan sakit anaknya dan
tindakan terapeutiknya.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik,
khususnya dirumah
b.Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan kepada
anak.
c.Izinkan anggota keluarga berpartisipasi menurut keinginan mereka dalam
perawatan anak.
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan anak maupun keluarga.
d.Beri tahu keluarga mengenai tindakan penjagaan yang harus diambil.
Rasional: untuk mencegah penyebaran infeksi.
D.Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana perawatan dilaksanakan, melaksanakan intervens atau aktivitas
yang telah dilakukan
E.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien .Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Para Orang tua memiliki peran penting jika anak mengalami diare mengenai
penggunaan oralit pada diare anak dan mendemonstrasikan bagaimana cuci tangan
yang baik dan benar gunanya ini memberikan peningkatan pengetahuan dan
pemahaman kepada orang tua dan anak dalam menjaga kebersihan tangan dan
pencegahan penyakit diare. Orang tua juga harus mampu memahami bagaimana
cara pencegahan diare pada anak sebagai pengobatan pertama dengan pembuatan
oralit
3.2 Saran
Dalam menjaga Kesehatan orang tua diharapkan lebih meningkatkan
perannya sebagai peran penting pada anak khususnya dalam memberikan
pendidikan mengenai pentingnya memiliki kebiasaan mencuci tangan yang benar
serta pentingnya bagi ibu post partum untuk memberikan ASI eksklusif pada anak
agar dapat menecegah diare sedini mungkin pada anak
DAFTAR PUSTAKA