Anda di halaman 1dari 56

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI (KIE)


PADA RESEP PASIEN DENGAN KASUS DIARE
APOTEK KIMIA FARMA 108 TEUKU UMAR

OLEH:

1. Made Windy Sofyandari, S.Farm. (1008515013)


2. Rai Gunawan, S.Farm. (1108515018)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keadaan fisiologis tubuh tidak selalu dalam keadaan yang baik. Ada saatnya
tubuh dalam keadaan yang tidak baik dan tidak seimbang. Ketidakseimbangan
tubuh tersebut dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh atau akibat
gangguan dari luar tubuh (misalnya infeksi). Salah satu bentuk ketidakseimbangan
tubuh ditunjukan dengan gangguan saluran cerna, salah satunya adalah diare.
Diare pada dasarnya merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan racun dari
dalam tubuh. Racun tersebut bisa berasal dari virus, bakteri, parasit dan
sebagainya yang akan dibuang keluar bersama dengan tinja yang encer. Banyak
faktor resiko diduga menjadi penyebab terjadinya diare, antara lain faktor
lingkungan yang kurang bersih, intoleransi terhadap suatu makanan tertentu,
akibat penggunaan obat-obat tertentu, dan lain sebagainya.
Saat ini diare masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang dan
sebagian besar menyerang anak-anak dibawah 5 tahun. Penyakit yang sering
menyerang bayi dan balita ini dapat menyebabkan dehidrasi dan bila tidak diatasi
lebih lanjut akan dapat menyebabkan kematian. Pengobatan yang kurang tepat
akan dapat menyebabkan pengobatan yang kurang efektif dan efisien (tidak
rasional). Dampak negatif pemakaian obat yang tidak rasional sangat luas dan
kompleks seperti halnya faktor-faktor pendorong atau penyebabnya. Beberapa
kebiasaan peresepan yang tidak rasional akan mempengaruhi mutu pengobatan
dan pelayanan secara langsung maupun tidak langsung. Secara luas, salah satu
dampak negatifnya yaitu terhadap upaya penurunan mortalitas dan morbiditas
penyakit-penyakit tertentu. Misalnya, kebiasaan untuk memberi antibiotika dan
antidiare terhadap kasus-kasus diare akut tanpa disertai pemberian campuran
rehidrasi oral (Oralit) yang memadai, akan berdampak negatif terhadap upaya
penurunan mortalitas diare.
Oleh karena itu, pengobatan terhadap diare memerlukan perhatian agar tidak
terjadi pengobatan yang salah dan kerliru. Sehingga perlu untuk diberikan KIE
pada penanganan kasus diare untuk mencapai tujuan terapi yang tepat dan
mencegah terjadinya medical error (ME) serta drug related problem (DRP).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana analisis peresepan yang dilakukan oleh dokter dan KIE yang
harus diberikan oleh apoteker terkait dengan kasus diare?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui analisis peresepan yang dilakukan oleh dokter dan KIE
yang harus diberikan oleh apoteker terkait dengan kasus diare.

1.4 Manfaat
Untuk memberikan KIE yang tepat kepada pasien diare guna mengurangi
Medical Error (ME) dan Drug Related Problem (DRP).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan dan merupakan
gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lain. Fisiologi normal dalam sistem
pencernaan dimulai pada saat makanan berada di dalam lambung selanjutnya
dicerna menjadi bubur (chymus) yang kemudian diteruskan ke usus halus untuk
diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim pencernaan. Setelah zat gizi diresorpsi
oleh villi ke dalam darah, sisa chymus yang terdiri dari 90% air dan makanan yang
sulit dicernakan diteruskan ke usus besar. Bakteri-bakteri (flora normal) mencerna
lagi sisa serat tersebut dan kandungan airnya pun diserap sehingga isi usus
menjadi lebih padat dan dikeluarkan dari tubuh sebagai tinja (Tjay dan Raharja,
2007). Pada keadaan diare, proses alamiah inilah yang terganggu, sehingga
menyebabkan konsistensi tinja menjadi encer.
Ada beberapa penyebab diare, yaitu seperti sanitasi buruk, nutrisi buruk,
intoleransi terhadap bahan makanan tertentu (misalnya susu), obat-obatan seperti:
laksatif (pancahar), antibiotik (Ampicilin), antihipertensi (Reserpine), kolinergik
(Metoklopramide), obat kardiovaskular (Digoxin, Digitalis), AIDS yang
dihubungkan dengan diare dan agen penginfeksi:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, Eschericia coli, Stephylococcus,
Camphylobacter
2. Protozoa : Giardialamblia, Cryptosporidia, Entamoeba histoyitica
3. Virus : Norwalk, Rotavirus
Penyebab diare tersebut menyebabkan penurunan absorbsi (penyerapan)
cairan pada makanan dalam usus dan peningkatan sekresi (pengeluaran) air dan
elektrolit. Hal tersebut menyebabkan tinja menjadi cair sehingga terjadilah diare
(Kasper, 2005).
2.2 Patofisiologi
Pada keadaan diare terjadi gangguan dari resorpsi air, sedangkan sekresi
getah lambung dan motilitas meningkat (Tjay dan Raharja, 2007). Penggolongan
diare dibedakan menjadi berdasarkan mekanisme, mikroba penyebab, dan
lamanya diare terjadi.
Terdapat 4 mekanisme gangguan resorpsi air dan keseimbangan elektrolit,
yaitu: perubahan transport ion aktif oleh penurunan absorpsi natrium (Na) atau
peningkatan sekresi klorida (Cl), Perubahan motilitas usus, peningkatan
osmolaritas usus besar, dan peningkatan tekanan hidrostatik jaringan. Keempat
mekanisme ini berhubungan dengan 4 kelompok besar diare secara klinis yaitu
diare sekretori, diare osmotik, diare eksudat, dan diare yang disebabkan oleh
motilitas usus (Dipiro et al., 2005; Sukandar dkk., 2008).
Berdasarkan penyebab, diare dapat dibedakan menjadi diare spesifik dan
diare non-spesifik. Diare spesifik adalah jenis diare yang disebabkan oleh infeksi
bakteri. Sedangkan diare non-spesifik adalah jenis diare yang terjadi tidak
disebabkan oleh bakteri. Diare non-spesifik lebih sering disebabkan oleh
makanan.
Berdasarkan lamanya diare tersebut terjadi, diare dibedakan menjadi diare
akut dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang umumnya disebabkan oleh
infeksi virus atau kuman atau dapat pula disebabkan oleh efek samping obat atau
gejala dari gangguan saluran pencernaan. Diare ini terjadi 72 jam setelah agen
diare masuk ke dalam tubuh dan umumnya gangguan ini bersifat self-limiting
yang bila tanpa komplikasi tidak perlu diobati kecuali rehidrasi oral bila ada
bahaya dehidrasi. Jika terjadi diare yang disebabkan oleh bakteri yang serius,
perlu diterapi dengan antibiotika. Diare kronik adalah diare yang bertahan lebih
dari 2 minggu dan umumnya disebabkan oleh penyakit serius seperti tumor usus
besar atau penyakit usus beradang kronis. Penyebab dari diare ini harus diselidiki
dengan sigmoidoscopy dan biopsy rectal (Tjay dan Raharja, 2007)
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Diare
a. Infeksi
Infeksi penyebab diare dapat dibagi dalam infeksi parenteral dan
infeksi enteral. Di Negara berkembang, campak yang disertai dengan diare
merupakan faktor yang sangat penting pada morbiditas dan mortalitas anak.
Walaupun mekanisme sinergistik antara campak dengan diare pada anak
belum diketahui, diperkirakan kemungkinan virus campak sebagai penyebab
diare secara enteropatogen. Penyebab infeksi utama timbulnya diare adalah
golongan virus, bakteri, dan parasit. Rotavirus merupakan penyebab utama
diare akut pada anak. Sedangkan bakteri penyebab diare tersering adalah
ETEC, Shigella, Campylobacter (Sudigbia, 1990).

b. Umur
Pengaruh usia tampak jelas pada manifestasi diare. Komplikasi lebih
banyak terjadi pada umur di bawah 2 bulan secara bermakna, dan makin
muda usia bayi makin lama kesembuhan klinik diarenya. Kerusakan mukosa
usus yang menimbulkan diare dapat terjadi karena gangguan integritas
mukosa usus yang banyak dipengaruhi dan dipertahankan oleh sistem
imunologik intestinal serta regenerasi epitel usus yang pada masa bayi muda
masih terbatas kemampuannya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
menyatakan bahwa kejadian diare tertinggi terdapat pada golongan umur 6-
24 bulan. Keadaan tersebut kemungkinan terjadi karena pada umur 6-24
bulan jumlah air susu ibu sudah mulai berkurang dan pemberian makanan
sapih yang kurang nilai gizinya serta nilai kebersihannya (Sudigbia, 1990).

c. Status Gizi
Semakin buruk keadaan gizi anak, maka semakin sering dan berat
diare yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat
peka terhadap infeksi. Di Negara maju dengan tingkat pendidikan dan
tingkat kesehatan yang tinggi, kelompok bayi yang mendapat air susu ibu
lebih jarang menderita diare karena infeksi enteral dan parenteral. Hal ini
disebabkan kontaminasi bakteri serta terdapatnya zat-zat anti infeksi dalam
air susu ibu (Sudigbia, 1990).
d. Sanitasi Lingkungan
Sebagian besar penularan penyakit diare adalah melalui dubur,
kotoran, dan mulut. Penularan penyakit diare merupakan hasil dari
hubungan antara 1) Faktor jumlah kuman yang disekresi (penderita atau
carrier), 2) Kemampuan kuman untu hidup di lingkungan, 3) Jumlah kuman
untuk menimbulkan infeksi, 4) Ketahanan host untuk menghadapi mikroba.
Hygiene dan sanitasi yang buruk mempermudah penularan diare baik
melalui makanan, air minum yang tercemar kuman penyebab diare maupun
air sungai. Faktor sosial budaya seperti pendidikan, pekerjaan, dan
kepercayaan masyarakat membentuk perilaku positif dan negatif terhadap
berkembangnya diare. Perilaku masyarakat yang negatif misalnya
membuang tinja di kebun, sawah, atau sungai, minum air yang tidak
dimasak dan melakukan pengobatan sendiri dengan cara yang tidak tepat
(Sudigbia, 1990).

e. Susunan Makanan
Faktor susunan makanan terhadap terjadinya diare tampak sebagai
kemampuan usus untuk menghadapi kendala berupa (Sudigbia, 1990):
1. Antigen
Susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog, sehingga
dapat berlaku sebagai antigen. Terutama pada bayi dimana kondisi
ketahanan lokal usus belum sempurna sehingga terjadi migrasi molekul
makro.
2. Osmolaritas
Susunan makanan baik berupa formula susu maupun makanan padat
yang memberikan osmolaritas yang tinggi dapat menimbulkan diare
misalnya Neonatal Entero Colitis Colitis Necroticans pada bayi.
3. Malabsorpsi
Kandungan nutrient makanan yang berupa karbohidrat, lemak maupun
proteindapat menimbulkan intoleransi, malabsorpsi maupun alergi
sehingga terjadi diare pada anak maupun bayi.
4. Mekanik
Kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan secara
mekanik dapat merusak fungsi mukosa usus sehingga timbul diare.
Diare dapat mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya
natrium dan kalium), sehingga terjadi dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi
yang terjadi pada penderita diare disebabkan karena usus bekerja tidak sempurna
sehingga sebagian besar air dan zat-zat terlarut didalamnya dibuang bersama tinja
sampai akhirnya tubuh kekurangan cairan. Dehidrasi lebih mudah terjadi pada
bayi dan balita serta penderita demam. Derajat dehidrasi dapat diukur menurut
persentase terjadinya penurunan berat badan selama diare. Bila berat badan turun
kurang dari 5% termasuk dehidrasi ringan, berat badan turun 5%-10% termasuk
dehidrasi sedang dan bila berat badan turun lebih dari 10% termasuk dehidrasi
berat. Selain itu, dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi
sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada
bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal,
biasanya menyebabkan syok (Dipiro et al., 2005).

2.3 Terapi
2.3.1 Tujuan Terapi
Tujuan terapi pada pengobatan diare adalah untuk mencegah pengeluaran air
berlebih, elektrolit, dan gangguan asam basa, menyembuhkan gejala, mengatasi
penyebab diare, dan mengatur gangguan sekunder yang menyebabkan diare.

2.3.2 Pendekatan Umum


Pengaturan pola makan merupakan prioritas utama untuk pengobatan diare.
Tenaga medis merekomendasikan untuk menghentikan makanan padat selama 24
jam dan menghindari produk-produk yang mengandung susu. Apabila terjadi
mual-muntah tingkat sedang makanan yang mudah dicerna selama 24 jam. Jika
terjadi muntah dan tidak dapat dikontrol dengan pemberian anti emetik, tidak ada
yang diberikan melalui mulut. Pemberian makanan lunak dimulai seiring adanya
penurunan gerakan usus. Pemberian makanan sebaiknya diteruskan pada anak-
anak dengan diare akibat bakteri akut. Rehidrasi dan perbaikan air dan elektrolit
adalah perawatan primer sampai diare berakhir. Apabila muntah dan dehidrasi
tidak parah pemberian makanan dapat diberikan (Sukandar dkk., 2008)
2.3.3 Terapi Non Farmakologi
Pada dasarnya untuk mengobati diare, lebih diutamakan terapi non
farmakologis seperti mengatur pola makan dan mengatur cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan adalah penilaian
derajat dehidrasi yang diderita pasien seperti terlihat pada tabel 1.

Tabel 2.1. Penilaian dehidrasi beserta tanda-tandanya


No Tanda-tanda Derajat dehidrasi
 Letargi atau tidak sadar
 Mata cekung
1 Dehidrasi berat
 Tidak bisa minum atau malas minum
 Cubitan perut kembalinya sangat lambat
 Gelisah , rewel
 Mata cekung Dehidrasi
2
 Haus, minum dengan lahap ringan/sedang
 Cubitan kulit kembalinya sangat lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan
3 Tanpa dehidrasi
sebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang

Kemudian yang dimaksud dengan pengaturan pola makan di sini adalah


menghentikan sementara (selama 24 jam) konsumsi makanan yang sulit dicerna
oleh usus dan produk yang diolah dari susu. Untuk pengaturan cairan dan
elektrolit dapat dilakukan dengan membuat larutan oralit, caranya adalah dengan
mencampurkan 4 sendok gula dan 1 sendok garam ke dalam air matang 250 cc.
Terapi ini biasa disebut dengan Oral Rehydration Tehrapy yang sangat dianjurkan
sebagai terapi pertama untuk diare terutama bila diare terjadi selama kurang dari 3
hari dan tidak ada tanda demam. Terapi rehidrasi dilakukan dengan 2 metode,
yaitu (Anonim, 2007):
a. Terapi Parenteral
Terapi cairan parenteral diindikasikan untuk keadaan jika pasien
muntah atau kelemahan tidak memungkinkan terapi oral dan adanya syok
karena dehidrasi berat dan asidosis.

b. Terapi Oral
Larutan oral yang tersedia di pasaran untuk menggantikan defisit
cairan adalah oralit yang diberikan sebanyak yang diinginkan hingga diare
berhenti, sebagai petunjuk berikan setiap habis buang air besar:
 Anak < 1 tahun : 50–100 ml
 Anak 1 – 4 tahun : 100–200 ml
 Anak > 5 tahun : 200–300 ml
 Dewasa : 300–400 ml

2.3.4 Terapi Farmakologi


Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare dikelompokkan kedalam
beberapa kategori, yaitu: cairan elektrolit, antimotilitas, adsorben, antisekresi,
enzim, mikroflora usus dan antimikroba.
a. Cairan Elektrolit
Pilihan pertama pengobatan diare akut adalah penggantian elektrolit
untuk mencegah atau mengatasi pengeluaran berlebihan cairan dan
elektrolit, terutama sangat penting pada pasien anak. Cairan elektrolit
tidak menghentikan diare tetapi mengganti cairan tubuh yang hilang
bersama tinja. Dengan menggantikan cairan tubuh tersebut, terjadinya
dehidrasi dapat dihindarkan. Elektrolit tersedia dalam bentuk sediaan
parenteral dan oral berupa serbuk untuk dilarutkan dan diminum
perlahan- lahan. Contoh sediaan yang ada di pasaran antara lain
Pedialyte® (Per L mengandung Na: 22,5 mEq; K: 10 mEq; Cl: 17,5
mEq; Citrate: 15 mEq; Dextrose: 25 g) dan Renalyte ® (Per L
mengandung Na: 15 mEq; K: 4 mEq; Glucose: 4 g; Cl: 13 mEq; Citrate:
2 mEq) (Anonim, 2009a; Tjay dan Raharja, 2007).
b. Zat Penghambat Peristaltik (antimotilitas)
Mekanisme: zat penghambat motilitas ini akan mengurangi gerakan
peristaltik usus halus sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk
resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. Namun pada diare yang
disebabkan oleh mikroba, obat-obat ini tidak digunakan karena dapat
menyebabkan mikroba serta toksinnya tertahan dalam saluran cerna.
Zat-zat yang termasuk ke dalam zat penghambat peristaltik
(antimotilitas) sebagai berikut :
 Opium
Opiat dan turunan opioid menunda transit isi intraluminal atau
meningkatkan kapasitas saluran cerna, memperpanjang waktu
kontak dan absorpsi. Opiat bekerja melalui otot-otot licin dan
menekan peristaltik (gerakan usus). Keterbatasan penggunaan opiat
adalah potensi terjadinya adiksi dan memperburuk penyakit pada
diare yang disebabkan oleh infeksi. Opium mempunyai daya kerja
terhdap SSP dan adanya risiko adiksi, maka penggunaan opium
tidak boleh sembarangan. Dosis lazim: 3 kali sehari 50-100 mg.
Contoh sediaan yang ada di pasaran antara lain Spasminal® (tiap
tab mengandung Metampiron 500 mg; Ekstrak Belladona 10 mg;
Papaverine HCl 25 mg) (Anonim, 2009a; Tjay dan Raharja, 2007).
 Loperamide
Loperamid sendiri sering direkomendasikan untuk terapi diare akut
dan kronis bila tidak terdapat darah dalam tinja dan tidak ada
demam. Zat ini memiliki kesamaan rumus kimia dengan opiat dan
berkhasiat obstipasi kuat dengan mengurangi peristaltik. Selain itu,
zat-zat ini mampu menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi
dari sel mukosa, yaitu: memulihkan sel-sel yang berada dalam
keadaan hipersekresi kedalam keadaan resorpsi normal kembali.
Dosis: 2 x 2 mg, kemudian setiap 2 jam diulang 1 x 2 mg,
maksimal 8 x 2 mg sehari. Efek samping: mual, muntah, pusing,
mulut kering dan eksantem kulit. Conto sediaan yang ada di
pasaran antara lain Imodium® (Tiap tab mengandung Loperamide 2
mg) (Anonim, 2009a; Tjay dan Raharja, 2007).

c. Adsorben
Mekanisme: senyawa yang bersifat adsorben dapat menyerap zat-zat
beracun yang dihasilkan oleh bakteri atau yang juga berasal dari
makanan, serta zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus. Zat-zat
yang termasuk ke dalam zat adsorben sebagai berikut :
 Kaolin-Pectin
Sejak dahulu kaolin (aluminiumsilikat yang mengandung air),
sudah digunakan sebagai adsorben toksin pada diare. Dosis : 3 x
50-100 g sebagai suspensi dalam air, biasanya dikombinasi dengan
karbo absorbens atau dengan pektin. Contoh sediaan yang ada di
pasaran antara lain Kaopectate® (Tiap 30 mL suspensi mengandung
Kaolin 5,92 g; Pektin 132 mg) (Anonim, 2009a; Tjay dan Raharja,
2007).
 Attapulgit
Digunakan dalam bentuk tablet atau suspensi atau sebagai
absorbens kuman dan toksin yang menyebabkan diare, disamping
mengurangi kehilangan cairan tubuh, mengurangi frekuensi diare
dan memperbaiki konsistensi feses. Wanita hamil dan menyusui
aman menggunaan absorben ini. Dosis : 1,2-1,5 g setelah tiap kali
buang air dengan maksimal 9 g perhari. Efek samping dari
penggunaan attapulgit adalah sembelit. Contoh sediaan yang ada di
pasaran antara lain New Diatabs® (Tiap tab mengandung Attapulgit
600 mg) (Anonim, 2009a; Tjay dan Raharja, 2007).
 Karbo Adsorbens
Karbo adalah arang halus (nabati atau hewani) yang telah
diaktifkan melalui suatu proses tertentu. Obat ini memiliki daya
serap pada permukaannya (adsorpsi) yang kuat, terutama terhadap
zat-zat yang molekulnya besar, seperti alkaloida, toksin bakteri atau
zat-zat beracun yang berasal dari makanan. Begitu pula banyak
obat-obatan yang diadsorpsi oleh karbo adsorbens secara in vivo
antara lain asetosal, parasetamol, fenobarbital, glutetimida,
fenotiazin, antidepresi trisiklik, digoksin, amfetain, ferosulfat,
propantelin dan alkohol. Oleh karena itu, obat-obat ini jangan
diberikan bersamaan dengan karbo adsorben, tetapi berikan jarak 2-
3 jam setelah pemberian karbo adsorben. Dosis lazim : 3-4 kali
sehari 0,5-1 g. Contoh sediaan yang ada di pasaran adalah Norit ®
(Tiap tab mengandung Karbo Aktif 125 mg) (Anonim, 2009a; Tjay
dan Raharja, 2007).

d. Antisekresi, Enzim dan Mikroflora Usus


 Antisekresi
Bismuth subsalisilat selain memiliki efek antisekresi juga memiliki
efek antiinflamasi dan antibakteri. Senyawa bismuth ini bekerja
dengan membentuk lapisan pelindung untuk menutupi luka-luka di
dinding usus akibat peradangan. Dosis: 3 dd 0,5-1 g sehari. Contoh
sediaan yang ada di pasaran antara lain Scantoma® (Tiap tab
mengandung Bismut Subsalisilat 262 mg) (Anonim, 2009a; Tjay
dan Raharja, 2007).
 Enzim
Enzim sering digunakan untuk menangani kasus diare pada orang-
orang yang intoleransi terhadap beberapa jenis makanan karena
berkurangnya enzim pada tubuhnya. Contoh sediaan yang beredar
di pasaran antara lain Pankreoflat® (Tiap tab mengandung
Pankreatin 170 mg setara dengan amilase 5500 FIP, Lipase 6500
FIP, Proktase 400 FIP, dimetilpolisiloksan 80 mg) (Anonim, 2009a;
Tjay dan Raharja, 2007).
 Mikroflora usus
Sediaan lactobacillus merupakan pengobatan kontroversial yang
diharapkan dapat mengganti koloni mikroflora. Hal ini diduga
dapat mengembalikan fungsi usus dan dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme patogen. Contoh sediaan yang
beredar di pasaran antara lain Lacto-B® (Per Viable cell
mengandung Lactobacillus acidop hilus bifidobacterium longun,
Streptococcus faeeium 1 x 107 CFU/g, Vit C 10 mg, Vit B1 0,5 mg,
Vit B2 0,5 mg, Vit B5 0,5 mg, niacin 2 mg, protein 0,02 g, fat 0,1 g)
(Anonim, 2009a; Sukandar dkk., 2008).

e. Antibiotika
 Kotrimoksazol (trimetoprim : sulfametoksazol, 5:1)
Mekanisme: Sulfametoksazol menggangu sintesa asam folat bakteri
dan pertumbuhan lewat penghambatan pembentukan asam
dihidrofolat dari asam para-aminobenzoat; trimetoprim
menghambat reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat,
kombinasi keduanya menghasilkan inhibisi enzim berurutan dalam
jalur asam folat. Mampu menghilangkan demam dalam 4 hari.
Tidak diperkenankan memakai lebih dari dua minggu karena
menyebabkan gangguan darah. Dosis 2 dd 3 tablet @480 mg
sampai bebas demam, kemudian 2 dd 2 tablet selama 7 hari.
Contoh sediaan yang beredar di pasaran antara lain Bactrim ® (Tiap
tab mengandung Sulfametoksazol 400 mg dan Trimetoprim 80 mg)
(Anonim, 2009a; Sukandar dkk., 2008; Tjay dan Raharja, 2007).

 Amoksisilin dan Ampisilin


Ampisillin aktif terhadap beberapa jenis kuman gram positif dan
negatif, tetapi dirusak oleh penisilinase. Amoksisilin merupakan
turunan ampisilin yang absorbsinya tidak terganggu oleh adanya
makanan di lambung. Mekanisme kerja keduanya adalah
menghambat sintesa lengkap dari polimer (peptidoglikan) yang
spesifik bagi bakteri. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah
atau menyerap air dengan jalan osmosis, maka sel tersebut akan
pecah sehingga kuman akan mati. Kedua obat ini aktif terhadap
bakteri gram-positif dan sejumlah bakteri gram-negatif kecuali
Pseudomonas, Klebsiella dan B. fragilis. Tidak tahan terhadap
enzim laktamase. Dosis: 3 dd 500 mg - 1 g. Contoh sediaan yang
beredar di pasaran antara lain Amoxsan® (Tiap kaps mengandung
Amoksisilin 500 mg) dan Sanpicillin® (Tiap kaps mengandung
Ampisillin 500 mg) (Anonim, 2009a; Sukandar dkk., 2008; Tjay
dan Raharja, 2007).
 Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang
digunakan pada saat terjadi infeksi yang berat. Mekanisme kerja
kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein bakteri dengan
cara berikatan dengan ribosom 50S sehingga menghambat rantai
peptida. Dosis lazim : 50 mg/KgBB sehari. Setelah demam hilang
(3-4 hari) pengobatan dilanjutkan selama 8-10 hari dengan dosis
yang lebih rendah guna mencegah kambuh kembali. Pengobatan
maksimal selama 14 hari atau total 30 g kloramfenikol. Contoh
sediaan yang beredar dipasaran antara lain Bufacetin ® (Tiap kaps
mengandung Kloramfenikol 250 mg) (Anonim, 2009a; Sukandar
dkk., 2008; Tjay dan Raharja, 2007).
 Metronidazole
Metronidazole adalah antimikroba dengan aktivitas yang sangat
baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Mekanisme kerja
Metronidazole berinteraksi dengan DNA menyebabkan perubahan
struktur helix DNA dan putusnya rantai sehingga sintesa protein
dihambat dan kematian sel. Dosis: 3 dd 500 mg. Contoh sediaan
yang beredar di pasaran antara lain Anmerob ® (Tiap tab
mengandung Metronidazole 500 mg) (Anonim, 2009a; Sukandar
dkk., 2008; Tjay dan Raharja, 2007).
Jenis-jenis bakteri, protozoa dan virus yang dapat menyebabkan
diare cukup banyak. Berikut ini adalah beberapa tipe bakteri, protozoa
dan virus yang menyebabkan diare berserta gejala yang ditimbulkan
dan terapi yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 2, tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 2.2 Tipe bakteri penyebab diare

Tipe Bakteri Gejala Terapi


Mulut kering, dyspnea,
Botulism antitoksin, bantuan
paralisis, neurotoksin
Clostridium botulinum pernafasan , perawatan di
yang menyebabkan
rumah sakit
dysphagia
Enterotoksin yang
Pemberian elektrolit dan air,
Staphylococcus aureus menyebabkan nausea,
tidak diberikan antibiotik
muntah, diare berair
Salmonella sp. Diare, demam, menggigil Air dan elektrolit
Air dan elektrolit, pemberian
Shigella sp. Mual, muntah, diare antibiotik (seperti
kotrimoxazole, ampicilin)
Air dan elektrolit, kasus
ringan hingga parah
Escherichia coli Diare berair diperlukan pemberian
antibiotik (seperti
kotrimoksazole)
Air dan elektrolit pada kasus
Mual, muntah, sakit diare yang parah atau
Campylobacter jejuni kepala, malaise, demam, persisten, pemberian
diare berair antibiotik (seperti:
aminoglikosida)
Diare berair atau disertai
Air dan elektrolit,
Clostridium difficile mukus, demam yang
metronidazole oral.
tinggi, kram
(Feldmann, 1990)
Tabel 2.3 Tipe protozoa penyebab diare

Tipe protozoa Gejala Terapi


Giardia lamblia AIDS, diare kronik Metronidazole
Cryptosporidia Diare kronik Pemberian air dan elektrolit
Air dan elektrolit,
Entamoeba histolytica Diare kronik
metronidazole
(Feldmann, 1990)

Tabel 2.4 Tipe virus penyebab diare


Tipe Virus Gejala Terapi
Rotaviruses Muntah, demam, mual, diare akut Air dan elektrolit, tidak
antibiotik
Parvoviruses Flu selama 24 jam, mual, muntah, Air dan elektrolit, tidak
sakit kepala, myalgia, demam, diare antibiotik, bismuth
berair subsalisilat, loperamide
(Feldmann, 1990)

2.3.5 Diare Pada Bayi dan Anak


Karena bahaya diare terletak pada dehidrasi maka penanggulangannya
dilakukan dengan cara mencgah timbulnya dehidrasi dan rehidrasi intensif bila
telah terjadi dehidrasi. Rehidrasi adalah upaya menggantikan cairan tubuh yang
keluar bersama tinja dengan cairan yang memadai melalui oral atau parenteral.
Cairan rehidrasi oral yang dipakai oleh masyarakat adalah air kelapa, air tajin, air
susu ibu, air teh encer, sup wortel, air perasan buah dan larutan gula garam
(LGG). Pemakaian cairan ini lebih dititik beratkan pada pencegahan timbulnya
dehidrasi. Sedangkan bila terjadi dehidrasi sedang atau berat sebaiknya diberi
minuman oralit. Oralit yang menurut WHO mempunyai komposisi campuran
Natrium Klorida, Kalium Klorida, Glukosa, dan Natrium Bikarbonat atau Natrium
Sitrat.
Tatalaksana penderita diare yang tepat dan efektif merupakan bagian
penting dalam pemberantasan penyakit diare khususnya dalam upaya menurunkan
angka kematian diare dan mengurangi komplikasi akibat diare. Menurut
Keputusan Seminar Nasional Pemberantasan Diare, prinsip tatalaksana diare pada
anak adalah sebagai berikut (Siregar, 2008) :
1. Rencana Terapi A (Terapi diare tanpa dehidrasi di rumah)
Dalam tatalaksana diare dirumah, jika anak tidak diberi ASI maka susu
formula tetap diberikan. Jika berumur kurang dari 6 bulan dan belum
mendapat makanan padat berikan susu formula selang seling dengan
Oralit/cairan rumah tangga.
2. Rencana Terapi B (Terapi diare dengan dehidrasi ringan/sedang)
a. Dalam pemberian Oralit pada 4 jam pertama : untuk anak di bawah
usia 6 bulan yang tidak diberi ASI, berikan 100-200 mL susu selang-
seling dengan Oralit/cairan rumah tangga.
b. Apabila mata penderita sembab maka pemberian Oralit dapat
dihentikan.
3. Rencana Terapi C (untuk diare dengan dehidrasi berat)
Terapi intravena Ringer Laktat bila diperlukan pada bayi setelah 1 jam
pertama, diberikan 30 mg/kg dan dapat dilanjutkan untuk 5 jam
berikutnya 70 mg/kgBB. Untuk anak-anak dan dewasa diberikan Ringer
Laktat secara intravena dengan dosis 100 mg/kg BB. Obat-obat lain
yang sering dikombinasikan dengan Oralit pada diare akut adalah
Tetrasiklin, Trimetoprim, Metronidazol.

Anak mungkin Rujuk ke


apakah ya Apakah anak muntah- ya menderita dokter untuk
frekuensi buang muntah?apakah ada demam? gastroenteritis
air besar terapi yang
menungkat dlm tepat
24 jam
tidak
terakhir??? Apakah ad gjla
nyeri lambung?? ya
Lakukan
tidak Diare mungkin upaya
krn stress / cemas pengobatan
Apakah ank mengalami situasi ya yg berlebihan
yg menegangkan sblm diare? sendiri
tidak
tidak
Rujuk kedokter
Anak mungkin
Berikan diet
menglami Toddler’s
Apakah anak prnh Apakah usia yg tepat pd
diarrhea, kondisi
mengalami diare anak < 3th? anak, trtma
dimana makanan tdk
seminggu yg lalu apakah kndgn lemak,
Beberapa obat dpt dcrna dgn baik
/lebih???
Apakah anak sdg
ditemukan
tertentu dapat krna anak kurang dpt Rujuk serat, cairan
sisa mknn?
konsumsi obat? Rujukdiare.mengunyah...
menyebabkan kedokterdidalamnya.
Kedokter
ya ya

tidak
tidak

ya ya

tidak

tidak
Diare mungkin disebabkn
oleh factor lain.

Gambar 2.1. Skema penanganan diare pada anak (Anonim, 2009b)

BAB III
ALALISIS RESEP DAN PEMBAHASAN

Analisis resep dilakukan terhadap lima resep diare yang masuk ke Kimia
Farma Apotek 108 Teuku Umar pada bulan Maret 2012. Resep dianalisis
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, meliputi persyaratan
administratif resep, kesesuaian farmasetika, dan kesesuaian farmakologi.
Disamping itu disertakan pula Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang
harus dilakukan oleh Apoteker, baik kepada dokter penulis resep maupun kepada
pasien.

3.1 Resep I

R/ New diatabs tab No. X


s.2tab tiap diare (max 12 tab/hari)

R/ Gastridin 150 mg tab No. X


s.2ddI pc

R/ Oralit sachet No.X


s.p.r.n.

Gambar 3.1 Resep 1

3.1.1 Skrining Administratif Resep


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, persyaratan administratif dalam
penulisan resep adalah sebagai berikut :
1. Nama, SIP, dan alamat dokter
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
5. Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta
6. Cara pemakaian yang jelas
7. Informasi lainnya
Tabel 3.1 Kelengkapan Resep Pada Resep 1

Kelengkapan Resep Ada Tidak ada


Nama √
SIP √
Alamat rumah
Identitas dokter
Alamat praktek √
No. Telp √
Hari dan jam kerja
Simbol R/ √
Superscriptio Nama Kota √
Tanggal resep √
Nama obat √
Inscriptio Kekuatan obat √
Jumlah obat √
Subscriptio BSO √
Frekuensi pemberian √
Jumlah pemberian obat √
Signatura
Waktu minum obat √
Informasi lain √
Paraf √
Penutup
Tanda tangan √
Nama √
Alamat √
Identitas pasien
Umur √
BB √
Berdasarkan persyaratan di atas, diketahui bahwa resep tersebut belum
lengkap karena identitas dokter kurang lengkap. Selain itu pada resep juga tidak
terdapat tanda tangan atau serta paraf dokter penulis resep yang menjadikan resep
itu tidak otentik karena tanda tangan menyatakan keabsahan resep. Selain itu,
identitas dokter juga kurang lengkap seperti tidak terdapat alamat rumah, nomor
telepon, hari dan jam praktek dokter. Identitas dokter diperlukan apabila terdapat
ketidakrasionalan pada resep sehingga dapat dihubungi untuk menanyakan
kejelasan resep yang dituliskan.
Walaupun tidak lengkap, resep ini masih dapat diproses karena dosis obat
untuk pasien dapat dihitung dari dosis lazim. Selain itu, tidak terdapat resep
narkotika/psikotropika sehingga meskipun tidak terdapat paraf dokter resep.

3.1.2 Kesesuaian Farmasetika


A. Spesifikasi Obat
1) New Diatabs (tablet 600 mg)
a. Komposisi : Activated Attapulgite
b. Mekanisme Kerja :absorbens kuman dan toksin yang menyebabkan
diare, disamping mengurangi kehilangan cairan
tubuh, mengurangi frekuensi diare dan
memperbaiki konsistensi feses
c. Indikasi :Pengobatan simptomatik pada diare non spesifik
d. Dosis :Dewasa dan anak > 12 tahun: 2 tablet setiap setelah
buang air besar, maksimal 12 tablet/hari.
Anak 6-12 tahun: 1 tablet setelah buang air besar,
maksimal 6 tablet/hari
e. Aturan pakai :Dapat diminum bersama atau tanpa makanan.
f. Kontra indikasi :Hipersensitif terhadap attapulgite.
g. Efek Samping : Konstipasi
h. Peringatan khusus : Jangan diberikan lebih dari 2 hari dan keadaan
demam tinggi. Tidak dianjurkan untuk anak
dibawah 6 tahun.
i. Interaksi Obat :dapat menurunkan kerja dari ipekak dan emetic
lainnya.
(Anonim, 2009a; Tjay dan Raharja, 2007)

2) Gastridin (tablet 150 mg)


a. Komposisi :Ranitidin HCl
b. Mekanisme Kerja :Hambatan kompetitif histamine pada H2-reseptor
dari sel parietal lambung, yang menyebabkan
penghambatan sekresi asam lambung, volume
lambung, dan menurunkan kadar ion hydrogen
lambung.
c. Indikasi : Tukak lambung, GERD, heart burn
d. Dosis :Anak-anak: 2-4 mg/kg BB 2 kali sehari maksimal
300 mg sehari; dewasa: 150 mg 2 kali sehari atau
300 mg sebelum tidur malam.
e. Aturan pakai : Bisa diberikan bersama atau tanpa makanan.
f. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap ranitidine
g. Efek samping :Sakit kepala, ruam, letih, kerusakan hati,
agranulosit serta trobositopenia
h. Peringatan khusus :Hati-hati penggunaan pada gangguan ginjal, ibu
hamil dan menyusui.
i. Interaksi Obat :Jangan digunakan bersamaan dengan Erlotinib,
Mesalamine.
(Anonim, 2009a;; Lacy, et.al.,2009; Tjay dan Raharja, 2007)

3) Oralit (sachet 200 mL)


a. Komposisi :Glukosa anhidrat 4 g, NaCl 0,7 g, Na karbonat 0,5
g, CaCl2 0,3 g.
b. Mekanisme Kerja :Cairan elektrolit tidak menghentikan diare tetapi
mengganti cairan tubuh yang hilang bersama tinja.
Dengan menggantikan cairan tubuh tersebut,
terjadinya dehidrasi dapat dihindarkan.
c. Indikasi :Pengganti elektrolit pada pasien muntah dan diare,
kolera.
d. Dosis :sesuai kondisi: anak dibawah 1 tahun 2 jam
pertama 2 gelas larutan (1 gelas = 200 mL larutan);
selanjutnya ½ gelas setiap buang air besar. Anak 1-
5 tahun, 2 jam pertama 4 gelas larutan; selanjutnya
1 gelas setiap buang air besar. Anak > 5 tahun dan
dewasa, 2 jam pertama 6 gelas larutan; selanjutnya
2 gelas setiap buang air besar.
e. Aturan pakai :Dilarutkan dalam 200 mL air. Bisa diberikan
bersama atau tanpa makanan.
f. Kontra indikasi :obstruksi atau perforasi usus
g. Efek samping :-
h. Peringatan :Pakailah seperlunya sampai dehidrasi teratasi
i. Interaksi obat :-
(Anonim, 2009a; ISFI, 2011)

B. Kesesuaian Bentuk Sediaan


Dari resep diketahui pasien berusia 42 tahun (dewasa). Obat-obat yang
diberikan yaitu New Diatabs dalam bentuk tablet, Gastridin dalam bentuk tablet,
dan Oralit dalam bentuk sediaan serbuk dalam sachet dinilai sudah sesuai karena
pasien tidak mengalami kesulitan dalam penggunaan obat.

C. Ketepatan Dosis
Ketepatan dosis dinilai dari kesesuaian antara dosis obat yang diberikan
pada resep dokter dengan dosis yang dianjurkan atau dosis lazim pada literatur
untuk pasien dewasa dengan umur 43 tahun.

1) New Diatabs
Dosis Lazim/ yang dianjurkan : Dewasa dan anak > 12 tahun: 2 tablet setiap
setelah buang air besar, maksimal 12
tablet/hari.
Pemakaian dalam resep : 2 tablet setiap setelah buang air besar
maksimal 12 tablet sehari (sudah sesuai dosis
yang dianjurkan)
2) Gastridin (Ranitidin)
Dosis lazim/yang dianjurkan : dewasa: 150 mg 2 kali sehari atau 300 mg
sebelum tidur malam.
Pemakaian dalam resep : 2 kali sehari 1 tablet 150 mg setelah makan
(sudah sesuai dosis yang dianjurkan)
3) Oralit
Dosis lazim/yang dianjurkan : Sesuai dengan kondisi pasien. Anak > 5 tahun
dan dewasa, 2 jam pertama 6 gelas larutan;
selanjutnya 2 gelas setiap buang air besar.
Pemakaian dalam resep : bila perlu
Dari penilaian ketepatan dosis diatas dapat dikatakan obat-obat yang diresepkan
oleh dokter sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Untuk penggunaan oralit
perlu dijelaskan lebih rinci oleh apoteker kepada pasien.

3.1.3 Kesesuaian Farmakologi


Pada resep diatas dokter meresepkan tiga jenis obat yaitu new diatabs,
gastridin dan oralit. Pemberian New Diatabs disini bertujuan untuk mengabsorpsi
kuman dan toksin penyebab diare, mengurangi frekuensi diare dan memperbaiki
konsistensi feses; pemberian Gastridin digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung yang dapat menyebabkan mual sedangkan pemberian oralit bertujuan
sebagai rehidrasi oral untuk menggantikan cairan tubuh serta elektrolit yang hilang
pada saat diare terjadi. Melihat efek farmakologis dari masing-masing obat yang
ada pada resep, maka dilakukan amnamese kefarmasian dan dapat disimpulkan
bahwa pasien kemungkinan menderita diare nonspesifik.
3.1.4 Kesimpulan
Dilihat dari parameter yang digunakan diatas yaitu keseuaian farmasetik dan
keseuaian farmakologi dapat disimpulkan bahwa resep yang diberikan tersebut
sudah rasional.

3.1.5 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi


a. New diatabs adalah obat yang diberikan untuk mengurangi frekuensi diare
yang dialami pasien. Jumlah obat yang diberikan adalah 10 tablet, diminum
masing-masing 2 tablet setiap pasien selesai buang air besar, maksimal
pengkonsumsian dalam 1 hari adalah 12 tablet. Apabila diare yang dialami
pasien sudah sembuh, maka pemakaian obat harus dihentikan karena dapat
menyebabkan terjadinya konstipasi.
b. Gastridin adalah obat yang digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung
yang menyebabkan mual. Jumlah obat yang diberikan adalah 10 tablet,
diminum masing-masing 1 tablet setiap 12 jam setelah makan.
c. Oralit adalah obat yang diberikan untuk mengganti cairan tubuh pasien
sehingga pasien tidak mengalami dehidrasi. Jumlah obat yang diberikan adalah
10 sachet, diminum setelah pasien selesai buang air besar. Sebelum digunakan,
obat ini dilarutkan terlebih dahulu dalam 200 mL air. Pengkonsumsian oralit
dapat dilakukan sesering mugkin dan dapat dihentikan apabila diare yang
dialami pasien sudah sembuh.
d. Pasien disarankan untuk memperhatikan kebersihan makanan yang dikonsumsi
untuk mencegah bertambah parahnya kondisi pasien
e. Pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna seperti
bubur.
f. Apabila dalam 3 hari kondisi pasien tidak mengalami perbaikan, pasien
disarankan untuk kembali menghubungi dokter
g. Obat disimpan ditempat sejuk dan kering, terhindar dari sinar matahari
langsung.

3.2 Resep II

R/ Renalit Fl II
s.ad.lib.

R/ L-Bio sachet X
s.2ddI

R/ Zincpro sy fl I
s.2dd cth I

R/ Lapicef sy fl I
s.2dd cth I ½

Gambar 3.2 Resep 2


3.2.1 Skrining Administratif Resep
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, persyaratan administratif dalam
penulisan resep adalah sebagai berikut :
1. Nama, SIP, dan alamat dokter
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
5. Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta
6. Cara pemakaian yang jelas
7. Informasi lainnya

Tabel 3.2 Kelengkapan Resep Pada Resep 2

Kelengkapan Resep Ada Tidak ada


Nama √
SIP √
Alamat rumah √
Identitas dokter
Alamat praktek √
No. Telp √
Hari dan jam kerja √
Simbol R/ √
Superscriptio Nama Kota √
Tanggal resep √
Nama obat √
Inscriptio Kekuatan obat √
Jumlah obat √
Subscriptio BSO √
Frekuensi pemberian √
Jumlah pemberian obat √
Signatura
Waktu minum obat √
Informasi lain √
Paraf √
Penutup
Tanda tangan √
Nama √
Alamat √
Identitas pasien
Umur √
BB √
Berdasarkan persyaratan di atas, diketahui bahwa resep tersebut belum
lengkap karena identitas dokter kurang lengkap. Selain itu pada resep juga tidak
terdapat tanda tangan atau serta paraf dokter penulis resep yang menjadikan resep
itu tidak otentik karena tanda tangan menyatakan keabsahan resep. Selain itu,
identitas dokter juga kurang lengkap seperti tidak terdapat alamat rumah, nomor
telepon, hari dan jam praktek dokter. Identitas dokter diperlukan apabila terdapat
ketidakrasionalan pada resep sehingga dapat dihubungi untuk menanyakan
kejelasan resep yang dituliskan.
Walaupun tidak lengkap, resep ini masih dapat diproses karena dosis obat
untuk pasien dapat dihitung dari dosis lazim. Selain itu, tidak terdapat resep
narkotika/psikotropika sehingga meskipun tidak terdapat paraf dokter resep.

3.2.2 Kesesuaian Farmasetika


A. Spesifikasi Obat
1) Renalyte (Larutan 200 mL)
a.Komposisi : Na 15 meq, K 4 meq, glukosa 4 g, Cl 17,5 meq,
sitrat 15 15 meq, dekstrosa 25 g.
b. Mekanisme : Cairan elektrolit tidak
menghentikan diare tetapi mengganti cairan tubuh
yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan
cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi dapat
dihindarkan
c. Indikasi : Terapi dan pencegahan dehidrasi ringan-sedang
akibat diare dan muntah.
d. Dosis : Dosis bersifat individual
e. Aturan Pemakaian : boleh diberikan bersama atau tanpa makanan.
f. Kontraindikasi :-
g. Efek samping : -
h. Peringatan khusus :-
i. Interaksi obat :-
(Anonim, 2009a)

2) L-Bio (sachet 1 gram)


a. Komposisi : Rice starch, maltodextrin, Lactobacillus
acidophilus,Lactobacillus casei, Bifidobacterium
infantis, Lactobacillus salivarius, Bifidobacterium
lactis, Bifidobacterium longum, Lactobacillus
lactis
b. Mekanisme kerja : Sediaan lactobacillus merupakan pengobatan
kontroversial yang diharapkan dapat mengganti
koloni mikroflora. Hal ini diduga dapat
mengembalikan fungsi usus dan dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen
c. Indikasi : Memelihara fungsi pencernaan pada anak dan
dewasa; membantu mengembalikan fungsi normal
pencernaan selama diare, sembelit, dispepsia, dan
intoleransi laktosa; membantu keseimbangan flora
normal selama mengkonsumsi antibiotika;
membantu mengembalikan fungsi normal
pencernaan pasien yang mengalami kemoterapi,
tukak peptik; membantu fermentasi usus pada
bayi
d. Dosis : Usia ≥ 12 tahun 3 saset/hari; ≥ 2 tahun 2-3 saset
per hari.
e. Aturan Pemakaian : Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan.
f. Kontraindikasi :-
g. Efek samping :-
h. Peringatan khusus :-
i. Interaksi obat :-
(Anonim, 2009a)

3) Zincpro (sirup 60 mL)


a. Komposisi : Zinc sulfat monohidrat 54,89 mg setara dengan Zn
elemental 20 mg.
b. Mekanisme : -
c. Indikasi : Terapi tambahan pada kasus diare pada anak,
dikombinasikan dengan garam elektrolit.
d. Dosis : Umur < 6 bulan diberi 10 mg per hari , Umur > 6
bulan diberi 20 mg per hari. Diberikan 1 kali
sehari selama 10 hari walaupun diare sudah
berhenti.
e. Cara pemakaian : Diberikan pada saan perut kosong (1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan).
f. Kontraindikasi : -
g. Efek samping : -
h. Peringatan khusus : -
i. Interaksi obat : -
(Anonim, 2009a; Depkes RI, 2011)

4) Lapicef (Sirup 125 mg/5 mL)


a. Komposisi : Sefadroksil monohidrat
b. Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan
berikatan pada satu atau lebih penicillin binding
protein (PBP) yang pada akhirnya akan
menghabat transpeptidase akhir dari sintesis
peptidoglikan dinding sel bakteri.hal ini dapat
menyebabkan sel bakteri menjadi lisis.
c. Indikasi : Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
termasuk yang disebabkan oleh kelompok bakteri
A beta-hemolitik Stretococcus
d. Dosis : Anak: 30 mg/Kg/hari terbagi 2 kali sehari,
maksimum 2 g/hari; dewasa: 1-2 g/hari dalam 2
dosis terbagi.
e. Aturan pemakaian : obat diminum pada waktu yang sama setiap
harinya untuk menghindari variasi konsentrasi
puncak plasma. Dapat diminum bersama atau
tanpa makanan.
f. Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap sefadroksil dan
golongan sefalosporin lainnya.
g. Efek samping : Diare (1-10%)
h. Peringatan khusus : sesuaikan dosis untuk pasien gagal ginjal kronis;
hati-hati penggunaan pada pasien yang
mempunyai riwayat alergi terhadap penisilin.
i. Interaksi obat : Kadar sefadroksil dapat ditingkatkan oleh
urikosurik. Kadar sefadroksil dapat diturunkan
oleh vaksin tipoid.
(Lacy, et al., 2009)

B. Kesesuaian Bentuk Sediaan


Pasien adalah anak dengan umur 4 tahun. Pasien anank-anak biasanya
mengalami kesulitan dalam menelan obat dalam bentuk tablet, kaplet, dan kapsul,
sehingga pemberian obat dalam bentuk cair atau serbuk menjadi pilihan utama.
Obat-obat yang diresepkan untuk pasien yaitu Renalyte dalam bentuk cairan, L-
Bio dalam bentuk serbuk, zincpro dalam bentuk sirup, dan Lapicef dalam bentuk
serbuk dinilai sudah tepat dengan umur pasien.

C. Ketepatan Dosis
Ketepatan dosis dinilai dengan cara melihat kesesuaian dosis obat yang
diresepkan oleh dokter dengan dosis yang tercantum pada literatur untuk pasien
dengan umur 4 tahun.
1) Renalyte
Dosis lazim/ yang dianjurkan : Dosis bersifat individual
Penggunaan dalam resep : diminum sebanyak-banyaknya
2) L-Bio
Dosis lazim/yang dianjurkan : ≥ 2 tahun 2-3 saset per hari.
Pemakaian dalam resep : 2 kali sehari 1 sachet (sesuai dengan dosis
yang dianjurkan.
3) Zincpro
Dosis lazim/yang dianjurkan : Umur > 6 bulan diberi 20 mg per hari.
Diberikan 1 kali sehari selama 10 hari
walaupun diare sudah berhenti.
Pemakaian dalam resep : 2 kali sehari 1 sendok teh
4) Lapicef (sefadroksil 125 mg/5mL)
Dosis lazim/ yang dianjurkan : Anak: 30 mg/Kg/hari terbagi 2 kali sehari,
maksimum 2 g/hari. Dewasa 1-2 g/hari.
Perhitungan dosis untuk anak umur 4 tahun (rumus Young):

Dosis = x 1-2 gram/hari = 0,18-0,36 gram/hari

Pemakaian dalam resep : 2 kali sehari 1 ½ sendok teh (2x7,5


mL=2x187 mg= 375 mg) (diatas dosis yang
dianjurkan).

3.2.3 Kesesuaian Farmakologi


Pada resep diatas dokter meresepkan empat jenis obat yaitu renalyte, L-bio,
Zincpro dan Lapicef. Pemberian Renalyte (Na, K, Cl, Sitrat dan Glukosa) disini
bertujuan sebagai rehidrasi oral untuk menggantikan cairan tubuh serta elektrolit
yang hilang pada saat diare terjadi; L-bio digunakan untuk mengembalikan
keseimbangan flora normal usus dan menghambat pertumbuhan organisme
pathogen pada saluran pencernaan; zincpro berperan sebagai terapi pendamping
pada saat diare diberikan dengan tujuan untuk regenerasi sel dan stabilitas
membran sel sehingga dapat mengembalikan permeabilitas usus; serta lapicef yang
digunakan untuk mengatasi infeksi yang diakibatkan oleh mikroorgansime seperti
bakteri. Melihat efek farmakologis dari masing-masing obat yang ada pada resep,
maka dilakukan amnamese kefarmasian dan dapat disimpulkan bahwa pasien
kemungkinan menderita diare akibat infeksi bakteri.
Penggunaan antibiotik pada anak-anak dapat menyebabkan
ketidakseimbangan mikroflora yang ada pada usus, terlebih apabila penggunaan
antibiotik yang ditujukan untuk pengobatan infeksi yang terjadi pada saluran
cerna. Oleh karena itu, pemberian terapi dengan antibiotik pada anak-anak yang
dikombinasikan dengan probiotik sudah tepat untuk menyeimbangkan mikroflora
usus pada anak dan dapat mempercepat penyembuhan infeksi yang dialami anak
pada saluran pencernaan.

3.2.4 Kesimpulan
Dilihat dari parameter yang digunakan diatas yaitu keseuaian farmasetik dan
keseuaian farmakologi dapat disimpulkan bahwa resep yang diberikan tersebut
belum rasional karena dosis lapicef yang diresepkan melebihi dosis yang
dianjurkan untuk anak dengan umur 4 tahun.

3.2.5 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi


A. Komunikasi dengan dokter penulis resep.
a. Dosis lapicef berada diatas dosis yang dianjurkan untuk anak dengan umur 4
tahun, sehingga perlu didiskusikan dengan dokter apakah ada kondisi khusus
pasien atau pertimbangan lain yang menyebabkan dosis harus ditingkatkan atau
tidak. Jika tidak ada alas an khusus direkomendasikan untuk menurunkan
jumlah pemakaian lapicef menjadi 2 kali sehari 1 sendok teh (2 x 5 mL= 2 x
125 mg = 250 mg per hari).

B. Komunikasi dengan pasien


a. Renalit adalah obat yang diberikan untuk mengganti cairan tubuh pasien yang
hilang selama diare sehingga pasien tidak mengalami dehidrasi. Jumlah renalit
yang diberikan adalah 2 botol, diminum setelah pasien selesai buang air besar.
Pengkonsumsian renalit dalam sekali minum dapat diberikan sebanyak
mungkin. Apabila diare yang dialami pasien sudah sembuh, maka pemakaian
renalit dapat dihentikan.
b. L-Bio merupakan obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi normal
pencernaan pada anak sehingga dapat memperbaiki kondisi pasien. Jumlah
obat yang diberikan adalah 10 sachet, diminum masing-masing 1 sachet setiap
12 jam. Pengkonsumsian obat ini dapat dicampur dengan makanan ataupun
dicampur dengan air. Pengkonsumsian obat dapat dihentikan apabila diare yang
dialami pasien sudah sembuh.
c. Zincpro adalah obat sirup yang diberikan sebagai terapi tambahan sehingga
mempercepat perbaikan kondisi dari pasien. Jumlah obat yang diberikan adalah
1 botol, diminum masing-masing 5 mL setiap 12 jam, 1 jam sebelum makan
atau 2 jam setelah makan. Pengkonsumsian obat dapat dihentikan apabila diare
yang dialami pasien sudah sembuh.
d. Lapicef adalah antibiotik yang diberikan untuk mengobati diare pasien yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. Jumlah obat yang diberikan adalah 1 botol,
diminum 5 mL setiap 12 jam. Untuk menghindari adanya interaksi dengan L-
Bio (L-Bio menjadi tidak aktif karena bakteri di dalamnya mati akibat
pemakaian antibiotik), lapicef dapat diberikan sebelum makan atau minimal 30
menit setelah makan. Obat ini harus dikonsumsi sampai habis.
e. Orang tua pasien disarankan untuk memperhatikan kebersihan makanan
ataupun tempat makan yang digunakan pasien untuk mencegah bertambah
parahnya kondisi pasien.
f. Pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna seperti
bubur.
g. Apabila dalam 3 hari kondisi pasien tidak mengalami perbaikan, pasien
disarankan untuk kembali menghubungi dokter
h. Obat disimpan ditempat sejuk dan kering, terhindar dari sinar matahari
langsung.
3.3 Resep III

R/ Renalyte Fl III
s.ad.lib.

R/ Zynkid sy fl I
s.3dd cthI

R/ Lacto B sct XV
s.3dd I sct

Gambar 3.3 Resep 3

3.3.1 Skrining Administratif Resep


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, persyaratan administratif dalam
penulisan resep adalah sebagai berikut :
1. Nama, SIP, dan alamat dokter
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
5. Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta
6. Cara pemakaian yang jelas
7. Informasi lainnya

Tabel 3.3 Kelengkapan Resep Pada Resep 3

Kelengkapan Resep Ada Tidak ada


Nama √
SIP √
Alamat rumah √
Identitas dokter
Alamat praktek √
No. Telp √
Hari dan jam kerja √
Simbol R/ √
Superscriptio Nama Kota √
Tanggal resep √
Nama obat √
Inscriptio Kekuatan obat √
Jumlah obat √
Subscriptio BSO √
Frekuensi pemberian √
Jumlah pemberian obat √
Signatura
Waktu minum obat √
Informasi lain √
Paraf √
Penutup
Tanda tangan √
Nama √
Alamat √
Identitas pasien
Umur √
BB √
Berdasarkan persyaratan di atas, diketahui bahwa resep tersebut belum
lengkap karena identitas pasien kurang lengkap, seperti alamat, umur, dan berat
badan pasien. Selain itu, identitas dokter juga kurang lengkap seperti tidak terdapat
hari dan jam praktek dokter. Identitas pasien diperlukan untuk menghitung dosis
obat yang diberikan kepada pasien, sehingga dapat mencegah terjadinya dosis
yang berlebih atau dosis subterapi.
Walaupun tidak lengkap, resep ini masih dapat diproses karena dosis obat
untuk pasien dapat dihitung dari dosis lazim.
3.3.2 Kesesuaian Farmasetika
A. Spesifikasi Obat
1) Renalyte (Larutan 200 mL)
a.Komposisi : Na 15 meq, K 4 meq, glukosa 4 g, Cl 17,5 meq,
sitrat 15 15 meq, dekstrosa 25 g.
b. Mekanisme : Cairan elektrolit tidak
menghentikan diare tetapi mengganti cairan tubuh
yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan
cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi dapat
dihindarkan
c. Indikasi : Terapi dan pencegahan dehidrasi ringan-sedang
akibat diare dan muntah.
d. Dosis : Dosis bersifat individual
e. Aturan Pemakaian : boleh diberikan bersama atau tanpa makanan.
f. Kontraindikasi :-
g. Efek samping : -
h. Peringatan khusus :-
i. Interaksi obat :-
(Anonim, 2009a)

2) Zinkid (sirup 10 mg/5mL)


a. Komposisi : tiap 5 ml mengandung zinc sulfate 27,45 mg
setara dengan zinc 10 mg
b. Mekanisme : -
c. Indikasi : ZINKID® merupakan pelengkap untuk
pengobatan diare pada anak-anak di bawah umur
5 tahun, diberikan bersama larutan oralit.
Pengobatan diare bersama oralit bertujuan untuk
mencegah atau mengobati dehidrasi dan untuk
mencegah kekurangan nutrisi.
d. Dosis : Bayi 2-6 bulan: 5 mL (zinkid® 10mg) diberikan
setiap hari selama 10 hari berturut-turut (bahkan
ketika diare telah berhenti); Anak 6 bulan-5 tahun:
10 mL (zinkid® 20 mg) diberikan setiap hari
selama 10 hari berturut-turut (bahkan ketika diare
telah berhenti)
e. cara pemakaian : Pemberian zinc bersama oralit sesegera mungkin
setelah terjadi diare akan mengurangi lama dan
tingkat keparahan dari dehidrasi. Setelah diare
berhenti, berikan zinc secara kontinyu untuk
menggantikan kandungan zinc yang hilang.
f. Kontraindikasi : -
g. Efek samping : -
h. Peringatan khusus : -
i. Interaksi obat : -
(Anonim, 2012)

3) Lacto B (sachet)
a. Komposisi : Per sachet mengandung sel sebanyak 1 x 109
CFU/g (Lactobacillus acidophilus,
Bifidobacterium longum, Streptococcus
tehrmophillus), vit C 10 mg, vit B1 0.5 mg, vit B2
0.5 mg, vit B6 0.5 mg, niacin 2 mg, protein 0.02 g,
lemak 0.1 g. Energy: 3.4 cal.
b. Mekanisme : Sediaan lactobacillus merupakan pengobatan
kontroversial yang diharapkan dapat mengganti
koloni mikroflora. Hal ini diduga dapat
mengembalikan fungsi usus dan dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen.
c. Indikasi : Mengobati diare dan intoleransi glukosa
d. Dosis : Anak umur 1-6 tahun 3 sachets/hari, <1 tahun 2
sachet/hari
e. Aturan pemakaian :dapat diberikan bersamaan dengan makanan bayi
dan susu formula.
f. Kontraindikasi :-
g. Efek samping :-
h. Peringatan khusus :-
i. Interaksi obat :-
(Anonim, 2009a; Sukandar dkk., 2008)

B. Kesesuaian Bentuk Sediaan


Umur pasien tidak tercantum pada resep, tetapi obat-obat yang diresepkan
yaitu Renalyte dalam bentuk cairan, zinkid dalam bentuk sirup, dan lacto B dalam
bentuk serbuk dapat digunakan baik untuk anak-anak maupun dewasa.

C. Kesesuaian Dosis
Ketepatan dosis dinilai dengan cara melihat kesesuaian dosis obat yang
diresepkan oleh dokter dengan dosis yang tercantum pada literatur.
1) Renalyte
Dosis lazim/yang dianjurkan : Dosis bersifat individual
Pemakaian dalam resep : Diminum sebanyak-banyaknya
2) Zinkid (Zinc 10 mg/5 mL)
Dosis lazilm/yang dianjurkan : Bayi 2-6 bulan: 5 mL diberikan setiap hari
selama 10 hari berturut-turut (bahkan ketika
diare telah berhenti); Anak 6 bulan-5 tahun: 10
mL diberikan setiap hari selama 10 hari
berturut-turut (bahkan ketika diare telah
berhenti)
Pemakaian dalam resep : 3 kali sehari 1 sendok teh (3 x 5mL= 15 mL)
3) Lacto-B
Dosis lazim/ yang dianjurkan : Anak umur 1-6 tahun 3 sachets/hari, <1 tahun
2 sachet/hari
Pemakaian dalam resep : 3 kali sehari 1 sachet.
3.3.3 Kesesuaian Farmakologi
Pada resep diatas dokter meresepkan tiga jenis obat yaitu Renalyte, Zynkid
dan Lacto-B. Pemberian Renalyte (Na, K, Cl, Sitrat dan Glukosa) disini bertujuan
sebagai rehidrasi oral untuk menggantikan cairan tubuh serta elektrolit yang hilang
pada saat diare terjadi; Zynkid yang berperan sebagai terapi pendamping pada saat
diare diberikan dengan tujuan untuk regenerasi sel dan stabilitas membran sel
sehingga dapat mengembalikan permeabilitas usus serta probiotik yaitu Lacto-B
digunakan untuk mengembalikan keseimbangan flora normal usus dan
menghambat pertumbuhan organisme pathogen pada saluran pencernaan serta
mengurangi keadaan intoleransi terhadap laktosa. Melihat efek farmakologis dari
masing-masing obat yang ada pada resep, maka dilakukan amnamese kefarmasian
dan dapat disimpulkan bahwa pasien kemungkinan menderita diare akibat
intoleransi laktosa.

3.3.4 Kesimpulan
Dilihat dari parameter yang digunakan diatas yaitu keseuaian farmasetik dan
keseuaian farmakologi dapat disimpulkan bahwa resep yang diberikan tersebut
sudah rasional.

3.3.5 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi


a. Renalit adalah obat yang diberikan untuk mengganti cairan tubuh pasien yang
hilang selama diare sehingga pasien tidak mengalami dehidrasi. Jumlah renalit
yang diberikan adalah 3 botol, diminum setelah pasien selesai buang air besar.
Pengkonsumsian renalit dalam sekali minum dapat diberikan sebanyak
mungkin kepada anak. Apabila diare yang dialami pasien sudah sembuh, maka
pemakaian renalit dapat dihentikan.
b. Zynkid merupakan obat yang digunakan sebagai terapi tambahan yang apabila
dikombinasikan dengan renalyte akan mencegah dehidrasi dan kekurangan
nutrisi pasien. Jumlah obat yang diberikan adalah 1 botol, diminum masing-
masing 5 mL setiap 8 jam sesudah makan. Apabila diare yang dialami pasien
sudah sembuh, pengkonsumsian obat ini dapat dilanjutkan sampai obat habis
untuk menggantikan kandungan zinc yang hilang selama diare .
c. Lacto-B merupakan obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi normal
pencernaan pada anak sehingga dapat memperbaiki kondisi pasien. Jumlah
obat yang diberikan adalah 15 sachet, diminum masing-masing 1 sachet setiap
8 jam setelah makan. Pengkonsumsian obat ini dapat dicampur dengan
makanan ataupun dicampur dengan air. Pengkonsumsian obat dapat dihentikan
apabila diare yang dialami pasien sudah sembuh.
d. Orang tua pasien disarankan untuk memperhatikan kebersihan makanan
ataupun tempat makan yang digunakan pasien untuk mencegah bertambah
parahnya kondisi pasien.
e. Pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna seperti
bubur.
f. Apabila dalam 3 hari kondisi pasien tidak mengalami perbaikan, pasien
disarankan untuk kembali menghubungi dokter
g. Obat disimpan ditempat sejuk dan kering, terhindar dari sinar matahari
langsung.
3.4 Resep IV

R/ Nifudiar syr fl I
s.3dd cth.I

R/ Renalyte fl I
s.ad.lib.

Gambar 3.4 Resep 4

3.4.1 Skrining Administratif Resep


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, persyaratan administratif dalam
penulisan resep adalah sebagai berikut :
1. Nama, SIP, dan alamat dokter
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
5. Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta
6. Cara pemakaian yang jelas
7. Informasi lainnya

Tabel 3.4 Kelengkapan Resep Pada Resep 4

Kelengkapan Resep Ada Tidak ada


Identitas dokter Nama √
SIP √
Alamat rumah √
Alamat praktek √
No. Telp √
Hari dan jam kerja √
Simbol R/ √
Superscriptio Nama Kota √
Tanggal resep √
Nama obat √
Inscriptio Kekuatan obat √
Jumlah obat √
Subscriptio BSO √
Frekuensi pemberian √
Jumlah pemberian obat √
Signatura
Waktu minum obat √
Informasi lain √
Paraf √
Penutup
Tanda tangan √
Nama √
Alamat √
Identitas pasien
Umur √
BB √

Berdasarkan persyaratan di atas, diketahui bahwa resep tersebut belum


lengkap karena identitas dokter kurang lengkap. Selain itu pada resep juga tidak
terdapat tanda tangan atau serta paraf dokter penulis resep yang menjadikan resep
itu tidak otentik karena tidak terdapat tanda tangan menyatakan keabsahan resep.
Selain itu, identitas dokter juga kurang lengkap seperti tidak terdapat alamat
rumah, serta hari dan jam praktek dokter. Identitas dokter diperlukan apabila
terdapat ketidakrasionalan pada resep sehingga dapat dihubungi untuk
menanyakan kejelasan resep yang dituliskan.
Walaupun tidak lengkap, resep ini masih dapat diproses karena dosis obat
untuk pasien dapat dihitung dari umur dan dosis lazim. Selain itu, tidak terdapat
resep narkotika/psikotropika sehingga meskipun tidak terdapat paraf dokter resep.

3.4.2 Kesesuaian Farmasetika


A. Spesifikasi Obat
1) Nifudiar (sirup)
a. Komposisi : Nifuroksasid.
b. Mekanisme : Nifuroksasid merupakan agen antiinfeksi intestinal
yang mempunyai spektrum yang luas.
c. Indikasi : Diare yang disebabkan oleh E.coli dan
Sthapylococcus, kolopati spesifik dan nonspesifik.
d. Dosis : Dewasa: 1-2 sendok teh 3 kali sehari. Anak>6
bulan 1 sendok teh 3 kali sehari. Anak < 6 bulan 1
sendok teh 2 kali sehari
e. Aturan pemakaian : boleh diberikan bersama atau tanpa makanan
f. Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap obat golongan
nitrofuran.
g. Efek samping : Reaksi hipersensitivitas
h. Interaksi obat :-
i. Peringatan : Hati-hati penggunaan pada anak. Hentikan
penggunaan bila tidak ada perbaikan kondisi.
(Anonim, 2009a)

2) Renalyte (larutan 200 mL)


a.Komposisi : Na 15 meq, K 4 meq, glukosa 4 g, Cl 17,5 meq,
sitrat 15 15 meq, dekstrosa 25 g.
b. Mekanisme : Cairan elektrolit tidak
menghentikan diare tetapi mengganti cairan tubuh
yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan
cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi dapat
dihindarkan
c. Indikasi : Terapi dan pencegahan dehidrasi ringan-sedang
akibat diare dan muntah.
d. Dosis : Dosis bersifat individual
e. Aturan Pemakaian : boleh diberikan bersama atau tanpa makanan.
f. Kontraindikasi :-
g. Efek samping : -
h. Peringatan khusus :-
i. Interaksi obat :-
(Anonim, 2009a)

B. Kesesuaian Bentuk Sediaan


Pasien adalah anak dengan umur 2 tahun. Pasien anank-anak biasanya
mengalami kesulitan dalam menelan obat dalam bentuk tablet, kaplet, dan kapsul,
sehingga pemberian obat dalam bentuk cair atau serbuk menjadi pilihan utama.
Obat-obat yang diresepkan untuk pasien yaitu Nifudiar dalam bentuk sirup dan
renalyte dalam bentuk cairan dinilai sudah tepat dengan umur pasien.

C. Ketepatan Dosis
Ketepatan dosis dinilai dengan cara melihat kesesuaian dosis obat yang
diresepkan oleh dokter dengan dosis yang tercantum pada literatur.
1) Nifudiar sirup 250 mg/5mL
Dosis lazim/yang direkomendasikan : Dewasa: 1-2 sendok teh 3 kali sehari.
Anak>6 bulan 1 sendok teh 3 kali
sehari. Anak < 6 bulan 1 sendok teh 2
kali sehari
Pemakaian dalam resep : 3 kali sehari 1 sendok teh (3 x 5 mL = 3
x 250 mg=750 mg) (sesuai dengan dosis
yang dianjurkan).
2) Renalyte
Dosis lazim/ yang direkomendasikan : Dosis bersifat individual
Pemakaian dalam resep : diminum sebanyak-banyaknya.
3.4.3 Kesesuaian Farmakologi
Pada resep diatas dokter meresepkan dua jenis obat yaitu Nifudiar dan
renalyte. Pemberian nifudiar disini bertujuan untuk mengobati infeksi yang terjadi
di saluran pencernaan akibat mikroorganisme seperti bakteri sedangkan pemberian
renalyte (Na, K, Cl, Sitrat dan Glukosa) disini bertujuan sebagai rehidrasi oral
untuk menggantikan cairan tubuh serta elektrolit yang hilang pada saat diare
terjadi. Melihat efek farmakologis dari masing-masing obat yang ada pada resep,
maka dilakukan amnamese kefarmasian dan dapat disimpulkan bahwa pasien
kemungkinan menderita diare akibat infeksi bakteri.
Penggunaan antibiotik pada anak-anak dapat menyebabkan
ketidakseimbangan mikroflora yang ada pada usus, terlebih apabila penggunaan
antibiotik yang ditujukan untuk pengobatan infeksi yang terjadi pada saluran
cerna. Oleh karena itu, pada terapi dengan antibiotik pada anak-anak disarankan
lebih baik dikombinasikan dengan probiotik untuk kembali menyeimbangkan
mikroflora usus pada anak dan dapat mempercepat penyembuhan infeksi yang
dialami anak pada saluran pencernaan. Hal ini dapat dijelaskan melalui mekanisme
kerja probiotik yaitu membuat perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH dan
oksigen), mensekresi substansi antibakterial, berkompetensi dengan bakteri
patogen dengan cara mencegah adhesi bakteri pada lumen usus, berkompetisi
terhadap nutrien yang dibutuhkan bakteri patogen untuk mempertahankan
hidupnya, memproduksi efek antitoksin dan mampu memodulasi sistem imun serta
meregulasi sistem imun akibat terjadinya alergi (Gunawan, 2007).

3.4.4 Kesimpulan
Dilihat dari parameter yang digunakan diatas yaitu keseuaian farmasetik dan
keseuaian farmakologi dapat disimpulkan bahwa resep yang diberikan tersebut
sudah rasional.

3.4.5 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi


a. Nifudiar adalah obat yang diberikan untuk mengobati diare pada pasien yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. Jumlah obat yang diberikan adalah 1 botol,
diminum masing-masing 5 mL setiap 8 jam. Untuk menghindari adanya
interaksi dengan L-Bio (L-Bio menjadi tidak aktif karena bakteri di dalamnya
mati akibat pemakaian antibiotik), Nifudiar dapat diberikan sebelum makan
atau minimal 30 menit setelah makan. Obat ini harus diminum sampai habis.
b. Renalit adalah obat yang diberikan untuk mengganti cairan tubuh pasien yang
hilang selama diare sehingga pasien tidak mengalami dehidrasi. Jumlah renalit
yang diberikan adalah 1 botol, diminum setelah pasien selesai buang air besar.
Pengkonsumsian renalit dalam sekali minum dapat diberikan sebanyak
mungkin kepada anak. Apabila diare yang dialami pasien sudah sembuh, maka
pemakaian renalit dapat dihentikan.
c. Orang tua pasien disarankan untuk memperhatikan kebersihan makanan dan
alat makan puntuk mencegah bertambah parahnya kondisi pasien.
d. Apabila pasien masih menggunakan botol susu, maka orang tua disarankan
untuk memperhatikan kebersihan botol susu, salah satunya dengan cara
merendam botol susu pada air panas sehingga dapat mematikan bakteri yang
tertinggal dalam botol susu.
e. Pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna seperti
bubur.
f. Apabila dalam 3 hari kondisi pasien tidak mengalami perbaikan, pasien
disarankan untuk kembali menghubungi dokter
g. Obat disimpan ditempat sejuk dan kering, terhindar dari sinar matahari
langsung.

3.5 Resep V

R/ Nifudiar sy No I
s.3dd cth 3/4

R/ Domperidon sy No I
s.3dd cth ½
Gambar 3.5 Resep 5

3.5.1 Skrining Administratif Resep


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, persyaratan administratif dalam
penulisan resep adalah sebagai berikut :
1. Nama, SIP, dan alamat dokter
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
5. Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta
6. Cara pemakaian yang jelas
7. Informasi lainnya

Tabel 3.5 Kelengkapan Resep Pada Resep 5

Kelengkapan Resep Ada Tidak ada


Identitas dokter Nama √
SIP √
Alamat rumah √
Alamat praktek √
No. Telp √
Hari dan jam kerja √
Simbol R/ √
Superscriptio Nama Kota √
Tanggal resep √
Nama obat √
Inscriptio Kekuatan obat √
Jumlah obat √
Subscriptio BSO √
Frekuensi pemberian √
Jumlah pemberian obat √
Signatura
Waktu minum obat √
Informasi lain √
Paraf √
Penutup
Tanda tangan √
Nama √
Alamat √
Identitas pasien
Umur √
BB √

Berdasarkan persyaratan di atas, diketahui bahwa resep tersebut belum


lengkap karena identitas dokter kurang lengkap. Selain itu pada resep juga tidak
terdapat tanda tangan atau serta paraf dokter penulis resep yang menjadikan resep
itu tidak otentik karena tanda tangan menyatakan keabsahan resep. Selain itu,
identitas dokter juga kurang lengkap seperti tidak terdapat alamat rumah, nomor
telepon, hari dan jam praktek dokter. Identitas dokter diperlukan apabila terdapat
ketidakrasionalan pada resep sehingga dapat dihubungi untuk menanyakan
kejelasan resep yang dituliskan.
Walaupun tidak lengkap, resep ini masih dapat diproses karena dosis obat
untuk pasien dapat dihitung dari dosis lazim. Selain itu, tidak terdapat resep
narkotika/psikotropika sehingga meskipun tidak terdapat paraf dokter resep.

3.5.2 Kesesuaian Farmasetika


A. Spesifikasi Obat
1) Nifudiar (sirup)
a. Komposisi : Nifuroksasid.
b. Mekanisme : Nifuroksasid merupakan agen antiinfeksi intestinal
yang mempunyai spektrum yang luas.
c. Indikasi : Diare yang disebabkan oleh E.coli dan
Sthapylococcus, kolopati spesifik dan nonspesifik.
d. Dosis : Dewasa: 1-2 sendok teh 3 kali sehari. Anak>6
bulan 1 sendok teh 3 kali sehari. Anak < 6 bulan 1
sendok teh 2 kali sehari
e. Aturan pemakaian : boleh diberikan bersama atau tanpa makanan
f. Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap obat golongan
nitrofuran.
g. Efek samping : Reaksi hipersensitivitas
h. Interaksi obat :-
i. Peringatan : Hati-hati penggunaan pada anak. Hentikan
penggunaan bila tidak ada perbaikan kondisi.
(Anonim, 2009a)
2) Domperidon (sirup)
a. Kompisisi : Domperidon
b. Mekanisme kerja : Domperidon merupakan antagonis dopamin, yang
memblok reseptor D1 dan D2. Dopamin
memfasilitasi aktivitas otot halus gastrointestinal
dengan menghambat dopamin pada reseptor D1
dan menghambat pelepasan asetilkolin netral
dengan memblok reseptor D2. Domperidon
merangsang motilitas saluran cerna bagian atas
tanpa mempengaruhi sekresi gastrik, empedu dan
pankreas. Peristaltik lambung meningkat sehingga
dapat mempercepat pengosongan lambung
c. Indikasi : Dyspepsia yang diikuti oleh perlambatan waktu
pengosongan lambung, GERD dan esofagitis.
Nausea dan mual yang diakibatkan oleh berbagai
sebab.
d. Dosis : Dewasa Oral : mual dan muntah akut (termasuk
mual dan muntah karena levodopa dan
bromokriptin) 10-20 mg, tiap 4-8 jam, periode
pengobatan maksimal 12 minggu. Anak : hanya
pada mual dan muntah akibat sitotoksik dan
radioterapi: 200-400 mcg/kgBB tiap 48 jam.
Dispepsia fungsional: 10-20 mg, 3xsehari sebelum
makan dan 10-20 mg pada malam hari, periode
pengobatan maksimal 12 minggu.
e. Kontraindikasi : Tumor hipofisis prolaktinoma
f. Efek samping : Kadar prolaktin naik (kemungkinan galaktore dan
ginekomasti), penurunan libido, ruam dan reaksi
alergi lain, reaksi distonia akut, sedasi, reaksi
ekstrapiramidal, mulut kering, sakit kepala, diare,
ansietas, haus.
g. Interaksi obat : Analgesik: analgesik opioid memberikan efek
antagonis terhadap efek domperidon pada
gastrointestinal.
h. Perhatian : Hati-hati pada gangguan ginjal, kehamilan dan
menyusui. Tidak dianjurkan untuk profilaksis
rutin pada muntah paska bedah atau untuk
pemberian kronik
(BPOM, 2008)
B. Kesesuaian Bentuk Sediaan
Pasien adalah anak dengan umur 1,5 tahun. Pasien anank-anak biasanya
mengalami kesulitan dalam menelan obat dalam bentuk tablet, kaplet, dan kapsul,
sehingga pemberian obat dalam bentuk cair atau serbuk menjadi pilihan utama.
Obat-obat yang diresepkan untuk pasien yaitu Nifudiar dalam bentuk sirup dan
domperidon dalam bentuk sirup dinilai sudah tepat dengan umur pasien.

C. Ketepatan Dosis
Ketepatan dosis dinilai dengan cara melihat kesesuaian dosis obat yang
diresepkan oleh dokter dengan dosis yang tercantum pada literatur.
1). Nifudiar sirup 250mg/5mL
Dosis lazim/yang direkomendasikan : Dewasa: 1-2 sendok teh 3 kali sehari.
Anak>6 bulan 1 sendok teh 3 kali
sehari. Anak < 6 bulan 1 sendok teh 2
kali sehari
Pemakaian dalam resep : 3 kali sehari 3/4 sendok teh (dibawah
dosis yang dianjurkan)
2). Domperidon sirup 5 mg/5 mL
Dosis lazim/yang dianjurkan : Dewasa Oral : mual dan muntah akut
10-20 mg, tiap 4-8 jam
Dosis untuk anak 1,5 tahun (rumus Young):

Dosis= x 10-20 mg = 1,11-2,22 mg setiap 4-8 jam

Pemakaian dalam resep : 3 kali sehari ½ sendok teh (3 x 2,5 mL =


3x 2,5 mg) (diatas dosis yang
dianjurkan).

3.5.3 Kesesuaian Farmakologi


Pada resep diatas dokter meresepkan dua jenis obat yaitu Nifudiar dan
domperidon. Pemberian nifudiar disini bertujuan untuk mengobati infeksi yang
terjadi di saluran pencernaan akibat mikroorganisme seperti bakteri sedangkan
pemberian domperidon bertujuan untuk rasa mual muntah yang dialami ole pasien.
Melihat efek farmakologis dari masing-masing obat yang ada pada resep, maka
dilakukan amnamese kefarmasian dan dapat disimpulkan bahwa pasien
kemungkinan menderita diare akibat infeksi bakteri yang disertai dengan mual
muntah.
Penggunaan antibiotik pada anak-anak dapat menyebabkan ketidakseimbang
mikroflora yang ada pada usus, terlebih apabila penggunaan antibiotik yang
ditujukan untuk pengobatan infeksi yang terjadi pada saluran cerna. Oleh karena
itu, pada terapi dengan antibiotik pada anak-anak disarankan lebih baik
dikombinasikan dengan probiotik untuk kembali menyeimbangkan mikroflora
usus pada anak dan dapat mempercepat penyembuhan infeksi yang dialami anak
pada saluran pencernaan. Hal ini dapat dijelaskan melalui mekanisme kerja
probiotik yaitu membuat perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH dan
oksigen), mensekresi substansi antibakterial, berkompetensi dengan bakteri
patogen dengan cara mencegah adhesi bakteri pada lumen usus, berkompetisi
terhadap nutrien yang dibutuhkan bakteri patogen untuk mempertahankan
hidupnya, memproduksi efek antitoksin dan mampu memodulasi sistem imun serta
meregulasi sistem imun akibat terjadinya alergi (Gunawan, 2007).

3.5.4 Kesimpulan
Dilihat dari parameter yang digunakan diatas yaitu keseuaian farmasetik dan
keseuaian farmakologi dapat disimpulkan bahwa resep yang diberikan tersebut
belum rasional karena terdapat obat yang dosisnya dibawah dosis yang dianjurkan
(Nifudiar) dan yang melebihi dosis yang dianjurkan (Domperidon).

3.5.5 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi


A. Komunikasi Kepada Dokter Penulis Resep
a. Dosis Nifudiar berada dibawah dosis yang dianjurkan untuk anak dengan umur
1 ½ tahun, sehingga perlu didiskusikan dengan dokter apakah ada kondisi
khusus pasien atau pertimbangan lain yang menyebabkan dosis harus
ditingkatkan atau tidak. Jika tidak ada alasan khusus direkomendasikan untuk
menurunkan jumlah pemakaian Nifudiar menjadi 2 kali sehari 1 sendok teh.
b. Dosis Domperidon berada diatas dosis yang dianjurkan, sehingga perlu
didiskusikan dengan dokter apakah ada kondisi khusus pasien atau
pertimbangan lain yang menyebabkan dosis harus ditingkatkan atau tidak. Jika
tidak ada alasan khusus direkomendasikan untuk mengganti Domperidon sirup
dengan Vometa drop 5 mg/mL untuk lebih memudahkan pendosisan. Vometa
Drop digunakan 0,4 mL 3 kali sehari sehingga sesuai dengan dosis yang
dianjurkan.

B. Komunikasi kepada pasien


a. Nifudiar adalah obat yang diberikan untuk mengobati diare pada pasien yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. Jumlah obat yang diberikan adalah 1 botol,
diminum masing-masing 4 mL setiap 8 jam sesudah makan. Obat ini harus
diminum sampai habis.
b. Vometa adalah obat yang digunakan untuk mual dan muntah yang dialami
pasien. Jumlah obat yang diberikan adalah 1 botol, diminum masing-masing
0,4 mL setiap 8 jam sebelum makan. Pengkonsumsian obat dapat dihentikan
apabila mual dan muntah yang dialami pasien sudah hilang.
c. Orang tua pasien disarankan untuk memberikan air putih dan oralit kepada
pasien untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
d. Orang tua pasien disarankan untuk memperhatikan kebersihan makanan dan
alat makan puntuk mencegah bertambah parahnya kondisi pasien.
e. Apabila pasien masih menggunakan botol susu, maka orang tua disarankan
untuk memperhatikan kebersihan botol susu, salah satunya dengan cara
merendam botol susu pada air panas sehingga dapat mematikan bakteri yang
tertinggal dalam botol susu.
f. Pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna seperti
bubur.
g. Apabila dalam 3 hari kondisi pasien tidak mengalami perbaikan, pasien
disarankan untuk kembali menghubungi dokter
h. Obat disimpan ditempat sejuk dan kering, terhindar dari sinar matahari
langsung.
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
a. Rasionalitas dari masing-masing resep dinilai dari kelengkapan administratif
resep, kesesuaian farmasetik, dan efek farmakologi dari masing-masing obat
yang dikaitkan dengan kondisi pasien.
b. KIE dilakukan kepada dokter penulis resep berkaitan tentang kesesuaian dosis
dan bentuk sediaan yang dikaitkan dengan kondisi pasien, serta kepada pasien
mengenai informasi tentang obat yang diberikan, lama pemakaian obat,
aktivitas yang dihindari selama pengobatan, dan petunjuk penyimpanan obat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta : Depkes


RI

Anonim. 2009a. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia; Volume 44-2009 s/d
2010. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan Jakarta.

Anonim. 2009b. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi; Edisi 9 2009/2010. Jakarta


: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, L. M. Posey,
2005, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Sixth edition. New
York : McGraw-Hill

Feldmann, Edward G. 1990. Handbook of Nonprescription Drugs, ed 9.


Washington: American Pharmaceutical Association.

Gunawan, S. 2007. Peran Probiotik Dalam Diare Akut Anak. Ebers Papyrus, Vol.
13 No. 3, hlm. 113-123.

Karuniawati, F. 2010. Pengaruh Suplementasi Seng dan Probiotik Terhadap


Durasi Diare Akut Cair Anak (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro.

Kasper, D.L. 2005. Harrison’s Manual of Medicine. New York : Mc Graw Hill

Plattner, W. 2002. The Licensing Of Therapeutic Products in Switzerland. (serial


online), (cited 2011, Mar, 21). Available from: http://www.wenger-
plattner.ch/files/downloads/files/d2392964e302f3878cd03d5ff5de941f/The
%20Licensing%20of%20Therapeutic%20Produtcs%20in
%20Switzerland.pdf

Siregar, O. 2008. Penggunaan Oralit Untuk Menanggulangi Diare Di Masyarakat.


Dinamika, Vol. VI No. 1, hlm. 17-28.

Subagdia, I. 1990. Pengaruh Suplementasi Tempe Terhadap Kecepatan Tumbuh


Pada Penderita Diare Anak Umur 6-24 Bulan (Disertasi). Semarang :
Universitas Diponegoro.

Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Stiadi, A.A.P. dan
Kusnandar. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI Penerbitan

Tjay, T. H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan,


dan Efek-efek Sampingnya. Edisi ke-VI. Jakarta: Elex Media Komputindo

Anda mungkin juga menyukai