Anda di halaman 1dari 31

1

1LAPORAN KASUS
2
3
4 IMPETIGO BULOSA
5

6
7
8 Oleh:
9 Roseline Natazsa Puri Gracia, S.Ked.
10 712018010
11
12 Dokter Pembimbing:
13 dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK
14
15

16
17 DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
18 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
19 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
20 MUHAMMADIYAH PALEMBANG
21 2020
22

23
3
4

24 HALAMAN PENGESAHAN
25
26
27
28 Laporan Kasus yang Berjudul:
29 “Impetigo Bulosa”
30

31
32 Oleh
33 Roseline Natazsa Puri Gracia, S.Ked.
34 712018010
35
36 Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
37Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
38Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas
39Muhammadiyah Palembang periode 22 November – 6 Desember 2020.
40
41
42
43 Palembang, 25 November 2020
44 Pembimbing,
45
46
47
48 dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK
49

50

51

52

5
6
7

53

8
9
10

54 KATA PENGANTAR
55
56 Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
57karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
58Impetigo Bulosa sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
59Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
60BARI. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
61Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
62sampai akhir zaman.
63 Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini jauh dari sempurna. Oleh
64karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
65perbaikan di masa mendatang.
66 Dalam penyelesaian Laporan Kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
67bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
68hormat dan terima kasih kepada :
69 1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
70 2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun
71 spiritual.
72 3. dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK selaku pembimbing Laporan
73 Kasus.
74 Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
75diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga
76Laporan Kasus ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan
77kedokteran. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
78
79 Palembang, 25 November 2019
80
81
82
83 Penulis

11
12
13

84

14
15
16

85 DAFTAR ISI
86
87
88HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
89HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
90KATA PENGANTAR....................................................................................iii
91DAFTAR ISI...................................................................................................iv
92BAB I. PENDAHULUAN
93 1.1 Latar Belakang..............................................................................1
94BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
95 2.1 Definisi ........................................................................................3
96 2.2 Epidemiologi ...............................................................................3
97 2.3 Etiologi ........................................................................................4
98 2.4 Patogenesis ..................................................................................4
99 2.5 Faktor Predisposisi ......................................................................4
100 2.6 Gambaran Klinis ..........................................................................5
101 2.7 Diagnosa Banding ........................................................................6
102 2.8 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................8
103 2.9 Tatalaksana ..................................................................................9
104 2.10 Prognosis ..................................................................................10
105
106BAB III. LAPORAN KASUS .......................................................................11
107BAB IV. ANALISIS KASUS ........................................................................15
108BAB V. KESIMPULAN ................................................................................24
109
110DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................25
111
112
113
114
115
116
117
118

17
18
19

119 BAB I
120 PENDAHULUAN
121
1221.1. Latar Belakang
123 Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi
124 piogenik oleh bakteri Gram positif. Impetigo adalah tipe pioderma yang
125 paling sering dijumpai. Impetigo seringnya terjadi pada bagian tubuh yang
126 terbuka.1 Biasanya penyakit ini muncul pada wajah terutama di sekitar
127 hidung dan mulut. Infeksi ini biasanya terjadi ketika bakteri memasuki kulit
128 melalui luka atau gigitan serangga.2 Pioderma primer dan sekunder sering
129 disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus group A.3
130 Impetigo merupakan salah satu penyakit kulit yang sering menyerang
131 anak-anak.3 Biasanya penyakit ini menyerang anak-anak yang berusia 2
132 sampai 6 tahun. Anak-anak sangat rentan terhadap infeksi bakteri
133 staphylococcus dan bakteri streptococcus dikarenakan penyakit ini menular
134 dan menyebar dengan mudah di sekolah.3 Berbagai studi menemukan 50-
135 70% kasus impetigo disebabkan oleh bakteri golongan streptococcus aureus
136 dan sisanya disebabkan oleh streptococcus pyogenes atau gabungan antara
137 kedua organisme tersebut.1 Di Amerika, impetigo merupakan 10% dari
138 penyakit kulit anak yang menjadi penyakit infeksi kulit bakteri utama dan
139 penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada anak. Di Inggris kejadian
140 impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6%
141 pada anak usia 5-15 tahun.3
142 Impetigo bulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Beberapa
143 faktor yang meningkatkan risiko terjadinya impetigo adalah kontak
144 langsung dengan orang dewasa atau anak yang memiliki impetigo, handuk,
145 tempat tidur dan pakaian yang sudah terkontaminasi, tempat yang
146 ramai/kumuh, musim panas, atau kontak langsung kulit ke kulit saat
147 berolahraga dan sebagainya.3
148 Terdapat dua gejala klinis dari impetigo yang diketahui yaitu impetigo
149 bulosa dan impetigo non-bulosa.3 Impetigo bulosa ditandai oleh munculnya
150 bula yang semakin membesar dan kulit yang melepuh yang akan ruptur

20 1
21
22
23

151 dalam beberapa hari,3 sedangkan impetigo non-bulosa dikarakteristikkan


152 lesi yang terpisah, vesikel atau bula yang dengan cepat menjadi pustul dan
153 ruptur.1
154 Impetigo bulosa sering terjadi pada bagian tubuh yang terbuka, seperti
155 ketiak, dada, punggung. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit
156 berupa vesikel dan bula pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal
157 atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang
158 berubah menjadi warna keruh, sesudah pecah tampak krusta kecoklatan
159 yang tepinya meluas dan tengahnya menyembuh, sehingga tampak
160 gambaran lesi sirsiner.3
161 Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari
162 lesi. Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi
163 standar. Biopsi jarang dilakukan, biasanya diagnosa dari impetigo dapat
164 dilakukan tanpa adanya tes laboratorium.1 Pemeriksaan penunjang dapat di
165 gunakan untuk memberikan gambaran terapi terhadap obat-obatan yang
166 sensitif dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding. Pemeriksaan
167 yang dapat dilakukan antara lain kultur bakteri dan sensivitas antibiotik
168 serta dapat dilakukan pengecetan gram.3
169 Laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dan bahan pembelajaran pada
170 stase kulit kelamin di Rumah Sakit Daerah Palembang Bari karena menurut
171 Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) tahun 2012, impetigo merupakan salah
172 satu penyakit kulit dengan tingkat kemampuan 4A, yaitu lulusan dokter
173 dapat mendiagnosis klinis dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut
174 secara mandiri dan tuntas.
175
176
177
178
179
180
181

24 2
25
26
27

182

183 BAB II
184 TINJAUAN PUSTAKA
185
1862.1. Definisi
187 Impetigo ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,
188 Streptococcus atau oleh kedua-duanya pada lapisan epidermis kulit.4,5
189 Impetigo mempunyai 2 tipe, yaitu impetigo non-bulosa yang ditandai
190 dengan adanya vesikel yang kemudian ruptur membentuk krusta berwarna
191 kekuning-kuningan di daerah wajah, terutama sekitar mulut dan hidung.
192 Sedangkan impetigo bulosa ditandai dengan lesi berupa vesikel-bula yang
193 mudah ruptur dan membentuk kolaret.6

1952.2. Epidemiologi
196 Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya
197 selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia penyakit kulit
198 menempati urutan ke-3 setelah infeksi saluran napas dan diare. Dari data
199 jumlah kunjungan pasien ke poliklinik Divisi Dermatologi Ilmu Kesehatan
200 Kulit dan Kelamin (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS
201 Dr Cipto Mangunkusomo (FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukan
202 pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190 kunjungan
203 baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2 setelah dermatitis atopik.
204 Sedangkan tahun 2002 terbanyak 328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan
205 baru. Pioderma primer terbanyak secara berturut-turut adalah furunkulosis
206 (19,32%), impetigo krustosa (15,0%), impetigo vesikobulosa (14,02%), dan
207 ektima (11,59%). Infeksi sekunder terbanyak dijumpai pada skabies dan
208 dermatitis atopik. Dari data 8 rumah sakit di 6 kota besar di Indonesia pada
209 tahun 2001 didapatkan 13,86% dari 8919 kunjungan baru pasien kulit anak
210 adalah pioderma. Yang terbanyak adalah furunkulosis (26,35%), diikuti
211 impetigo vesikobulosa (23,76%), dan impetigo krustosa (22,79%).6
212

2142.3. Etiologi

28 3
29
30
31

215 Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus.4,5


216 Grup II bakteri ini menyebabkan sekitar 80% impetigo bulosa dan 60%
217 kasus disebabkan oleh tipe phage 71, selain itu juga bisa disebabkan oleh
218 bakteri dengan tipe phage 3A, 3C dan 55. Beberapa literatur juga
219 melaporkan impetigo bulosa yang disebabkan oleh Streptococcus grup A.3,7,9
220
2212.4. Patofisiologi
222 Staphylococcus aureus berkembang biak dalam lapisan sel spinosum,
223 memproduksi eksfoliative toxin ( ET ) yang menyebabkan lesi di epidermis.
224 S. aureus menghasilkan eksfoliative toxin, salah satu jenis protease yang
225 menghidrolisis salah satu molekul adhesi intraseluler, desmoglein 1, yang
226 terdapat dalam desmosom keratinosit. Toksin ini merupakan faktor virulensi
227 terbesar S. aureus, yang menyebabkan pemisahan sel-sel epidermal dengan
228 pembentukan lesi. Lesi impetigo bulosa dimulai dengan vesikel kecil yang
229 berukuran sampai 2 cm, awalnya dengan isi vesikel jernih namun kemudian
230 menjadi purulen. Ketika vesikel pecah maka lesi menjadi makula
231 eritematous dan dapat dilihat sebagai kolaret di pinggir lesi. Lesi biasanya
232 mempunyai gambaran polisiklik. Impetigo bulosa paling sering terjadi di
233 daerah seperti daerah bekas pemakaian popok, aksila dan leher, bahkan
234 telapak tangan dan kaki. Penyakit ini dapat menyerang neonatus, biasanya
235 mulai setelah minggu kedua kehidupan, meskipun dapat juga terjadi pada
236 saat lahir karena ketuban pecah dini. Namun, Impetigo bulosa paling umum
237 terjadi pada anak usia 2-5 tahun.7

2392.5. Faktor Predisposisi


240 Impetigo bulosa sering menyerang individu dengan higiene yang
241 kurang, menurunnya daya tahan tubuh, misalnya umur tua, pasien dengan
242 HIV/AIDS, neoplasma dan diabetes melitus. Selain itu, riwayat penyakit
243 kulit sebelumnya juga berpengaruh, karena terjadi kerusakan di epidermis,
244 maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan
245 terjadinya infeksi. Kepadatan penduduk dan kondisi iklim panas juga
246 merupakan faktor predisposisi terjadinya impetigo bulosa.
247

32 4
33
34
35

2482.6. Gejala Klinis


249 Impetigo bulosa tidak mempengaruhi keadaan umum pasien. Lesi
250 biasanya terdapat di ketiak, dada, punggung, dan sering timbul bersama
251 miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa
252 eritema, bula dan bula hipopion. Vesikel akan terus membesar membentuk
253 bula selam 2-3 hari yang kemudian akan ruptur. Kadang-kadang waktu
254 penderita berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya
255 kolaret dan dasarnya masih eritematous.4,5,8 Kolaret merupakan tanda
256 patognomonik untuk kasus impetigo bulosa. Lesi dapat berbentuk sirsinar
257 dengan central healing dan dapat bergabung dengan lesi lain sehingga
258 membentuk pola polisiklik.8
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270 Gambar : Kolaret7
271 Gambar 2.1 Kolaret7

273
274
275
276
277
278
279
280

36 5
37
38
39

281
282
283
284
285
286
287 Gambar 2.2 Impetigo bulosa pada area pemakainan popok7

2892.7. Diagnosa Banding


290 Diagnosis banding pada impetigo bulosa antara lain ialah tinea
291 korporis (dermatofitosis, bila bula pecah dan hanya terdapat kolaret dan
292 eritema) dapat pula pitiriasis rosea, dan varisela serta herpes zoster bila bula
293 atau vesikel belum pecah.
294 a. Tinea Korporis
295 Merupakan penyakit infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh
296 jamur kelompok dermatofita (Trichophyton sp., Epidermophyton sp. dan
297 Microsporum sp).2,5 Pasien biasanya datang dengan keluhan ruam yang gatal
298 di badan, ekstremitas atau wajah. Pemeriksaan fisik yang bias digunakan
299 mengenai kulit berambut halus, keluhan gatal terutama bila berkeringat, dan
300 secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena tanda
301 radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas eritema, skuama, dan
302 kadang papul dan vesikel di tepi, normal di tengah (central healing).
303 Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan
304 mikroskop dan KOH 20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora. Dan
305 pada saat Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang
306 disebabkan oleh Microsposrum spp. (kecuali M.gypsium).

40 6
41
42
43

307
308 Gambar 2.2 Tinia Korporis9
309
310 b. Pitiriasis Rosea
311 Pitiriasis rosea adalah suatu kelainan kulit akut yang diawali dengan
312 timbulnya makula/plak soliter berwarna merah muda dengan skuama halus
313 (“herald patch”), kemudian dalam beberapa hari sampai beberapa minggu
314 timbul lesi serupa dengan ukuran lebih kecil di badan dan ekstremitas
315 proksimal yang tersusun sesuai lipatan kulit (christmas tree pattern).
316 Terutama timbul pada remaja dan dewasa muda yang sehat,
317 kelompok usia 10-35 tahun. Lebih banyak dialami oleh perempuan. Gejala
318 subjektif biasanya tidak ditemukan, tetapi dapat disertai gatal ringan
319 maupun sedang. Kelainan kulit diawali dengan lesi primer yang diikuti lesi
320 sekunder. Timbul lesi sekunder bervariasi antara 2 hari sampai 2 bulan
321 setelah lesi primer, tetapi umumnya dalam waktu 2 minggu. Kadang-kadang
322 lesi primer dan sekunder timbul secara bersamaan. Dapat pula ditemukan
323 demam yang tidak terlalu tinggi atau lemah badan.

324

44 7
45
46
47

325 Gambar 2.3 Pitiriasis Rosea9

3262.8. Pemeriksaan Penunjang


327 Pemeriksaan penunjang impetigo bulosa antara lain ialah:
328 - Gram staining : didapatkan gram positif, bentuk coccus berantai atau
329 berkelompok dengan neutrofil di dalamnya.
330 - Kultur : terutama dilakukan untuk kasus gagal terapi antibiotik oral
331 dan dicurigai adanya infeksi MRSA.
332 - Hematologi : leukositosis
333 - Dermatopatologi : vesikel terdapat di bawah stratum korneum atau di
334 lapisan granular, didapatkan acantholitic cells, spongiosis, edema
335 papila dermis dan infiltrat berupa limfosit dan neutrofil di sekitar
336 pembuluh darah superfisial.
337
3382.9. Tatalaksana
339 Terapi non-medikamentosa antara lain, menghilangkan krusta dengan
340 cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan krusta
341 dengan handuk basah, sabun antiseptik yang digunakan mengandung seperti
342 triklosan, khlorhexidine atau povidone iodine. Selain itu, mencegah anak
343 untuk menggaruk daerah lecet, dapat dengan menutup daerah yang lecet
344 dengan perban tahan air dan memotong kuku anak, menghindari kontak
345 langsung dengan pasien sampai lesi berbentuk krusta atau pasien telah
346 mendapatkan antibiotik minimal selama 24 jam, gunakan barang-barang
347 seperti handuk dan baju secara terpisah dengan pasien serta rutin mencuci
348 menjaga kebersihan diri pasien dan keluarga.6,7
349 Terapi medikamentosa menggunakan terapi topikal dan sistemik.
350 Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta
351 sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Antibiotik topikal
352 dapat digunakan mupirocin, asam fusidat, ratapamulin, dicloxacillin dan
353 digunakan selama 7 hari. 4,6,7
354 1. Terapi topical
355 Asam fusidat sangat efektif untuk S. aureus dengan penetrasi yang
356 baik ke permukaan kulit, juga efektif untuk infeksi Streptococcus dan

48 8
49
50
51

357 Propionibacterium acnes . Insiden reaksi alergi terhadap obat ini rendah.7
358 Mupirocin menghambat sintesis protein bakteri, dengan mengikat enzim
359 isoleucyl – tRNA synthetase, sehingga mencegah penggabungan
360 isoleusin kedalam rantai protein. Mupirocin sangat efektif terhadap
361 Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan semua spesies lain
362 dari Streptokokus kecuali kelompok D dari Streptococcus. Mupirocin
363 tidak mempengaruhi bakteri flora normal sehingga tidak mengubah
364 pertahanan alami kulit. Tingkat resistensi bakteri terhadap obat ini
365 rendah, sekitar 0,3 % untuk S. aureus. Efek samping dilaporkan terjadi
366 pada 3 % pasien dengan keluhan gatal dan iritasi 7, dioleskan sebanyak 3
367 kali sehari selama 7-10 hari. 3,9
368 Retapamulin merupakan obat semi- sintetis yang berasal dari jamur
369 merang yang disebut Clitopilusscyphoides. Retapamulin menghambat
370 sintesis protein dengan mengikat ribosom bakteri, efektif untuk S. aureus
371 dan S. pyogenes. Retapamulin tidak diindikasikan untuk infeksi MRSA,
372 kurang efektif pada lesi trauma dan lesi yang disertai abses (biasanya
373 disebabkan oleh bakteri anaerob dan MRSA).7
374
375 2. Terapi Sistemik
376 Terapi sistemik biasanya diberikan pada kerusakan kulit yang lebih
377 dalam, demam, adanya limfadenopati, faringitis dan jumlah lesi lebih
378 dari 5.7 Terapi sistemik dapat menggunakan penisilin dan
379 semisintetiknya, ampicillin, amoksicillin, dicloxacillin dengan dosis
380 4x250-500 mg perhari, phenoxymethyl penicillin (penicillin V),
381 eritromisin dengan dosis 4x250-500mg perhari (bila alergi penisilin),
382 clindamisin dengan dosis 4x15mg/kgBB/hari (alergi penisilin dan
383 menderita saluran cerna) dan penggunaan terapi antibiotik sistemik
384 lainnya. Terapi sistemik juga diberikan selama 7 hari. Jika tidak
385 membaik, maka dapat dilakukan kultur bakteri dan uji sensitivitas
386 antibiotik.3,4,6 Pada komunitas dengan MRSA, maka dapat diberikan
387 vancomycin ataupun clindamycin.8
388

52 9
53
54
55

389

390

3912.10. Prognosis
392 Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun
393 tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus
394 terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun. 6,8 Gejala berupa bengkak
395 dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urin seperti warna teh.
396 Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi
397 muncul. Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang
398 (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis,
399 staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar
400 getah bening, septic arthritis dan sepsis. Selain itu, pada infeksi
401 Staphylococcus yang menghasilkan TSST-1 maka dapat terjadi komplikasi
402 berupa toxic shock syndrome. 3,8,9
403
404

405
406

56 10
57
58

407 BAB III


408 LAPORAN KASUS
409

410 3.1. Identitas Pasien


411 Nama : An. T
412 Tempat tanggal lahir : Palembang, 5 Agustus 2015 (5 tahun)
413 Jenis Kelamin : Laki-laki
414 Alamat : Kertapati
415 Agama : Islam
416 Pekerjaan : Murid PAUD
417 Bangsa : Indonesia
418 Tanggal Pemeriksaan : 25 November 2020
419
420 3.2. Anamnesis
421 Allo dan autoanamnesa (25 November 2020, pukul 21.18 WIB)
422 3.2.1. Keluhan Utama
423 Bercak merah pada ketiak dan sebagian lengan kanan atas
424 3.2.2. Keluhan Tambahan
425 Perih sejak kurang lebih 5 hari yang lalu
426 3.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit
427 Awalnya 7 hari yang lalu, pasien mengeluh muncul beberapa lepuh
428 berukuran seperti jarum pentul yang semakin hari semakin banyak dan
429 bertambah lebar pada ketiak dan sebagian lengan kanan atas.
430 Selanjutnya 5 hari yang lalu lepuh pecah sendiri dan mengeluarkan
431 cairan bening dan meninggalkan bercak kemerahan pada kulit.
432 Pecahnya lepuh pada kulit ini juga disertai rasa perih, tidak disertai
433 rasa gatal. Pasien belum pernah mengobati keluhan.
434 Pasien menyangkal adanya demam, batuk, pilek, badan lemas,
435 mual dan muntah. Pasien menyangkal ada keluhan serupa dalam
436 keluarga. Pasien tidak menggunakan handuk maupun alat mandi
437 bersama orang serumah.
438

59
60

439 3.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu


440 - Riwayat keluhan serupa sebelumnya tidak ada
441 - Riwayat penyakit kulit lainnya tidak ada
442 - Riwayat alergi tidak ada
443 3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga
444 - Riwayat keluhan serupa pada keluarga tidak ada
445 3.2.6. Riwayat Kebiasaan Sosial, Personal Higiene
446 - Status imunisasi pasien lengkap
447 - Pasien jarang pergi bermain diluar rumah dan tidak ada teman yang
448 memiliki keluhan serupa
449 - Pasien menggunakan sendal bila pergi keluar rumah
450 - Pasien tidak memeliha hewan dirumah
451 - Pasien mandi 2x sehari menggunakan sabun cair
452 - Pasien menggunakan handuk yang dipakai sendiri dan dijemur
453 setelah digunakan
454
455 3.3. Pemeriksaan Fisik
456 3.3.1. Status Generalis
457 Keadaan Umum : Baik
458 Kesadaran : Compos Mentis
459 Berat Badan : 30 kg
460 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
461 Nadi : 92x/menit
462 Suhu : 36,7 oC
463 Pernapasan : 22x/menit
464 Keadaan Spesifik
465 Kepala : Normocepali
466 Leher : dalam batas normal
467 Kelenjar Getah Bening : dalam batas normal
468 Thoraks : dalam batas normal
469 Abdomen : dalam batas normal
470 Genitalia : dalam batas normal

61
62

471 Ekstremitas : Lihat status dermatologikus


472
473 3.3.2. Status Dermatologikus
474
475 Patch

476
Makula
477
478
Makula
479
480
481 Skuama
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494 Gambar 3.1 Regio aksilaris dextra dan anterior brachium dextra
495
496 - Pada regio aksilaris dextra terdapat makula hingga patch eritem,
497 bentuk bulat-irregular, multipel, ukuran miliar-numular, diskret,
498 dengan sebagian ditutupi skuama anular di pinggir lesi sehingga
499 terbentuk kolaret.
500 - Pada regio anterior brachialis dextra terdapat makula eritem,
501 berbentuk bulat, soliter, ukuran miliar, diskret dengan skuama
502 anular di pinggir lesi.
503

63
64

5043.4 Pemeriksaan Penunjang Anjuran


505 - Pemeriksaan pewarnaan gram
506 - Pemeriksaan kultur
507 - Pemeriksaan KOH 20%
508
5093.5 Diagnosa Banding
510 1. Impetigo Bulosa
511 2. Tinea Korporis
512 3. Pitiriasis Rosea
513
5143.6 Diagnosis Kerja
515 Impetigo Bulosa
516
5173.7 Penatalaksanaan
518 Non Medikamentosa
519 a. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini bersifat menular,
520 sehingga jika timbul lepuh baru, kemudian pecah langsung dibersihkan
521 agar tidak terkena kebagian yang lain, menghindari kontak langsung
522 dengan cairan lepuh, cuci pakaian pasien setiap hari dan jangan
523 bertukaran dengan siapapun di dalam keluarga.
524 b. Mengedukasi untuk memastikan kuku pasien dalam keadaan pendek
525 untuk mencegah garukan yang akan memperparah kondisi.
526 Medikamentosa
527 a. Mupirosin zalf 2% dioleskan 2 x sehari setelah mandi (7 hari)
528 b. Amoksisilin 3 x 250 mg (7 hari)
529
5303.8 Prognosis
531 Quo ad vitam : bonam
532 Quo ad functionam : bonam
533 Quo ad sanationam : bonam
534 Quo ad comestica : bonam

65
66

535 BAB IV
536 ANALISA KASUS
537
538 Diagnosa pada kasus dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
539pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Pada laporan kasus ini membahas
540mengenai pasien atas nama An. T laki-laki usia 5 tahun datang dengan keluhan
541timbul bercak merah pada ketiak dan sebagian lengan kanan atas. Berdasarkan
542teori bahwa secara epidemiologi impetigo bulosa paling umum terjadi pada anak
543usia 2 sampai 5 tahun.7
544 Dari anamnesis yang dilakukan dengan pasien dan ibunya, didapatkan
545bahwa mulanya 7 hari yang lalu, pasien mengeluh muncul beberapa lepuh
546berukuran seperti jarum pentul yang semakin hari bertambah banyak dan
547bertambah lebar pada ketiak kanan dan sebagian lengan kanan atas. Hal ini sesuai
548dengan teori yang menyebutkan pada impetigo bulosa kadang sewaktu berobat
549pasien datang dengan keadaan vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak
550hanya kolaret dengan dasar eritematosa. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan,
551apabila sebelumnya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosanya ialah impetigo bulosa.4
552Lalu pada kasus didapatkan lesi berada di ketiak kanan dan lengan kanan atas
553yang semula hanya berupa lepuh seukuran jarum pentul namun semakin lama
554semakin bertambah banyak dan bertambah lebar. Berdasarkan data epidemiologi
555tempat predileksi impetigo bulosa antara lain di aksilla, dada, dan punggung
556dengan gambaran predileksi yang khas berupa vesikel yang biasanya membesar
557menjadi bula.4,5,8
558 Selanjutnya pada kasus didapatkan 5 hari yang lalu lepuh pecah sendiri
559mengeluarkan cairan bening dan meninggalkan bercak kemerahan pada kulit.
560Pecahnya lepuh pada kulit ini disertai rasa perih, dan tidak disertai rasa gatal.
561Pasien belum pernah mengobati keluhan. Hal ini sesuai dengan teori yang
562menyebutkan pada impetigo bulosa memiliki gambaran efloresensi berupa vesikel
563hingga bula yang mengandung cairan kuning bening kemudian dapat berubah
564menjadi kuning tua dan keruh. Setelah satu hingga dua hari lesi ini biasanya akan
565ruptur, timbul krusta kuning, meninggalkan lesi eritematous dan basah, yang
566membentuk kolaret−bentuk khas pada impetigo bulosa.3,7,8 Pecahnya lepuh

67
68

567menyebabkan rasa perih pada An. T dapat disebabkan karena walaupun pada
568kasus impetigo bulosa infeksi terjadi berada di bagian superfisial kulit yaitu pada
569epidermis, namun pada epidermis terdapat reseptor saraf yang dapat
570menghantarkan impuls nyeri.4
571 Pasien menyangkal adanya demam, batuk, pilek, badan lemas, mual dan
572muntah. Hal ini berkaitan dengan teori yang menyatakan pada impetigo bulosa,
573keadaan umum tidak dipengaruhi. Adanya demam pada impetigo dihubungkan
574dengan penyakit lain atau komplikasi.2,4 Pasien menyangkal ada keluhan serupa
575dalam keluarga. Pasien tidak menggunakan handuk maupun alat mandi bersama
576orang serumah. Riwayat keluhan serupa dalam keluarga dan riwayat hygiene
577ditanyakan untuk menyingkirkan diagnosis banding tinea korporis.
578 Riwayat keluhan serupa sebelumnya tidak ada. Riwayat keluhan serupa
579pada pasien ditanyakan untuk menyingkirkan adanya kekambuhan impetigo
580bulosa sebelumnya. Riwayat penyakit kulit lainnya tidak ada. Riwayat ada atau
581tidaknya penyakit kulit sebelumnya ditanyakan untuk memastikan apakah terdapat
582port de entrée pada pasien. Berdasarkan teori, kerusakan kecil pada lapisan
583epidermis akibat penyakit lain contohnya impetigenisata, dermatosis, penyakit
584infeksi kulit lain, ataupun luka dapat menjadi pintu masuk infeksi Streptococcus
585aureus yang menyebabkan terjadinya impetigo bulosa.9
586 Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio aksilaris dextra terdapat
587makula hingga patch eritem, bentuk bulat-irregular, multipel, ukuran miliar-
588numular, diskret, dengan sebagian ditutupi skuama anular di pinggir lesi sehingga
589terbentuk kolaret. Pada regio anterior brachialis dextra terdapat makula eritem,
590berbentuk bulat, soliter, ukuran miliar, diskret dengan skuama anular di pinggir
591lesi. Hal ini sesuai dengan teori yaitu kelainan kulit berupa eritema, vesikel-bula
592kendur, dan dapat timbul bula hipopion.3,4,5
593
594
595
596
597
598

69
70

599Tabel 4.1. Perbandingan tinjauan pustaka impetigo bulosa dengan kasus


Kasus Impetigo Bulosa
Epidemiologi  Berusia 5 tahun.  Terjadi pada anak usia 2-5 tahun.
Anamnesis  Keluhan utama timbul  Kadang-kadang sewaktu berobat
bercak merah pada pasien datang dengan keadaan
ketiak dan sebagian vesikel/bula telah memecah sehingga
lengan kanan atas. yang tampak hanya kolaret dengan
dasar eritematosa.
 Awalnya 7 hari yang  Pada anamnesis hendaknya
lalu timbul beberapa ditanyakan, apabila sebelumnya
lepuh kecil berukuran terdapat lepuh. Jika ada, diagnosanya
seperti jarum pentul ialah impetigo bulosa. Gambaran lesi
yang semakin hari yang khas berupa vesikel yang
semakin banyak dan biasanya membesar menjadi bula.
bertambah lebar pada
ketiak dan sebagian
lengan kanan atas.
 Selanjutnya 5 hari yang  Efloresensi primer berupa vesikel
lalu lepuh pecah hingga bula yang mengandung cairan
sendiri, mengeluarkan kuning bening kemudian dapat
cairan bening dan berubah menjadi kuning tua dan keruh.
meninggalkan bercak Setelah satu hingga dua hari lesi ini
kemerahan pada kulit. biasanya akan ruptur, timbul krusta
Pecahnya lepuh pada kuning, meninggalkan lesi eritematous
kulit ini juga disertai dan basah, yang membentuk
rasa perih. kolaret−bentuk khas pada impetigo
bulosa.

Predileksi  Keluhan timbul pada  Tempat predileksi impetigo bulosa


ketiak kanan dan daerah intertriginosa (aksila, inguinal,
lengan atas kanan. gluteal), dada, punggung.

Efloresensi  Regio aksilaris dextra  Ditemukan eritema, vesikel, bula dan


dan anterior brachialis dapat timbul bula hipopion.
dextra terdapat makula  1-3 hari setelah timbul bula mudah
hingga patch eritem, ruptur meninggalkan skuama anular
bentuk bulat-irregular, dengan bagian tengah eritematosa

71
72

multipel, ukuran (kolaret) dan cepat mengering.


miliar-numular,
diskret, dengan
sebagian ditutupi
krusta, bentuk bulat-
irregular, multipel,
ukuran miliar-
numular, berwarna
kehitaman diskret,
serta terdapat skuama
anular di pinggir lesi.

 Pada regio anterior


brachialis dextra
terdapat makula
eritem, berbentuk
bulat, soliter, ukuran
miliar, diskret dengan
skuama anular di
pinggir lesi.

600

73
74

601
602Pembahasan Diagnosis Banding
603 Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus ini terdapat tiga
604diagnosis banding yaitu impetigo bulosa, tinea korporis, dan pitiriasis rosea.
605 Diagnosis banding dapat ditinjau dari epidemiologi, gejala klinis, daerah
606predileksi dan efloresensinya. Ditinjau dari epidemiologi pada impetigo bulosa
607tidak ada hubungan jenis kelamin dengan penyakit dan umumnya terjadi pada
608anak usia 2-5 tahun.3,4,5 Pada tinea korporis laki-laki lebih banyak dari perempuan
609dan bisa terjadi pada semua usia, umumnya pada usia 18-25 tahun. 3,5 Sementara
610itu jika ditinjau dari epidemiologi, pitiriasis rosea lebih banyak dialami oleh
611perempuan. Timbul pada remaja dan dewasa muda yang sehat, kelompok usia 10-
61235 tahun.3,5
613
614Tabel 4.2. Diagnosis Banding Berdasarkan Epidemiologi
Kasus Impetigo Bulosa Tinea Korporis Pitiriasis Rosea
Epidemiologi Pasien berjenis Tidak ada Laki-laki lebih Lebih banyak dialami
kelamin laki- hubungan dengan banyak dari oleh perempuan. Timbul
laki dengan jenis kelamin dan perempuan dan pada remaja dan dewasa
usia 5 tahun. umumnya terjadi bisa terjadi pada muda yang sehat,
pada usia 2-5 semua usia, kelompok usia 10-35
tahun. umumnya pada tahun.
usia 18-25 tahun.
615
616
617 Berdasarkan daerah predileksi, pada kasus keluhan timbul pada jari tangan
618kanan dan kiri. Berdasarkan teori, daerah predileksi pada impetigo bulosa ialah
619daerah intertriginosa (aksila, inguinal, gluteal), dada, punggung.3,5 Pada tinea
620korporis terdapat pada kulit berambut halus di badan, ekstremitas, atau wajah.3,5
621Sedangkan pada pitiriasis rosea, dijumpai pada bagian yang tertutup baju tapi bias
622ditemukan di leher/ekstremitas proksimal. Jarang: wajah, penis, kulit kepala
623berambut. Simetris terutama pada badan, leher, ekstremitas proksimal.3,5

625
626Tabel 4.3. Diagnosis Banding Berdasarkan Tempat Predileksi

75
76

627
Kasus Impetigo Bulosa Tinea Korporis Pitiriasis Rosea

Predileksi Ketiak kanan dan Daerah Mengenai kulit Bagian yang


lengan kanan intertriginosa berambut halus tertutup baju tapi
atas. (aksila, inguinal, di badan, bisa ditemukan di
gluteal), dada, ekstremitas, atau leher/ekstremitas
punggung. wajah. proksimal. Jarang:
wajah, penis, kulit
kepala berambut.
Simetris terutama
pada badan, leher,
ekstremitas
proksimal.

629 Berdasarkan efloresensinya, pada regio aksilaris dextra terdapat makula


630hingga patch eritem, bentuk bulat-irregular, multipel, ukuran miliar-numular,
631diskret, dengan sebagian ditutupi krusta, bentuk bulat-irregular, multipel, ukuran
632miliar-numular, berwarna kehitaman diskret, serta terdapat skuama anular di
633pinggir lesi. Pada regio anterior brachialis dextra terdapat makula eritem,
634berbentuk bulat, soliter, ukuran miliar, diskret dengan skuama anular di pinggir
635lesi.
636 Pada impetigo bulosa, awalnya dapat ditemukan eritema, vesikel, bula dan
637dapat timbul bula hipopion. Satu hingga tiga hari setelah timbul bula, bula rupture
638dengan sendirinya meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah
639eritematosa (kolaret) dan cepat mengering.3,5 Pada tinea korporis, terdapat lesi
640makula berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif normal ditengah (central healing)
641dengan polimorfik, eritema, skuama, kadang papul dan vesikel di tepi.3,5 Serta
642pada pitiriasis rosea dijumpai lesi primer berupa makula/plak sewarna kulit/merah
643muda/salmon-colored/hiperpigmentasi yang berbatas tegas, umumnya
644berdiameter 2-4 cm dan berbentuk lonjong atau bulat. Bagian tengah lesi memiliki
645karakteristik skuama halus, dan pada bagian dalam tepinya terdapat skuama yang
646lebih jelas membentuk gambaran skuama kolaret. Lesi sekunder berupa

77
78

647makula/plak merah muda, multipel, berukuran lebih kecil dari lesi primer,
648berbentuk bulat atau lonjong, yang mengikuti Langer lines sehingga pada
649punggung membentuk gambaran christmas-tree pattern.5

651Tabel 4.4. Diagnosis Banding Berdasarkan Efloresensi


Kasus Impetigo Bulosa Tinea Korporis Pitiriasis Rosea
Efloresensi Regio aksilaris Ditemukan eritema, Lesi makula Lesi primer berupa
dextra terdapat vesikel, bula dan berbatas tegas, makula/plak sewarna
makula hingga dapat timbul bula polisiklik, tepi aktif kulit/merah
patch eritem, hipopion. Satu normal ditengah muda/salmon-
bentuk bulat- hingga tiga hari (central healing) colored/hiperpigmenta
irregular, setelah timbul bula, dengan polimorfik, si yang berbatas tegas,
multipel, ukuran bula rupture dengan eritema, skuama, umumnya berdiameter
miliar-numular, sendirinya kadang papul dan 2-4 cm dan berbentuk
diskret, dengan meninggalkan vesikel di tepi. lonjong atau bulat.
sebagian ditutupi skuama anular Bagian tengah lesi
krusta, bentuk dengan bagian memiliki karakteristik
bulat-irregular, tengah eritematosa skuama halus, dan
multipel, ukuran (kolaret) dan cepat pada bagian dalam
miliar-numular, mengering. tepinya terdapat
berwarna skuama yang lebih
kehitaman jelas membentuk
diskret, serta gambaran skuama
terdapat skuama kolaret.
anular di pinggir Lesi sekunder berupa
lesi. makula/plak merah
Regio anterior muda, multipel,
brachialis dextra berukuran lebih kecil
terdapat makula dari lesi primer,
eritem, berbentuk berbentuk bulat atau
bulat, soliter, lonjong, yang
ukuran miliar, mengikuti Langer
diskret dengan lines sehingga pada
skuama anular di punggung membentuk
pinggir lesi. gambaran christmas-
tree pattern.

79
80

652
653 Tatalaksana pada pasien ini meliputi penatalaksanaaan non-
654medikamentosa, dan medikamentosa. Tatalaksana non-medikamentosa pada kasus
655ini yaitu 1) menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini bersifat menular,
656sehingga jika timbul lepuh baru, kemudian pecah langsung dibersihkan agar tidak
657terkena kebagian yang lain, menghindari kontak langsung dengan cairan lepuh,
658cuci pakaian pasien setiap hari dan jangan bertukaran dengan siapapun di dalam
659keluarga; dan 2) mengedukasi untuk memastikan kuku pasien dalam keadaan
660pendek untuk mencegah garukan yang akan memperparah kondisi.
661 Tatalaksana medikamentosa pada pasien diberikan obat sistemik dan
662topical. Pengobatan topical diberikan Mupirosin zalf 2% dioleskan 2 x sehari
663setelah mandi diberikan selama 7 hari. Antibiotik yang dipilih untuk pengobatan
664lokal seperti neomisin, basitrasin, gentamisin, asamfusidat, mupirosin dan
665framisetin. Penisilin dan sulfat tidak boleh digunakan untuk pengobatan lokal oleh
666karena dapat terjadi sensitisasi. Pada pasien diberikan terapi asam fusidat yang
667dioleskan 5 kali dalam sehari. Mupirocin dan asam fusidat merupakan obat topikal
668pilihan pertama untuk kasus impetigo. Asam fusidat sangat efektif terhadap S.
669Aureus dengan penetrasi obat yang baik dan konsentrasi obat yang tinggi pada lesi
670serta rendahnya kejadian reaksi alergi terhadap obat ini.7,8,10
671 Mupirocin menghambat sintesis protein bakteri, dengan mengikat enzim
672isoleucyl – tRNA synthetase, sehingga mencegah penggabungan isoleusin
673kedalam rantai protein. Mupirocin sangat efektif terhadap Staphylococcus aureus,
674Streptococcus pyogenes dan semua spesies lain dari Streptokokus kecuali
675kelompok D dari Streptococcus. Mupirocin tidak mempengaruhi bakteri flora
676normal sehingga tidak mengubah pertahanan alami kulit. Tingkat resistensi
677bakteri terhadap obat ini rendah, sekitar 0,3 % untuk S. aureus. Efek samping
678dilaporkan terjadi pada 3 % pasien dengan keluhan gatal dan iritasi 7, dioleskan
679sebanyak 3 kali sehari selama 7-10 hari.3,9
680 Pada penatalaksanaan medikamentosa sistemik, dapat diberikan antibiotik
681amoksisilin 3 x 250 mg yang diberikan selama 7 hari. Obat antibiotika sistemik
682yang biasanya digunakan meliputi golongan Beta-lactam seperti Amoksisilin
683dengan dosis 2x45 mg/kgBB/hari diberikan selam 10 hari, namun nantinya jika

81
82

684muncul reaksi hipersensitivitas tipe I, dapat diganti dengan golongan sefalosporin


685yang lebih hipoalergenik seperti cefadroxil atau dapat diganti dengan golongan
686lainnya seperti dikloksasilin 2x45mg/kgBB/hari diberikan selama 10 hari,serta
687Eritromisin dengan dosis 45mg/kgBB/hari selama 10 hari. Pada pasien ini
688penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan eritromisin syrup
6893x1/2 cth mengingat jumlah lesi yang cukup banyak dan keluhan demam. Dapat
690juga diberikan makrolid lain seperti clarithromycin, roxithromycin dan
691azithromycin dengan sedikit efek samping terhadap traktus gastrointestinal.7,8,10
692 Prognosis quo ad vitam, quo ad functionam, quo ad sanationam dan quo
693ad cosmetica adalah bonam karena pada kasus penyakit tidak mengacam nyawa,
694tidak menyebabkan gangguan organ tubuh, walaupun dijumpai rekurensi dari
695impetigo bulosa namun angka nya sangat kecil, dan biasanya bekas luka tidak
696permanent dapat sembuh dengan sendirinya. Impetigo bulosa umumnya sembuh
697dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Namun juga bergantung pada
698pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan, dan menghilangkan
699faktor predisposisi pada kasus yang lebih berat. Pasien dewasa lebih sering
700mengalami komplikasi dari pada anak-anak. Secara umum mengingat
701penatalaksanaan yang diberikan untuk mengeradikasi bakteri penyebab, prognosis
702penyakit pada pasien ini adalah baik.10

704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714 BAB V
715 KESIMPULAN
716
7171. Diagnosis kerja pada kasus ini yaitu impetigo bulosa. Diagnosis impetigo
718 bulosa dapat ditegakkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada

83
84

719 anamnesis didapatkan keluhan bercak bercak merah pada ketiak kanan dan
720 sebagian lengan kanan atas. Sebelumnya, pasien mengeluh adanya beberapa
721 lepuh seukuran jarum pentul yang semakin banyak dan membesar. Lima hari
722 yang lalu pecah disertai perih. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya
723 makula-patch dasar eritema dengan krusta dan skuama anular.
7242. Tatalaksana impetigo bulosa non farmakologi adalah menjelaskan kepada
725 pasien bahwa penyakit ini bersifat menular dan mengedukasi untuk
726 memastikan kuku pasien dalam keadaan pendek untuk mencegah garukan
727 yang akan memperparah kondisi.
7283. Tatalaksana farmakologi dapat diberikan Mupirosin zalf 2% dioleskan 2 x
729 sehari setelah mandi selama 7 hari dan Amoksisilin 3 x 250 mg selama 7 hari.
730
731
732
733
734

85
86

735
736 DAFTAR PUSTAKA
737
738 1. James WD, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections in Andrew's
739 Disease of the Skin. Saunders Elsevier; 2011.p.247-53.
740 2. Mahmood B, SH Ghotbi. Impetigo, a Brief Review. Shiraz E-Medical
741 Journal. 2007 July; 8.p. 138 - 41.
742 3. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, dan Wolff K.
743 Fitzpatrick’s Dermatology in general Medicine. 7th ed. New York: Mc-
744 Graw Hill. 2012.
745 4. Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-7. Jakarta:
746 Balai Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017.
747 5. Widaty, S. et al. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan
748 Kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
749 Kelamin Indonesia (PERDOSKI). 2017.
750 6. Oakley A. Managemen Of Impetigo. Hamilton;.p.9-11. Available at :
751 www.bpac.org.nz
752 7. Pereir LB. Impetigo-Review. An Bras Dermatol. 2014.p. 293-9.
753 8. MH Motswaledi. Impetigo in children : a clinical guide and treatment
754 options. South African Family Practice. 2011; 53.p. 44-46.
755 9. Fitzpatrick TB, Johnson NA, Wolff K, et al. Cutaneus Bacterial Infections
756 in Color Atlaslas And Synopsis Of Clinical Dermatology. New York:
757 McGraw Hill Medical.1997.
758 10. Cole C And Gazewood J. Diagnosis and Treatment of Impetigo. Virginia :
759 University of virginia School of Medicine.2007 March;75.p.859-64.

760
761

87

Anda mungkin juga menyukai