Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

HAMIL ATERM DENGAN KPSW YANG DIAKHIRI


DENGAN SECTIO CAESAREA

Oleh:
Rukmana Devi Lestari, S. Ked
NIM 712018002

Pembimbing:
Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp. OG (K), MARS

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
HAMIL ATERM DENGAN KPSW YANG DIAKHIRI
DENGAN SECTIO CAESAREA

Dipersiapkan dan disusun oleh


Rukmana Devi Lestari, S. Ked
NIM 71 2018 002

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, Maret 2021


Pembimbing

Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K), MARS.


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus
ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang pada Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai pada
penyusunan laporan kasus ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K), MARS., selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan laporan kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Palembang, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................1

1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………….2

1.3 Manfaat…………………………………………………………....2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi .....................................................................................3

2.2 Epidemiologi.............................................................................3

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko.........................................................3

2.4 Patofisiologi...............................................................................4

2.5 Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang......................................5

2.1.6 Tatalaksana.............................................................................7

2.1.7 Komplikasi..............................................................................12

BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................14

BAB IV ANALISA KASUS...........................................................................24

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...............................................................27

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketuban pecah sebelum waktunya didefinisikan sebagai pecahnya
selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat
terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau
premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37
minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM)1.
Berdasarkan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012, AKI di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Di Provinsi Sumatera Selatan, Angka Kematian Ibu yang dilaporkan
berdasarkan data Profil Kesehatan Tahun 2015 yaitu 165/100.000 KH. Salah
satu penyebab utama kematian ibu infeksi (12%)2.
KPSW sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi. Komplikasi yang dapat
timbul pada ibu yaitu partus lama dan infeksi, atonia uteri, perdarahan
postpartum, atau infeksi nifas. Selain itu terdapat berbagai macam komplikasi
pada neonates meliputi Intrauterine Fetal Death dan Intrapartum Fetal Death,
asfiksia, dan prematuritas.1,3
Penanganan ketuban pecah sebelum waktunya memerlukan
pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan
adanya tanda-tanda persalinan. Sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan
pada KPSW dengan kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya
pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.3
Berdasarkan uraian pendahuluan di atas, pentingnya membahas tentang
ketuban pecah sebelum waktunya agar pelayan kesehatan mampu
menegakkan diagnosis secara dini kemudian memberikan penatalaksanaan
yang sesuai dan akurat, serta mencegah komplikasi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan laporan kasus ini adalah sebagai berikut.
1. Diharapkan bagi dokter muda dapat memahami setiap kasus ketuban pecah
sebelum waktunya secara menyeluruh.
2. Diharapkan munculnya pola berfikir yang kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang
kasus ketuban pecah sebelum waktunya.
3. Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapat
mengenai kasus ketuban pecah sebelum waktunya selama menjalani
kepaniteraan klinik dan seterusnya.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi
Diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi sumber ilmu
pengetahuan dan sebagai tambahan referensi dalam bidang Ilmu
Obstetri dan Ginekologi terutama mengenai ketuban pecah
sebelum waktunya.
b. Bagi Akademik
Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan landasan untuk
penulisan karya ilmiah selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari laporan kasus ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik
senior (KKS) dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya adalah pecahnya selaput
korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosanya
ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan4.
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37
minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban
saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan
KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37
minggu5.
KPD pada Kehamilan Aterm Ketuban pecah dini/ premature rupture of
membranes (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+)
pada usia kehamilan ≥ 37 minggu5.

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012, AKI di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Di Provinsi Sumatera Selatan, Angka Kematian Ibu yang dilaporkan
berdasarkan data Profil Kesehatan Tahun 2015 yaitu 165/100.000 KH. Salah
satu penyebab utama kematian ibu infeksi (12%)5. Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW) merupakan penyebab yang sering terjadi pada saat
mendekati persalinan. Kejadian KPSW mendekati 10% dari semua
persalinan2.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi Ketuban Pecah Sebelum Waktunya disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin
atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Selain itu Ketuban Pecah Sebelum Waktunya merupakan masalah
kontroversi obstetri.
Adapun faktor risiko dari ketuban pecah sebelum waktunya adalah
sebagai berikut:6
- Faktor maternal
1. Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya sebelumnya (16-32%)
2. Perdarahan antepartum
3. Terapi steroid jangka panjang
4. Gangguan kolagen vascular (misalnya Ehlers-Danlos syndrome,
systemic lupus erythematosus)
5. Trauma abdomen
6. Persalinan preterm
7. Merokok
8. Penggunaan kokain
9. Anemia
- Faktor uteroplasenta
1. Anomali uterus (uterus septal)
2. Abrupsio plasenta
3. Insufisiensi serviks
4. Serviks yang pendek di trimester kedua (<2,5 cm)
5. Overdistensi uterus (Polihidramnion, kehamilan multipel)
6. Korioamnionitis
- Faktor fetus
Kehamilan multipel

2.4 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah7.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah7.
Faktor risiko untuk terjadinya KPD adalah :
1. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
2. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP)
yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease7.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstaseluler dan membran
janin. Aktivitas degradai proteolitik ini meningkat menjelang persalinan7.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban
ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan
janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan adanya
faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina,
polihidramnion, inkompeten serviks, dan solusio plasenta7.

2.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm
harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan
presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan
visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis
perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi
dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor
risikonya. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai adanya
servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada
presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks,
mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual5.
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan
lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis
tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina
(pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6)
dan cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak
terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan
dari rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban
pecah dini. Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD
aterm harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan
kemungkinaan adanya prolaps tali pusat5.
2. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion
atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas
ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka
kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya
volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG
dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan
presentasi janin, dan kelainan kongenital janin5.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan
kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika
diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan
fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan
seperti insulin-like growth factor binding protein 1(IGFBP-1) sebagai
penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau infeksi
vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut juga
dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain
seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak
memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm5.
4. Mikroskopis (tes pakis).

Jika terdapat
pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan
diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan
mikroskop. Gambaran “ferning” menandakan cairan amnion. Dilakukan
juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus
group B5.

2.6 Penatalaksanaan
1. Konservatif8
- Rawat di rumah sakit
- Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio
plasenta
- Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikan
antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis
- Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu: berikan antibiotika
untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, Ampisilin 4x 500mg
selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x perhari selama 7
hari.
- Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri
dexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi
tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
- Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada
infeksi maka berikan tokolitik, dexametason, dan induksi setelah 24
jam.

2. Aktif8
- Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
- Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25
mikrogram - 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
- Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Indikasi melakukan induksi pada Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya adalah sebagai berikut :
1) Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan
waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari
2000 gram.
2) Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c,
dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban

Penatalaksanaan lanjutan:8
1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali
didahului kondisi ibu yang menggigil.
2. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum
persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas
normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik
secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda
gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat
mengindikasikan infeksi uteri.
3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan,
perhatikan juga hal-hal berikut:
a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b. Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda
c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan
5. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh
gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi
peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

Ketuban pecah sebelum waktunya ternasuk dalam kehamilan beresiko


tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPSW akan membawa akibat
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPSW tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Risiko yang lebih sering pada KPSW dengan janin kurang bulan adalah
RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang
bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Kasus KPSW yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara
aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh
cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru,
harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek
prognosis janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode
laten. 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau
tindakan terhadap penderita KPSW yaitu umur kehamilan dan ada
tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.9

Minggu ke 24- 31
Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas neonatal. Pada kasus-kasus KPSW dengan umur kehamilan
yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat
koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis
sehingga mencapai 34 minggu.Namun begitu, harus di informasikan kepada
keluarga pasien bahwa sering kali kehamilan tersebut akan diikuti dengan
persalinan dalam tempoh 1 minggu. Kontraindikasi untuk melakukan terapi
secara konservatif adalah chorioamnionitis, abruptio placentae, dan
nonreassuring fetal testing.9
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi. Denyut
jantung bayi harus la dimonitor secara berterusan. Jika stabil bisa dilakukan
tiap 8 jam. Ini karena kompresi dari tali pusat sering terjadi terutama pada
PPROM yang < 32 minggu bisa dilakukan tiap 3-4 minggu jika suspek
pertumbuhan janin terhambat. Selain itu perlu diobservasi tanda-tanda vital
ibu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperhatikan takikardi, suhu
melebihi 38°C, kontraksi rahim yang regular, nyei tekan pada fundus uterus
atau leukositosis adalah tanda-tanda amnionitis. jika selama menunggu atau
melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi,
persalinan diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Preterm PROM
bukan kontraindikasi persalinan pervaginam.9

Minggu > 32
Bila telah dikonfirmasi permatangan paru, resiko melakukan
konservatif melebihi resiko melakukan induksi/augmentasi. Dianjurkan
melakukan induksi pada wanita dengan PPROM melebihi 32 minggu
disamping pemberian antibiotik.9

Minggu ke 34 - 36
Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi
persalinan bisa dilakukan setelah minggu ke 34.Walau pada minggu ke 34
tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid namun pemberian antibiotik
untuk B streptococcus sebagai profilaksis sangat dianjurkan.9

Aterm (> 37 Minggu)


Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi
KPSW keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPSW. Jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent. Makin muda
umur kehamilan makin memanjang periode laten.9
Pada umumnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi
persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan
melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24
jam setelah kulit ketuban pecah dan belum ada tanda-tanda persalinan maka
dilakukan induksi persalinan, jika gagal dilakukan bedah caesar. Beberapa
meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu
dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPSW
dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena
partus tindakan dapat dikurangi.9
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan
dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses
persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan memerhatikan skor bishop jika >5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya <5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio sesaria.9

Obat-obatan8,9
Kortikosteroid
Regimen 12 mg Betamethason (celestone) tiap 24 jam selama dua
hari atau Dexamethasone (Decadron) 12mg/tiap 12 jam secara
intramuskular selama dua hari. Kortikosteroid direkomendasikan dibawah
32 minggu. Pemberian pada 32-34 minggu masih menjadi kontorversi
manakala untuk kehamilan 34 minggu keatas tidak dianjurkan kecuali
terbukti paru janin masih belum matang dengan amniosintesis. Pemberian
kortikosteroid pada penderita KPSW dengan kehamilan kurang bulan
diharapkan tercapainya pematangan paru janin, mengurangkan komplikasi
pada neonatal seperti pendarahan intraventrikular dan RDS.
Antibiotik
Ampicillin 2 g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan
dengan erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari. Diikuti dengan
pemberian antibiotik oral, amoxicillin 500 mg tiap 8 jam dan erythromycin
333 mg tiap 8 jam selama lima hari. Pemberian antibiotik terbukti
memperpanjangkan masa laten dan mengurangi resiko infeksi seperti
postpartum endometritis, chorioamnionitis, neonatal sepsis, neonatal
pneumonia, dan pendarahan intraventricular. Pemberian antibiotik
profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak
berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap
chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian
antibiotik profilaksis perlu dilakukan.

Tocolytic
Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi
tidak memberikan efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya.
Penelitian tentang pemberian tokolitik dalam menangani kasus PPROM
masih kurang sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi.

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah sebelum waktuny
bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun
neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden section caesarea, atau gagalnya
persalinan normal.7
1. Persalinan Prematur 
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.7

2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya. Pada ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden
infeksi sekunder pada KPSW meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten.7
3. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.7
4. Sindrom deformitas janin
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya yang terjadi terlalu dini
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan
kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.7
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Novita Binti Mujiono
TTL/Umur : Palembang, 21 September 2002 / 19 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Ki Emas Rindo, RT/RW 027/006 Kertapati
MRS : 16 Maret 2021
No. RM : 64.42.68

Nama suami : Tn. Heri


TTL/Umur : Palembang, 09 Januari 2002/ 19 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
Alamat : Jl. Ki Emas Rindo, RT/RW 027/006 Kertapati

3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 16 Maret 2021
A. Keluhan Utama
Pasien hamil cukup bulan mengeluh keluar air-air sejak 16 jam
SMRS.

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien mengaku hamil pertama datang ke Ponek RS Muhammadiyah
Palembang dengan keluhan utama keluar air-air sejak 16 jam SMRS. Air
keluar sedikit-sedikit, air berwarna putih dan berbau amis lalu pasien
datang ke PONEK RSMP dan belum ada pembukaan. Pasien mengaku 3
hari yang lalu melakukan senggama dengan suami. Adanya riwayat
keputihan saat masa kehamilan, riwayat diurut dan minum jamu
sebelumnya tidak ada. riwayat jatuh dan demam selama kehamilan tidak
ada.
Pasien mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak dirasakan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Alergi (-), Asma (-), Penyakit Jantung
(-), Penyakit Ginjal (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Alergi (-), Asma (-), Penyakit Jantung
(-), Penyakit Ginjal (-)

E. Riwayat Menstruasi
Usia menarche        : 14 Tahun
Siklus haid              : 28 Hari
Lama haid : 5 Hari, 2 kali ganti pembalut/hari
Keluhan  saat haid : Tidak ada
HPHT : 04 – 06 – 2020
TP : 11 – 03 – 2021

F. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali (Tahun 2020)
Lama Pernikahan : 1 tahun
Usia Menikah : 1 tahun

G. Riwayat Kontrasepsi
- Tidak ada

H. Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien mengaku setiap bulan memeriksakan
kehamilannya di bidan dan puskesmas.
I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
- Hamil ini

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
GSC : 15
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 81 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.7 0C
DJJ : 136 x/menit
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 54 kg

B. Keadaan Spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular,
HR: 85 x/menit, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut membesar karena kehamilan, luka
bekas operasi (-), striae gravidarum (-), linea nigra (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia : Bloody show (-), lendir (-), lesi (-), keputihan
berbau(-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-/-)

C. Status obstetrikus
a. Pemeriksaan luar
- Leopold I : TFU 2 jari di bawah processus xiphoideus bagian
fundus ibu teraba bagian janin bulat lembut tidak
melenting.
- Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di kiri perut ibu dan
bagian kecil lunak di bagian kanan perut ibu.
- Leopold III : Teraba bagian janin bulat keras dan melenting di
bagian bawah perut ibu.
- Leopold IV: Konvergen
- TBJ : 2750 gram
- DJJ : 136 x/menit
- His :-
b. Pemeriksaan dalam
Konsistensi : Lunak
Posisi : Medial
Pembukaan : Belum ada
Pendataran :-
Penurunan :-
Ketuban :-
Penunjuk : Belum dapat dinilai
Molase : Belum dapat dinilai

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 16 Maret 2021 (11.56 WIB)
PEMERIKSAAN HASIL SATUA NILAI NORMAL
N
Darah Rutin
Hemoglobin 9.9 g/dL 12.0-16.0
Hematokrit 28.9 % 37.0 – 47.0
Leukosit 10.1 10^2/uL 4.2-11.0
Trombosit 36 10^3/ul 150-40
Hitung jenis
 Eusinofil 0.5 % 1-3
 Basofil 0.3 % 0-1
 Neutrofil 74.1 % 40-60
 Limfosit 16.1 % 20-50
 Monosit 9.0 % 2-8
 Ratio N/L 4.6 <3.13

Laju Endap Darah 18 mm/jam <20


LED 1 jam

Golongan darah O
Rhesus Positif

Clotting time 8 Menit <15


Bleeding time 2 Menit <8
Kimia Klinik
GDS 86 mg/dL 70-
140

3.5 Diagnosis Kerja


G1P0A0 hamil aterm minggu dengan KPSW 16 jam belum inpartu dengan
janin tunggal hidup presentasi kepala.

3.6 Tatalaksana
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, DJJ dan HIS.
- IVFD RL 500 cc gtt 20 x/menit.
- Cek laboratorium darah rutin dan urin rutin
- Profilaksis : inj. Ceftriaxone 2x1 gram (skin test).

- Tatalaksana aktif
 Induksi dengan oksitosin, infus oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc
dekstrose atau cairan Nacl mulai dengan 10 tetes/menit.
Kemudian naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30
menit sampai kontraksi adekuat dan pertahankan sampai terjadi
kelahiran.
 Apabila tidak ada kemajuan dengan induksi, dapat dilakukan
sectio caesaria

3.7 Laporan Persalinan


Hari : Rabu
Tanggal : 17 Maret 2021
DPJP : dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG
Telah lahir neonatus:
Pukul : 09.45 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 3160 gram
PB : 52 cm
LK : 34 cm
LD : 32 cm
Diagnosis : Bayi Sehat

APGAR Score :
Penilaian 1’ 5’
Appearance 2 2
Pulse 1 2
Grimase 2 1
Activity 2 2
Respiratory 1 2
Total 8 9

3.7 Follow Up

Hari/tanggal Follow up
Selasa, 16 S Mules ingin melahirkan. Blood Sygn (+). Riwayat
Maret 2021 keluar air-air (+). Gerakan anak masih dirasakan.
(21:00 WIB)
O Keadaan umum: baik
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Temp : 36,7 0C
RR : 22 x/menit
DJJ : 154x/m
His : 2 kali dalam 10 menit selama 20-40 detik
Pemeriksaan Dalam :
Konsistensi : Lunak
Posisi : Medial
Pembukaan : 1 cm
Pendataran : 25%
Ketuban :-
Penunjuk : UUK
G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 16 jam inpartu
A kala 1 fase laten janin tunggal hidup presentasi
kepala.
Observasi KU, TVI, DJJ, His
Evaluasi kemajuan persalinan dengan patograf
P R/ SC jika tidak ada kemajuan persalinan dan DJJ
Irreguler
Kamis, 18 S Nyeri bekas luka operasi
Maret 2021
KU: Baik
O TD: 120/80 mmHg
HR: 82 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 36,8ºC
TFU: sepusat
Kontraksi: baik
Perdarahan: aktif (+) sedikit
Lochia: rubra (sedang)
A

Post SC hari Pertama atas indikasi KPSW dan DKP

P
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, dan
perdarahan
- IVFD ringer lactate + 20 IU oksitosin gtt 20
x/menit, selama 12 jam ganti ringer lactate
kosong gtt 20x/menit
- kateter menetap 24 jam
- mobilisasi bertahap
- diet TKTP
- ASI on demand
- cek Hb post operasi

Terapi:

- Ceftriaxone 2x1 gram/i.v (skin test)


- metronidazole 3x500 mg/i.v (kocor)
- tramadol 3x100 mg/i.v (drip)
- asam tranexamat 1x500 mg/i.v
- pronalges suppositoria 3x100 mg/anal
- inbion 1x1 tab/oral
Jum’at, 19 S Nyeri bekas operasi berkurang
Maret 2021
O KU: Baik
TD: 120/80 mmHg
HR: 82 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 36,8ºC
TFU: 2 jari di bawah pusat
Kontraksi: baik
Perdarahan: aktif (+) sedikit
Lochia: rubra (sedang)
Hb : Pre Operasi 9.9 g/dL
Hb : Post Operasi 12.2 g/dL

A Post SC hari ke dua atas indikasi KPSW+ DKP

- IVFD aff bila injeksi habis


P - kateter 24 jam aff
- ganti opsite
- mobilisasi bertahap
- diet TKTP
- ASI on demand
- Terapi oral
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Apakah diagnosis sudah tepat?


Kasus ini membahas seorang wanita berusia 19 tahun yang didiagnosis
G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 16 jam belum inpartu janin tunggal
hidup dengan presentasi kepala. Penulisan diagnosis pada pasien ini sudah
tepat apabila ditinjau dari penulisan diagnosis obsetri, diawali dengan
diagnosis ibu dan komplikasi, diagnosis kehamilan, diagnosis persalinan, dan
terakhir diikuti diagnosis janin.
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengaku hamil anak pertama
datang ke UGD PONEK RS Muhammdiyah Palembang, pasien mengeluh
keluar air-air dari jalan lahir, air keluar sedikit-sedikit, air berwarna jernih dan
amis, lalu pasien ke RS dan belum ada pembukaan serta disarankan untuk
dilakukan rawat inap. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan ketuban
pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. gejala klinik
dari KPSW adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes.7
Sejak 3 hari SMRS pasien mengaku melakukan senggama dengan
suaminya, kemudian pasien memiliki riwayat keputihan selama kehamilan.
Berdasarkan teori faktor resiko penyebab KPSW adalah peningkatan tekanan
intra uterine yang diakibatkan karena trauma akibat berhubungan seksual.
Selain itu, sejumlah mikroorganisme dapat meyebabkan infeksi selaput
ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkan proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah7.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan bahwa keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 81 x/menit, frekuensi pernapasan 20
x/menit, dan temperature 36,7 ºC. Pada pemeriksaan obstetrik didapatkan
leopold I, TFU 2 jari dibawah processus xiphoideus bagian fundus ibu teraba
bagian janin bulat lembut tidak melenting. Pada leopold II, teraba bagian
keras memanjang di kiri perut ibu dan bagian kecil lunak di bagian kanan
perut ibu. Dengan tafsiran berat janin 2750 gram dan DJJ 136 x/menit. Pada
pemeriksaan dalam, didapatkan bahwa konsistensi porsio lunak, posisi
medial, pembukaan belum ada.
Jadi berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang diagnosis pasien ini sudah tepat yaitu G1P0A0 hamil aterm dengan
KPSW 16 jam belum inpartu janin tunggal hidup presentasi kepala.
Pada pasien ini diagnosis akhir dengan P1A0 post sectio caesaria, lahir
neonatus hidup jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir 3160 gram, panjang
badan lahir 52 cm dengan APGAR score 8/9, sebagai diagnosis akhir.
Penulisan diagnosis pada pasien ini sudah tepat apabila ditinjau dari penulisan
diagnosis obstetri, diawali dengan diagnosis ibu, diagnosis persalinan, dan
diagnosis janin.

4.2 Apakah penatalaksanaan sudah Adekuat?


Pada tatalaksana awal yang diberikan pada kasus ini yaitu Observasi
keadaan umum, tanda vital ibu, DJJ dan HIS; IVFD RL 500 cc gtt 20 x/menit;
Cek laboratorium darah rutin dan urin rutin; Profilaksis : inj. Ceftriaxone 2x1
gram (skin test); Dexametason 2 x 1 i.v; Rawat Inap, dan induksi oksitosin
sebagai tatalaksana aktif. Menurut teori, penanganan pasien KPSW terbagi 2
yaitu konservatif dan aktif. Penatalaksaan pada pasien ini telah tepat
berdasarkan teori dimana tatalaksana aktif dilakukan dengan indikasi
kehamilan aterm >37 minggu sedangkan tindakan konservatif dilakukan
dengan indikasi kehamilan preterm <37 minggu dan Jika usia kehamilan 32 -
37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri dexametason, dosisnya IM 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin.
Pada pasien penatalaksanaan diberikan pemberian ceftriaxone yang
merupakan antibiotik spektrum luas yang termasuk ke dalam golongan obat
sefalosporin. Hal ini sesuai teori bahwa pemberian antibiotik profilaksis
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi. Pemberian cairan RL yang
bertujuan untuk menggantikan kehilangan cairan. Berdasarkan teori, apabila
kehamilan > 37 minggu penatalaksanaan bersifat aktif, dimana apabila dalam
24 jam setelah ketuban pecah dan belum ada tanda-tanda persalinan maka
dilakukan induksi persalinan, jika gagal dilakukan bedah caesar. Hal tersebut
juga dilakukan untuk mencegah resiko infeksi dan trauma obstetrik karena
partus tindakan.8
Penatalaksanaan seksio sesarea pada kasus sudah tepat karena tidak
ada kemajuan persalinan (prolonged labor) seksio sesarea merupakan suatu
persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram.12 Indikasi untuk melakukan seksio sesarea antara lain
adalah indikasi ibu dan indikasi janin. Untuk indikasi ibu yaitu panggul
sempit absolut, tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi, stenosis
serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri
membekat, prolonged labor. Indikasi tersering dari persalinan sesarea
sebanyak 85% adalah riwayat persalinan sesarea sebelumnya, presentasi
bokong, distosia, dan fetal distress.
Pada hari pertama post SC tatalaksana yang diberikan adekuat. Pasien
mendapatkan tatalaksana berupa antibiotik ceftriaxone 2x1 gram,
metronidazole 3x1 amp, asam tranexamat 1x1 amp, pronalges suppositoria
3x1, dan multivitamin. Tatalaksana yang diberikan pada hari pertama post SC
sudah adekuat. Pemberian antibiotik digunakan untuk profilaksis terjadinya
infeksi pasien post SC. Asam tranexamat merupakan golongn antifibnolitik,
obat ini diberikan untuk menghambat fibrinolisis dengan menggeser
plasminogen dari fibrin. Selain itu, obat ini juga mengurangi aktivitas plasmin
yang juga menyebabkan pengurangan aktivasi komplemen sehingga
menurunkan aktivitas inflamasi post SC pada pasien ini. Pronalges
merupakan obat yang mengandung ketoprofen. Ketoprofen sendiri
merupakan obat golongan NSAID dengan mekanisme kerja menghambat
sintesis prostaglandin di jaringan dengan menghambat siklus siklooksigenase
COX-1 dan COX-2. Prostaglandin adalah senyawa yang dilepaskan oleh
tubuh dan menyebabkan rasa sakit dan reaksi peradangan.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum waktu kontraksi uterus. KPSW dapat terjadi pada usia kehamilan
aterm atau preterm.
2. Penegakan diagnosis kasus ini sudah tepat yaitu dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik.
3. Penatalaksanaan pada kasus sudah tepat dengan dilakukan tindakan aktif.

5.2 Saran
1. Bagi pasien dapat lebih rutin melakukan pemeriksaan ANC untuk
memeriksakan adanya risiko kehamilan seperti Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya.
2. Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang ketuban pecah
sebelum waktunya agar dapat dilakukan penanganan dini sehingga dapat
mengurangi komplikasi, mortalitas, dan morbiditas yang dapat terjadi pada
ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Natnael E A, Hailemariam B, Fishe G, Kidanemariam B, Yodit Z B, Gidiom


G, Weldu M W, Almaz B, Hagos B R, Guesh W. 2018. Risk Factors of
Premature Rupture of Membranes in Public Hospitals at Mekele City, Tigray, a
Case Control Study. Assefa et al. BMC Pregnancy and Childbirth
https://doi.org/10.1186/s12884-018-2016-6 
2. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta: Badan Pusat
statistic; 2012
3. WHO. 2014. Maternal Mortality. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2019 dari,
www. who.int/gho/maternal_health/mortality/maternal_mortality_text.
4. Sofian, Amru. Synopsis Obstetri Jilid I Edisi 3. Jakarta: EGC. 2012; hal 177
5. POGI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran KETUBAN PECAH DINI.
2016
6. Parry, S dan Strauss, J. 1998. Premature Rupture of the Fetal Membranes. The
New England Journal o Medicine, 338 (10): 669.
7. Soewarto, S. Ketuban Pecah Dini dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2016; hal. 678
8. Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2007.
9. Varney, Hellen, dkk. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Volume 2. Jakarta:
EGC.2008
10. Winkjosasatro, H. Seksio Sesarea. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT
Bina Pustaka. Hal 133-135.

Anda mungkin juga menyukai