BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi
Diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi sumber ilmu
pengetahuan dan sebagai tambahan referensi dalam bidang Ilmu
Obstetri dan Ginekologi terutama mengenai ketuban pecah
sebelum waktunya.
b. Bagi Akademik
Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan landasan untuk
penulisan karya ilmiah selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya adalah pecahnya selaput
korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosanya
ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan4.
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37
minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban
saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan
KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37
minggu5.
KPD pada Kehamilan Aterm Ketuban pecah dini/ premature rupture of
membranes (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+)
pada usia kehamilan ≥ 37 minggu5.
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012, AKI di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Di Provinsi Sumatera Selatan, Angka Kematian Ibu yang dilaporkan
berdasarkan data Profil Kesehatan Tahun 2015 yaitu 165/100.000 KH. Salah
satu penyebab utama kematian ibu infeksi (12%)5. Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW) merupakan penyebab yang sering terjadi pada saat
mendekati persalinan. Kejadian KPSW mendekati 10% dari semua
persalinan2.
2.4 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat
5
perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi
dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor
risikonya. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai adanya
servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada
presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks,
mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual5.
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan
lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis
tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina
(pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6)
dan cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak
terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan
dari rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban
pecah dini. Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD
aterm harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan
kemungkinaan adanya prolaps tali pusat5.
2. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion
atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas
ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka
kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya
volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG
dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan
presentasi janin, dan kelainan kongenital janin5.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan
kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika
diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan
fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan
seperti insulin-like growth factor binding protein 1(IGFBP-1) sebagai
penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau infeksi
7
Jika terdapat
pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan
diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan
mikroskop. Gambaran “ferning” menandakan cairan amnion. Dilakukan
juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus
group B5.
2.6 Penatalaksanaan
1. Konservatif8
- Rawat di rumah sakit
- Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio
plasenta
- Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikan
antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis
- Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu: berikan antibiotika
untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, Ampisilin 4x 500mg
selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x perhari selama 7
hari.
- Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri
dexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi
tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
8
2. Aktif8
- Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
- Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25
mikrogram - 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
- Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Indikasi melakukan induksi pada Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya adalah sebagai berikut :
1) Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan
waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari
2000 gram.
2) Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c,
dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban
Penatalaksanaan lanjutan:8
1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali
didahului kondisi ibu yang menggigil.
2. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum
persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas
normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik
secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda
gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat
mengindikasikan infeksi uteri.
3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan,
perhatikan juga hal-hal berikut:
a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b. Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda
9
Minggu ke 24- 31
Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas neonatal. Pada kasus-kasus KPSW dengan umur kehamilan
yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat
koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis
sehingga mencapai 34 minggu.Namun begitu, harus di informasikan kepada
keluarga pasien bahwa sering kali kehamilan tersebut akan diikuti dengan
persalinan dalam tempoh 1 minggu. Kontraindikasi untuk melakukan terapi
10
Minggu > 32
Bila telah dikonfirmasi permatangan paru, resiko melakukan
konservatif melebihi resiko melakukan induksi/augmentasi. Dianjurkan
melakukan induksi pada wanita dengan PPROM melebihi 32 minggu
disamping pemberian antibiotik.9
Minggu ke 34 - 36
Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi
persalinan bisa dilakukan setelah minggu ke 34.Walau pada minggu ke 34
tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid namun pemberian antibiotik
untuk B streptococcus sebagai profilaksis sangat dianjurkan.9
Obat-obatan8,9
Kortikosteroid
Regimen 12 mg Betamethason (celestone) tiap 24 jam selama dua
hari atau Dexamethasone (Decadron) 12mg/tiap 12 jam secara
intramuskular selama dua hari. Kortikosteroid direkomendasikan dibawah
32 minggu. Pemberian pada 32-34 minggu masih menjadi kontorversi
manakala untuk kehamilan 34 minggu keatas tidak dianjurkan kecuali
terbukti paru janin masih belum matang dengan amniosintesis. Pemberian
kortikosteroid pada penderita KPSW dengan kehamilan kurang bulan
diharapkan tercapainya pematangan paru janin, mengurangkan komplikasi
pada neonatal seperti pendarahan intraventrikular dan RDS.
12
Antibiotik
Ampicillin 2 g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan
dengan erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari. Diikuti dengan
pemberian antibiotik oral, amoxicillin 500 mg tiap 8 jam dan erythromycin
333 mg tiap 8 jam selama lima hari. Pemberian antibiotik terbukti
memperpanjangkan masa laten dan mengurangi resiko infeksi seperti
postpartum endometritis, chorioamnionitis, neonatal sepsis, neonatal
pneumonia, dan pendarahan intraventricular. Pemberian antibiotik
profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak
berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap
chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian
antibiotik profilaksis perlu dilakukan.
Tocolytic
Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi
tidak memberikan efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya.
Penelitian tentang pemberian tokolitik dalam menangani kasus PPROM
masih kurang sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah sebelum waktuny
bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun
neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden section caesarea, atau gagalnya
persalinan normal.7
1. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.7
13
2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya. Pada ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden
infeksi sekunder pada KPSW meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten.7
3. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.7
4. Sindrom deformitas janin
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya yang terjadi terlalu dini
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan
kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.7
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 16 Maret 2021
A. Keluhan Utama
Pasien hamil cukup bulan mengeluh keluar air-air sejak 16 jam
SMRS.
E. Riwayat Menstruasi
Usia menarche : 14 Tahun
Siklus haid : 28 Hari
Lama haid : 5 Hari, 2 kali ganti pembalut/hari
Keluhan saat haid : Tidak ada
HPHT : 04 – 06 – 2020
TP : 11 – 03 – 2021
F. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali (Tahun 2020)
Lama Pernikahan : 1 tahun
Usia Menikah : 1 tahun
G. Riwayat Kontrasepsi
- Tidak ada
H. Riwayat ANC
16
B. Keadaan Spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular,
HR: 85 x/menit, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut membesar karena kehamilan, luka
17
C. Status obstetrikus
a. Pemeriksaan luar
- Leopold I : TFU 2 jari di bawah processus xiphoideus bagian
fundus ibu teraba bagian janin bulat lembut tidak
melenting.
- Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di kiri perut ibu dan
bagian kecil lunak di bagian kanan perut ibu.
- Leopold III : Teraba bagian janin bulat keras dan melenting di
bagian bawah perut ibu.
- Leopold IV: Konvergen
- TBJ : 2750 gram
- DJJ : 136 x/menit
- His :-
b. Pemeriksaan dalam
Konsistensi : Lunak
Posisi : Medial
Pembukaan : Belum ada
Pendataran :-
Penurunan :-
Ketuban :-
Penunjuk : Belum dapat dinilai
Molase : Belum dapat dinilai
Golongan darah O
Rhesus Positif
3.6 Tatalaksana
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, DJJ dan HIS.
- IVFD RL 500 cc gtt 20 x/menit.
- Cek laboratorium darah rutin dan urin rutin
- Profilaksis : inj. Ceftriaxone 2x1 gram (skin test).
- Dexametason 2 x 1 amp
- Tatalaksana aktif
19
APGAR Score :
Penilaian 1’ 5’
Appearance 2 2
Pulse 1 2
Grimase 2 1
Activity 2 2
Respiratory 1 2
Total 8 9
20
3.7 Follow Up
Hari/tanggal Follow up
Selasa, 16 S Mules ingin melahirkan. Blood Sygn (+). Riwayat
Maret 2021 keluar air-air (+). Gerakan anak masih dirasakan.
(21:00 WIB)
O Keadaan umum: baik
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Temp : 36,7 0C
RR : 22 x/menit
DJJ : 154x/m
His : 2 kali dalam 10 menit selama 20-40 detik
Pemeriksaan Dalam :
Konsistensi : Lunak
Posisi : Medial
Pembukaan : 1 cm
Pendataran : 25%
Ketuban :-
Penunjuk : UUK
G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 16 jam inpartu
A kala 1 fase laten janin tunggal hidup presentasi
kepala.
Observasi KU, TVI, DJJ, His
Evaluasi kemajuan persalinan dengan patograf
P R/ SC jika tidak ada kemajuan persalinan dan DJJ
Irreguler
Kamis, 18 S Nyeri bekas luka operasi
Maret 2021
KU: Baik
O TD: 120/80 mmHg
HR: 82 x/menit
RR: 18 x/menit
21
T: 36,8ºC
TFU: sepusat
Kontraksi: baik
Perdarahan: aktif (+) sedikit
Lochia: rubra (sedang)
A
P
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, dan
perdarahan
- IVFD ringer lactate + 20 IU oksitosin gtt 20
x/menit, selama 12 jam ganti ringer lactate
kosong gtt 20x/menit
- kateter menetap 24 jam
- mobilisasi bertahap
- diet TKTP
- ASI on demand
- cek Hb post operasi
Terapi:
A
Post SC hari ke dua atas indikasi KPSW+ DKP
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum waktu kontraksi uterus. KPSW dapat terjadi pada usia kehamilan
aterm atau preterm.
2. Penegakan diagnosis kasus ini sudah tepat yaitu dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik.
3. Penatalaksanaan pada kasus sudah tepat dengan dilakukan tindakan aktif.
5.2 Saran
1. Bagi pasien dapat lebih rutin melakukan pemeriksaan ANC untuk
memeriksakan adanya risiko kehamilan seperti Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya.
2. Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang ketuban pecah
sebelum waktunya agar dapat dilakukan penanganan dini sehingga dapat
mengurangi komplikasi, mortalitas, dan morbiditas yang dapat terjadi pada
ibu dan bayi.
27
DAFTAR PUSTAKA