JAKARTA
LAPORAN KASUS
IMPETIGO KRUSTOSA
IMPETIGO KRUSTOSA
1320221155
Tanda Tangan
Tanggal
Mengesahkan :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan
judul impetigo krustosa. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Kulit dan Kelamin.
Penyusunan tugas laporan kasus ini terselesaikan atas bantuan dari banyak
pihak yang turut membantu terselesaikannya tugas laporan kasus ini. Untuk itu,
dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Hiendarto, Sp.KK atas bimbingannya selama ini dan juga tak
lupa kepada teman-teman seperjuangan di kepaniteraan klinik kulit dan kelamin
atas kerjasamanya selama penyusunan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi saya sendiri,
pembaca, maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Ambarawa,
Januari 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI.. iv
BAB I PENDAHULUAN.. 1
I.1. Latar Belakang. 1
I.2. Tujuan . 1
I.3. Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3
II.1. Definisi 3
II.2. Epidemiologi.. 3
II.3. Patogenesis. 4
II.4. Histopatologi... 5
II.5. Manifestasi Klinis 6
II.6. Diagnosis. 7
II.7. Diagnosis Banding... 7
II.8. Komplikasi... 8
II.9. Penatalaksanaan... 10
II.10. Proknosis 13
BAB III Laporan Kasus.. 14
III.1. Identias Pasien 14
III.2. Anamnesa... 14
III.3. Pemeriksaan Fisik... 14
III.4. Pemeriksaan Penunjang.. 17
III.5. Diagnosa Banding.. 17
III.6. Terapi. 17
III.7. Prognosis.... 17
BAB IV PEMBAHASAN.. 18
BAB V KESIMPULAN. 21
DAFTAR PUSTAKA 22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi
piogenik oleh bakteri Gram positif. Impetigo lebih sering terjadi pada usia
anak-anak walaupun pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan impetigo
tergolong tinggi, terutama melalui kontak langsung. Individu yang
terinfeksi dapat menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah
menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat di sekolah,
tempat penitipan anak atau pada tempat dengan hygiene buruk atau juga
tempat tinggal yang padat penduduk1,2,3
Impetigo krustosa merupakan jenis infeksi piogenik yang paling
banyak ditemukan di dunia (70% dari kasus impetigo).2,3,4 Impetigo
krustosa harus diobati secara cepat dan tepat karena dapat menyebabkan
beberapa komplikasi terutama glomerulonefritis akut.5 Terapi antibiotik
topikal merupakan pilihan pertama impetigo terutama bila lesi yang
terbatas, tanpa gejala sistemik atau komplikasi sementara terapi sistemik
dipertimbangkan bila diperlukan.1,5
I.2.
Tujuan
a. Memahami definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, tanda
gejala, diagnosa banding, komplikasi, penatalaksanaan dan prognosi
Impetigo Krustosa.
b. Dapat mengetahui dan membedakan diagnosa banding dari Impetigo
Krustosa.
c. Meningkatkan
kemampuan
dalam
penulisan
ilmiah
dibidang
kedokteran.
d. Memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di departemen
I.3.
Manfaat
a. Sebagai sumber informasi dan pelengkap bahan refrensi.
b. Untuk mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Definisi
Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit
superfisial yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus
group A beta-hemolitikus (GABHS), atau kombinasi keduanya dan
digambarkan dengan perubahan vesikel berdinding tipis, diskret, menjadi
pustul dan ruptur serta mengering membentuk krusta Honey-colored.
dengan tepi yang mudah dilepaskan.1,5
Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A betahemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian yang menemukan
50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus
aureus dan 20-45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus
dengan Streptococcus pyogenes. Namun di negara berkembang, yang
menjadi penyebab utama impetigo krustosa adalah Streptococcus
pyogenes.4,5,6 Staphylococcus aureus banyak terdapat pada faring, hidung,
aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya penyakit impetigo
krustosa2
II.2.
Epidemiologi
Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong
relatif sering. Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5
tahun dengan rasio yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di
Amerika, impetigo merupakan 10% dari penyakit kulit anak yang menjadi
penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit kulit peringkat tiga
terbesar pada anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4
tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun3. 1,3,4,6
Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah
lembab, seperti Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan
predominan, dengan puncak insiden di akhir musim panas. Anak-anak
3
prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi. Pada usia dewasa, lakilaki lebih banyak dibanding perempuan. 2 Disamping itu, ada beberapa
faktor yang dapat mendukung terjadinya impetigo krustosa seperti:
-
hunian padat
higiene buruk
hewan peliharaan
II.3.
Patogenesis
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman
menyebar dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian
berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit
wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.4
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain
sebelumnya (impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis,
psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks,
varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita,
gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi
pada semua umur2,7.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan
robekan pada epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut
menghasilkan suatu protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat
dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa2. Keluhan biasanya gatal
dan nyeri4
Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat
melalui kontak langsung dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi
pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada anak-anak sumber
infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak
lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa
sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari
anak-anak yang telah terinfeksi5.
II.4.
Histopatologi
Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian
atas. Terdapat vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris
berupa leukosit dan sel epidermis. Pada dermis terjadi inflamasi ringan
yang ditandai dengan dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. 5 Seringkali terjadi spongiosis yang mendasari
pustula. Pada lesi terdapat kokus Gram positif.2
5
II.5.
Manifestasi Klinis
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi
biasanya pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah,
leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya
eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk
vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau
pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen
mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honeycolored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan
sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen,
lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada
akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan
jaringan scar.1,4,5,8
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam
waktu beberapa minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi
dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih lama terutama bila
terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun
lesi juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).1,4
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90%
pasien tanpa pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat
disertai demam. Membran mukosa jarang terlibat. 1,4,5
Diagnosis
Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik dengan mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan
dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang seperti pewarnaan Gram,
biakan kuman, dan tes serologi serta histopatologi.2,8
Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih
terlihat bila pemeriksaan dilakukan saat lesi masih berupa vesikel.
Biasanya diperlukan pemeriksaan biakan kuman dan sensitivitas bila terapi
tidak menghasilkan respon baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi
kuman. Pada pemeriksaan serologi didapatkan ASO titer positif lemah
pada pioderma streptococcus. Leukositosis ditemukan pada sebagian
penderita impetigo krustosa. 2,8
II.7.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:
a. Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopi seperti asma, rhinitis alergika. Lesi
pruritus kronik dan kulit kering abnormal dapat disertai likenifikasi.3,9
b. Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan. 3
c. Herpes Simpleks
7
Komplikasi
1. Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan
penetrasi ke epidermis menjadi ektima. Ektima merupakan pioderma
pada jaringan kutan yang ditandai dengan adanya ulkus dan krusta
tebal.4,5
2. Selulitis dan Erisepelas
8
kelainan
inflamasi
yang
dapat
terjadi
karena
serius
yang
dapat
mempengaruhi
kehidupan
dan
Penatalaksanaan
A. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.9
Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
Memotong
kuku
untuk
menghindari
penggarukan
yang
memperberat lesi.
10
B. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk
memberikan kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah
penularan infeksi dan kekambuhan.3
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila
terdapat lesi yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.1
a. Pilihan Pertama (Golongan Lactam)
Golongan Penicilin (bakterisid)
o Amoksisilin+ Asam klavulanat
Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.3
Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)
o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10
hari.3
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.3
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari. 4
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari
untuk hari ke-2 sampai hari ke-4.4
2. Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas,
terutama pada wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat
topikal ini dapat sebagai profilaksis terhadap penularan infeksi pada
saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat lainnya.
Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.5,6
o Mupirocin
11
positif
Streptococcus.
seperti
Staphylococcus
dan
Salap
mupirocin
diindikasikan
2%
sebagian
besar
untuk
bekerja
menghambat
sintesis
protein
dengan
BAB III
LAPORAN KASUS
III.1. Identitas Pasien
13
Nama
: Sdr. M
Umur
: 14 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
No. CM
: 074416-2015
Alamat
: Baran RT 4 RW 1 Ambarawa
III.2. Anamnesa
A. Keluhan Utama
Gatal pada kaki kanan dan kiri.
B. Keluhan Tambahan
Terdapat gigi lubang dibagian bawah kanan dan kiri.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Gatal kurang lebih 1 bulan pasien rasakan pada kaki, yang awal
mulanya pada kaki kiri terlebih dahulu berupa melenting kecil yang
kemudian digaruk dan lama kelamaan menyebar. Nyeri (-), panas (-),
kurang lebih 1 minggu yang lalu luka sempat kering karena minum
obat, setelah obat habis gatal menjadi kambuh lagi dan basah.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya belum pernah mengalami hal yang sama.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal
yang sama.
F. Riwayat Alergi
Pasien mempunyai riwayat alergi makanan amis, namun tidak ada
alergi terhadap obat.
G. Riwayat Pengobatan
Obat minum terdapat 3 macam namun pasien lupa nama obatnya yang
diberikan oleh dokter.
H. Status Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pelajar SMP yang bertempat tinggal dengan
orang tua pasien. Biaya pengobatan dibiayai oleh orang tua pasien.
III.3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
14
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
TD : 120/80
RR: 20x/menit
Nadi: 80x/menit
B. Pemeriksaan Kepala
Bentuk Kepala
: Normocephale
Mata
: dbn
Leher
: dbn
C. Thorax
Pulmo
Cor
D. Abdomen
E. St. Dermatologis
Inspeksi
Distribusi
Efloresensi
: Erosi
Palpasi
15
b. Herpes Simpleks
c. Kandidiasis
d. Skabies
e. Ektima
III.6. Terapi
Cream Mertus
Cefadroxil 2x500 mg
Cetirizine HCL 1x10 mg (sore)
III.7. Prognosis
Dubia et Bonam apabila tidak ada penyakit lain sebelumnya.
Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat bertahan dan
menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa
ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi.
BAB IV
17
PEMBAHASAN
Dari anamnesa didapatkan identitas pasien dengan nama Sdr. M. usia 14
tahun, datang kepoli Kulit dan Kelamin RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
pada hari Kamis, 12 Februari 2015 dengan keluhan gatal di kaki kanan dan kiri.
Awal mula berupa melenting kecil kurang lebih 1 bulan yang lalu dirasakan pada
kaki kiri terlebih dahulu, kemudian digaruk dan lama kelamaan menyebar. Nyeri
(-), panas (-), kurang lebih 1 minggu yang lalu luka sempat kering karena minum
obat, setelah obat habis gatal menjadi kambuh lagi dan basah. Berdasarkan
literatur gatal dapat terjadi karena adanya suatu infeksi yang menyebabkan rasa
gatal pada kulit, melenting yang didapatkan pada penderita merupakan suatu
proses reaksi imunologi terhadap suatu infeksi. Penyebaran terjadi akibat garukan
sehingga infeksi bisa meyebar ke kaki sebelah.1,2,5
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan pasien tampak saki tringan,
kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg. Nadi 80x/menit.
Frekuensi napas 20x/menit. Pemeriksaan status dermatologis didapatkan distribusi
di ekstremitas inferior dengan efloresensi berupa erosi yang diperparah karena
garukan. Berdasarkan literature letak dikaki sangat sering didapat karena
kurangnya kebersihan, sehingga infeksi dapat terjadi. Efloresensi berupa erosi
terjadi akibat pecahnya vesikel sehingga secret yang keluar akan membentuk
gambaran erosi dan menyebar karena proses garukan. 1,2
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, berdasarkan literatur pasien
menderita impetigo krustosa dikarenakan bentuk dari efloresensi penderita dan
letaknya berada ditungkai pada panderia dewasa, karena pada tungkai bawah
kebersihan sangat kurang. Selain itu berdasarkan literatur yang penulis baca,
didapatkan gambaran yang serupa terhadap beberapa penyakit. Diagnosa banding
yang didapat diantaranya impetigo bulosa, varisella zoster, kandidiasis skabies,
ektima. 1,2,5,6
Impetigo bullosa menjadi diagnosa banding karena berdasarkan literatur
letak gatal pada penderita yaitu di tungkai bawah, akan tetapi bentuk impetigo
bullosa adalah eritema, bulla, bulla hipopion, sedangkan pada pasien ini
didapatkan bentuk erosi, oleh karena itu impetigo bullosa dapat disingkarkan. 1,2
18
sehingga
menghambat
aktivitas
coccus
Gram
positif
seperti
19
BAB V
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21
1.
Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N,
Griffiths C (eds). Rooks Text Book of Dermatology. 7 th ed. Turin: Blackwell. 2004.
p.27.13-15.
2.
Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP
(eds). Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-77.
3.
Family
Physician.
Vol.75.
No.6.
2007.
p.859-864.
Diunduh
dari:
http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10524.pdf
4.
Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial
Cutaneous Infection and Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7 th Ed. New York: McGraw Hill. 2008.
p.1695-1705.
5.
Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston
D.M (eds). Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10 th Ed. Canada:
Saunders Elsevier. 2006. p.255-6.
6.
7.
8.
Trozak D.J, Tennenhouse D.J, Russel D.J. Impetigo (Impetigo Crustosa). In:
Skolnik N.S (eds). Dermatology Skills For Primary Care: An Ilustrated Guide. New
Jersey: Humana Press. 2006. p.317-23.
9.
10.
Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et all
(eds). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7 th Ed. New York:
McGraw Hill. 2008. p.2113-15.
11.
2002.
Vol.324.
p.203.
Diunduh
dari:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/324/7331/203
12.
Mayo
clinic
staff.
Impetigo.
Diunduh
dari:
http://www.mayoclinic.com/health/impetigo/DS00464/DSECTION=complications.
22
13.
Wrong
Diagnosis.
Rheumatic
fever.
Diunduh
dari:
Diunduh
dari:
Diunduh
dari:
http://www.wrongdiagnosis.com/r/rheumatic_fever/intro.htm
14.
Wrong
Diagnosis.
Osteomielitis
http://www.wrongdiagnosis.com/o/osteomyelitis/intro.htm
15.
Wrong
Diagnosis.
Meningitis
http://www.wrongdiagnosis.com/m/meningitis/intro.htm
23