Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

KANDIDIASIS INTERTRIGINOSA

Oleh :
Cita Laelika Novialianti Putri
19360047

Pembimbing :
dr. Resati N P, M.Sc., Sp.KK, FINSDV

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
RS. Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
2020
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Alamat : Kemiling
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam

II. ANAMNESIS :
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 11 Februari 2020 pukul 10.42 WIB
Keluhan Utama :
Muncul bercak kemerahan pada lengan kanan dan kiri, leher, lipatan lutut
Keluhan Tambahan :
Gatal
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke Poliklinik kulit RSPBA dengan keluhan 10 hari yang lalu muncul
bercak kemerahan pada lengan kanan dan kiri, leher, lipatan lutut diikuti gatal.
Pada awalnya pasien hanya mengeluh terasa gatal, rasa gatal dirasakan bertambah
semakin hebat saat pasien berkeringat pada saat mengelas dan biasanya pasien
menggaruknya untuk mengurangi rasa gatal sehingga kulit daerah tersebut menjadi
kemerahan dan terkelupas. Pasien mengatakan bercak kemerahan yang dialami
semakin lama semakin melebar dan timbul bintik – bintik kecil di pinggiran bercak
kemerahan tersebut. Hal ini diakui pasien sangat mengganggu aktivitasnya dan
semakin diperberat dengan kondisi lingkungan yang panas dan lembab.
Riwayat Pengobatan Yang Didapat :
Sudah diberikan prednison 5mg, paracetamol 500mg, cetirizine 10 mg,
gabiten 50 mg
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


KU : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik
Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5 0C
RR : 22 x/menit
Status Generalis :
Kepala : Normocephali
Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Paru : SD vesikuler +/+ normal, ST -/-
Jantung : BH I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Supel, datar, BU (+)
Ekstremitas: Akral hangat, edema (-)
IV. STATUS DERMATOLOGIKUS
Regio : Regio cervical et fossa cubiti dextra sinistra et cruris
sinistra et poplitea dextra sinistra
Plak eritematosa, batas tidak tegas disertai krusta dan
skuama, tampak adanya erosi dan lesi satelit dikelilingi
vesikel dan pustul multiple di bagian tepi.
Distribusi : Generalisata
Efloresensi primer : Plak
Warna : Eritema
Ukuran : Miliar
Jumlah : Multiple
Efloresensi Sekunder : Papul, pustul, krusta
Konfigurasi :-
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak di lakukan

VI. RESUME
Tn. S datang ke Poliklinik kulit RSPBA dengan keluhan 10 hari yang lalu
muncul bercak kemerahan pada lengan kanan dan kiri, leher, lipatan lutut diikuti
gatal. Pada awalnya pasien hanya mengeluh terasa gatal, rasa gatal dirasakan
bertambah semakin hebat saat pasien berkeringat pada saat mengelas dan biasanya
pasien menggaruknya untuk mengurangi rasa gatal sehingga kulit daerah tersebut
menjadi kemerahan dan terkelupas. Pasien mengatakan bercak kemerahan yang
dialami semakin lama semakin melebar dan timbul bintik – bintik kecil di
pinggiran bercak kemerahan tersebut. Hal ini diakui pasien sangat mengganggu
aktivitasnya dan semakin diperberat dengan kondisi lingkungan yang panas dan
lembab.
Status Generalis : DBN
Status Dermatologis : Plak eritematosa, batas tidak tegas disertai krusta dan
skuama tampak adanya erosi dan lesi satelit dikelilingi vesikel dan pustul
multiple di bagian tepi.

VII. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding :
 Kandidiasis intertriginosa
 Tinea kruris
 Eritrasma

Diagnosis Kerja :
Kandidiasis intertriginosa

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN


 Pemeriksaan kulit atau usapan mukokutan dengan larutan KOH 10%
 Pemeriksaan biakan dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud (setelah 24 –
48 jam)
 Pewarnaan gram

X. PENATALAKSANAAN
Non farmakologik
• Hindari faktor pencetus (kelembapan, kebiasaan memakai pakaian yang tidak
menyerap keringat, kontak dengan penderita)
• Jangan menggaruk lesi
• Hindari pemakaian handuk atau yang lainnya secara bersama
• Semua pakaian dan alas tidur dicuci dengan air panas
• Mandi teratur, jaga kebersihan badan, dan mengganti pakaian
• Oleskan obat sesuai petunjuk dokter
• Konsumsi obat teratur

Farmakologik
 Sistemik
Antihistamin
R/ Cetirizine Hydrochloride 10 mg tab No. VII
∫ 1 dd 1 tab (bila gatal)
Anti fungi
R/ Ketoconazole tab No. VII
∫ 1 dd 1
Antibiotik
R/ Cefixime 100mg tab No. X
∫ 2 dd 1 tab
 Topikal
R/ Ketoconazol 2% krim I (anti fungi)

Klobetasol 0,05% krim I (kortikosteroid)

mf krim

∫ 2 dd u.e

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanitionam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad kosmetika : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Kandidiasis kutis (sinonim = kandidosis, moniliasis) adalah suatu
penyakit kulit bersifat akut atau sub akut yang disebabkan oleh infeksi jamur dari
genus Candida. Kandidiasis terbagi menjadi 2 macam yakni kandidiasis profunda
dan kandidiasis superfisial. Nama lain kandidiasis (kandidosis) kutis adalah
superficial kandidiasis atau infeksi kulit-jamur; infeksi kulit-ragi; kandidiasis
intertriginosa.
Berdasarkan letak gambaran klinisnya terbagi menjadi kandidosis
terlokalisasi dan generalisata. Predileksi Candida albicans pada daerah lembab,
misalnya pada daerah lipatan kulit. Organisme ini menyukai daerah yang hangat
dan lembab.

2.2 SINONIM
Kandidiasis adalah sebuah penyakit dimana sering juga disebut sebagai:
§ Candidosis
§ Moniliasis
§ Oidiomycosis
§ Trush 1,3,4,5

2.3 EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur,
baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas
tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih
banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan pada
musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air.
2.4 KLASIFIKASI
Kandidiasis kutis meliputi:
a. Lokalisata: intertriginosa dan daerah perianal
1) Kandidiasis intertriginosa
Lesi-lesi timbul pada tempat predileksi, yaitu daerah-daerah
lipatan kulit, seperti ketiak, bawah payudara, lipat paha,
intergluteal, antara ari-jari tangan dan jari-jari kaki, sekitar pusat,
dan lipat leher.

Gambar.1. Bercak kemerahan pada lipatan paha


Kelainan yang tampak berupa kemerahan kulit yang terbatas tegas,
erosi dan bersisik. Lesi-lesi tersebut sering dikelilingi oleh lesi-lesi
satelit berupa vesikel-vesikel dan pustula milier, yang bila memecah
meninggalkan daerah- daerah yang erosi dan selanjutnya dapat
berkembang menyerupai lesi-lesi primernya. Kelainan pada sela-sela
jari sering ditemukan pada orang yang banyak berhubungan dengan
air, seperti tukang cuci atau petani sawah, orang- orang yang memakai
kaus dan sepatu terus-menerus.
Kandidiasis pada kaki dan sela-sela jari ini sering dikenal “kutu air”.
Kulit di sela-sela jari menjadi lunak, terjadi maserasi dan dapat
mengelupas menyerupai kepala susu.
Faktor predisposisi kandidiasis intertriginosa ini ialah diabetes
melitus, kegemukan , banyak keringat, pemakaian obat-obat antibiotik,
kortikosteroid. Sitostatik, dan penyakit-penyakit yang mrnyebabkan
daya tahan tubuh menurun.
2) Kandidiasis perianal
Infeksi kandida pada kulit sekitar anus, yang banyak ditemukan
pada bayi-bayi, dikenal sebagai kandidiasis popok ( Diaper rash). Hal
ini sering disebabkan oleh popok basah yang tidak segera diganti
sehingga menyebabkan iritasi kulit sekitar genitalia dan anus. Popok
yang basah menyebabkan maserasi kulit, dan karena adanya lubang-
lubang alamiah (anus) yang banyak mengandung kandida maka dapat
tumbuh dengan subur dan terjadilah kandidiasis perinal dan kandidiasis
popok.
Kulit di sekitar anus, lipat paha, kemaluan, perineum, dan lipat
pantat menjadi merah, erosi, dan bersisik halus putih. Pemakaian
antibiotik dan kortokosteroid dapat menjadi faktor yang mempermudah
terjadinya infeksi kandida di daerah-daerah ini.
b. Kandidiasis kutis generalisata
Lesi terdapat pada glabrous skin. Biasanya daerah intertriginosa ikut
terkena, seperti lipat payudara, intergluteal, umblikus, ketiak, lipat paha,
sering disertai glossitis, stomatitis, dan paronikia. Kelainan dapat berupa
eksematoid yang disertai vesikel-vesikel dan pusrula-pustula milier yang
generalisata.

Gambar.2. Lesi dijumpai di lipatan payudara


c. Kandidiasis kutis granulomatosa
Bentuk ini sering menyerang anak-anak. Lesi berupa papul merah
yang ditutupi oleh krusta yang tebal bewarna kuning kecoklatan dan
melekat erat pada dasarnya, membentuk granuloma menyerupai
tanduk.
Lokasi tersering adalah pada muka, kepala, tungkai dan di dalam
rongga faring. Otomikosis ialah infeksi jamur di ddalam liang telinga
yang dapat disebabkan oleh Candida albicans. Dikatakan bahwa
28,3% dari otomikosis disebabkan oleh kandida.

2.5 ETIOLOGI
Penyebab tersering Kandidiasis adalah Candida albicans. Spesies
patogenik yang lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C.
krusei, C. pseudotropicalis, C. lusitaneae. Genus Kandida adalah grup heterogen
yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian besar dari spesies kandida tersebut
patogen oportunistik pada manusia, walaupun mayoritas dari spesies tersebut
tidak menginfeksi manusia. C. albicans adalah jamur dimorfik yang
memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida, sehingga
merupakan penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.

Candida albicans

2.6 PATOGENESIS
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi
yang komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.
Faktor penentu patogenitas kandida adalah :
1. Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies
dilaporkan dapat menyebabkan proses pathogen pada manusia. C.
albicans adalah kandida yang paling tinggi patogenitasnya.
2. Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube,
sedang germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian
terpenting untuk melekat adalah suatu glikoprotein permukaan atau
mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
3. Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu
tumbuh dalam kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa.
Dimorfisme terlibat dalam patogenitas kandida. Bentuk blastospora
diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan
mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi
lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi.
4. Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen
toksik. Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai
adhesion dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein
intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara mekanik.
5. Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang
dihasilkan oleh C. albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.
Mekanisme pertahanan pejamu :
1. Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi
kandida. Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor
predisposisi terjadinya kandidiasis.
2. Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan
cairan dalam mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non
spesifik menghambat atau membunuh mikroba.
3. Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag
jaringan untuk memakan dan membunuh spesies kandida merupakan
mekanisme yang sangat penting untuk menghilangkan atau memusnahkan
sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida yang siap difagosit oleh
granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah difagosit.
Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag
berperan dalam melawan kandida melalui pembunuhan intraseluler
melalui system mieloperoksidase (MPO).
4. Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam
pertahanan melawan infeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya
defek spesifik imunitas seluler pada penderita kandidiasi mukokutan
kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan infeksi HIV.
Sistem imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang
memperlihatkan titer antibodi antikandida yang tinggi dapat menghambat
fagositosis.

Mekanisme imun seluler dan humoral : tahap pertama timbulnya


kandidiasis kulit adalah menempelnya kandida pada sel epitel disebabkan adanya
interaksi antara glikoprotein permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian
kandida mengeluarkan zat keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis
fosfolipid membran sel epitel. Bentuk pseudohifa kandida juga mempermudah
invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan kandida mengeluarkan faktor
kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar
kandida mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan
mengaktifasi komplemen dan merangsang terbentuknya imunoglobulin.
Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen-antibobi di permukaan sel
kandida, yang dapat melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain
itu kandida juga akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.
Mekanisme non imun : interaksi antara kandida dengan flora normal kulit
lainnya akan mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti
glukosa.
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat
mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi
antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari
dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein
merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas
adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida
albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Pada umumnya Candida
albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi
bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu.
Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun
eksogen, antara lain :
1. Faktor endogen :
a. Perubahan fisiologik
1) Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
2) Kegemukan, karena banyak keringat
3) Debilitas
4) Iatrogenik
5) Endokrinopati, gangguan gula darah kulit
6) Penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan
umum yang buruk.
b. Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
c. Imunologik : penyakit genetik.
2. Faktor eksogen :
a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.

Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan


Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh
manusia karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh.
Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu
tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi.
Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta
invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi
adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase.
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut,
feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat
membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh.
Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur,
yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit
patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih
lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan
ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam
jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya
nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada
keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang
masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa. Rippon (1974)
mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu
lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi.
Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut
biasanya hanya terdapat blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan
miselium. Kandidosis di permukaan alat dalam biasanya hanya mengandung
blastospora yang berjumlah besar, pada stadium lanjut tampak hifa.
Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan klinik,
misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan jaringan
yang disebabkan oleh Candida albicans dapat berupa peradangan, abses kecil
atau granuloma. Pada kandidosis sistemik, alat dalam yang terbanyak terkena
adalah ginjal, yang dapat hanya mengenai korteks atau korteks dan medula
dengan terbentuknya abses kecil-kecil berwarna keputihan. Alat dalam lainnya
yang juga dapat terkena adalah hati, paru-paru, limpa dan kelenjar gondok.
Mata dan otak sangat jarang terinfeksi. Kandidosis jantung berupa proliferasi
pada katup-katup atau granuloma pada dinding pembuluh darah koroner atau
miokardium. Pada saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus yang
kadang-kadang sangat kecil sehingga sering tidak terlihat pada
pemeriksaan. Manifestasi klinik infeksi Candida albicans bervariasi
tergantung dari organ yang diinfeksinya.

Gambar 3 Kandidosis intertriginosa: A pada area inframama, B lesi di bawah


ketiak

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat
hebat. Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan, semakin
meluas, makula atau papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil
yang kemudian menjadi lebih besar). Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit,
genital, bokong, di bawah payudara, atau di daerah kulit yang lain.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :


 Pemeriksaan langsung
Pemeriksaan dengan kerokan kulit dengan penambahan KOH 10% akan
memperlihatkan elemen candida berupa sel ragi, blastospora, pseudohifa atau
hifa bersepta. Pemeriksaan langsung tidak dapat menetukan identifikasi
etiologi secara spesifik dan kurang sensitive dibandingkan dengan biakan.
Pemeriksaan langsung mempunyai nilai sensitifitas dan spesifisitas sebesar
89,4% dan 83,90%.
 Pemeriksaan Biakan
Biakan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk mendiagnosis
infeksi Candida. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) merupakan media
standar yang banyak digunakan untuk pemeriksaan jamur. Media ini
mengandung 10 gr pepton, 40 gr glukosa, dan 10 gr agar, serta
ditambahkan 1000 ml air. Penambahan antibiotika (biasanya
kloramfenikol) pada SDA digunakan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Biakan di inkubasi pada suhu kamar yaitu 25-270C dan
diamati secara berkala untuk melihat pertumbuhan koloni (biasanya
dalam jangka waktu 10 – 14 hari). Koloni berwarna putih sampai
kecoklatan, basah, atau mukoid dengan permukaan halus dan dapat
berkerut.

 Pemeriksaan Serologi
Untuk mendeteksi adanya antibodi Candida yang berkisar pada tes
immunodifusi yang lebih sensitif seperti counter immunoelectrophoresis
(CIE), enzyme- linked immunosorbent assay (ELISA), and radio
immunoassay (RIA). Produksi empat atau lebih garis precipitin dengan tes
CIE telah menunjukkan diagnosis kandidiasis
pada pasien yang terpredisposisi.

 Pemeriksaan histologi

Didapatkan bahwa spesimen biopsi kulit dengan pewarna periodik acid schiff
(PAS) menampakkan hifa tak bersepta. Hifa tak bersepta yang menunjukkan
kandidiasis kutaneus berbeda dengan tinea.

Gambar.4. Penampang jamur dilihat dibawah mikroskop

2.9 DIAGNOSIS BANDING


 Kandidiasis Intertriginosa
- Predileksi di daerah lipatan paha
- Efloresensinya berupa lesi lesi pada daerah-daerah lipatan kulit,seperti
ketiak, bawah payudara, lipat paha, intergluteal terdapat bercak
kemerahan kulit yang berbatas tegas, erosi dan bersisik, lesi tersebut
dikelilingi oleh satelit berupa pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah
meninggalkan daerah erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang
seperti lesi primer.
- Lesi relatif lebih basah.
 Tinea Kruris
- Predileksi di daerah lipatan paha
- Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah
hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat
bersifat akut atau menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran
yang berupa makula yang eritematous dengan erosi dan kadang-kadang
terjadi ekskoriasis. Pinggir kelainan kulit tampak tegas dan aktif
- Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya
makula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi.
 Eritrasma
- Predileksinya pada lipat paha bagian dalam sampai skrotum pada laki-laki,
pada wanita sampai labia mayora, aksila dan intergluteal.
- Eritem luas berbatas tegasdengan skuama halus dan terkadang erosif.
Jarang disertaiinfeksi, fluororesensi merah bata yang khas dengan sinar
wood. Pada daerah lesi terasa sangat panas, tidak disertai lesi satelit, lesi
kering

2.10 PENATALAKSANAAN
Non farmakologik
• Hindari faktor pencetus (kelembapan, kebiasaan memakai pakaian yang
tidak menyerap keringat, kontak dengan penderita)
• Jangan menggaruk lesi
• Hindari pemakaian handuk atau yang lainnya secara bersama
• Semua pakaian dan alas tidur dicuci dengan air panas
• Mandi teratur, jaga kebersihan badan, dan mengganti pakaian
• Oleskan obat sesuai petunjuk dokter
• Konsumsi obat teratur

Farmakologik
Terapi topikal
o Larutan ungu gentian: - 0,5 % untuk selaput lendir 1-2% untuk kulit
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari
o Nistatin dapat diberikan berupa krim, salep, emulsi.
o Golongan azol
- krim atau bedak mikonazol 2%
- bedak, larutan dan krim klotrimazol 1%
- krim tiokonazol 1%
- krim bufonazol 1%
- krim isokonazol 1%
- krim siklopiroksolamin 1%
o Antimikotik topikal lain yang berspektrum luas.
Terapi sistemik:
o CTM atau anti histamin lain dengan dosis 1 – 2 kali 1 tablet sehari
bagi orang dewasa dan dosis 1 – 2 kali ½ tablet buat anak – anak
(bila gatal)
o Nistatin tablet
o Amfoterisin B (Intravena; untuk kandidasis sistemik)
o Kotrimazol (pada kandidiasis vaginalis dapat diberikan kotrimazol
500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan
ketokonazol 2 x 200mg dosis tunggal atau dengan flukonazol
150 mg dosis tunggal)
o Itrakonazol (pada kandidiasis vulvovaginalis
o Dosis untuk orang dewasa 2x100 mg sehari, selama 3 hari)

Grup azole adalah obat antimikosis sintetik yang berspektrum luas.


Termasuk ketokonazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol dan ekonazol.
Mekanisme kerja dari grup azole adalah menghambat sintesis dari ergosterol
mengubah cairan membran sel dan mengubah kerja enzim membran.
Hasilnya dalam penghambatan replikasi dan penghambatan transformasi
bentuk ragi ke bentuk hifa yang merupakan bentuk invasive dan patogenik
dari parasit.
Nistatin dan amfoterisin adalah polyene yang aktif melawan beberapa
fungi tapi hanya bekerja sedikit pada sel mamalia dan tidak bekerja pada
bakteri. Obat ini mengikat membrane sel dan menghalangi fungsi
permeabilitas dan transport.
Terbinafine adalah alinamine yang merupakan fungisida jangkauan
yang luas pada kulit pathogen. Obat ini menghambat epoxidase yang terlibat
dalam sintesis ergosterol dari bagian dinding sel jamur.

2.11 KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :
1. Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit.
2. Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan
mungkin menginfeksi daerah di sekitar kuku.
3. Disseminated candidiasis yang mungkin terjadi pada tubuh yang
immunocompromised.

2.12 PROGNOSIS
Prognosis kutaneus kandidiasis umumnya baik, bergantung pada berat
ringanya faktor predisposisi. Biasanya dapat diobati tetapi sekali-kali sulit
dihilangkan. Infeksi berulang merupakan hal yang umum terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2008. Pp:103-6
2. SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Atlas
Penyakit Kulit dan Kelamin. Airlangga University Press, 2007. Pp:86-92
3. Siregar, R.S. Atlas Berwana Saripati Penyakit Kulit . Edisi 3. EGC. Jakarta.
2014.
4. Anonim. Karakteristik Candida albicans. Available from: http://www.
smallcrab.com/kesehatan/25-healthy/415-karakteristik-candida-albicans. 2014.
5. Lies Marlysa Ramali, Sri Wardani. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam:
Dermatomikosis superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2005;55-66
6. Janik M.P., Michael P H.: Yeast Infection: Candidiasis and Tinea (Pityriasis)
Versicolor, in: Katz G.S., Paller B.G., Wolff K. (eds), Fitzpatrick Dermatology in
general Medicine, 6th ed. The McGraw Hill Companies, 2008, Chapter 189. pp.
1822-1830

Anda mungkin juga menyukai