Anda di halaman 1dari 64

Case Report

AN. V, 8 TH 6 BULAN
DHF GRADE I + DEMAM THYFOID

Disusun Oleh :
Tya Wihelmia Febriany, S.Ked.
NPM. 19360152

Perseptor :
dr. Astri Pinilih, Sp.A.
\

KEPANITERAAN KLINIK ILMUKESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT PERTAMINA - BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT

“An. V, 8 Th 6 Bulan
Dhf Grade I + Demam Thyfoid”

Yang diajukan oleh :

TYA WIHELMIA FEBRIANY, S.KED.


NPM: 19360152

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Studi Pendidikan Profesi
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung

Mengetahui :

dr. Astri Pinilih, Sp.A.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT PERTAMINA - BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2021

1
2

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Identitas Pasien

No. Rekam Medik : 158439

Nama : An.V

Umur : 8, 6 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Rajabasa, 23 Oktober 2012

Agama : Islam

Alamat : Rajabasa

Masuk RS Tanggal : 21 April 2021

Diagnosis Masuk : DHF+Demam Thyfoid

Ruang Perawatan : Gedung C (Bangsal Anak)

Identitas Orang tua

Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny. S
Umur 44 tahun 38 tahun
Pendidikan SLTP SLTP
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga

II. ANAMNESIS

Dilakukan Secara Alloanamnesa (Ibu Pasien)

Lokasi : RS Pertamina Bintang Amin (Ruang Bangsal Anak)


3

Tanggal : 22 April 2021 / Pukul 17.00 WIB

Keluhan Utama

Demam sejak 3 hari SMRS.

Keluhan Tambahan

Keluhan disertai dengan mual (+) muntah (+) 1x, lemas, nafsu makan

menurun.

Riwayat Perjalan Penyakit

Os datang ke IGD RSPBA pada tanggal 21 April 2021 pukul 10.20 WIB.

Ibu Os mengatakan Os demam sejak 3 hari yll. Demam timbul mendadak

disertai naik turun, demam naik terutama pada sore dan malah hari dan

menurun pada pagi hari. Pada hari pertama demam timbul pada malam hari dan

turun pada pagi hingga siang harinya. Pada hari kedua demam timbul pada sore

hari hingga malam hari dan turun pada pagi harinya. Pada hari ketiga demam

naik pada sore hari hingga malam hari dan turun pada pagi harinya. Disertai

mual (+), muntah (+) 1x berisi cairan dikarenakan os tidak mau makan.

Mimisan (-), gusi berdarah (-), tidak ada tanda-tanda perdarahan lainnya.

Turgor kulit normal <2s, mata cekung (-),bibir kering, mukosa bibir kering,

lidah kotor, BAK normal, lemas, ibu os mengatakan nafsu makan os menurun

Riwayat Penyakit Dahulu

– Thypoid – Campak
– Tuberkulosis – Disentri
– Difteri – Hepatitis
– Batuk rejan – Influenza
4

– DBD – Kholera
– Pneumonia – Alergi
– Kejang Demam – Epilepsi

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga os tidak ada yang mengalami hal serupa.

Riwayat Pengobatan

Os sudah mengkonsumsi obat penurun panas

Riwayat Alergi

Sampai saat ini os tidak ada alergi obat dan makanan

Riwayat Kehamilan & Persalinan Ibu

 Kehamilan : Cukup bulan, tidak ada keluhan, rutin kontrol bidan setiap

bulan.

 Persalinan : Lahir spontan, cukup bulan, presentasi kepala, langsung

menangis.

 BBL : 3.600 gr.

 PBL : 49 cm.

Riwayat Makan & Minum

 ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun

 Setelah 6 bulan, selain ASI juga diberikan makanan pendamping ASI

berupa bubur, buah yang dilumatkan, nasi tim

 Mulai usia 1 tahun pasien mengkonsumsi makanan keluarga dengan

frekuensi makan 3 kali sehari dengan lauk pauk bervariasi

Riwayat Imunisasi

Imunisasi dasar lengkap


5

Riwayat Sosial,Ekonomi& Lingkungan

 Kondisi ekonomi cukup.

 Tetangga lingkungan rumah pasien ada yang megalami gejala serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit sedang.

Kesadaran : compos mentis.

Tanda-tanda Vital

 Nadi : 114 kali/menit.

 Pernapasan : 24 kali/menit

 Suhu : 36,2 oC

 SpO2 : 98 %

Status Gizi

 BB : 20 kg  IMT/U : 15,12 (Normal)

 PB : 115 cm

 LK : 50 cm

 LD : 65 cm

 LILA : 18 cm

 LP : 62 cm

Status Generalisata

Kepala

 Bentuk : normosefali.

 Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.


6

 Mata : Sklera ikterik (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), pupil

isokor (+/+).

 Telinga : Nyeri tekan auricular (-), massa (-).

 Hidung : Pernafasan cuping hidug (-/-), sekret (-/-).

 Mulut : Bibir kering (+), mukosa kering (+), pecah pecah (-), lidah

kotor(coated tongue) (+)

Leher

Kelenjar limfe & kelenjar tiroid tidak tampak membesar.

Thorax

 Inspeksi : sianosis (-), retraksi dada (-), massa (-), perubahan

warna kulit (-).

 Palpasi : fokal fremitus pada seluruh lapang paru.

 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.

 Auskultasi : vesikuler, ronkii basah halus (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat, DBN, massa (-).

 Palpasi : iktus kordis teraba, massa (-), tenderness (-).

 Perkusi : dalam batas normal.

 Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

 Inspeksi : DBN, warna sama dengan kulit sekitar, massa (-).

 Palpasi : tidak ada pembesaran.


7

 Perkusi : timpani (+).

 Auskultasi : massa (-), tenderness (-), hepar dan lien tidak teraba.

Genitalia

Dalam batas normal.

Ekstremitas

Akral hangat (+), kaku sendi (-), sianosis (-), edema (-).

Status Neurologi

- Kesadaran : Composmentis

- GCS : E4V5M6

- Tanda Rangsang Meningeal

 Kaku Kuduk :-

 Brudzinsky 1 :-

 Brudzinsky 2 : -/-

 Laseque : >70o│70o

 Kernig : >135o│135o

Saraf Kranial

1) N.1 (Olfactorius)

Kanan Kiri Keterangan


Daya Pembau Dbn Dbn Dalam Batas
Normal

2) N.II (Opticus)

Kanan Kiri Keterangan


Daya Penglihatan Dbn Dbn Dalam Batas
Normal
Lapang Pandang Dbn Dbn
8

Pengenalan Warna

3) N.III (Oculomotorius)

Kanan Kiri Keterangan


Ptosis (-) (-)

Pupil

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran ± 2mm ±2mm

Akomodasi Baik Baik Dalam Batas

Reflek Pupil Normal

Langsung (+) (+)

Tidak Langsung (+) (+)

Gerakan Bola Mata Dbn Dbn

Kedudukan Bola mata ortoforia ortoforia

4) N.IV (Trokhlearis)

Kanan Kiri Keterangan


Gerak Bola Mata Dbn Dbn Dalam Batas
Normal

5) N.V (Trigeminus)

Kanan Kiri Keterangan


Motorik Dbn Dbn Dalam Batas
Normal
Sensibilitas

Opthalmikus Dbn Dbn

Maxilaris Dbn Dbn


9

Mandibularis Dbn Dbn

6) N. VI (Abduscens)

Kanan Kiri Keterangan


Gerak Bola Mata Dbn Dbn
Dalam Batas
Normal
Strabismus (-) (-)

7) N.VII (Facialis)

Kanan Kiri Keterangan


Motorik

Saat Diam Simetris Simetris

Mengernyitkan Dahi Dbn Dbn


Dalam Batas
Senyum Dbn Dbn
Normal
Memoperlihatkan Gigi Dbn Dbn

Daya perasa 2/3anterior Tidak Tidak

lidah dilakukan dilakukan

8) N.VIII (Vestibulo-Kokhlearis)

Kanan Kiri Keterangan


Pendengaran
Tuli Konduktif (-) (-)
Tuli Sensorieural (-) (-) Dalam Batas
Vestibular Normal
Vertigo (-) (-)
Nistagmus (-) (-)

9) N.IX (Glossofaringeus)

Kanan Kiri Keterangan


Arkus Farings Simetris Simetris Dalam Batas
10

Daya Perasa 1/3 Tidak Tidak


Normal
posterior Lidah Dilakukan Dilakukan

10) N.X (Vagus)

Kanan Kiri Keterangan


Arkus farings Simetris Simetris
Disfonia - - Dalam Batas
Refleks Muntah Tidak Tidak Normal
dilakukan Dilakukan

11) N.XI (Assesorius)

Kanan Kiri Keterangan


Motorik

Menoleh Dbn Dbn


Dalam Batas
Normal
Mengangkat Bahu Dbn Dbn

Trofi Eutrofi Eutrofi

12) N.XII (Hipoglossus)

Kanan Kiri Keterangan


Motorik Dbn Dbn

Trofi Eutrofi Eutrofi


Dalam Batas
Normal
Tremor (-) (-)

Disartri (-) (-)

- Refleks

Refleks Kanan Kiri Keterangan


Fisiologis Dalam Batas

Biseps (+) (+) Normal

Triseps (+) (+)

Patella (+) (+)


11

Achilles (+) (+)

Patologis

Hoffman Tromer (-) (-)

Babinski (-) (-)

Caddock (-) (-)

Openheim (-) (-) Dalam Batas

Gordon (-) (-) Normal

Schaeffer (-) (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan darah hematologi&tubex tf pada 21 April 2021.

HEMATOLOGI
No Pemeriksaan Hasil Angka Normal Satuan

.
Lk: 14-18,
1 Hemoglobin 11,6 gr/dl
Wn: 12-16
2 Leukosit 6.300 4.500-10.700 UI
3 Hit. Jenis Leu Basinofil 0 0-1 %
4 Hit. Jenis Leu Eosinofil 0 0-3 %
5 Hit. Jenis Leu Batang 1 2-6 %
6 Hit. Jenis Leu Segmen 69 50-70 %
7 Hit. Jenis Leu Limfosit 27 20-40 %
8 Hit. Jenis Leu Monosit 3 2-8 %
Lk: 4.6-6.2,
9 Eritrosit 4,0 106/ul
Wn 4.2-6.4
10 Hematokrit 35 Lk 50-54, Wn 38-47 %
11 Trombosit 88.000 159.000-400.000 UI
12 MC 81 80-96 FI
13 MCH 28 27-31 Pg
12

14 MCHC 35 32-36 gr/dl


ALC (Absolute
15 1.701
Lympocyte Count)
NLR (Neutrophil
16 2,69
Lympocyte Ratio)
IMUNOLOGI
No Hasil
Pemeriksaan
.
1 Tubex TF Positif (+6)
2 SARS-CoV-2 Antigen Negatif (-)

Hasil pemeriksaan darah hematologi pada 22 April 2021.

HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Angka Normal Satuan
Lk: 14-18,
1 Hemoglobin 10,6 gr/dl
Wn: 12-16
2 Leukosit 4.600 4.500-10.700 UI
3 Hit. Jenis Leu Basinofil 0 0-1 %
4 Hit. Jenis Leu Eosinofil 0 0-3 %
2-6 %
5 Hit. Jenis Leu Batang 1

50-70 %
6 Hit. Jenis Leu Segmen 57

20-40 %
7 Hit. Jenis Leu Limfosit 36

2-8 %
8 Hit. Jenis Leu Monosit 6

Lk: 4.6-6.2,

9 Eritrosit 3,7 Wn 4.2-6.4 106/ul

Lk 50-54, Wn 38-47 %
10 Hematokrit 31

159.000-400.000 UI
11 Trombosit 80.000

80-96 FI
12 MC 84

27-31 Pg
13 MCH 29

32-36 gr/dl
14 MCHC 34
13

ALC (Absolute Lympocyte


15 1.656
Count)

NLR (Neutrophil
16 1,61
Lympocyte Ratio)

Hasil pemeriksaan darah hematologi pada 23 April 2021.

HEMATOLOGI
No Pemeriksaan Hasil Angka Normal Satuan

.
Lk: 14-18,
1 Hemoglobin 11,2 gr/dl
Wn: 12-16
2 Leukosit 5.600 4.500-10.700 UI
3 Hit. Jenis Leu Basinofil 0 0-1 %
4 Hit. Jenis Leu Eosinofil 0 0-3 %
5 Hit. Jenis Leu Batang 1 2-6 %
6 Hit. Jenis Leu Segmen 57 50-70 %
7 Hit. Jenis Leu Limfosit 36 20-40 %
8 Hit. Jenis Leu Monosit 6 2-8 %
Lk: 4.6-6.2,
9 Eritrosit 4,2 106/ul
Wn 4.2-6.4
10 Hematokrit 33 Lk 50-54, Wn 38-47 %
11 Trombosit 79.000 159.000-400.000 UI
12 MC 79 80-96 FI
13 MCH 27 27-31 Pg
14 MCHC 34 32-36 gr/dl
ALC (Absolute
15 2.688
Lympocyte Count)
NLR (Neutrophil
16 0,89
Lympocyte Ratio)

Hasil pemeriksaan darah hematologi pada 24 April 2021.

HEMATOLOGI
No Pemeriksaan Hasil Angka Normal Satuan
14

.
Lk: 14-18,
1 Hemoglobin 10,6 gr/dl
Wn: 12-16
2 Leukosit 5.900 4.500-10.700 UI
3 Hit. Jenis Leu Basinofil 0 0-1 %
4 Hit. Jenis Leu Eosinofil 0 0-3 %
5 Hit. Jenis Leu Batang 1 2-6 %
6 Hit. Jenis Leu Segmen 31 50-70 %
7 Hit. Jenis Leu Limfosit 61 20-40 %
8 Hit. Jenis Leu Monosit 7 2-8 %
Lk: 4.6-6.2,
9 Eritrosit 3,8 106/ul
Wn 4.2-6.4
10 Hematokrit 30 Lk 50-54, Wn 38-47 %
11 Trombosit 103.000 159.000-400.000 UI
12 MCV 79 80-96 FI
13 MCH 28 27-31 Pg
14 MCHC 36 32-36 gr/dl
ALC (Absolute
15 3.233
Lympocyte Count)
NLR (Neutrophil
16 0,52
Lympocyte Ratio)

V. DAFTAR MASALAH

 Anamnesis :

 Demam sejak 3 hari

 Mual

 Muntah 1x

 Lemas

 Nafsu makan menurun

 Pemeriksaan Fisik :

 Lidah kotor (coated tongue)

 Bibir kering
15

 Mukosa kering

 Pemeriksaan Penunjang :

 Tubex TF (+6).

 Dengue Fever IgG Reaktif (+)

VI. DIAGNOSIS

DHF Grade I +Demam Thyfoid

VII. DIAGNOSIS BANDING

 Demam Thyfoid

 Dengue Hemoragic Fever

 Malaria

VIII. Resume

Os datang ke IGD RSPBA pada tanggal 21 April 2021 pukul 10.20 WIB.

Ibu Os mengatakan Os demam sejak 3 hari yll. Demam timbul mendadak

disertai naik turun, demam naik terutama pada sore dan malah hari dan

menurun pada pagi hari. Pada hari pertama demam timbul pada malam hari dan

turun pada pagi hingga siang harinya. Pada hari kedua demam timbul pada sore

hari hingga malam hari dan turun pada pagi harinya. Pada hari ketiga demam

naik pada sore hari hingga malam hari dan turun pada pagi harinya. Disertai

mual (+), muntah (+) 1x berisi cairan dikarenakan os tidak mau makan. Os

merasa lemas, nafsu makan menurun, dan bab (-).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan nadi 110x/menit, pernapasan 24

x/menit regular, suhu 39.0 oC, SpO2 98%. Pada px. status mulut ditemukan

adanya lidah kotor dengan tepi hiperemis.


16

Pada Pada pemeriksaan laboratorium tgl 21 April 2021, didapatkan Hb:

11,6 g/dL, Eritrosit: 4,0 μL, Hematokrit: 35 μL,trombosit : 88.000. Px.

hematologi Tubex tf (+6)

IX. TATALAKSANA

Tatalaksana Awal di IGD  IVFD RL XX tpm/makro.

 Inj. Ceftriaxon 1x1g

 Inj. Ondansetron 2x2mg

 Sanmol syr 3x2 cth

 Multivitamin syr 1x1 cth


Tatalaksana Lanjutan oleh DPJP  IVFD RL XVIII tpm

 Inj. Ceftriaxon 1x1 gr/iv

 Inj. Ondansetron 3x2 mg/iv

 Sanmol syr 4x2 cth

 Curcuma 1X1 tab


X. ANJURAN PEMERIKSAAN

 Darah lengkap

 Tubex TF

XI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

XII. FOLLOW UP

21/4/21 S:  Demam
17

 Mual

 Muntah

 Lemas

 Nafsu makan menurun


O:  HR : 98 x/menit  T : 39,0 °C

 RR : 24 x/menit SpO2 : 98%


A: DHF Grade I + Demam Thyfoid
P:  IVFD RL XX tpm/makro

 Inj. Ceftriaxon 1x1 gr/iv

 Inj. Ondansetron 2x2 mg/iv

 Sanmol syr 3x2 cth

 Curcuma syr 1x1 cth


S:  Demam

 Lemas

 Nafsu makan menurun


O:  HR : 92 x/menit  T : 38,0 °C

 RR : 26 x/menit SpO2 : 99%


A: DHF Grade I + Demam Thyfoid
22/4/21
P:  IVFD RL XX tpm/makro

 Inj. Ceftriaxon 1x1 gr/iv

 Inj. Ondansetron 3x2 mg/iv

 Sanmol syr 4x2 cth

 Curcuma syr 1x1 cth


23/4/21 S:  Sudah tidak ada keluhan
O:  HR : 106 x/menit T : 36.2 °C

 RR : 24 x/menit SpO2 : 99%


A: DHF Grade I + Demam Thyfoid
P:  IVFD RL XVIII tpm/makro
18

 Inj. Ceftriaxon 1x1 gr/iv

 Inj. Ondansetron 2x2 mg/iv

 Sanmol syr 4x2 cth

 Curcuma syr 1x1 cth

S:  Sudah Tidak ada keluhan


O:  HR : x/menit T : °C

 RR : x/menit  SpO2 : 98%


A: DHF Grade I + Demam Thyfoid
P:  IVFD RL XVIII tpm/makro
24/4/21
 Ondansetron 3x2 mg/iv

 Paracetamol sirup 4x2 cth

 BLPL
BAB II

ANALISIS KASUS

Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Dari anamnesis didapatkan bahwa os mengalami demam sejak 3 hari yll disertai mual (+)

muntah (+) 1x isi air, lemas dan nafsu makan menurun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan lidah kotor (coated tongue)

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Px. hematologi Tubex tf (+6) dan Dengue

Fever IgG Reaktif

TEORI DHF

Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue timbulnya mendadak, tinggi (dapat

mencapai 39-40°celcius). Demam ini hanya berlangsung untuk 2-7 hari. Dikenal istilah pola

demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari kemudian sempat

turun mendadak menjadi normal, disertai dengan berkeringat banyak dan keadaan tampak

lemah. Kemudian suhu naik lagi dan baru turun kembali saat fase penyembuhan

1. Demam tinggi akut dan terus menerus 2-7 hari

2. Terdapat minimal 1 manfestasi perdarahan

- uji bendung positif

- ptekie, ekimosis, purpura,

- perdarahan mukosa, sal. Cerna, epistaksis,

- hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (100.000/ml atau kurang)

16
17

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma

- Peningkatan hematokrit > 20% dari nilai standar

- Penurunan kadar hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan

- Tanda kebocoran plasma: efusi pleura, asites, hiponatremia

Trombosit : Trombositopeni <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan

pandangan besar. Biasa ditemukan antara hari sakit ketiga-ketujuh. Biasanya terjadi sebelum

peningkatan hematokrit dan sebelum suhu turun.

IgM muncul pada perjalanan penyakit hari 4-5 yang kemudian diikuti dengan IgG. Dengan

mendeteksi IgM pada serum pasien, dapat ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5

dan <6 minggu). IgM hanya dapat bertahan dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga

tidak boleh dijadikan satu-satunya uji diagnostik pengelolaan kasus

TEORI DEMAM THYPOID

Secara garis besar gejala-gejala yang timbul pada demam tifoid dapat dikelompokkan

menjadi:

• Demam satu minggu atau lebih.

• Gangguan saluran pencernaan.

• Gangguan kesadaran.

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada

umumnya, seperti demam, nyeri kepala, malaise, anoreksia, mual, muntah, diare,

konstipasi.
18

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan

suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat

setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.

PEMERIKSAAN FISIK

Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi. Kesadaran

menurun, delirium, sebagian anak mempunyai lidah tifoid yaitu di bagian tengah kotor dan

bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai dari pada

splenomegali. Kadang kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium imunologi Tubex TF didapatkan positif 6.

Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi kuantitatif 10 menit untuk deteksi

Demam Tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella typhi, melalui deteksi spesifik

adanya serum antibodi lgM tersebut dalam menghambat (inhibisi) reaksi antara

antigen berlabel partikel lateks magnetik (reagen warna coklat)

Skal Interprestasi Keterangan

a
<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid

3 Bouderline Lakukan pengambilan darah ulang 3-5

hari kemudian

4-5 Positif Indikasi demam tifoid


>6 Positif Indikasi kuat infeksi demam tifoid

ANALISIS DIAGNOSIS BANDING


19

Demam Berdarah Dengue (DHF)

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai

dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.

Sindrome renjatan dengue (dengue shock syndrome) adal demam berdarah dengue yang ditandai

oleh renjatan/syok

Demam Thyfoid

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella Typhi.Gejala awal, demam intermiten yang meningkat perlahan lahan terutama

pada sorehingga malam hari. Gejala sistemik nyeri kepala, malaise, anoreksia,

nausea,myalgia, hepatomegali/splenomegaly, bradikardia relative. Gejala gastrointestinal

diare, obtipasi, lidah tampak kotor dengan warna putih ditengah (coated tongue)

Malaria

Malaria dijadikan sebagai diagnosa banding, karena dari anamnesa dan pemeriksaan

ditemukan gejala yang mirip dengan klinis malaria antara lain demam, lemah, dan nafsu

makan menurun. Diagnosis banding malaria dapat disingkirkan karena pada kasus ini demam

tidak disertai menggigil. Pada malaria bisa ditemukan pucat/anemia, splenomegali, kadang

ikterik, kencing berwarna coklat (black water fever) sedangkan pada kasus ini gejala tersebut

tidak ditemukan. Pemeriksaan darah tebal dan tipis dilakukan untuk memastikan sekaligus

menyingkirkan malaria sebagai diagnosa.

PENATALAKSANAAN
20

● IVFD RL XVIII tpm (makro)

● Inj. Ceftriaxon 1x1 gr/iv

● Inj. Ondansetron 3x2 mg/iv

● Sanmol syr 4x2 cth

● Curcuma syr 1x1 cth

ANALISIS TATALAKSANA

Penggantian cairan

Jenis cairan

Cairan yang menjadi pilihan utama untuk pasien DBD adalah Cairan Kristaloid.Jenis

cairan koloid hanya diberikan pada perembesan plasma massif yang ditunjukkan dengan nilai

hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan kristaloid

yang adekuat.

Ceftriaxon

Merupakan obat yang diberikan pada infeksi serius yang disebabkan oleh

bakteri.Dosis yang diberikan 20 - 50 mg/kg/hari sampai 80 mg/kg/hari.

Antipiretika

Diberikan Paracetamol 10-15 mg/kgbb/kali apabila suhu diatas > 38 C dengan

interval 4 – 6 jam.

Ondansentron
21

Ondansentron merupakan obat selektif terhadap reseptor antagonis 5-Hidroksi-

Triptamin di otak.Dimana selektif dan keompetitif untuk mencegah mual dan muntah.Dosis

yang diberikan adalah 4-8mg/kgBB. Pada intravena diberikan dosis tunggal yaitu 0,1

mg/kgBB.

Curcuma

Merupakan suplemen makanan untuk meningkatkan nafsu makan.

BAB III
22

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)

3.1.1 Definisi

Dengue haemorrhagik fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue dan disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti yang disertai manifestasi perdarahan

dan cenderung menimbulkan syok dan kematian.

Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang dalam istilah asing Dengue

Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh

virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi

mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan

kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin

juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia

kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit

ini diperkirakan lebih kurang 7 hari.

Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur.

Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih banyak menyerang anak-anak,

tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi

penderita Demam Berdarab Dengue pada orang dewasa. Faktor lingkungan memainkan

peranan bagi terjadinya wabah. Lingkungan dimana terdapat banyak air tergenang dan

barang-barang yang memungkinkan air tergenang merupakan tempat ideal bagi

penyakit tersebut.

3.1.2 Etiologi
23

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus

dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang

sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis

serotipe, yaitu; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang

terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan

perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di

daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.

Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang

menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Vektor utama dengue di Indonesia adalah

Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus betina.

3.1.3 Cara Penularan

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit

Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus

dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan

sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama

4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.

Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut

terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri

dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya.

Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk

menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada
24

dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang

telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.

Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap

darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang

diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk

ke orang lain.

3.1.4 Patofisiologi

Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif

sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat

menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus de-ngue

akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus

limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel

monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel

dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk

komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit,

virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif

terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus

lainnya.

Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu

netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity

(ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau

neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi

virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan

dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.
25

Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih

kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan antibody

dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan,

bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan

terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka

waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh

serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena

antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks

dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi

bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi

internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL- 6, tumor necrosis

factor-alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi

peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan

kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh

yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat

ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang

terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan

bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock

hipolemik) dan perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang

terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut

terjadi non neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya,

bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses

enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan

mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.


26

Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus

tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi

sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan

menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue di

dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.

Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis DBD, di

antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus

dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan

pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya.

Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau

kejadian DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan

kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48-72% penderita DBD, terbentuk kompleks

imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat menempel pada trombosit, sel B dan

sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang

lain. Selain itu ada teori moderator yang menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi

virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF

dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya sok septik,

demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.

Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa

hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi

virus; kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolic.

3.1.5 Manifestasi Klinis


27

Manifestasi klinis virus dengue sangat bervariasi tergantung daya tahan tubuh dan

virulensi virus itu sendiri.Mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan tidak

spesifik(Undifferentiated Fever), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan

Sindrom syok Dengue (SSD).

1. Demam Dengue

Pada demam dengue (DD) dapat dijumpai keadaan-keadaan berikut :

- Demam tinggi tiba-tiba (>39oC), menetap 2-7 hari, kadang bersifat Bifasik

- Muka kemerahan (Flushing Face)

- Nyeri seluruh tubuh ; nyeri kepala, nyeri belakang mata terutama bila digerakkan,

nyeri otot, nyeri tulang, nyeri sendi dan nyeri perut

- Mual, muntah-muntah, tidak nafsu makan

- Timbul ruam merah halus sampai petekie

- Laboratorium terdapat leukopeni hingga trombositopenia

Namun demam dengue yang disertai perdarahan harus dibedakan dengan

DBD. Pada penderita demam dengue tidak ada tanda-tanda kebocoran plasma dan

sebaliknya.

2. Demam Berdarah Dengue

Perbedaan DD dengan DBD terletak pada patofisiologi penyakit tersebut, di

mana pada DBD terdapat kelainan homeostasis dan perembesan plasma yang

dibuktikan dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.

Kriteria diagnosis DBD menurut WHO 1997 :


28

a) Klinis

-Demam tinggi tiba-tiba selama 2-7 hari, tanpa sebab yang jelas

-Terdapat menifestasi perdarahan berupa ; uji turniket +, petekie, ekimosis,

purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau

melena

-Pembesaran hati (hepatomegali)

b) Laboratorium

- Trombositopenia (trombosit < 100.000/μl)

- Hemokonsentrasi ; peningkatan hematokrit >20%

Kriteria kliniknya yaitu demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7

hari dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh

antipiretik, manifestasi perdarahan: manipulasi (uji tourniquet +) dan spontan

(petekie, ekimose, perdarahan gusi, hematemesis atau melena), pembesaran hati, dan

syok. Sedangkan kriteria laboratoriknya adalah trombositopenia: jumlah trombosit <

100.000/mm3 dan hemokonsentrasi meningginya nilai hematocrit atau HB >20%

dibandingkan dengan nilai pada masa konvalesense (Rampengan, 2007).

Tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang berat (WHO, 2009):

- Edema paru

- Sianosis

- Syok ireversibel

Menurut misnadiarly (2009) demam berdarah memiliki tanda sebagai berikut:

1. Tidak nafsu makan


29

2. Muntah

3. Nyeri kepala

4. Nyeri otot dan persendian

Keluhan-keluhan beberapa pasien DBD antara lain:

1. Nyeri tenggorokan

2. Rasa tidak enak

3. Nyeri tekan pada lengkung iga kanan

4. Rasa nyeri perut yang menyeluruh

5. Suhu badan biasanya tinggi.

Sedangkan menurut (soedarto 2012) demam dengue menunjukan gejala-gejala klinis

sebagai berikut:

1. Demam tinggi yang timbul mendadak

2. Sakit kepala yang berat terutama dibagian depan

3. Nyeri dibelakang mata

4. Sakit seluruh badan

5. Mual dan muntah

Diagnosis ditegakkan dengan dua kriteria klinis + dua kriteria laboratoris.

Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia memperkuat diagnosis.

Menurut WHO 1997, DBD dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :.


30

I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah

uji turniket +

II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain

III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan dalam, tekanan nadi

menurun <20 mmHg, hipotensi,sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan lembab,

tampak gelisah

IV Syok berat, nadi tidak dapat diraba tekanan darah tidak dapat diukur

3. Sindrom Syok Dengue

Biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun biasanya antara hari ke

3 sampai ke 7.Gejala yang timbul sesuai dengan keadaan syok :

- Pasien tampak gelisah

- Akral dingin dan pucat, kulit lembab

- Hipotensi, penurunan tekanan nadi (<20 mmHg)

- Nadi cepat dan lemah

- Turgor kulit menurun

- Mata cekung

- Pada bayi ubun-ubun dapat terlihat cekung

Syok terkompensasi

 Takikardia

 Takipnea

 Tekanan nadi ( perbedaanantara sistolik dan diastolic ) < 20 mmHg

 Waktu pengisian kapiler > 2 detik

 Kulit dingin
31

 Produksi urin menurun, < 1 ml/kgBB/jam

 Gelisah

Syok dekompensasi

 Takikardia

 Hipotensi ( sistolik dan diastolic turun)

 Nadi cepat dan kecil

 Pernapasan Kusmaull atau hiperpne

 Sianosis

 Kulit lembab dan dingin

 Profound shock, nadi tidak teraba tekanan darah tidak terukur


3.1.6 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk

spektrum infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD

karena DBD adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian

yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi

memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria

WHO sangat membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis

masuk rumah sakit), sehingga catatan medis dapat dibuat lebih tepat.

Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah

tanda laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil

laboratorium tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan

serologi.

Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997

ialah :

Kriteria klinis :

- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari

- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena

- Pembesaran hati

- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi

Kriteria laboratorium :

- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)

- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%.

32
33

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :

- Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

- Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan

spontan.  Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

- Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan

lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh

rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.

- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah

tidak dapat diperiksa.

3.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu

pemeriksaan lengkap darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini

berfungsi untuk mengikuti perkembangan dan diagnosa penyakit. Darah

adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bagian cairan disebut

plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume dari darah secara

keseluruhan sekitar 5 liter, yaitu 55 % cairan dan 45 % sisanya terdiri dari

sel darah yang dipadatkan yang berkisar 40-47 %.

Sel darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit)

dan trombosit. Eritrosit bentukya seperti cakram kecil bikonkaf, cekung

pada sisinya. Jumlah eritrosit pada darah normalnya 5.000.000/μl. Lekosit

terdiri dari dua yaitu non granulosit dan granulosit. Sel granulosit terdiri dari

neutrofil, eosinofil, basofil. Sel non granulosit terdiri dari limfosit dan
34

monosit. Sel lekosit merupakan sel yang peka terhadap masuknya agen

asing dalam tubuh dan berfungsi sebagai sistim pertahanan tubuh. Jumlah

normal dalam darah 8.000 μl. Sel ini diproduksi di sumsum tulang belakang.

Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah merah. Jumlahnya

sekitar 300.000/μl. Perannya penting dalam penggumpalan darah.

Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

A. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada

penderita DHF. Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan

penyaring untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit.

Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8

cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku. Prinsip : Bila

dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak sebagai

bercak merah kecil pada permukaan kulit yang disebut Ptechiae.

B. Pemeriksaan Hemoglobin

Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi

kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan

keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar

hemoglobin >14 gr/100 ml. Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan

dengan metode sahli dan fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang

dilakukan adalah metode fotoelektrik. Prinsip : Metode fotoelektrik

(cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah menjadi cianmeth

hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan kalium


35

sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter

hijau.

C. Pemeriksaan Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya

hemokonsentrasi, yang merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.

Nilai peningkatan ini lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat

dilakukan dengan metode makro dan mikro. Prinsip : Mikrometode yaitu

menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan

% dari volume darah itu.

D. Pemeriksaan Trombosit

Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat

pasien didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di

lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut

normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /μl atau

kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10

lapang pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi. Prinsip : Darah

diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel

kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan

menggunakan faktor konversi jumlah trombosit per μ/l darah.

E. Pemeriksaan Lekosit

Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan

sampai lekopenia ringan. Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis

(larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik

hitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah lekosit per μ/l darah.
36

F. Pemeriksaan Bleding time (BT)

Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang

menutup kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah

trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam

darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu

perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang. Prinsip : Waktu

perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah dilakukan

penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan tersebut

secara spontan.

G. Pemeriksaan Clothing time (CT )

Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan

hemostatis. Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur

waktunya mulai dari keluarnya darah sampai membeku.

H. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)

Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit

plasma biru ≥ 4 % dengan berbagai macam bentuk : monositoid,

plasmositoid dan blastoid. Terdapat limfosit Monositoid mempunyai

hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit non

monositoid (plasmositoid dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM

positif. Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel

jenis-jenis lekosit.

Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan

karna limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal

antigen secara spesifik dan mampu membedakan penentu antigenik,


37

sehingga respon imunnya bersifat spesifik. Respon imun spesifik adalah

reaksi tubuh terhadap antigen mencakup rangkain interaksi selluler yang di

ekspresikan dengan panyebaran produk-produk sel spesifik. Sel yang

berperan dalam respon imun spesifik adalah limfosit, yaitu limfosit B dan

limfosit T. Limfosit yang normal berukuran kecil, kira-kira sebesar eritrosit,

berbentuk bulat dengan diameter 8-10 μ. Inti limfosit penuh hampir mengisi

sebagian besar dari ukuran sel, kromatin padat dan berwarna biru,

sitoplasma tidak mengandung granula. Limfosit yang berstimulasi dengan

antigen akan mengalami perubahan struktural dan biokimia. Istilah yang

biasa untuk menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara lain

limfosit plasma biru, limfosit reaktif, limfosit atipik.

Limfosit Plasma Biru adalah mononucleus yang besar dengan

kromatin nucleus yang homogen dan halus dengan sitoplasma biru tua dan

bervakuola, berdiameter 20μ. Jumlah limfosit plasma biru yang ditemukan

pada preparat darah hapus untuk penyakit DHF biasanya ≥ 4 % dan apabila

dilakukan pemeriksaan lmfosit plasma biru pada buffy coat akan terlihat

lebih banyak / meningkat 20% - 50%. (Imam Budiwiyono,2002)

Peningkatan jumlah limfosit atipik/limfosit plasma biru ≥ 4 % di daerah

darah tepi dan dijumpai pada hari sakit 3-7. Limfosit plasma biru pada

preparat darah tepi ada bermacam-macam. Macam-macam limfosit plasma

biru yang dapat kita lihat pada preparat darah hapus adalah bentuk

monositoid, plasmasitoid, dan bentuk blastoid. Bentuk monositoid cirinya

yaitu set oval besar, inti berbentuk oval atau melekuk kromatin inti

menggumpal. Irregular pada sitoplasma terdapat vakuolisasi. Bentuk


38

plasmasitoid cirinya yaitu sitoplasma lebar dengan inti seperti pada sel

plasma sitoplasma biru muda/biru gelap dan ada daerah perinuklear yang

jernih. Bentuk blastoid cirinya yaitu sel bulat inti terdapat nukleoli

sitoplasma biru gelap. Terdapat limfosit plasma biru dalam bentuk

monositoid dengan IgG positif berhubungan dengan DBD derajat penyakit

II, sedangkan bila ditemukan limfosit plasma biru dalam bentuk blastoid

dan plasmasitoid IgM positif berhubungan dengan DHF derajat penyakit I.

Selain ditemukannya peningkatan jumlah limfosit pada darah tepi juga dapat

dilakukan pemeriksaan lain yang juga menunjukkan kespesifikan daripada

penyakit DHF (Dengue Hemorrhagic Fever).

a b c

Gambar 5. Macam-macam limfosit plasma biru a. monositoid b. plasmasitoid

c. Blastoid

2. Pencitraan

A. Pemeriksaan rontgen dada

Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi

pleura, terutama di sebelah hemitoraks kanan. Pemeriksaan sebaiknya

dilakukan dalam posisi Right Lateral Decubitus (RLD), pasien

berbaring dengan posisi miring ke kanan selama 10-15 menit,


39

kemudian dilakukan pengambilan foto dengan arah sinar

anteroposterior. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari ke-4 sakit.

Pleural efusion Index (PEI) dapat digunakan sebagai prediktor

terjadinya sindrom syok dengue (SSD) pada anak. Anak dengan PEI

>9% memiliki resiko 6 kali lebih besar untuk mengalami SSD.

Gambar 6. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue

B. Pencitraan Ultrasonografis

Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan

yang penting tidak menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat

diperiksa sekaligus berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan

cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam

penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai

alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang

lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung

empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ

tersebut berbeda bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV.

3. Pemeriksaan Serologi

Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :

- Uji hambatan hemaglitinasi (Haemagglutination Inhibiton = HI test)


40

Perlu diperhatikan adalah uji ini tidak spesifik artinya tidak dapat

menunjukkan tipe virus yang menginfeksi, kenaikan titer konvalesens 4x

lipat dan titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut

atau konvalesens dianggap sebagai presumptif positif, atau diduga keras

positif infeksi dengue yang baru terjadi.

- Uji Netralisasi (NT test)

Paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memakai cara

yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu

berdasrkan reduksi dari plake yang terjadi. Uji ini tidak dapat dipakai

secara rutin karena rumit dan memerlukan waktu lama.

- Uji fiksasi komplemen

- Uji Elisa Anti Dengue Ig M

- Tes Dengue Blot.

Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM

positif menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena

sensitifitas pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer

lebih rendah, dan harganya relatif lebih mahal. Prinsip : Antibodi dengue

baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh anti-human IgM dan IgG

yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa.

Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat

pula menimbulkan keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering

menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-3. Kit serodiagnostik

yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit

3-4 akan dijumpai peningkatan Ig M lalu meningkat dan mencapai


41

puncaknya dan menurun kembali dan menghilang pada hari sakit ke 30-

60. Peningkatan Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai

puncak pada hari ke 15 kemudian menurun dalam kadar rendah seumur

hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G

sehingga kadarnya naik dengan cepat sedangkan Ig M menyusul

kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke 2-3 pada klinis

mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.

Gambar 7. Respon imun terhadap infeksi dengue

Respon imun terhadap infeksi dengue :

Antibodi Ig M :

- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi

- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca

infeksi primer singkat

Antibodi Ig G :

- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala

- Meningkat pada infeksi primer

- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun


42

Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig

M anti dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus

didiagnosis peningkatan Ig G anti dengue.

Gambar 8. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue

3.1.8 Tatalaksana

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan

memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya

Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).

Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam

Berdarah Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya

peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma,

dan gangguan hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam

Berdarah Dengue dan Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat

simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah

dehidrasi. Berikan nasihat kepada orang tua agar anak diberikan minum

banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain – lain. Selain itu

diberikan pula obat antipiretik golongan parasetamol. Penggunaan


43

antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada penanganan demam.

Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 39 0C

dengan dosis 10 – 15 mg/KgBB/kali.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam

tinggi, anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB

dalam 4 – 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak

dapat diberikan cairan rumatan 80 – 100 ml/KgBB/hari dalam 24 jam

berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap diberikan disamping larutan

oralit. Bila terjadi kejang demam, disamping diberikan antipiretik, diberikan

pula antikonvulsif selama masih demam.

Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 – 5 yang

memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam

hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda

vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12

jam sekali) perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah

ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat

mencegah syok.

Cairan intravena diperlukan apabila :

1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga

tidak mungkin diberikan minum per oral

2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala

Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus

menerus selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda

perdarahan spontan, disertai penurunan jumlah trombosit, dan


44

peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien datang, berikan

cairan kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar

hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12 – 24

jam. Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak

tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar

PCV cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut –

turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Apabila

dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan

dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan

dalam 24 – 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada

perbaikan, yaitu : anak tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi

meningkat, deuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk,

serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan menjadi 10

ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam,

maka tetesan di naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum

terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15

ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak

distress pernafasan menjadi lebih berat dan ht naik maka berikan

koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30

ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah

segar 10 ml/KgBB/jam. Bila terdapat asidosis, ¼ dari cairan total

dikeluarkan dan diganti dengan larutan berisi 0,167 mol/liter

Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0,9 % +

glukosa ditambah ¼ Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi


45

cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada

diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6

% (5 – 8 %) seperti tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 – 8 %)

Berat Waktu Masuk (Kg) Jumlah Cairan tiap hari

< 7 Kg 220 ml/KgBB/hari

7 – 11 Kg 165 ml/KgBB/hari

12 – 18 Kg 132 ml/KgBB/hari

> 18 Kg 88 ml/KgBB/hari

Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah,

nafas cepat, nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi

menyempit, bibir biru, tangan dan kaki dingin, dan tidak ada

produksi urin. Langkah yang harus dilakukan adalah segera berikan

infus kristaloid 20 ml/KgBB secepatnya dalam 30 menit dan

oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam diberikan

bersama koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi

tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4 – 6 jam, serta periksa

pula elektrolit dan gula darah.

Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan

kristaloid belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau

koloid sebanyak 10 – 20 ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid

ini diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid,


46

diberikan secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah,

keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4 – 6 jam.

Lakukan pula koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah.

Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan

nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi

10 ml/KgBB/jam dan dipertahankan hingga 24 jam atau sampai

klinis stabil dan Ht menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan

menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht stabil, kemudian

secara bertahap diturunkan menjadi 5 ml/Kg/BB/jam dan

seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak

melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi,

sedangkan Ht menurun tapi masih > 40%, berikan darah dalam

volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan massif,

berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10

ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP pada syok berat kadang

diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak

dianjurkan

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit

dengan resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan

sebanyak 10 – 20 ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut antara lain :

1. Dekstan

2. Gelatin

3. Hydroxy Ethyl Starch (HES)

4. Fresh Frozen Plasma (FFP)


47

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena

prosedur CVP bersifat traumatis untuk anak dengan

trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga

mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur

pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak

banyak.

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan

pertimbangan bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada

keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka

pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP)

yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah

agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah

dapat pula diberikan packed red cell (PRC).

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan

masuk kembali dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan

pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya edem paru.

Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat

penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi

terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke

awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya

menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati

tidak perlu diberikan transfusi.

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir

sebagai berikut:
48

Gambar 8. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.


49

Gambar 9. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.

Gambar 10. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.


50

Gambar 11. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.

Kriteria memulangkan pasien antara lain:

 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

 Nafsu makan membaik

 Tampak perbaikan secara klinis

 Hematokrit stabil

 Tiga hari setelah syok teratasi

 Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat

 Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura

atau asidosis).
51

3.2 DEMAM THYFOID

3.2.1 Definisi

Penyakit demam tifoid (typhoid fever) atau yang biasanya disebut

tifus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonellatyphi

yang menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi, bakteri

tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara

berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. Demam tifoid termasuk penyakit

menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962

tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang

mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat

menimbulkan wabah.

Penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan

yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau pembawa

bakteri dan biasanya keluar bersama-sama dengan tinja. Transmisi juga

dapat terjadi secara transplasenta dari seorang ibu hamil dalam kondisi

bakteremia kepada bayinya (Soedarno et al., 2008). Demam tifoid

mempunyai gejala klinik yang tidak spesifik. Gejala klinik demam tifoid

yang timbul bervariasi, dari ringan sampai dengan berat. Gejala klinik

demam tifoid pada minggu pertama sakit yaitu berupa keluhan demam,

nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, diare, serta

perasaan tidak enak di perut, dan dapat disertai batuk. Manifestasi klinik

demam tifoid pada 8 minggu kedua akan tampak semakin jelas. Demam

tifoid bila tidak ditangani dengan baik, dapat mengakibatkan komplikasi


52

seperti perdarahan intestinal, perforasi usus, trombositopenia, koagulasi

vaskular diseminata, hepatitis tifosa, miokarditis, pankreatitis tifosa, hingga

kematian.

3.2.2 Epidemiologi

Demam tifoid dan paratifoid adalah infeksi enterik yang disebabkan

oleh bakteri Salmonella enterica serovar Typhi (S. Typhi) dan Paratyphi A,

B, dan C (S. Paratyphi A, B, dan C), masing-masing, secara kolektif disebut

sebagai Salmonella tifoid, dan penyebab demam enterik. Manusia adalah

satu-satunya reservoir untuk Salmonella Typhi dengan penularan penyakit

yang terjadi melalui rute fecal-oral, biasanya melalui konsumsi makanan

atau air yang terkontaminasi oleh kotoran manusia.

Diperkirakan 17 juta kasus penyakit demam tifoid dan paratifoid

terjadi secara global pada tahun 2015 terutama di Asia Selatan, Asia

Tenggara, dan Afrika sub-Sahara, dengan beban dan insiden terbesar yang

terjadi di Asia Selatan. Tanpa diobati, baik demam tifoid maupun paratifoid

mungkin fatal dengan 178.000 kematian diperkirakan di seluruh dunia pada

tahun 2015. Insiden demam tifoid bervariasi berdasarkan usia. Di negara-

negara endemik, insiden tertinggi terjadi pada anak-anak yang lebih muda,

sedangkan kejadian serupa di semua kelompok usia di pengaturan beban

rendah. Sebuah studi dari tahun 2004 menggunakan data dari penelitian

yang diterbitkan untuk mengekstrapolasikan tingkat kejadian berdasarkan

kelompok usia dan melaporkan insiden tertinggi pada anak-anak di bawah

usia 5 tahun dalam pengaturan insiden tinggi. Perkiraan model dari 2015
53

Global Burden of Disease study (GBD 2015) menunjukkan tifus tingkat

insiden demam menurun seiring pertambahan usia.

3.2.3 Patogenesis

Salmonella typhi yang menginfeksi ke dalam tubuh hospesakan

menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Salmonella typhi

berkembang biak dilamina propia dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama

oleh makrofag. Salmonella typhi dapat hidup dan berkembang biak di dalam

makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaquepeyeri ileum distal dan

kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus

torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam

sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan

menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.

Bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar

sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi

yang mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-

tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, sakit kepala dan

sakit perut.

Imunitas humoral pada demam tifoid berperan dalam menegakkan

diagnosis berdasarkan kenaikan titer antibodi terhadap antigen

bakteriSalmonella typhi. Imunitas seluler berperan dalam penyembuhan

penyakit, berdasarkan sifat antigen yang hidup intraselluler. Adanya

rangsangan antigen bakteri akan memicu respon imunitas humoral melalui

sel limfosit B, kemudian berdiderensiasi menjadi sel plasma yang akan


54

mensintesis immunoglobulin (Ig). Antibodi O IgM akan terbentuk pertama

kali setelah tubuh terinfeksi Salmonella typhi. IgM bersifat sementara,

kemudian akan terjadi peningkatan antibodi terhadap flagela H (IgG). IgM

akan muncul pada hari ke 3-4 demam (Marleni, 2012; Rustandi 2010).

Imunitas humoral pada demam tifoid berperan dalam menegakkan diagnosis

berdasarkan kenaikan titer antibodi terhadap antigen bakteriSalmonella

typhi. Imunitas seluler berperan dalam penyembuhan penyakit, berdasarkan

sifat antigen yang hidup intraselluler. Adanya rangsangan antigen bakteri

akan memicu respon imunitas humoral melalui sel limfosit B, kemudian

berdiderensiasi menjadi sel plasma yang akan mensintesis immunoglobulin

(Ig). Antibodi O IgM akan terbentuk pertama kali setelah tubuh terinfeksi

Salmonella typhi. IgM bersifat sementara, kemudian akan terjadi

peningkatan antibodi terhadap flagela H (IgG). IgM akan muncul pada hari

ke 3-4 demam.

3.2.4 Gejala Klinis

Gejala demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang

tidak memerlukan perawatan hingga gejala berat yang memerlukan

perawatan. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.

Pada awal periode penyakit ini, penderita demam tifoid mengalami

demam. Sifat demam adalah meningkat perlahanlahan terutama pada sore

hingga malam hari.

Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise,

anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Gejala


55

gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat

mengeluh diare, obtipasi, atau obtipasi kemudian disusul dengan diare,

lidah tampak kotor dengan warna putih ditengah, hepatomegali dan

splenomegali.

3.2.5 Diagnosis

1. Anamnesa

- Demam naik turun secara bertahap (intermitten) pada minggu

pertama, demam naik terutama saat sore dan malam hari, pada

minggu kedua demam tinggi terus menerus

- Anak sering mengigau, malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala,

nyeri perut, konstipasi atau diare, mual, muntah, perut kembung,

bradikardia relatif

- Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran,

kejang, dan ikterus

2. Pemeriksaan Fisik

- Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan lidah tifoid (coated

tongue) yaitu lidah bagian tengah terkihat kotor dan bagian pinggir

terlihat hiperemis.

- Hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali

3. Pemeriksan Penunjang

- Darah Tepi

 Anemia, umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang,

defisiensi Fe, atau perdarahan usus


56

 Leukopenia, namun jarang < 3000/ul

 Limfositosis relatif

 Trombositopenia minimal, terutama pada demam tifoid berat

- Serologi

 Serologi Widal

- Reaksi antara aglutinin penderita terhadap antigen O dan

antigen H bakteri Salmonella Thypii

- Hasil positif jika kenaikan titer O 4x lipat atau 1/320 pada

fase akut ke fase konvalensen

 Tubex TF

- Mendeteksi Ig M terhadap antigen Salmonella Thypii

- Hasil positif jika (+ 4 – 6)

- Kultur (Biakan Salmonella)

 Merupakan gold standar pemeriksaan demam thypoid

 Biakan darah pada minggu 1

 Biakan feses pada minggu 2

 Biakan urin pada minggu 3

- Radiologis

 Foto thorax apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia

 Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal

seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna. Pada

perforasi usus akan tampak gambaran airfluid level, serta udara

bebas pada abdomen


57

3.2.6 Penatalaksanaan

- Antibiotik

 Kloramfenikol (first line) 50-100 mg/kgBB/hari terbagi

dalam 4 dosis per oral/intravena selama 10-14 hari. Efek

samping : penekanan sumsum tulang

 Amoxicilin 100 mg/kbBB/hari per oral/intravena selama 10

hari

 Golongan sefalosporin : Ceftriaxone 80 mg/kgBB/hari per

IV/IM sekali sehari selama 5-7 hari, atau Cefixime 20

mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis per oral selama 10

hari, sangat efektif diberikan pada pasien MDRST/

resistensi antibiotik terhadap Salmonella Thypii

 Golongan Sulfonamid : Cotrimoxazole 48 mg/kgBB/hari

terbagi dalam 2 dosis (Trimetoprim 8 mg/kgBB.hari +

Sulfametoxazole 40 mg/kgBB/hari), dapat diberikan pada

pasien MDRST

- Kortikosteroid digunakan pada kasus thypoid toxic (demam tifoid

berat disertai dengan gangguan kesadaran tanpa adanya kelainan

neurologis lainnya)

Obat : antibiotic (disesuaikan) disertai dexamethasone 1-3

mg/kgBB/hari per IV terbagi dalam 3 dosis hingga kesadaran

membaik

- Terapi Suportif
58

 Tirah baring / Bed Rest

 Pemenuhan kebutuhan cairan dan kalori (tinggi protein,

lunak, rendah serat)

 Pemantauan : apabila pada hari ke 4-5 setelah pengobatan

demam tidak reda, segera evaluasi kembali apakah terdapat

komplikasi, sumber infeksi lain, ataupun kemungkinan

resistensi salmonella thypii terhadap antibiotik

- Tindakan bedah diperlukan apabila terdapat komplikasi seperti

perforasi usus
59

BAB IV

KESIMPULAN

Dengue Hemoragic Fever atau DHF adalah infeksi akut yang

disebabkan oleh arbovirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

aegepty serta Aedes albopictus. Demam ini biasanya terjadi terutama pada

anak-anak. Siklus penularannya yaitu dari manusia ke nyamuk dan ke

manusia lagi.

Gejala klinik: demam tinggi mendadak 2-7 hari, manifestasi

perdarahan, px bisa jatuh dalam keadaan syok akibat perdarahan hebat dan

atau kebocoran plasma.Terdapat minimal 1 manfestasi perdarahan seperti,

uji bendung positif, ptekie, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, sal.

Cerna, epistaksis,hematemesis atau melena. Trombositopenia (100.000/ml

atau kurang)

Demam tifoid adalah infeksi akut saluran cerna yang disebabkan

oleh Salmonella typhi. Patogenesis demam tifoid melalui kuman

Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang

terkontaminasi. Kuman dapat menyebar ke seluruh tubuh dan

berkolonisasi di hati, limpa, dan sumsum tulang.

Gejala demam tifoid sangat bervariasi yaitu demam, nyeri kepala,

malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut, radang tenggorokan,

diare dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lidah tifoid

(coated tongue).
60

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, A. W. (2016). Penggunaan antibiotik pada terapi demam tifoid

anak di RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri, 8(3), 174-80.

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.WHO.2009

Hadinegoro, Sri Rezeki., dkk. 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana

Infeksi Virus Dengue pada Anak. IDAI.

Hadinegoro, Sri Rezeki., dkk. 2012. Update Management of Infectious

Diseases and Gastrointestinal Disorders. FK UI Departemen Kesehatan Anak:

Jakarta.

Hardianto,Dudi. 2019.Review on Rapid Diagnosis Method and Treatment of

Salmonella typhi Infection. Tangerang : Jurnal Bioteknologi dan Biosains

Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai