Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

IMPETIGO BULLOSA

Oleh :

Anisa Devianda F

201720401011163

Pembimbing :
dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp. KK

dr. Dwi Nurwulan Pravitasari, Sp. KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT SITI KHODIJAH SEPANJANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat
serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para
sahabatnya. Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Impetigo Bullosa”.
Dalam penyelesaian referat ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp. KK dan dr. Dwi Nurwulan
Pravitasari, Sp. KK

Laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Semoga referat ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat
bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sepanjang, Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 1
2.1. Definisi ................................................................................................. 1
2.2. Epidemiologi ........................................................................................ 2
2.3. Etiologi ................................................................................................. 3
2.4. Patofisiologis ........................................................................................ 3
2.5. Manifestasi Klinis ................................................................................ 4
2.6. Diagnosis .............................................................................................. 5
2.7. Diagnosis Banding ............................................................................... 6
2.8. Penatalaksanaan ................................................................................... 9
2.9. Komplikasi ........................................................................................... 10
BAB 2 Laporan Kasus ......................................................................................... 12
BAB 3 Pembahasan ............................................................................................. 16
BAB 4 Kesimpulan .............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

3
BAB I

IMPETIGO BULLOSA

I. PENDAHULUAN
Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Insidensnya
menduduki tempat ketiga, dan berhubungan erat dengan keadaan sosial-
ekonomi.(1)
Pioderma disebabkan oleh infeksi kulit bakteri gram positif, yaitu
Streptococcus dan Staphylococcus. Namun , dapat pula disebabkan oleh infeksi
bakteri gram negatif, misalnya: Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris,
Proteus mirabilis, Eschericia coli,dan Klebsiella. (1)
Pioderma memiliki banyak bentuk diantaranya impetigo, folikulitis,
furunkel, eritrasma, erisipelas, selulitis, abses, dan lain-lain. Impetigo
merupakan bentuk pioderma yang paling sering dijumpai disamping folikulitis.
Ada 2 tipe dari Impetigo yaitu, bullosa impetigo/impetigo kontagiosa dan
impetigo bullosa.(1)
II. DEFINISI
Impetigo adalah suatu infeksi/peradangan pada kulit yang disebabkan oleh
bakteri. Bakteri penyebabnya dapat satu atau kedua dari Staphylococcus aureus
dan Streptococcus β hemoliticus grup A atau yang disebut juga Streptococcus
pyogenes. Impetigo menyerang lapisan superficial (berbatas tegas) dan paling
sering menyerang anak- anak usia 2- 5 tahun, namun tidak menutup
kemungkinan usia dewasa juga bisa terkena. Impetigo mempunyai dua
gambaran klinis, impetigo krustosa dan impetigo bulosa.(1, 2)

4
III. EPIDEMIOLOGI
Impetigo adalah infeksi kulit yang mudah sekali menyebar, baik dalam
keluarga, tempat penitipan atau sekolah. Impetigo menyebar melalui kontak
langsung dengan lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Kondisi dengan higienitas
buruk dan lingkungan padat di daerah tropis dapat menjadi pemicu timbulnya
penyakit ini.(3)
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9-10% dari anak-anak yang datang ke
klinik menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bullosa yang terjadi pada anak
berusia kurang dari 2 tahun. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia
4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar
70% merupakan impetigo krustosa. (3)
Penelitian pada tahun 2005 menunjukkan S aureus sebagai pathogen
terbanyak yang menyebabkan baik impetigo bulosa dan impetigo non bulosa
pada Amerika dan Eropa, sementara itu Streptococcus pyogenes pada negara
berkembang. Kebanyakan infeksi bermula sebagai infeksi Streptococcus tetapi
kemudian Staphylococcus menggantikan Streptococcus. (3)
Selain dapat menyebabkan manifest pyoderm primer dari kulit yang utuh,
dapat juga menyebabkan infeksi sekunder dari penyakit kulit yang ada
sebelumnya atau pada kulit yang terkena trauma, yang disebut dengan dermatitis
impetigenisata. Impetigo jarang berkembang menjadi infeksi sistemik, walaupun
post streptococcal glomerulonepritis yang merupakan komplikasi pada infeksi
Streptococcus β hemoliticus grup A dapat terjadi walaupun jarang. (3)

Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah
menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau
tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau
tempat tinggal yang padat penduduk. (3)

5
IV. ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan
Streptococcus β hemoliticus. Untuk impetigo bulosa sebabnya lebih sering
karena Staphylococcus aureus.(2, 4, 5)
V. PATOGENESIS
Impetigo adalah infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus beta
hemolyticus grup A atau S aureus. Organisme tersebut masuk melalui kulit yang
terluka melalui transmisi kontak langsung. Impetigo memiliki lebih dari satu
bentuk. Beberapa penulis menerangkan perbedaan bentuk impetigo akibat strain
Staphylococcus dan aktivitas eksotoksin yang dihasilkan. Impetigo dapat terjadi
sebagai infeksi primer maupun infeksi sekunder yang dapat bermanifestasi
sebagai dermatitis atopi yang menyebabkan barrier kulit terganggu.(6, 7)
Impetigo bullosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa
bulla berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak
hipopion. Awalnya berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar menjadi
bulla yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif tebal dari
impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan berubah
menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan
terjadi pada bulla disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang
mengendap, bila letaknya di punggung, maka akan tampak seperti menggantung.
(2, 8)

Impetigo bullosa lebih sering terjadi daripada bentuk non bulla. Penyebab
dari impetigo bullosa adalah bakteri gram positif, S aureus grup II. S aureus
memproduksi eksotoksin eksofoliatif ekstraseluller. Eksotoksin menyebabkan
hilangnya adhesi sel pada superficial dermis sehingga terbentuk bulla sehingga
menyebabkan kulit tampak bergelembung atau seperti melepuh, kemudian akan
mengelupas dengan memecah sel granular dari epidermis. Target protein dari
eksotoksin adalah desmoglein 1, yang berfungsi memelihara adhesi sel, yang
juga merupakan superantigen yang bekerja secara lokal dan menggerakkan
limfosit T. (3, 9, 10)
VI. GEJALA KLINIS

6
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada,
punggung. Sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa.
Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. (3, 7)
Gambaran khas dari impetigo bullosa adalah awalnya berupa vesikel yang
timbul sampai bulla kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar
normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang
berubah menjadi berwarna keruh. (3, 5)

Gambar 1 Vesikel dan bulla dengan kulit di sekitar normal/kemerahan(6)


Bulla yang utuh jarang ditemukan karena dalam satu atau dua hari akan
segera pecah. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette”
pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika
disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. (6, 11)

Gambar 2 Bulla yang telah pecah


sehingga terbentuk krusta(6)

7
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat
lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang
lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan
kelenjar getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai
dengan gejala demam, lemah, diare. (12)
Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi kejadian impetigo bullosa,
antara lain anak- anak usia 2- 6 tahun, kontak langsung dengan penderita
impetigo dewasa atau anak-anak, atau kontak dengan tempat tidur dan pakaian
yang telah terkontaminasi, kondisi yang ramai, cuaca panas (impetigo sering
menginfeksi pada musim kemarau), kegiatan olahraga seperti sepakbola atau
gulat yang terdapat kontak fisik antar pemain, seperti sepakbola atau gulat,
dermatitis kronik seperti dermatitis atopik. Orang usia lanjut dan penderita
diabetes atau orang yang mengalami penurunan kekebalan tubuh misalnya HIV,
kanker, dan sedang menjalani kemoterapi. (12)
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis paling utama ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan
klinis. Namun jika diagnosis masih diragukan, atau pada suatu daerah dimana
impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang berespons terhadap
pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:(1-3, 6, 12-
16)

 Pemeriksaan mikrobiologis:
- Pewarnaan gram. Pada pemeriksaan ini akan tampak adanya neutrophil
dengan kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok. Pada
blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan
daerah yang hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah
cukup untuk isolasi kuman, manitol salt agar atau medium Baierd-
Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi juga terkontaminasi
oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes
paling penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood agar,
S. pyogenes membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis

8
disekelilingnya. Streptococcus dapat dibedakan dari Staphylococcus
dengan tes katalase. Streptococcus memberikan hasil yang negatif.
- Pemeriksaan kultur cairan dan sensitifitas bakteri. Pada pemeriksaan ini
umunya akan mengungkap adanya Staphylococcus aureus, atau
kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus β
hemolyticus grup A atau dapat berdiri sendiri. Tes sensitivitas antibiotik
dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistant. S. aureus (MRSA) serta
membantu dalam pemberian antibiotik yang sesuai.
 Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium rutin: Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan
hanya ditemukan pada 50% kasus pasien dengan impetigo.
- Pemeriksaan imunologis: Pada impetigo yang disebabkan oleh
streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar anti
deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibodi.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
 Pemphigus vulgaris merupakan salah satu bentuk bulous dermatosis
yang bersifat kronis, disertai adanya proses akantolisis dan terbentuknya
bulla pada epidermis.(2)

Gambar 3 tampak bulla pada epidermis(6)


 Varicella merupakan penyakit kulit dengan kelainan berbentuk vesikel
yang tersebar, terutama menyerang anak-anak, bersifat mudah menular
yang disebabkan oleh virus Varicella-Zoster(2)

9
Gambar 4 tampak vesikel yang tersebar(6)
 Dermatitis kontak merupakan dermatitis akiat terpaparnya kulit dengan
bahan dari luar yang bersifat iritan atau alergen. (2)

Gambar 5 tampak makula eritematous dengan batas tidak jelas(6)

10
Tabel 1 Diagnosis Diferensial(1-4, 6, 8, 11, 14)
Penyakit Gatal Nyeri Demam Krusta, Gejala Effloresensi
tekan eksudat Sistemik
Impetigo + - +/- ++ +/- Vesikel yang
kemudian
menjadi bulla
yang rapuh lalu
pecah menjadi
krusta.
Pemphigus - - +/- ++ +/- Bula yang
vulgaris lembek
,berdinding tipis,
mudah pecah,
dan eritem.
Varicella +/- - + + + Vesikel yang
tersebar seluruh
tubuh, kemudian
mengalami
krustasi
Reaksi + - +/- - - Lesi yang
alergi/ polimorf
dermatitis (makula yang
kontak eritematous
diatasnya
terdapat papul,
vesikel, bula)

11
IX. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan
memperbaiki kosmetik dari lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke
orang lain dan mencegah kekambuhan.(12, 16)
Perawatan Umum :(12)
1. Memperbaiki higiene dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan
sabun, memotong kuku dan senantiasa mengganti pakaian.
2. Perawatan luka
3. Tidak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi
(handuk, pakaian, dan alat cukur)
Pengobatan Topikal(2, 3, 12, 13)
- Lesi sedikit dan dini dengan hanya obat topikal cukup menolong : salep
natrium fusidat
- Drainage: bula dan pustula ditusuk dengan jarum steril untuk mencegah
penyebaran lokal
- Mencuci lesinya pelan-pelan dan melepas krustanya. Bila krusta melekat
kuat dikompres lebih dulu dengan larutan sodium chloride 0,9%. Krusta
perlu dilepas agar obat topikalnya dapat efektif bekerja
Pengobatan Sistemik(2, 3, 12-14)
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus-kasus berat, lama pengobatan
paling sedikit 7-10 hari. Beberapa antibiotik yang direkomendasikan antara
lain:10
1. Golongan Penicilin G dan semisintetiknya
a. Penicilin G procain injeksi
Dosis: 0,6-1,2 juta I.U.m, sehari 1-2 kali
b. Ampiciline
Dosis 250-500 mg/dosis, sehari 4 kali
Anak-anak: 7,5-25 mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c
c. Amoxicilin
Dosis: 250-500 mg/dosis, sehari 3 kali
Anak-anak: 7,5-25 mg/kg/dosis, sehari 3 kali a.c

12
d. Cloxacilin (untuk staphylococci yang kebal peniciline)
Dosis: 250-500 mg/dosis, sehari 4 kali a.c
Anak-anak: 10-25 mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c
e. Dicloxacilin
Dosis: 125-250 mg/dosis , sehari 3-4 kali a.c
Anak-anak: 5-15 mg/kg/dosis, sehari 3-4 kali a.c
f. Phenoxymetil penicilin (penicilin V)
Dosis: 250-500 mg, sehari 4 kali a.c
Anak-anak: 7,5 -12,5 mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c
2. Erytthromycine
Dosis: 250-500 mg /dosis sehari 4 kali p.c
Anak-anak: 12,5-50 mg/kg/dosis, sehari 4 kali p.c bila alergi penicilin
3. Clindamycine
Dosis: 150-300 mg/dosis, sehari 3-4 kali
Anak-anak lebih 1 bulan: 8-20 mg/kg/hari, sehari 3-4 kali. Bila alergi
penicilin dan yang menderita gangguan saluran cerna
X. KOMPLIKASI
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun
tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi streptokokus
terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi
oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa bengkak dan tekanan darah tinggi,
pada sepertiga terdapat urin seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh
secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul. Komplikasi lainnya yang
jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru
(pneumonia), selulitis, psoriasis guttata, Staphylococcal scalded skin
syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening, toxic shock
syndrome(3, 12)

13
XI. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik. Beberapa kasus akan sembuh sendiri tanpa terapi
dalam 2 sampai 3 minggu. Di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan
terapi lebih dini dan baik akan memiliki kesempatan untuk sembuh tanpa bekas
luka atau komplikasi. Dengan terapi yang tepat, lesi dapat sembuh sempurna
dalam 7-10 hari.(3, 12)
XII. PENCEGAHAN
Kebersihan sederhana dapat mencegah timbulnya impetigo. Seseorang yang
sudah terkena impetigo atau gejala infeksi/peradangan Streptococcus β
hemolyticus grup A perlu mendapat perawatan medik dan jika perlu dimulai
dengan pemberian antibiotik sedini mungkin untuk mencegah menyebarnya
infeksi ini ke orang lain.(12, 16)
Penderita impetigo harus diisolasi dan dicegah agar tidak terjadi kontak
dengan orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik.
Pemakaian barang –barang atau alat pribadi seperti handuk, pakaian, sarung
bantal dan seprai harus dipisahkan dengan orang-orang sehat. Pada umumnya
akhir periode penularan adalah setelah dua hari permulaan pengobatan, jika
impetigo tidak menyembuh dalam satu minggu, maka harus dievaluasi

14
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien

Nama : An H

Umur : 18 Bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Sidoarjo

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : 9 Desember 2019

Tanggal Pemeriksaan : 10 April 2019

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan Utama

Muncul bintik bintik berisi cairan lalu pecah di sela-sela jari kaki

2.2.2 Perjalanan Penyakit

Ibu Pasien mengatakan muncul plentingan berisi cairan di daerah sela-sela

jari kaki kiri sejak 7 hari yang lalu . Awalnya isinya cairan jernih lalu

menjadi putih dan akhirnya pecah. Ibu pasien mengatakan pasien sering

menggaruk sela-sela kakinya sehingga tidur pasien terganggu. Tidak ada

keluhan demam.

2.2.3 Riwayat Pengobatan

Pasien berobat ke dokter diberikan salep tetapi lupa namanya.

15
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

HT - , DM -

2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

2.2.6 Riwayat Sosial

Tidak ada

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Cukup/CM

GCS : 456

Tekanan Darah :-

Nadi : 100 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Temperatur aksila : 36,5º C

Status generalis

Kepala : Normal

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

THT : Dalam batas normal

Thorax : Cor: S1 S2 reguler, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), bising usus normal, hepar dan lien

tidak teraba

16
Ekstremitas : Akral hangat, pitting edema (-/-)

2.4 Status Dermatologi

Efloresensi Foto

Makula eritematosa batas tidak

tegas bentuk ireguler disertai

adanya gambaran bekas bula pecah

serta erosi di regio sela-sela jari

kaki kiri

Makula eritematosa batas tidak

tegas bentuk ireguler disertai

adanya gambaran bekas bula pecah

serta erosi di regio sela-sela jari

kaki kiri

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

2.6 Resume

 An H

 Ibu Pasien mengatakan muncul plentingan berisi cairan di daerah sela-

sela jari kaki kiri sejak 7 hari yang lalu . Awalnya isinya cairan jernih

lalu menjadi putih dan akhirnya pecah. Ibu pasien mengatakan pasien

17
sering menggaruk sela-sela kakinya sehingga tidur pasien terganggu.

Tidak ada keluhan demam.

2.7 Diagnosis

Impetigo Bulosa

2.8 Diagnosis Banding

 Dermatitis Kontak Iritan

2.9 Planning

2.10 Penatalaksanaan

- Kompres PZ 0,9% 2x sehari

- Cetirizine 2 mg 1x1

- Sagestam Cream 2x sehari

- Edukasi :

1.Memberi penjelasan kepada penderita tentang penyakit yang dialami

2. Menjelaskan kepada penderita untuk menjaga hyegienitas

2.11 Prognosis : Baik

18
BAB III

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan bahwa gejala awal yang dialami pasien yaitu

berupa munculnya plentingan berisi cairan bening lama-lama cairan berubah warna

menjadi putih dan pecah di sela-sela jari kaki kiri tanpa adanya demam. Anamnesis

diatas sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa gejala klinis pada impetigo

bulosa tidak mempengaruhi keadaan umum. Bisa menyerang anak dan orang

dewasa. Kelainan kulitnya berupa eritema , vesikel , bula dan bula hipopion.

Kemudian bintik bintik berisi cairan bertambah besar dan timbul perubahan

warna pada isi cairan dari jernih menjadi keruh. Yang sesuai dengan teori awalnya

berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar menjadi bulla yang sifatnya tidak

mudah pecah, karena dindingnya relatif tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa

cairan jernih yang lama kelamaan akan berubah menjadi keruh karena invasi

leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan terjadi pada bulla disebut hipopion

yaitu ruangan yang berisi pus yang mengendap, bila letaknya di punggung, maka

akan tampak seperti menggantung..

Pada lesi kulit didapatkan gambaran bekas bula pecah dan terdapat sisa kulit

penutup bula. Sesuai dengan teori Bulla yang utuh jarang ditemukan karena dalam

satu atau dua hari akan segera pecah. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan

gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian

tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diambil diagnosis berupa impetigo

bulosa. Pada kasus diatas pasien mendapat terapi berupa :

19
- Kompres PZ 0,9% 2x sehari

- Cetirizine 2 mg 1x1

- Sagestam Cream 2x sehari

- Edukasi :

1.Memberi penjelasan kepada penderita tentang penyakit yang dialami

2. Menjaga kesehatan untuk mempertahankan sistem kekebalan tubuh.

3. Menjelaskan kepada penderita untuk menaati aturan terapi

4. Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihannya

BAB IV

KESIMPULAN

20
Pada kasus ini diagnosis pasien yaitu impetigo bulosa (Anak H, 18 bulan).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dengan keluhan muncul plentingan

berisi cairan jernih pada sela-sela jari kaki kiri lalu cairan berubah menjadi keruh

dan pecah.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Makula eritematosa batas tidak tegas

bentuk ireguler disertai adanya gambaran bekas bula pecah serta erosi di regio sela-

sela jari kaki kiri

Pada kasus diatas pasien mendapat terapi berupa

- Kompres PZ 0,9% 2x sehari

- Cetirizine 2 mg 1x1

- Sagestam Cream 2x sehari

Prognosa pada pasien ini adalah baik karena pada kasus ini tidak didapatkan

komplikasi atau faktor lain yang memperberat derajat penyakit.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Pioderma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p.
57-9.
2. Sukanto H. Impetigo Bullosa. In: Barakbah J, et all, editors. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3th ed.
Surabaya: RSU Dr. Soetomo; 2005. p. 33-5.
3. Hay RJ. Bacterial Infections. In: Burns T, editor. Rook's Textbook of
Dermatology. 8th ed. UK: Wiley-Blackwell; 2010. p. 30.14-30.16.
4. Hall J. Dermatologic Bacteriology. In: Hall J, editor. Sauer's Manual of Skin
Diseases. 9th ed. USA: Pa: Lippicon William and Wilkins; 2006.
5. Arena R. Impetigo. Tropical Dermatology. 2001:137-40.
6. Craft N. Superficial Cutaneus Infections and Pyodermas. In: Wolf K, editor.
Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 7th ed. USA: McGrawHill
Companies; 2008. p. 1695-8.
7. Silverberg N. Uncomplicated Skin and Skin Structure Infections in Children:
Diagnosis and Current Treatment Option in The United States. Clinical
Pediatrics. 2008;47:211-7.
8. James W. Chronic Blistering Dermatoses. In: James W, editor. Andrew's
Disease of The Skin:Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Pa: Mosby
Elseiver; 2009. p. 256-7.
9. Amangai M. Toxin in bullous impetigo and staphylococcal scalded-skin
syndrome targets desmoglein 1. Nature Medicine. 2000 November
2000;6:1275-7.
10. Stulberg D. Common Bacterial Skin Infections. American Family Physician.
2002;66:119-24.
11. Habif T. Vesicular and bullous diseases. In: Habif T, editor. Clinical
Dermatology. 5th ed. Philadelphia: Pa: Mosby Elseiver; 2009. p. 267-73.
12. Oakley A. Management of Impetigo. BPJ. 2009;19:9-11.
13. Cole C. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American Family Physician.
2007;75:859-64.
14. Bolognia J. Gram-Positive Bacteria Staphylococcal and Streptococcal Skin
Infections. In: Bolognia J, editor. Dermatology. 2nd ed. Philadelphia: Mosby
Elseiver; 2008. p. 1-4.
15. Craft N. Bacterial Infection Involving the Skin. In: Wolf K, editor.
Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 5th ed. New
York: McGrawHill; 2008. p. 6-9.
16. McSweeney S. Impetigo. In: McSweeney S, editor. The Health Care of
Homeless Persons. USA.

22

Anda mungkin juga menyukai