Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pioderma merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai. Penyebab


terjadinya infeksi kulit diakibatkan oleh bakteri gram positif, dapat pula
disebabkan bakteri gram negatif. Misalnya Pseudomonas aeruginosa, Proteus
vulgaris, Proteus mirabilis, E. coli dan Klebsiella. Penyebab yang umum ialah
bakteri gram positif, seperti Streptokokus dan Stafilokokus.

Impetigo merupakan salah satu bentuk pioderma yang paling sering


menyerang anak-anak, terutama yang kurang menjaga kebersihan tubuhnya dan
dapat muncul di bagian tubuh manapun setelah terjadi cidera pada kulit, seperti
luka maupun pada infeksi virus herpes simpleks.

Penyakit ini sering terjadi pada neonatus, bayi dan anak. Sebanyak 90%
penderita impetigo Bullosa adalah anak-anak usia dibawah 2 tahun. Namun bisa
juga ditemukan pada orang dewasa yang memiliki imunitas rendah. Impetigo ini
sering muncul di daerah kulit wajah, lengan dan tungkai. Pada orang dewasa,
impetigo bisa terjadi setelah penyakit kulit lainnya, bisa juga terjadi setelah suatu
infeksi saluran pernafasan atas (misalnya flu atau infeksi virus lainnya).

Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 – 10 % dari anak-anak yang datang ke


klinik kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang
berusia kurang dari 2 tahun.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari impetigo ?

2. Bagaimanakah etiologi dari impetigo ?

3. Bagaimana patofisiologi dari impetigo ?

4. Apa saja manifestasi klinis dari impetigo ?


5. Apa saja klasifikasi dari impetigo ?

6. Bagaimana penatalaksanaan klinis dari impetigo ?

7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penderita impetigo ?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan definisi dari impetigo.


2. Menjelaskan etiologi dari impetigo.
3. Menjelaskan klasifikasi impetigo.
4. Menjelaskan patofisiologi dari impetigo.
5. Mendeskripsikan manifestasi klinis dari impetigo.
6. Menjelaskan bagaimana penatalaksanaan klinis dari impetigo.
7. Menjelaskan bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penderita impetigo.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan


epidermis kulit (Djuanda, 56:2005).

Impetigo bisa terjadi akibat trauma superficial yang membuat robekan kulit
dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari
Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada Insect bites (Beheshti, 2:2007).

2.2 Etiologi

Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus Aureus atau Group A Beta


Hemolitik Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan
pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).

Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif yang memiliki bentuk


bulat dan berukuran 1 µm, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak
teratur, kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa
didapatkan.

Cara kerja Staphylococcus dengan melakukan pembelahan diri dan menyebar


luas masuk ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler.
Bahan-bahan tersebut berupa enzim dan yang lain berupa toksin meskipun
fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan beberapa
bahan seperti katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin
eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin.

Streptococcus mempunyai karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai


selama pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic
termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah
Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik,
disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin.
2.3 Klasifikasi

a. Impetigo contagiosa (tanpa gelembung cairan, dengan krusta / keropeng /


koreng)

Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering muncul di


muka, yaitu di sekitar hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema dan
vesikel yang cepat memecah sehingga penderita datang berobat yang terlihat
adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak
erosi dibawahnya. Jenis ini biasanya berawal dari luka warna merah pada
wajah anak, dan paling sering di sekitar hidung dan mulut. Luka ini cepat
pecah, berair dan bernanah, yang akhirnya membentuk kulit kering berwarna
kecoklatan. Bekas impetigo ini bisa hilang dan tak menyebabkan kulit seperti
parut. Luka ini bisa saja terasa gatal tapi tak terasa sakit. Impetigo jenis ini
juga jarang menimbulkan demam pada anak, tapi ada kemungkinan
menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening pada area yang terinfeksi.
Dan karena impetigo sangat mudah menular, makanya jangan menyentuh atau
menggaruk luka karena dapat menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.

b. Bullous impetigo (dengan gelembung berisi cairan)

Impetigo jenis ini utamanya menyerang bayi dan anak di bawah usia 2 tahun.
Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Impetigo bulosa terdapat
pada anak dan juga pada orang dewasa, paling sering muncul di ketiak, dada,
dan punggung. Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula. Kadang-
kadang waktu penderita datang berobat, vesikel atau bula telah pecah.
Impetigo ini meski tak terasa sakit, tapi menyebabkan kulit melepuh berisi
cairan. Bagian tubuh yang diserang seringkali badan, lengan dan kaki. Kulit di
sekitar luka biasanya berwarna merah dan gatal tapi tak terasa sakit. Luka
akibat infeksi ini dapat berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih lama
ketimbang serangan impetigo jenis lain
2.4 Patofisiologi

Infeksi akibat Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik


Streptococcus dimana sebelumnya diketahui bakteri-bakteri tersebut dapat
menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan
menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan
ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain berupa
toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat
menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin
eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. Toksin yang dihasilkan
bakteri staph ini dapat menyebabkan impetigo menyebar ke area lainnya. Toksin
ini menyerang protein yang membantu mengikat sel-sel kulit. Sehingga membuat
protein ini rusak, dan semakin memudahkan bakteri menyebar dengan cepat. Dan
enzim yang dikeluarkan oleh Stap akan membuat struktur kulit rusak dan akan
timbul rasa gatal yang dapat menyebabkan  terbentuknya lesi pada kulit.

Pada awalnya, rasa gatal dengan lesi berbentuk berupa makula


eritematosa yang berukuran 1-2 mm, kemudian berubah menjadi bula atau
vesikel. Pada Impetigo contagiosa Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit
(makula) atau papul (penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran
2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna
keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan
keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan
kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen
kuning kecoklatan yang kemudian mengering membentuk krusta yang berlapis-
lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang
mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali menebal. Sering krusta
menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah. Kemudian pada Bullous
impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang sehat dari plak
(penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada
daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai
lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila
pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.

2.5 Manifestasi Klinis

a. Impetigo Krustosa
Tempat yang sering terserang pada impetigo krustosa adalah di wajah,
terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena pada daerah tersebut
dianggap sumber infeksi. Tempat lainnya yang dapat terkena, yaitu anggota
gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas,
walaupun penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).
Biasanya mengenai anak pra sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat
terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe
regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus.
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm.
Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan
meninggalkan bekas. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu
(honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi disekitarnya.
Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krusta yang lebar. Eksudat
dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).

b. Impetigo Bulos
Tempat yang sering terserang pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada,
punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan
dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan
diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar
normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang
berubah menjadi berwarna keruh. Bagian atas dari bulla pecah dan
meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike”
terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar
yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu
dapat menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi
dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat
yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan
kelenjar getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai
dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru,
infeksi sendi atau tulang.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada
suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang
berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Pewarnaan gram
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil dengan
kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
b. Kultur cairan
Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan adanya
Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes
dengan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-
kadang dapat berdiri sendiri.
c. Biopsi dapat juga dilakukan jika ada indikasi
2. Pemeriksaan Lain:
a. Titer anti-streptolysin-O (ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif
lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
b. Streptozyme adalah positif untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini
jarang dilakukan.
2.7 Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip penatalaksanaan antara lain :

1. Membersihkan luka yang lecet atau mengalami pengausan secara perlahan-


lahan. Tidak boleh melakukan gosokan-gosokan pada luka terlalau dalam.
2. Pemberian mupirocin secara topical merupakan perawatan yang cukup
adekuat untuk lesi yang tunggal atau daerah-daerah kecil.
3. Pemberian antibiotik sistemik diindikasikan untuk lesi yang luas atau untuk
impetigo bulosa.
4. Pencucian dengan air panas seperti pada Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome diindikasikan apabila lesi menunjukkan keterlibatan daerah yang
luas.
5. Diagnosis dan penatalaksanaan yang dini dapat mencegah timbulnya sikatrik
dan mencegah penyebaran lesi.
6. Kebutuhan akan konsultasi ditentukan dari luasnya daerah yang
terserang/terlibat dan usia pasien. Neonatus dengan impetigo bulosa
memerlukan konsultasi dengan ahli neonatologi.
Medikamentosa:
Pemberian antibiotik merupakan terapi yang paling penting. Obat yang dipilih
harus bersifat melindungi dan melawan koagulasi-positif Streptococcus aureus
dan Streptococcus beta hemolyticus grup A.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a. Identitas penderita dan identitas orang tua (mencakup : nama, jenis kelamin,


umur, suku, agama, pekerjaan, alamat)

b. Keluhan utama. Misalnya luka garukan di regio lumbal posterior dekstra.

c. Riwayat penyakit sekarang. Misalnya : menurut ibu pasien mulai 10 hari yang
lalu pasien mengeluhkan gatal pada regio lumbal posterior dekstra, tanpa
adanya keluhan gatal di daerah lain. Awalnya muncul vesikel, karena gatal,
lalu digaruk oleh pasien kemudian vesikel pecah dan menimbulkan
kerak.vesikel-vesikel semakin lama semakin bertambah banyak dan
menyebar.pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi salep dan tablet
namun keluhan tidak berkurang.akhirnya pasien berobat ke rsud.

d. Riwayat penyakit dahulu. Misalnya : pasien tidak pernah menderita penyakit


seperti ini sebelumnya.

e. Riwayat penyakit keluarga. Ada atau tidak yang menderita penyakit yang
sama dengan pasien.

f. Riwayat pengobatan. Tanyakan, apakah pernah berobat ke dokter umum ?


Apakah keluhan berkurang setelah diberi obat ?

g. Riwayat alergi. Kaji apakah ada riwayat alergi makanan atau obat atau jenis
alergi lainnya.

3.2 Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis

· Kesadaran:  Komposmentis

· Keadaan Umum: baik

· Kepala/Leher:  Dalam batas normal

· Thorak

· Cor : S1S2 tunggal, lain-lain dalam batas normal


· Pulmo: Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, lain-lain dalam batas normal

· Abdomen: Soepel, bising usus (+), lain-lain dalam batas normal

· Ekstremitas: dalam batas normal

· Genitalia: dalam batas normal

b. Status Lokalis

· Lokasi : regio lumbal dekstra bagian posterior

· Efloresensi : Pada pemeriksaan didapatkan lesi kulit berupa papula berisi


cairan keruh, tidak dikelilingi daerah eritematus, selain itu juga ditemukan
bekas bula yang pecah berupa kulit yang eritematus dengan krusta tipis
kecoklatan pada bagian tepi.

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik


(garukan pada kulit yang gatal)

2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan


sekunder

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan lesi pada kulit

5. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun

6. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi


3.4 Intervensi Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera


mekanik (garukan pada kulit yang gatal)

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam


diharapkan lapisan kulit terlihat normal.

Kriteria Hasil :

 Integritas kuit yang baik dapat dipertahankan (elastisitas, temperature,


sensasi).

 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit serta


perawatan alami.

 Perfusi jaringan baik.

 Tidak ada luka atau lesi pada kulit

Rencana Tindakan

Intervensi Rasional
Monitor kulit yang terdapat ruam Untuk mengetahui perkembangan
kemerahan penyakit
Potong kuku dan jaga kebersihan Untuk menghindari luka atau lesi
tangan klien semakin parah karena kuku yang
pendek akan mengurangi garukan
Anjurkan klie untuk mengganti Baju yang longgar akan
baju dengan baju yang longgar mengurangi gesekan pada kulit
sehingga mengurangi lesi pada
kulit
Jaga kebersihan kulit agar tetap Kulit yang bersih dan kering akan
bersih dan kering menghindari perkembangbiakan
dari bakteri
Mandikan klien dengan air hangat Air hangat akan mengurangi ruam
dan sabun (antiseptic) merah dan membunuh bakteri.
Sabun antiseptic akan mengurangi
atau membunuh bakteri pada kulit
Kolaborasi untuk pemberian Antibiotic topical dapat memutus
antibiotic topical pada klien atau menghambat pertumbuhan
bakteri Staph dan kolaborasi akan
mempercepat proses penyembuhan

2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam


penampilan sekunder

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam


diharapkan klien tidak mengalami gangguan citra diri.

Kriteria Hasil :

 Mengungkapkan penerimaan atas penyakit yang dialaminya.

 Mengakui dan memantapkan kembali sistem dukungan yang ada.

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional
Beri penjelasan tentang masalah Agar klien dan keluarganya dapat
penanganan dan proses penyakit memahami proses penyakit yang
kepada klien dan keluarganya. diderita dan beranggapan bahwa
hal yang terjadi adalah hal yang
wajar bagi penderita.
Dorong individu untuk Agar klien dapat merasa diterima.
mengekspresikan perasaan
khususnya mengenai pikiran dan
pandangan dirinya.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam


diharapkam pola tidur klien tidak terganggu.
Kriteria Hasil :

 Mampu mengurangi rasa gatal pada jaringan kulit sehingga klien tidur
nyenyak.

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional
Kaji kebiasaan tidur klien Untuk mengetahui pola kebiasaan
tidur klien
Observasi vital sign klien Dengan mengobservasi vital sign
klien dapat diketahui pembuluh
yang terjadi pola tidur
Beri posisi nyaman pada klien Dengan posisi yang nyaman
dengan kepala klien rendah kaki kepala lebih rendah daripada kaki
dapat melancarkan aliran darah ke
otak
Anjurkan klien untuk melakukan Pengompresan pada daerah kulit
kompres pada area kulit yang gatal yang gatal dapat mengurangi rasa
gatal
Kolaborasi untuk pemberian Antibiotikbetadine dapat
antibiotikbetadine mengurangi rasa gatal

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan lesi pada kulit

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam klien tidak
mengalami gangguan rasa nyaman.

Kriteria Hasil :

 Mampu mengurangi lesi pada kulit

 Perfusi jaringan baik

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional
Kaji tingkat rasa nyaman pada Dapat mengetahui skala rasa
klien gatal / nyeri yang dirasakan klien
Monitor kulit klien Dengan mengobservasi kulit dapat
diketahui perubahan yang terjadi
pada kulit
Anjurkan klien untuk melakukan Dengan melakukan personal
personal hygiene pada kulit hygiene dapat mencegah
penyebaran baud an infeksi pada
area kulit lain
Kolaborasi dengan pemberian Dengan pemberian antibiotic
antibiotic topical, penisilin oral topical dapat mengurangi rasa
indikasi jika ada lesi yang besar gatal.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam


diharapkan klien tidak mengalami infeksi.

Kriteria Hasil :

 Klien menunjukkan perilaku hidup sehat

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

 Klien dapat mendeskrisikan proses penularan penyakit dan factor yang


mempengaruhi penularan.

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional
Monitor tanda dan gejala infeksi Untuk mengetahui ada atau
tidaknya tanda-tanda infeksi
Ajarkan klien pola hidup bersih Agar klien dapat mengerti pola
yang baik hidup bersih yang baik dan dapat
menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Jelaskan kepada klien dan keluarga Agar klien dan keluarga dapat
tentang proses penularan penyakit mencegah dan menghindari
dan faktor yang mempengaruhi adanya penularan penyakit.
penularan.
6. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi pada hipotalamus

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam


diharapkan suhu klien kembali normal.

Kriteria Hasil :

 Suhu tubuh klien kembali normal pada 36,5 0C

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional
Monitor tanda dan gejala Untuk mengetahui ada atau
hipertermi tidaknya tanda-tanda hipertermi
Observasi vital sign klien Dengan memonitor vital sign klien
dapat diketahui suhu tubuh klien.
Anjurkan klien untuk mengganti Agar sirkulasi panas dari
baju dengan baju yang tipis dan pembuluh darah dapat keluar
mudah menyerap keringat. dengan lancar.
Kolaborasi dengan pemberian Dengan pemberian parasetamol
parasetamol dapat menurunkan suhu tubuh
klien.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Impetigo bisa terjadi akibat trauma superficial yang membuat robekan kulit
dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari
Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada Insect bites (Beheshti, 2:2007).

Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus Aureus atau Group A Beta


Hemolitik Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan
pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007). Dimana
toksin ini menyerang protein yang membantu mengikat sel-sel kulit. Sehingga
membuat protein ini rusak, dan akan timbul rasa gatal yang dapat menyebabkan 
terbentuknya lesi pada kulit.. gejala impetigo demam, lemah, diare. Jarang sekali
disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. Adapun untuk mencegah
impetigo yaitu Menjaga kebersihan tubuh merupakan cara terbaik untuk
mencegah terjadinya impetigo pada anak.

4.2 Saran

Untuk mencapai asuhan keperawatan dalam merawat klien, pendekatan dalam


proses keperawatan harus dilakukan secara sistematis.

Dimana pelayanan keperawatan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan


prosedur tetap yang memperhatikan dan menjaga privacy klien.

Perawat hendaknya selalu menjalin hubungan kerjasama yang baik atau


kolaborasi baik kepada teman sejawat, dokter atau para medis lainnya dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan maupun dalam hal pengobatan kepada klien
agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Northen Kentucky Health, 1:2005

http://www.emedicine.com/ped/topic1172.html (diakses tanggal 02 april 2019)

https://dokmud.wordpress.com/2009/11/02/impetigo/ (diakses tanggal 02 april 2019)

Anda mungkin juga menyukai