Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

IMPETIGO BULOSA

LUCKY PESTA ULI DAMANIK


18.0100.45

PEMBIMBING:
dr. SRI NAITA PURBA, Sp.KK

MURNI TEGUH MEMORIAL HOSPITAL


ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi piogenik


oleh bakteri Gram positif. Impetigo adalah tipe pioderma yang paling sering
dijumpai. Impetigo seringnya terjadi pada bagian tubuh yang terbuka.1 Biasanya
penyakit ini muncul pada wajah terutama di sekitar hidung dan mulut. Infeksi ini
biasanya terjadi ketika bakteri memasuki kulit melalui luka atau gigitan serangga.2
Pioderma primer dan sekunder sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
Streptococcus group A.3
Impetigo merupakan salah satu penyakit kulit yang sering menyerang anak-
anak, orang tua dengan imunitas rendah, dan orang dengan hygiene kurang baik.
Berbagai studi menemukan 50-70% kasus impetigo disebabkan oleh bakteri
golongan streptococcus aureus dan sisanya disebabkan oleh streptococcus
pyogenes atau gabungan antara kedua organisme tersebut.1 Di Amerika, impetigo
merupakan 10% dari penyakit kulit anak yang menjadi penyakit infeksi kulit bakteri
utama dan penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada anak. Di Inggris kejadian
impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada
anak usia 5-15 tahun.3
Impetigo bulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Beberapa faktor
yang meningkatkan risiko terjadinya impetigo adalah kontak langsung dengan
orang dewasa atau anak yang memiliki impetigo, handuk, tempat tidur dan pakaian
yang sudah terkontaminasi, tempat yang ramai/kumuh, musim panas, atau kontak
langsung kulit ke kulit saat berolahraga dan sebagainya.3
Terdapat dua gejala klinis dari impetigo yang diketahui yaitu impetigo
bulosa dan impetigo non-bulosa.3 Impetigo bulosa ditandai oleh munculnya bula
yang semakin membesar dan kulit yang melepuh yang akan ruptur dalam beberapa
hari,3 sedangkan impetigo non-bulosa dikarakteristikkan lesi yang terpisah, vesikel
atau bula yang dengan cepat menjadi pustul dan ruptur.1
Impetigo bulosa sering terjadi pada bagian tubuh yang terbuka, seperti
ketiak, dada, punggung. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa
vesikel dan bula pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan.
Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi warna keruh,
sesudah pecah tampak krusta kecoklatan yang tepinya meluas dan tengahnya
menyembuh, sehingga tampak gambaran lesi sirsiner.3
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi.
Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar. Biopsi
jarang dilakukan, biasanya diagnosa dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya
tes laboratorium.1 Pemeriksaan penunjang dapat di gunakan untuk memberikan
gambaran terapi terhadap obat-obatan yang sensitif dan menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain
kultur bakteri dan sensivitas antibiotik serta dapat dilakukan pengecetan gram.3
Tatalaksana dari impetigo bulosa dapat diberikan terapi non-
medikamentosa berupa menjaga kebersihan pasien, dan terapi medikamentosa
berupa terapi topikal dan sistemik. Impetigo jarang berakibat fatal, dan infeksi
ringan biasanya akan menghilang sendiri dalam dua sampai tiga minggu. Pasien
dapat kembali bekerja atau sekolah dalam waktu 24 jam jika telah diberikan terapi
antibiotik.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Impetigo adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,
Streptococcus atau oleh kedua-duanya pada lapisan epidermis kulit.4,5 Impetigo
mempunyai 2 tipe, yaitu impetigo non-bulosa yang ditandai dengan adanya vesikel
yang kemudian ruptur membentuk krusta berwarna kekuning-kuningan di daerah
wajah, terutama sekitar mulut dan hidung. Sedangkan impetigo bulosa ditandai
dengan lesi berupa vesikel-bula yang mudah ruptur dan membentuk kolaret.6

2.2. Epidemiologi
Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia penyakit kulit menempati urutan ke-3
setelah infeksi saluran napas dan diare. Dari data jumlah kunjungan pasien ke
poliklinik Divisi Dermatologi Ilmu Kesehatan Kulit dan kelamin (IKKK) Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr Cipto Mangunkusomo (FKUI/RSCM)
selama tahun 2001 menunjukan pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%)
dari 2190 kunjungan baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2 setelah dermatitis
atopik. Sedangkan tahun 2002 terbanyak 328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan
baru. Pioderma primer terbanyak secara berturut-turut adalah furunkulosis
(19,32%), impetigo krustosa (15,0%), impetigo vesikobulosa (14,02%), dan ektima
(11,59%). Infeksi sekunder terbanyak dijumpai pada skabies dan dermatitis atopik.
Dari data 8 rumah sakit di 6 kota besar di Indonesia pada tahun 2001 didapatkan
13,86% dari 8919 kunjungan baru pasien kulit anak adalah pioderma. Yang
terbanyak adalah furunkulosis (26,35%), diikuti impetigo vesikobulosa (23,76%),
dan impetigo krustosa (22,79%).6
2.3. Etiologi
Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus Aureus.4,5 Grup
II bakteri ini menyebabkan sekitar 80% impetigo bulosa dan 60% kasus disebabkan
oleh tipe phage 71, selain itu juga bisa disebabkan oleh bakteri dengan tipe phage
3A, 3C dan 55. Beberapa literatur juga melaporkan impetigo bulosa yang
disebabkan oleh Streptococcus grup A.3,7,9

2.4. Patofisiologi
Staphylococcus Aureus berkembang biak dalam lapisan sel spinosum,
memproduksi eksfoliative toxin ( ET ) yang menyebabkan lesi di epidermis. S.
Aureus menghasilkan eksfoliative toxin, salah satu jenis protease yang
menghidrolisis salah satu molekul adhesi intraseluler, desmoglein 1, yang terdapat
dalam desmosom keratinosit. Toksin ini merupakan faktor virulensi terbesar S.
aureus, yang menyebabkan pemisahan sel-sel epidermal dengan pembentukan lesi.
Lesi impetigo bulosa dimulai dengan vesikel kecil yang berukuran sampai 2 cm,
awalnya dengan isi vesikel jernih namun kemudian menjadi purulen. Ketika vesikel
pecah maka lesi menjadi makula eritematous dan dapat dilihat sebagai kolaret di
pinggir lesi. Lesi biasanya mempunyai gambaran polisiklik. Impetigo bulosa paling
sering terjadi di daerah seperti daerah sakrum, aksila dan leher, bahkan telapak
tangan dan kaki. Penyakit ini dapat menyerang neonatus, biasanya mulai setelah
minggu kedua kehidupan, meskipun dapat juga terjadi pada saat lahir karena
ketuban pecah dini, orang dengan hygiene buruk, dan imunitas turun. Namun,
impetigo bulosa paling umum terjadi pada anak usia 2-5 tahun.7

2.5. Faktor Predisposisi6


Impetigo bulosa sering menyerang individu dengan higiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh, misalnya umur tua, pasien dengan HIV/AIDS,
neoplasma dan diabetes melitus. Selain itu, riwayat penyakit kulit sebelumnya juga
berpengaruh, karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai
pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Kepadatan
penduduk dan kondisi iklim panas juga merupakan faktor predisposisi terjadinya
impetigo bulosa.

2.6. Gejala Klinis


Impetigo bulosa tidak mempengaruhi keadaan umum pasien. Lesi biasanya
terdapat di ketiak, dada, punggung, dan sering timbul bersama miliaria. Terdapat
pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion.
Vesikel akan terus membesar membentuk bula selam 2-3 hari yang kemudian akan
ruptur. Kadang-kadang waktu penderita berobat, vesikel/bula telah memecah
sehingga yang tampak hanya kolaret dan dasarnya masih eritematous.4,5,8 Kolaret
merupakan tanda patognomonik untuk kasus impetigo bulosa.8

Gambar : Kolaret7
2.7. Diagnosis Banding 3,9
Diagnosis Distribusi Lesi
Definisi Tipe Lesi Keterangan
Banding
Impetigo Impetigo adalah Penyakit kulit Lesi berupa vesikel-bula Lesi muncul di area
Bulosa yang disebabkan oleh yang mudah ruptur dan pemakaian popok, aksila,
Staphylococcus, Streptococcus membentuk kolaret leher, muka dan bagian tubuh
atau oleh kedua-duanya pada lainnya termasuk telapak
lapisan epidermis kulit tangan dan kaki.

Impetigo Impetigo adalah Penyakit kulit Lesi berupa vesikel yang Lesi muncul di bagian wajah,
Krustosa yang disebabkan oleh kemudian ruptur terutama sekitar mulut dan
Staphylococcus, Streptococcus membentuk krusta hidung.
atau oleh kedua-duanya pada berwarna kekuning-
lapisan epidermis kulit kuningan di daerah wajah,
terutama sekitar mulut dan
hidung
Varisela Penyakit menular akut yang Lesi berawal berupa Distribusi bersifat sentripetal
disebabkan oleh virus varisela- makula eritematous yang
zoster, sering pada anak- anak, cepat berkembang menjadi
mengenai kulit dan mukosa, papul, vesikel, pustul dan
klinis terdapat gejala konstitusi, krusta. Lesi kemudian
kelainan kulit polimorf, mengering, mula-mula
terutama berlokasi pada bagian dibagian tengah sehingga
sentral tubuh. menyebabkan umbilikasi
dan menjadi krusta.
Pemfigoid Penyakit autoimun kronik yang Lesi dimulai dengan papul Aksila, lengan bagian fleksor,
Bulosa ditandai oleh adanya bula eritematous atau urtika abdomen, paha bagian dalam,
subepidermal yang berdinding kemudian membentuk bula tungkai bawah.
tegang dan sering mengenai tegang yang berisi cairan
orang tua (60-80 tahun) jernih dengan dasar kulit
normal atau eritematous.
Bila bula pecah akan
terbentuk erosi dan krusta
2.8. Pemeriksaan Penunjang 3, 9
- Gram staining : didapatkan gram positif, bentuk coccus berantai atau
berkelompok dengan neutrofil di dalamnya.
- Kultur : terutama dilakukan untuk kasus gagal terapi antibiotik oral dan
dicurigai adanya infeksi MRSA.
- Hematologi : leukositosis
- Dermatopatologi : vesikel terdapat di bawah stratum korneum atau di
lapisan granular, didapatkan acantholitic cells, spongiosis, edema papila
dermis dan infiltrat berupa limfosit dan neutrofil di sekitar pembuluh darah
superfisial.

Pemeriksaan Lain
• Titer anti-streptolysin-O (ASTO), mungkin akan menunjukkan hasil positif
lemah untuk Streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Streptozyme, menunjukkan hasil positif untuk Streptococcus, tetapi
pemeriksaan ini jarang dilakukan.
• Pemeriksaan kultur dan sensitifitas bakteri.

2.9. Tatalaksana
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan
memperbaiki kosmetik dan lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang
lain dan mencegah kekambuhan.

Terapi medikamentosa

a. Terapi topikal

Jika bula besar dan banyak, sebaiknya dipecahkan, krusta sedikit


dilepaskan, selanjutnya dibersihkan dengan betadine dan diberikan salep antibiotik.
Pada pengobatan topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian
antiseptik atau salap antibiotik.
1) Antiseptik

Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo


terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan
menggunakan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah
triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh
setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30”, 60”, 90”, dan 120” adalah sebanyak
0 koloni. Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2% mampu untuk
mengendalikan penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus. Akan
tetapi penggunaan trikosan sudah dibatasi karena menimbulkan reaksi atopi.

2) Antibiotik Topikal

a) Mupirocin

Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai


digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis
RNA dan protein dari bakteri. Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan
dengan menggunakan mupirocin topikal yang dibandingkan dengan pemberian
eritromisin oral pada pasien impetigo yang dilakukan di Ohio didapatkan hasil
bahwa mupirocin topikal jauh lebih unggul dalam mempercepat penyembuhan
pasien impetigo, meskipun pada awal kunjungan diketahui lebih baik penggunaan
eritromisin oral, namun pada akhir terapi dan pada evaluasi diketahui jauh lebih
baik mupirocin topikal dibandingkan dengan eritromisin oral dan penggunaan
mupirocin topikal memiliki sedikit failure. Mupirocin 2% topikal (di berikan di
kulit terinfeksi 2 – 3 kali sehari selama 3-7 hari)

b) Fusidic Acid

Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang


dibandingkan dengan plasebo pada praktek dokter umum yang diberikan pada
pasien impetigo. dapat dilihat bahwa penggunaan plasebo jauh lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan fassidic acid.
c) Ratapamulin

Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun
bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun vankomisin resisten.
Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan
peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari
bakteri.

Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo
yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2
atau >2% luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien
tersebut didapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada pasien-pasien
tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi. Evaluasi
dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi
berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa
penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan menggunakan
ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya 52,1% pasien mengalami
perbaikan klinis yang menggunakan plasebo.
b. Terapi Sistemik

TOPIKAL SISTEMIK

FIRST LINE Mupirocin 2x1 Dicloxacillin 250-500mg PO 4x1 (5-7


hari)

Retapamurin 2x1 Amoxicillin plus 25mg/kg 3x1; 250-500 mg


clavulanic acid; 4x1
cephalexin

Fusidic acid 2x1

SECOND Azitromycin 500mg x1, lanjut


LINE 250mg/hari selama 4 hari

(alergi
penisilin)

Clindamycin 15mg/kg/hari 3x1

Erithromycin 250-500mg PO 4x1 (5-7


hari)

Jika curiga Mupirocin 2x1 TMP-SMX 160/800mg PO 2x1 (7


CA-MRSA hari)

Clindamycin 15mg/kg/hari 3x1

Tetracycline 250-500 mg PO 4x1 (7


hari)

Doxycycline 100mg PO 2x1 (7 hari)


Impetigo staphylococcal berespon baik dengan terapi yang tepat. Pada
orang dewasa dengan lesi berat atau lesibulosa, dicloxacillin (atau penisilin sejenis-
penisilin semisintetik resisten), 250 – 500 mg secara oral, 4 kali sehari, atau
eritromisin (pada pasien alergi penisilin), 250 – 500 mg secara oral, 4 kali sehari,
biasa diberikan, dosis pada anak 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari. Pengobatan
sebaiknya dilanjukan selama 5 – 7 hari (10 hari jika Streptococcusdiisolasi).
Pemberian azitromisin oral (pada dewasa 500 mg pada hari pertama, 250 mg per
hari pada 4 hari selanjutnya) telah menunjukkan efektivitas yang sama dengan
dicloxacilin untuk infeksi kulit pada orang dewasa dan anak-anak.

Untuk impetigo yang disebabkan oleh S. Aureus resisten eritromisin, yang


biasanya diisolasi dari lesi impetigo anak-anak, amoksisilin ditambah asam
clavulanic (25 mg/kg BB/haridiberikan 3 kali sehari), cephalexin (40 – 50 mg/kg
BB/hari), cefaclor (20 mg/kgBB/hari), cefprozil (20 mg/kg BB 1 kali sehari), atau
klindamisin (15 mg/kgBB/hari 3-4 kali sehari ) diberikanselama 10 hari adalah
terapi alternatif yang efektif.Jika dicurigai gambaran CA-MRSA (Community
Aquirred – Methicillin resistant Staphylococcus aureus) TMP-SMX
(Cotrimoxazole) dan rifampisin, klindamisin, dan tetrasiklin..

Untuk impetigo yang disebabkan oleh Streptococcus, penicillin merupakan


drug of choice. Injeksi single dose benzathine penicillin (300.000-600.000 unit
untuk anak, 1,2 juta unit untuk dewasa) atau per oral (25.000-100.000 unit/kg/hari
tiap 6 jam selama 10 hari). Obat lain adalah Eritromisin (30-50 mg/kg/hari po tiap
6 jam untuk anak, 250-500 mg po tiap 6 jam untuk dewasa selama 10 hari).
Terapi Nonmedikamentosa

a. Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai
mengelupaskan krusta dengan handuk basah

b. Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah
yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak

c. Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh

d. Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk
mencegah penyebaran local

e. Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada


impetigo krustosa.

Penanganan dini yang dapat dilakukan oleh ibu jika mendapati anaknya dengan
tanda dan gejala impetigo yaitu :

1. Rendam bagian kulit yang sakit dalam air sabun selama 15-20 menit. Lakukan 2-
3 kali sehari untuk melunturkan kerak pada kulit.

2. Gunakan sabun obat seperti Betadin. Gosoklah kulit sakit yang mengering.

3. Oleskan salep obat seperti polysporin pada kulit yang sakit. Lakukan 2-3 kali
sehari setelah kerak pada kulit hilang..

4. Tutup kulit yang sakit dengan perban yang bersih. Jangan biarkan anak
menyentuh atau menggaruknya.
Untuk pencegahan impetigo dapat dilakukan:

a. Cuci tangan dengan sabun setelah menyentuh kulit anak yang sakit atau pakaian
maupun handuknya.

b. Cuci tangan anak sampai bersih. Potong pendek kuku tangan anak.

c. Jaga agar tangan anak tidak menyentuh hidungnya.

d. Simpan pakaian, handuk, dan barang-barang anak terpisah dengan anggota


keluarga yang lain. Cucilah dengan sabun dan air panas.

2.10. Komplikasi Prognosis


Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak
diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada
1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun.6,8 Gejala berupa bengkak dan kenaikan
tekanan darah, pada sepertiga terdapat urin seperti warna teh. Keadaan ini
umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul. Komplikasi
lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru
(pneumonia), selulitis, psoriasis, staphylococcal scalded skin syndrome, radang
pembuluh limfe atau kelenjar getah bening, septic arthritis dan sepsis. Selain itu,
pada infeksi Staphylococcus yang menghasilkan TSST-1 maka dapat terjadi
komplikasi berupa toxic shock syndrome. 3,8,9
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Arti Hutabarat
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Tanggal pemeriksaan : 22 Juli 2019

Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan gelembung-gelembung kecil yang terasa
gatal di leher, lengan atas, perut bawah, dan paha depan.

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang dengan keluhan adanya gelembung-gelembung kecil pada
leher, lengan atas, perut bawah dan paha depan sejak 15 hari sebelum ke Poliklinik
Murni Teguh Memorial Hospital (MTMH). Gelembung-gelembung berbentuk
bulat kecil yang terasal gatal dan nyeri setelah dipecahkan. Awalnya muncul bercak
kemerahan dan gelembung-gelembung di sekitar perut bawah yang kemudian
meluas hingga leher, lengan atas dan paha depan. Bercak kemerahan yang timbul
terasa terasa gatal yang lama kelamaan menjadi gelembung berisi cairan
kekuningan. Rasa gatal semakin bertambah saat berkeringat sehingga pasien
menggaruk-garuk pada lokasi ruam. Gelembung mudah pecah meninggalkan ruam
dengan pinggiran seperti sisik putih dengan bagian tengah berwarna kemerahan
yang terasa nyeri dan sebagian lainnya mengering menjadi warna kecoklatan.
Sebelum muncul bercak kemerahan, pasien mengeluhkan adanya demam dan rasa
meriang selama 2 hari.

Riwayat Pemakaian Obat :


Sebelumnya pasien menggunakan bedak gatal yang dibeli sendiri, gatal
berkurang setelah diberikan bedak gatal namun muncul lagi setelah beberapa jam.
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, dan juga
belum pernah menderita penyakit kulit lainnya.
• Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus, hipertensi dan saat ini rutin
melakukan radioterapi karena didiagnosis dengan kanker nasofaring.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Anak pasien juga mengeluh gatal-gatal di badan, namun tidak didapatkan
lesi yang serupa dengan pasien. Anggota keluarga yang lain tidak ada yang
mengeluhkan hal yang sama seperti pasien ataupun anak pasien.

Riwayat Kebiasaan Sosial :


Pasien sering memakai pakaian tertutup dan tebal, sering menyentuh
pegangan tangga dan tembok untuk bersandar termasuk setelah menggaruk-garuk
gelembung-gelembung di badan pasien.

Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tekanan darah : Tidak diperiksa
d. Nadi : Tidak diperiksa
e. Nafas : Tidak diperiksa
f. Suhu : Tidak diperiksa
g. Keadaan gizi : Baik
h. Pemeriksaan thorax : dalam batas normal
i. Pemeriksaan abdomen : dalam batas normal
2. Status Dermatologis
a. Lokasi : Regio colli, brachialis dextra et sinistra, abdomen
inferior dextra et sinistra, dan femoralis anterior dextra et sinistra.
b. Distribusi : Regional
c. Bentuk : Tidak teratur
d. Susunan : Berkelompok
e. Batas : Sirkumskrip
f. Ukuran : Miliar sampai numular
g. Efloresensi
Primer: Papul eritema, plak eritema, vesikel, bula,bula hipopion
Sekunder: Skuama anular dengan bagian tengah eritema (kolaret),
erosi, ekskoriasi.
3. Kelainan Mukosa : Tidak ditemukan kelainan
4. Kelainan Mata : Tidak ditemukan kelainan
5. Kelainan Kuku : Tidak ditemukan kelainan
6. Kelainan Rambut : Tidak ditemukan kelainan
7. Kelainan KGB : Tidak ditemukan pembesaran KGB
Pemeriksaan Penunjang
Usul:
• Pewarnaan Gram untuk mengetahui bakteri coccus gram positif
berbentuk rantai atau kelompok.
• Kultur cairan dari bula untuk mengetahui adanya Streptococcus aureus,
atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus-
β-hemoliticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat berdiri
sendiri.

Diagnosis Banding
1. Impetigo Bulosa
2. Impetigo krustosa
3. Varisella
4. Pemfigoid bulosa
Diagnosa Kerja
Impetigo Bulosa

Penatalaksanaan
1. Umum
• Menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan
• Meningkatkan daya tahan tubuh
• Banyak istirahat dan jangan terlalu kelelahan

2. Terapi Topikal:
• Mupirocin krim 2 % 3 kali sehari selama 10 hari
• Antiseptik triclosan 2%
3. Terapi Sistemik:
• Cefuroxime 500 mg 2 x 1 selama 7 hari
• Cetirizine 5 mg 1 x 1 selama 5 hari

Edukasi
• Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita oleh
pasien merupakan penyakit menular.
• Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak
dengan pasien, terutama apabila terkena luka.
• Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
• Bersihkan dan lakukan desinfektan pada barang yang mungkin bisa
menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien
• Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan,
namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
• Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap
pendek dan bersih
• Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
• Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari
yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari
atau pengering yang panas.
• Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu

Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
Quo ad kosmetikum : Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Pasien perempuan, 50 tahun, datang dengan keluhangelembung-gelembung
kecil pada leher, lengan atas, perut bawah dan paha depan sejak 15 hari sebelum ke
Poliklinik Murni Teguh Memorial Hospital (MTMH). Gelembung-gelembung
berbentuk bulat kecil yang terasal gatal dan nyeri setelah dipecahkan. Awalnya
muncul bercak kemerahan dan gelembung-gelembung di sekitar perut bawah yang
kemudian meluas hingga leher, lengan atas dan paha depan. Bercak kemerahan
yang timbul terasa terasa gatal yang lama kelamaan menjadi gelembung berisi
cairan. Rasa gatal semakin bertambah saat berkeringat sehingga pasien menggaruk-
garuk pada lokasi ruam. Sebagian gelembung pecah meninggalkan ruam dengan
pinggiran seperti sisik putih dengan bagian tengah berwarna kemerahan yang terasa
nyeri dan sebagian lainnya mengering menjadi warna kecoklatan. Sebelum muncul
bercak kemerahan, pasien mengeluhkan adanya demam dan rasa meriang selama 2
hari. Dari pemeriksaan dermatologis diketahui terdapat papul eritematosa, plak
eritematosa, bula hipopion, skuama, erosi dan ekskoriasi multipel di regio colli,
brachialis dextra et sinistra, abdomen inferior dextra et sinistra dan femoralis dextra
et sinistra.
Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala impetigo bullosa bahwa impetigo
merupakan infeksi bakteri di kulit yang dapat terjadi terutama pada orang dengan
daya tahan tubuh yang menurn, umur tua dan hygiene yang kurang. Pada pasien
kasus, imunitas tubuh sedang berkurang karena adanya penyakit komorbid yaitu
kanker nasofaring. Kebiasaan pasien yang sering memakai pakain tebal dan tertutp
serta memegang pegangan tangga dan tembok setelah menggaruk karena rasa gatal
menyebabkan infeksi bakteri pyoderma. Gejala simtomatik dapat berupa lemas,
demam dan diare dialami sebelum muncul keluhan sistemik. Data epidemiologi
menyatakan daerah predileksi impétigo bulosa antara lain leher, ketiak, dada, serta
punggung dengan gambaran efloresensi yang khas berupa vesikel yang biasanya
membesar menjadi bula. Didalam bula tersebut awalnya mengandung cairan yang
jernih berwarna kuning, yang kemudian berubah warna menjadi lebih gelap, serta
lebih berwarna kuning kehitaman. Setelah 1-3 hari lesi ini biasanya akan ruptur dan
meninggalkan lesi eritematous dan basah, yang membentuk kolaret- bentuk khas
pada impetigo bulosa. Jika lesi menyatu, maka akan didapatkan bentuk polisiklik.
Karena impetigo terbatas hanya pada epidermis dan tidak mencapai bagian yang
lebih dalam, umumnya pasien hanya mengeluh gatal tanpa disertai nyeri. Predileksi
pada pasien kasus lebih luas dan terasa nyeri karena sudah mengalami manipulasi
melalui garukan7,8
Lesi pada impetigo bulosa terjadi karena kehilangan dari kemampuan adhesi
sel yang diakibatkan karena adanya eksotoksin A yang bekerja pada desmoglein I
tersebut. Desmoglein I ini berperan dalam mengatur proses adhesi sel. Molekul-
molekul eksotoksin tersebut bekerja sebagai antigen serin biasa yang bekerja secara
local dan mengaktifkan sel limfosit T. Eksotoksin ini juga akan mengalami
koagulasi, di mana toksin tersebut akan tetap terlokalisasi pada bagian atas dari
lapisan epidermis dengan memproduksi fibrin thrombus.7,10
Beberapa penyakit kulit memiliki gejala klinis yang mirip dengan gejala
klinis penyakit kulit yang lain di antaranya adalah impetigo krustosa, namun
terdapat beberapa perbedaan yang khas. Untuk diagnosis impetigo krustosa
umumnya terjadi pada anak dan biasanya tidak didahului dengan gejala konstitusi
atau prodromal, namun dapat kita singkirkan karena dari daerah predileksi untuk
impetigo krustosa adalah di bagian wajah (sekitar lubang hidung serta mulut)
sedangkan pada pasien terdapat di daerah leher, kemudian untuk gambaran
effloresensinya pada impetigo krustosa yang khas adalah adanya gambaran vesikel
dengan krusta yang tebal berwarna kuning seperti madu dengan dasar erosi.
Kemudian untuk diagnosis varisela dapat kita singkirkan karena biasanya didahului
dengan gejala konstitusi atau prodromal seperti demam serta munculnya lesi secara
sentrifugal(mulai dari wajah dan batang tubuh keekstrimitas), sedangkan pada
pasien terdapat di daerah leher saja, kemudian untuk gambaran efloresensinya pada
varicella yang khas adalah adanya gambaran vesikel berisi cairan bening/serous
yang tersusun diskret diatas kulit yang eritema.8
Penatalaksanaan impetigo bulosa dapatdiberikan dengan antibiotika topikal
hingga oral dengan pertimbangan luas lesiserta kondisi klinis pasien seperti ada
tidaknya demam serta limfadenopati. Apabila Impetigo Bulosa tidak disertai
dengan gejala limfadenopatimaka pengobatan yang dapat dipilih jenis topikal.
Antibiotika yang dipilih untuk pengobatan lokal adalah antibiotika yang tidak
digunakan secara sistemik, seperti neomisin, basitrasin, gentamisin, asamfusidat,
mupirosin dan framisetin. Penisilin dan sulfat tidak boleh digunakan untuk
pengobatan lokal oleh karena dapat terjadi sensitisasi. Pada pasien diberikan terapi
mupirosin krim yang dioleskan 2 kali dalam sehari. Mupirocin dan asam fusidat
merupakan obat topikal pilihan pertama untuk kasus impetigo. 7,8,10
Sedangkan pemilihan obat sistemik berdasarkan juga pada gejala pasien,
misalnya apabila ditemukan lesi dalam jumlah yang banyak, serta disertai dengan
gejala konstitusi sebelumnya seperti misalnya demam. Obat antibiotaka sistemik
yang biasanya digunakan meliputi golongan Beta-lactam seperti Amoksisilin,
namun nantinya jika muncul reaksi hipersensitivitas tipe I, dapat diganti dengan
golongan sefalosporin yang lebih hipoalergenik seperti cefadroxil atau cefuroxime
atau dapat diganti dengan golongan lainnya seperti dikloksasilin,serta eritromisin
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan
cefuroxime 500mg 2 x 1 mengingat jumlah lesi yang cukup banyak dan keluhan
demam. Dapat juga diberikan makrolid lain seperti clarithromycin, roxithromycin
dan azithromycin dengan sedikit efek samping terhadap traktus gastrointestinal.
Pemberian anti-histamin dapat dilakukan untuk mengurangi rasa gatal. Pada pasien
ini diberikan cetirizine 5 mg 1 x 1, disarankan diminum di malam hari untuk
meminimalisir efek sedasi saat beraktivitas7,8,10
Selanjutnya yang juga penting adalah memberikan edukasi kepada keluarga
berupa menjaga kebersihan diri, jika timbul lesi baru dan kemudian pecah langsung
dibersihkan agar tidak terkena ke bagian yang lain, cuci pakaian pasien setiap hari
dan jangan bertukaran dengan siapapun di dalam keluarga, potong kuku pasien
untuk mencegah garukan yang akan memperparah kondisi..7
Impetigo bulosa umumnya sembuh dengan sendirinya dalam beberapa
minggu. Namun juga bergantung pada pemilihan dan cara pemakaian obat, serta
syarat pengobatan, dan menghilangkan faktor predisposisi pada kasus yang lebih
berat. Pasien dewasa lebih sering mengalami komplikasi dari pada anak-anak.
Secara umum mengingat penatalaksanaan yang diberikan untuk mengeradikasi
bakteri penyebab, prognosis penyakit pada pasien ini adalah baik.1
DAFTAR PUSTAKA

1. James WD, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections in Andrew's Disease of the Skin.
Saunders Elsevier; 2011.p.247-53.

2. Mahmood B, SH Ghotbi. Impetigo, a Brief Review. Shiraz E-Medical Journal. 2007 July;
8.p. 138 - 41.
3. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, et al. Superficial Cutaneus Infections and Pyodermas In Wolff
K, Goldsmith LA, Katz SI, et al. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. New
York: McGraw Hill Medical; 2008. p. 1694-703.
4. Djuanda A. Pioderma in Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.p. 57-59.
5. Menaldi SLS And Triestianawati W. Pioderma. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
Dan Kelamin FKUI/ RSCM.
6. Oakley A. Managemen Of Impetigo. Hamilton;.p.9-11. Available at : www.bpac.org.nz
7. Pereir LB. Impetigo-Review. An Bras Dermatol. 2014.p. 293-9.
8. MH Mostwaledi. Impetigo in children : a clinical guide and treatment options. South
African Family Practice. 2011; 53.p. 44-46.
9. Fitzpatrick TB, Johnson NA, Wolff K, et al. Cutaneus Bacterial Infections in Color Atlaslas
And Synopsis Of Clinical Dermatology. New York: McGraw Hill Medical.1997.

10. Cole C And Gazewood J. Diagnosis and Treatment of Impetigo. Virginia : University of
virginia School of Medicine.2007 March;75.p.859-64.

Anda mungkin juga menyukai