Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Latar belakang ilmu pengetahuan tentang impetigo cukup mendapat sorotan


tajam dan luas dari berbagai kalangan ilmu kedokteran. Problem impetigo ini multi
kompleks dan memerlukan usaha penelitian yang multi disipliner. Penderita impetigo
yang belum mendapat perawatan dan pengobatan secara sempurna di poliklinik,
Puskesmas merupakan proyek riset yang dilakukan, ini berarti pengobatan dan
perawatan yang lebih luas dikalangan masyarakat akan mengurangi morbilitas
disebabakan oleh impetigo.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah :
1. Sebutkan dan jelaskan konsep medis dari impetigo
2. Sebitkan dan jelaskan konsep keperawatan dari impetigo
A. tujuan
1. untuk mengetahui Konsep Dasar Medis impetigo
2. untuk mengetahui Konsep Dasar Keperawatan impetigo

BAB II
PEMBAHASAN
A.

PENGERTIAN
Impetigo adalah infeksi superficial dikulit oleh bakteri golongan streptococcus.

Atau impetigo contangiosa adalah suatu infeksi antar peradangan kulit luar
disebabkan oleh coagulase- positve stapilococi / oleh kelompok AB streptococci
hemolytic.
Impetigo adalah penyakit infeksi piogenik pada kulit yang bersifat superficial,
bersifat mudah menular yang di sebabkan oleh staphylococcus dan/atau
streptococcus. Impetigo terbagi dalam dua bentuk yaitu impetigo bulosa dan
impetigo nonbulosa
B. KLASIFIKASI KLINIK .
Terbagi atas 2 yaitu :
a. Impetigo bulosa
b. Impetigo nonBullosa

C. ETIOLOGI
1. Impetigo nonbulosa
Etiologi : biasanya streptococcus hemotilikus grup A (Streptococcus pyagenes)
2

Manifestasi Klinik
Tidak disertai gejala umum hanya terdapat pada anak. Tempat predilaksi dimuka
yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari
daerah tersebut.
Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat parah sehingga jika
penderita datang berobat yang terlihat hanyalah krusta tebal berwarna kuning
seperti madu, jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya sering krusta menyebar
ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
Komplikasi : Glomerulonefritis
Pengobatan :Jika Krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotik, kalau
banyak diberi pula antibiotik sistemik.

2.

Imeptigo Bullosa

Etiologi : biasanya Staphylococcus Aureus


Gejala Klinik :
Keadaaan umum tidak dipengaruhi tempat predilaksi di ketiak, dada,
punggung. Terdapat pada anak dan orang dewasa kelaianan kulit berupa
eritema, bula dan bula hipopion kadang-kadang waktu penderita datang
berobat, vesikel /bula telah memecah sehingga yang tampak hanya kolaret dan
dasarnya masih eritematosa, erosi dan askoriosi.

Pengobatan :
Jika terdapat hanya beberapa vesikel /bula, dipecahkan lalu diberi salep
antibiotik atau cairan anti septic kalau banyak diberi antibiotik sistemik, mencari
dan menghilangkan faktor predisposisi misalnya : memperbaiki hygiene.

serupa impetigo Bullosa, hanya lokasinya menyeluruh, dapat disertai


3

D. PATOFISIOLOGI
Impetigo merupakan penyakit menular dan dapat menyebar kebagian kulit
pasien yang lain atau ke anggota keluarga yang menyentuh pasien atau memakai
handuk atau sisir yang tercemar oleh eksudat lesi. Meskipun impetigo dijumpai pada
segala usia, namun penyakit ini terutama di temukan di antara anak-anak yang
hidup dalam kondisi hygiene yang buruk. Sering kali impetigo terjadi sekunder akibat
pediculosis capitis (trauma kepela) , scabies (penyakit kudis), herpes simpleks,
gigitan serangga, getah tanaman yang beracun (poison ivy), atau eczema.
Kesehatan yang buruk, hygiene yang buruk, dan malnutrisi dapat menjadi
predisposisi terjadinya impetigo pada orang dewasa. Daerah-daerah tubuh,wajah,
tangan, lehar, dan ekstremitas yang terbuka merupakan bagian yang paling sering
terkena.
Impetigo bulosa. Bentuk dari impetigo bulosa merupakan kondisi yang lebih
jarang terjadi dibandingkan bentuk nonbulosa. Agen penyebab impetigo bulosa
adalah

staphylococcus

aureus

yang

menghasilkan

aeksotosin

eksfoliatif

ekstraselular disebut A dan B. eksotoksin ini menyebabkan adhesi sel di epidermis,


di mana pada gilirannya menyebabkan timbulnya suatu bula dan pengelupasan dari
epidermis.
Impetigo nonbulosa. Impetigo nonbulosaadalah bentuk yang paling sering dari
impetigo dan terjadi sekitar 70% pada anak usia di bawah 15 tahun. Agen penyebab
impetigo bulosa adalah staphylococcus aureus untuk 50-60 % dari kasus. Selain itu,
sekitar 20-45% kasus disebabkan kombinasi S. aureus dan S. pyogenes. Pada
Negara-negara berkembang, penyebab utama adalah S. aureus pada lesi yang
menyebabkan akumulasi pus. Jika seseorang melakukan kontak dengan orang lain
(misalnya:rumah tangga anggota, teman sekelas, rekan) yang memiliki infeksi kulit
atau pembawa organisme, kulit normal individu akan mengalami invasi bakteri.
Setelah kulit yang sehat terinvasi oleh bakteri piogenik, apabila terjadi suatu kondisi
trauma ringan, seperti lecet atau gigitan serangga,maka akan dapat mengakibatkan
pengembangan lesi impetigo dalam waktu 1-2 minggu.

Predisposisi adanya kontak dengan


Penderita impetigo, kesehatan yg buruk

invasi bakteri piogenik

Hygine yg buruk, dan malnutrisi


Macula yg reptur
Menjadi krusta

Respons inflamasi local


Kerusakan

kerusakan

Saraf perifer

integritas

respon inflamasi sistemik

peningkatan suhu tubuh

respon psikologis

Kondisi kerusakan
Jaringan kulit

NYERI

HIPETERMI

GANGGUAN GAMBARAN
DIRI

E. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pengobatan topical dengan krim antibiotic


2. Drainage: bula dan pastula dengan di tusuk jarum steril untuk mencegah
penyebaran local.
3. Kompres larutan sodium klorida 0,9%
4. Pengobatan sistemik (FK Unair, 2007)
a. Diberikan pada kasus-kasus berat, lama pengobatan paling sedikit 710 hari.
b. Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu).

Kloksasilin (untuk staphylococcus yang kebal penisilin) dosis:250500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c. anak-anak: 10-25 mg/kg/dosis 4
kali/hari a.c.

Dikloksasilin (untuk staphylococci yang kebal penisilin) dosis:125250 mg/dosis, 3-4 kali/hari a.c. anak-anak:5-15 mg/kg/dosis, 3-4
kali/hari a.c.

Feniksimetil penisilin (penisilin V) dosis:250-500 mg, 4 kali/hari


a.c. anak-anak: 7,5-12,5 mg/dosis, 4 kali/hari a.c.

Eritromsisindosis: 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari anak-anak lebih 1


bulan:8-20 mg/hari/hari, 3-4 mg/hari.

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN IMPETIGO
A. PENGKAJIAN
1. Pada anamnesis biasanya di dapatkan keluhan, meliputi hal-hal berikut.
Pada impetigo nonbulosa, keluhan dimulai dengan adanya pembentukan suatu
macula eitematosa tunggal yang cepat berkembang menjadi vasikel dan pecah,
meninggalkan eksudat kuning dengan adanya erosi di atasnya. Awitan impetigo
bulosa biasanya lebih cepat membesar dan bula yang pecah. Lesi biasanya
tanpa gejalah terkadang, pasien melaporkan rasa sakit atau gatal. Pasien
dengan impetigo biasanya didapatkan adanya riwayat kontak dengan penderita
impetigo lainnya.
Pada kedua jenis impetigo di dipatkan adanya riwayat kondisi lingkungan hidup
yang penuh sesak, kebersihan yang rendah, atau lingkungan kerja tidak higienis
mendorong kontaminasi kulit oleh bakteri pathogen yang dapat menyebabkan
impetigo.
Lesi impetigo biasanya sembuh tanpa jaringan parut jika tidak di obati, lesi
impetigo menghilang secara spontan setelah beberapa minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik impetigo bulosa, biasanya didapatkan hal
berikut.Impetigo bulosa sering terjadi pada neonates, tetapi jugaterjadi pada
anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa.

Karakteristik lesi adalah vesikel yang berkembang menjadi sebuah bula kurang
dari 1 cm pada kulit normal, dengan sedikit atau tidak ada kemerahan di
sekitarnya. Awalnya, vesikel berisi cairan bening yang menjadi keruh.
Hamper semua bula akan pecah, apabila bula pecah, sering meninggalkan
jaringan parut di pinggiran.
Lesi dapat local atau tersebar luas. Lesi sering ditemukan di daerah
intertriginosa seperti lipatanleher, ketiak dan lipatan paha, tetapi juga dapat
juga ditemukan di wilayah atau di manapun pada tubuh.
Pada bayi, lesi yang luas dapat berhubungandengan gejalah sistemik seperti
demam, malaise, kelemahan umum, dan diare
Impetigo bulosa dianggap kurang menuar dari impetigo nonbulosa

3. Pada pemeriksaan fisik impetigo nonbulosa, biasanya didapatkan hal berikut


ini:
Kelainan terlihat pertama adalah macula kemerahan atau papul, dengan
diameter 2-3 mm.
Karakteristik lesi adalah vesikel yang mudah pecah dan menjadi papula atau
plak lebih kecildari 2cm dan dengan sedikit atau tidak ada kemerahan
sekitarnya
Lesi berkembang di kulit normal atau pada kulit yang telah mengalami suatu
trauma atau pada kulit setelah mengalami penyakit kulit sebelumnya (misalnya:
varisela, dermatitis atopic) dan dapat menyebar dengan cepat.
Lesi terletak di sekitar mulut, hidung dan terkena bagian tubuh (misalnya:
tangan, kaki, telapak tangan dan telapak kaki).
Jika tidak diobati, lesi menyebar dan secara spontan sembuh setelah beberapa
minggu tanpa jaringan parut.
8

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d respon inflamasi local sekunder dari kerusakan saraf perifer kulit.
2. Hipertermi b/d respons inflamasi sistemik sekunder dari proses supurasi lokal.
3. Kebutuhan pemenuhan informasi b/d tidak adekuatnya sumber informasi,
ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX I: Nyeri b/d respons inflamasi lokal saraf perifer kulit
Tujuan:
dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang /hilang atau redaptasi
kriteria hasil:

Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi. Skala


nyeri 0-1 (0-4).

Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

Pasien tidak gelisah

Intervensi:
1. Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan noninvasive
R/ : pendekatan dengan menggunakan relaksai dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2. Istrahatkan pasien

R/: istrahat secara fisiologis akan menurukan kebutuhan oksigen yang


diperlukan untuk memenuhi memenuhi kebutuhan metabolism basal
3. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
R/: meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder
dari iskemia spina
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
R/: analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

2. DX II: kebutuhan pemenuhan informasi b/d tidak adekuatnya sumber informasi,


ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan
Tujuan: terpenuhinya pengetahuan pasien tentang kondisi penyakit
kriteria hasil:

mengenal perubahan gaya hidup/ tingkah laku untuk mencegah terjadinya


komplikasi.

Intervensi :
beritahukan pasien/ orang terdekat mengenai dosis, aturan dan efek
pengaturan
R/: informasi dibutuhkan untuk meningkatkan perawatan diri, untuk
menamba kejelasan efektifitas pengobatan dan pencegahan komplikasi
jelaskan tentang pentingnya pengobatan antibakteri
R/: pemberian anti bakteri di rumah di butuhkan untuk mengurangi invasi
bakteri pada kulit
ajarkan cara menggunakan obat salep.
10

R/: pemakaian salep atau krim yang di oleskan secara tipis bagian atas lesi

D. EVALUASI
1. Terjadi penurunan respon nyeri
2. Asupan nutrisi terpenuhi
3. Terpenuhinya informasi kesehatan
4. Peningkatan gambaran diri (citra diri)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari

makalah

ini

maka

kami

dapat

simpulkan

bahwa

Impetigo adalah suatu bentuk pioderma superfisialis yang terbagi atas :


Impetigo krustosa yang disebabkan oleh streptococcus hemodilikus

Impetigo

bullosa

yang

disebabkan

oleh

staphilococcu

aureus

Impetigo neonatorum yang merupakan varian bullosa yang terdapat pada


neonatorus.
Dari kelainan kulit impetigo ini, dapat diambil masalah keperawatan sbb

nyeri b.d responinflamasi local sekunder dari kerusakan saraf perifer kulit.

Hipetermi b.d respon inflamasi sistemik sekunder dari proses supurasi


local.

Kebutuhan pemenuhan informasi b.d tidak adekuatnya sumber informasi,


ketidaktahuan program perawtan dan pengobatan

B. Saran
11

Makalah ini kami buat dengan harapan untuk dibaca dan dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca, untuk itu demi kesempurnaan makalah ini
segala kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arndt K.A., Robinson J,K., Wintroub B.U., dan Leboit P.E. 1997. Dermatologi:
Cutaneus Medicine and Surgery In Primary Care. Philadelphia: WB
Saunders.
Bolognia J.L., Jorizzo J.L., dan Rapini r.p. 2003. Dermatology. Volume 1. St. Louis:
Mosby.
12

Price S.A. dan Wilson L.M. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edsisi 4. Jakarta: EGC.
Talley J. dan Oconnor

S. 1993. Clinical Examination: A Guide To Physical

Diagnosis. Sidney: Meclennan & Petty.

13

Anda mungkin juga menyukai