Anda di halaman 1dari 7

Impetigo

Impetigo adalah infeksi bakteri gram positif pada lapisan superficial epidermis.
Impetigo dibagi dalam dua bentuk yaitu impetigo bulosa dan impetigo nonbulosa :

A. Etiologi
Impetigo adalah disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan streptokokus betahemolitik grup A (GABHS). GABHS juga dikenal sebagai Streptococcus pyogenes.
Infeksi oleh S aureus dapat didahului oleh infeksi primer oleh GABHS.

B. Epidemiologi
Rasio antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Impertigo dapat terjadi pada
semua umur. Anak umur kurang dari 6 tahun insidensinya lebih tinggi dibandingkan

dewasa. Impetigo bulosa lebih sering mengenai neonates dan infant. Sembilan persen
impetigo bulosa terjadi pada usia kurang dari 2 tahun. Sedangkan impetigo nonbulosa
biasanya terjadi pada usia 2-5 tahun.

C.

Patofisiologi
Kira-kira 30% nares anterior dikolonisasi oleh S aureus. Beberapa individu
kolonisasi S aureus menyebabkan episode berulang impetigo pada hidung dan

bibir. Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang sehat dalam waktu 7-14
hari, dengan lesi impetigo muncul 7-14 hari kemudian.
Penyebab impetigo bullous adalah gram positif, koagulase-positif, S aureus grup II,
yang paling sering adalah fag tipe 71. S aureus menghasilkan eksotoksin eksfoliatif
ekstraselular disebut exfoliatins A dan B. Eksotoksin S. aureus menyebabkan
kehilangan adhesi sel di permukaan dermis yang menyebabkan kulit melepuh. Salah
satu target protein eksotoksin A adalah desmoglein I yang mempertahankan adhesi sel.
Molekul-molekul ini juga merupakan superantigen yang bertindak secara lokal dan
mengaktifkan limfosit T. Koagulasi dapat menyebabkan toksin untuk tetap berada dalam
epidermis atas dengan menghasilkan fibrin thrombi. Tidak seperti impetigo nonbulosa,
impetigo bullous terjadi pada kulit utuh.
Impetigo nonbulosa terjadi pada lebih dari 70% kasus pada anak usia <15 tahun
dengan infeksi. Penyebabnya adalah S aureus. S aureus menghasilkan toksin
bakteritoksin dari sterptokokus.
Jika seseorang terkontak orang lain (misalnya, anggota rumah tangga, temanteman sekelas, rekan satu tim) yang kulitnya telah terinfeksi GABHS atau pembawa

organisme, kulit normal seseorang dapat terkolonisasi bakteri. Setelah kulit yang sehat
terkolonisasi bakteri, trauma ringan seperti lecet atau digigit serangga, bisa
mengakibatkan perkembangan lesi impetigo dalam waktu 1-2 minggu. GABHS dapat
dideteksi dalam hidung dan tenggorokan dalam 2-3 minggu setelah lesi berkembang,
walaupun mereka tidak memiliki gejala-gejala faringitis streptococcus. Hal ini karena
impetigo dan faringitis disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Impetigo biasanya
karena strain D, sedangkan faringitis disebabkan strain A, B dan C.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala impetigo meliputi:

Impetigo non bulosa dapat dimulai dari macula eritematosa yang cepat menjadi vesikel
atau pustule dan rupture, meninggalkan eksudat kuning kering dengan erosi

Impetigo bulosa dimulai dengan timbulnya blister yang besar dan rupture dengan onset
yang cepat

Infeksi menyebar ke area diatal melakui autoinokulasi secara langsung

Pemeriksaan fisik
Impetigo bulosa:

Karakteristik lesi adalah vesikel yang berkembang menjadi bula pada kulit yang utuh,
dengan minimal atau tanpa kemerahan disekitarnya. Awalnya vesikel mengandung
cairan jernih kemudian menjadi keruh.

Atap bula rupture, sering meninggalkan sisik kolaret perifer

Bulosa biasanya tidak ada karena sangat fragil

Tidak ada pembesaran limfadenopati


Pada infant, lesi ekstensif dihubungkan dengan gejala sistemik seperti demam,
malaise, kelelahan yang menyeluruh dan diare.

Gambar 1. Impetigo bulosa yang disebabkan oleh S. aureus


Impetigo nonbulosa:

Adanya macula atau papul dari ukuran 2-5 mm

Lesi dikarakteristikan dengan vesikel fragil atau pustule yang segera rupture dan
menjadi kuning madu, papul kering atau plak kurang dari 2 cm dan dengan minimal
atau tanpa kemerahan disekitarnya

Lesi berkembang dari kulit yang normal atau kulit yang terkena trauma

Limfadenopati local

Jika tak terobati lesi menyebar secara autoinokulasi kemudian sembuh spontan setelah
beberapa minggu tanpa skar.

Gambar 2. Impetigo krustosa yang disebabkan oleh streptokokus beta-hemolitikus grup


A
Pemeriksaan Laboratorium:

Impetigo biasanya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis

Leukositosis ada pada 50 % kasus impetigo

Urinalis dibutuhkan untuk mengevalusi glomenulonefritis akut poststreptokokal jika


terjadi onset bengkak dan hipertensi. Hematuria, proteinuria seebagai indikator
keterlibatan renal.

Penemuan histopatologis
Impetigo bulosa dengan atau tanpa adanya sel inflamasi pada bula. Terdapat
infiltrate polimorfi dalam dermis atas serta akantolisis pada lapisan granular. Impetigo
nonbulosa terdapat serum kering diatas epidermis. Kokus gram positif juga dapat
terlihat. Spongiosis epidermal dan adanya infiltrasi dermal berat dengan neutrofil dan
sel limfosit.

E. Terapi
Terapi utama impetigo adalah antibiotik, agen yang dipilih harus mencakup
perlawanan terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Obat

beta-lactam merupakan pilihan awal dalam pengobatan impetigo. Topical


antibiotik digunakan pada

pasien dengan lesi kecil atau sedikit, dioleskan pada

daerah yang terkena dua atau tiga

kali sehari selama 7-10 hari. Salep mupirocin

telah digunakan baik untuk lesi.


Obat antibiotik topikal yang dilaporkan berguna pada terapi impetigo adalah:

Klindamisin (krim, losio dan sabun) berguna untuk beberapa infeksi MRSA

Gentamisin salep atau krim dapat digunakan untuk infeksi gram positif oleh spesies
staphylococcus termasuk impetigo dan pioderma.

Hydrogen peroksida 1 % krem, mempunyai aktifitas bakterisidal yang mempunyai


durasi aksi lebih lama dari pada hydrogen peroksida cair.

Tetrasiklin berguna untuk impetigo local tetapi beresiko terjadinya reaksi fotosensitifitas.
Antibiotik oral yang direkomendasikan sebagai terapi impetigo adalah sepalosporin,
penisilin semisintetik, penghambat beta laktamse. Jika kultur bakteri menunjukan MRSA
dan pada pasien yang tidak terjadi peningkatan dapat diberikaan tetrasiklin,
trimethoprim/sulfamethoxazole (Bactrim), klindamicin, atau linezolid.

F. Komplikasi
Impetigo bulosa:

Selulitis, limfangitis, bakteriemia, arthritis septic, dan septicemia


Toksin eksfoliatif yang diabsorbsi akan masuk kedalam pembuluh darah dapat
menyebabkan Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS). Ini sering terjadi pada
anak yang antibodinya untuk melawan toksin tidak berkembang.

Impetigo non bulosa :


GNF akut yang terjadi pada 2-5% impetigo akibat infeksi S aureus dan GABHS
Infeksi yang lebih dalam seperti ektima

Dapat pula terjadi komplikasi sepsis, artritis, osteomielitis, pneumonia atau


staphylacoccal scalded skin syndrome

Anda mungkin juga menyukai