Anda di halaman 1dari 34

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PIODERMA

I. PENDAHULUAN
Penyakit infeksi kulit bakterial merupakan masalah kesehatan masyarakat,
dimana infeksi bakterial pada kulit yang paling sering ditemui adalah pioderma.
Pioderma

ialah

penyakit

kulit

yang

disebabkan

oleh

Staphylococcus,

Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Infeksi kulit kecuali disebabkan oleh


kuman Gram positif seperti pada pioderma dapat pula disebabkan oleh kuman
Gram negative, misalnya: Pseudomonas aeroginosa, Proteus vulgaris, Proteus
mirabilis, Escherichia coli, dan Klebsiella. Penyebab yang umum ialah kuman
Gram positif, yakni streptokokus dan stafilokokus. Prevalensi pioderma di
berbagai negara sangat bervariasi, berkisar antara 0,2-35%. Sedangkan prevalensi
pioderma di Indonesia adalah 1,4 % pada dewasa dan 0,2 % pada anak.(1-3)
Pioderma merupakan infeksi kulit yang menular melalui kontak langsung
dan sangat menular terutama pada orang yang hygienenya buruk yang tinggal di
daerah bersuhu panas dan iklim lembab yang mengakibatkan bakteri akan
memperbanyak diri dengan cepat dan menyebar ke jaringan yang lebih luas.(1)

II. ETIOLOGI
Penyebab

yang

utama

disebabkan

oleh

Staphylococcus

aureus,

Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan


penghuni normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.(3)

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Higiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan, misalnya: kekurangan gizi, anemia, penyakit
kronik, neoplasma ganas, diabetes melitus.
3. Telah ada penyakit lain di kulit, karena terjadi kerusakan di epidermis,
maka

fungsi

kulit

sebagai

pelindung

akan

terganggu

sehingga

memudahkan terjadinya infeksi.(3)

IV. KLASIFIKASI
1. Pioderma Primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,
penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.
2. Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas dan
mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma
sekunder disebut impetigenisata, contohnya dermatitis impetigenisata, scabies
impetigenisata. Tanda impetigenisata, ialah jika terdapat pus, pustule, bulla
purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening
regional, leukositosis, dapat pula disertai demam.(3)

V. BENTUK PIODERMA

IMPETIGO
Definisi
Impetigo adalah suatu infeksi/peradangan pada kulit yang disebabkan oleh
bakteri. Impetigo menyerang lapisan superficial (berbatas tegas) terbatas pada
epidermis. Impetigo merupakan penyakit yang menular, dan infeksi piogenik
superfisial pada kulit. Terdapat dua tipe dari impetigo yaitu impetigo non-bulosa
(impetigo kontagiosa) dan impetigo bulosa.(3, 4)
Etiologi
Impetigo bulosa terjadi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Impetigo
non-bulosa sering terjadi disebabkan oleh Staphylococcus aureus, streptococcus B
hemolyticus grup A, atau oleh kedua organisme tersebut.(4)
Klasifikasi
1. Impetigo Krustosa (impetigo non-bullosa)
Impetigo krustosa (impetigo non-bullosa) terjadi pada anak-anak dari
segala usia serta pada orang dewasa dengan infeksi sekunder dan tidak disertai
gejala umum. Tempat predileksi di muka, yakni di sekitar lubang hidung dan
mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.(3)
Dalam impetigo krustosa, lesi awal berupa vesikel yang berdinding sangat
tipis pada dasar eritem. Cairan serum yang dikeluarkan mengering dan
membentuk krusta yang berwarna kuning madu, yang biasanya lebih tebal dan
kotor dari krusta yang disebabkan oleh streptokokus. Terjadi secara bertahap,

tidak teratur, ekstensi perifer, tanpa central healing, dan pada lesi multipel yang
biasanya muncul, dapat menyatu. Krusta akhirnya kering dan terpisah untuk
meninggalkan eritema, yang memudar tanpa bekas luka. Tidak ada gejala
konstitusional. Limfadenopati regional dapat muncul pada pasien dengan infeksi
yang berkepanjangan, dan tidak diobati. Wajah, terutama di sekitar hidung dan
mulut, dan anggota badan merupakan lokasi yang paling sering terkena, tetapi
keterlibatan kulit kepala adalah sering dalam tinea kapitis, dan lesi dapat terjadi
dimana saja di seluruh tubuh, terutama pada anak dengan dermatitis atopik atau
skabies. Keterlibatan membran mukosa jarang terjadi. Jika tidak diobati, lesi akan
membesar secara perlahan-lahan dan akan menular ke bagian lain dalam waktu
beberapa minggu. Pada beberapa individu, lesi menghilang secara spontan; pada
orang lain lesi akan meluas ke dermis dan membentuk ulkus. Pada kulit yang
lebih gelap, lesi akan diikuti oleh hipopigmentasi atau hiperpigmentasi yang
bersifat sementara.(4)

Gambar 1. Impetigo krutosa. (a) eritema dan krusta pada hidung dan area
kumis (b) dapat menyebar hingga ke seluruh regio centrofacial
2. Impetigo Bullosa

Impetigo bulosa terjadi lebih sering pada bayi baru lahir, anak, dan orang
dewasa, dan ditandai dengan perkembangan yang cepat dari vesikel ke bulla.
Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung.(3, 5, 6)
Pada impetigo bulosa, bulla lambat pecah dan menjadi lebih besar; pada
umumnya berdiameter 1-2 cm namun kemungkinan ditemukan bulla yang sangat
besar dan bertahan selama 2 atau 3 hari. Isinya terlihat jernih, kemudian tampak
berawan dengan batas yang tegas dan tidak ada eritem di sekitarnya. Bulla
menempati daerah superfisial, dan dalam waktu satu atau dua hari bulla akan
pecah. Setelah pecah, akan tampak krusta yang tipis, datar dan berwarna coklat.
Terjadi central healing dan perluasan pada tepi memberikan gambaran lesi
sirsinar/anular. Meskipun sering mengenai daerah wajah, lesi dapat timbul secara
luas di mana saja dan tidak teratur distribusinya, sering pada daerah yang terdapat
penyakit kulit sebelumnya, terutama miliaria atau luka ringan seperti gigitan
serangga. Membran mukosa mulut juga dapat terlibat. Umumnya, beberapa lesi
muncul, tetapi dengan gambaran yang sangat variatif. Kebanyakan kasus kambuh
dalam waktu beberapa minggu dan tidak meninggalkan bekas luka. Impetigo
bulosa kurang menular dari impetigo non-bulosa, dan biasanya sporadik.(4, 5)

Gambar 2. Impetigo Bullosa. (a) multiple vesikel dengan cairan jernih dan
keruh (b) Bulla pecah membentuk krusta

Gambar 3. Impetigo bullosa setelah bulla pecah


Diagnosis
Diagnosis impetigo dapat ditegakkan dari pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan antara lain pewarnaan gram. Hasil
pewarnaan gram yang akan didapatkan untuk kasus impetigo adalah bakteri gram
positif, dalam bentuk rantai atau kluster berserta netrofil. Pemeriksaan kultur

dilakukan untuk melihat Staphylococcus aureus, Streptococcus (terutamanya dari


lesi lama). Pada pemeriksaan dermatopatologi, kokkus bakteri gram positif dapat
ditemukan dalam cairan lepuhan, dan adanya erosi atau ulserasi.(5, 7)
Secara histologis, lesi impetigo bulosa ditandai dengan munculnya
pembentukan vesikel di daerah subkorneal atau granular, sesekali sel akantolitik
akan muncul di sekitar lepuhan, spongiosis, edema dermis pars papilaris, dan
infiltrat campuran limfosit dan netrofil sekitar pembuluh darah dari pleksus
superficial.(5)
Penatalaksanaan
Pengobatan dengan topikal, pelepasan krusta, dan kebersihan yang baik
adalah cukup untuk menyembuhkan impetigo dari yang paling ringan sampai
sedang. Hasil yang baik dapat dicapai dengan salep mupirosin 2% (dioles pada
lesi dua kali sehari dalam waktu tiga sampai lima hari) pada impetigo yang
disebabkan oleh staphylococcal dan streptococcal. Asam fusidat yang diberi dua
kali sehari adalah agen topikal juga efektif terhadap kedua staphylococcal dan
streptococcal. Antibiotik sistemik diperlukan pada kasus impetigo yang luas.(8)
Karena beberapa kasus impetigo disertai staphylococcus, penisilin tidak
memadai untuk pengobatan. Pengobatan antibiotik oral selama lima hingga 10
hari menginduksi penyembuhan cepat. Impetigo staphylococcus merespon cepat
terhadap perawatan yang tepat. Pada orang dewasa dengan lesi yang luas atau
bulosa, diklosaksillin (atau penicillinase-resistant semisintetik penisilin lainnnya),
250-500 mg per oral (PO) empat kali sehari (qid), atau eritromisin (pada pasien

alergi penisilin), 250-500 mg per oral empat kali sehari, harus diberikan.
Perawatan harus dilanjutkan selama 5-7 hari (10 hari jika Streptococcus diisolasi).
Pemberian azitromisin oral (pada orang dewasa 500 mg pada hari pertama, 250
mg setiap hari pada 4 hari berikutnya) telah terbukti sama efektifnya seperti
diklosaksillin untuk infeksi kulit pada orang dewasa dan anak-anak.(8)
Untuk

impetigo

yang

disebabkan

oleh

erythromycin-resistant

Staphylococcus aureus yang selalunya diisolasi dari lesi impetigo pada anak-anak,
amoksisilin ditambah asam klavulanat [25 mg/kg/hari diberikan tiga kali sehari
(tid)], sefaleksin (40-50 mg/kg/hari), sefaklor (20 mg/kg/hari tiga kali sehari),
sefprozil (20 mg/kg sekali sehari), atau klindamisin (15 mg/kg/hari tid atau qid)
diberikan selama 10 hari adalah terapi alternatif yang efektif. Dapat juga diberi
rifampin 600 mg/hari diberi bersama diklosaksilin (untuk MSSA) atau diberi
bersama trimetophrim-sulfamethoxazole (untuk MRSA) selama 10 hari.(8)
Jika impetigo merupakan satu penyakit endemik di kalangan anak-anak,
langkah untuk mengurangi frekuensi penularan infeksi harus dilakukan. Ini
termasuk menyediakan persediaan air dalam ruangan, mencuci tangan,
mendistribusikan sumber daya medis dengan lebih efisien, memberikan edukasi
kepada masyarakat mengenai masalah kesehatan dan pengobatan di awal
perjalanan penyakit. Dengan menerapkan kebiasaan mencuci tangan, prevalensi
impetigo dapat menurun.(8)
Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada impetigo krustosa yaitu ektima karena persamaan


keduanya krusta berwarna kuning. Impetigo krustosa terdapat pada anak dan
dasarnya ialah erosi, sedangkan ektima terdapat pada anak maupun dewasa dan
dasarnya ialah ulkus. Pada impetigo bullosa mirip dengan dermatofitosis, jika
vesikel/bulla telah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema. Pada anamnesis
hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisnya
adalah impetigo bulosa.(3)

FOLIKULITIS
Definisi
Folikulitis

adalah

radang

folikel

rambut

yang

sering

disebabkan oleh infeksi mikrobial, biasanya jenis Staphylococcus


aureus (S.aureus). Folikulitis adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi, iritasi bahan kimia atau trauma fisik. Inflamasi pada
folikel rambut superfisial atau profunda. Pada tipe superfisial
biasanya inflamasi tejadi pada folikel rambut bagian atas dan
secara klinisnya penderita tidak akan merasakan sakit serta
pustul yang tumbuh akan sembuh sendiri dan tidak menimbulkan
skar. Apabila inflamasi folikel rambut profunda terjadi, maka akan
menimbulkan gejala radang, massa eritema yang akan muncul di
permukaan kulit dan memberikan gambaran pustul yang lebih

10

besar dari folikulitis superfisial. Ini akan menyebabkan penderita


merasa sakit dan akan menimbulkan skar.(9)
Klasifikasi
1. Folikulitis Superfisialis
Folikulitis superfisial merupakan salah satu jenis folikulitis yang juga
disebut sebagai Bockhart of Impetigo. Penyebabnya adalah bakteri dan jenis
bakteri yang paling sering adalah Staphylococcus aureus gram positif. Folikulitis
superfisial ini terjadi di hampir seluruh negara yang beriklim tropis. Penyakit ini
terjadi lebih sering pada dewasa dibandingkan anak-anak.(4, 8)
Lesi berbentuk bulat atau pustul dengan dasar eritematous yang sempit
dan merah dan ditengahnya terdapat rambut. Dapat terbentuk pustul berwarna
kuning yang dapat menghilang dalam 7 hingga 10 hari tanpa membentuk
sikatris. Namun, dalam beberapa kasus, perlangsungan penyakit bisa menjadi
kronis. Tempat predileksi pada anak biasanya di kepala, pada dewasa di badan,
bokong, paha, dan area jenggot.(4, 10)
Beberapa penderita bisa terasa gatal dan jarang sekali pasien mengeluh
nyeri. Pada anak besar dan dewasa , infeksi pada folikel rambut bisa menjadi
lebih dalam sehingga menjadi furunkel atau sycosis.(4)

11

Gambar 4. Folikulitis Superfisial. Multiple pustule pada area jenggot.


2. Folikulitis Profunda
Folikulitis profunda merupakan peradangan rambut dengan gambaran
klinis teraba infiltrat di subkutan, contohnya sikosis barbae. Sikosis barbae adalah
folikulitis profunda dengan inflamasi perifolikuler yang terjadi pada dagu dan
bibir atas. Sikosis merupakan peradangan folikel rambut dan mungkin disebabkan
oleh infeksi S. aureus atau jamur dermatofit. Penyakit ini. hanya terjadi pada pria
yang telah memulai cukur. Sikosis ditandai dengan munculnya folikel kecil papula
atau pustula dan cepat menyebar jika orang tersebut tetap mencukur. Reaksi
terhadap penyakit ini sangat bervariasi di antara individu. Infiltrasi tentang folikel
mungkin ringan atau luas. Pada sebagian kasus ditemukan sembuh dengan
jaringan parut. Pada kasus kronis, pustula mungkin tetap terbatas untuk satu
bidang, seperti bibir atas atau leher.(9)

12

Gambar 5. Folikulitis profunda staphylococcus pada area atas bibir


Diagnosis
Folikulitis superfisial tidak selalu muncul sebagai penyakit primer yang
disebabkan karena infeksi. Kerusakan jaringan akibat trauma fisik atau senyawa
pada kulit dapat berhubungan dengan terjadi folikulitis, yang mengakibatkan
pustul mungkin bersifat steril atau berisi stafilokokus

koagulase negatif.

Pekerjaan yang berhubungan langsung dengan minyak mineral atau obat-obatan


atau pekerjaan yang terpapar langsung dengan produk tar dapat menimbulkan lesi
yang sangat mirip dengan folikulitis. Folikulitis yang disebabkan oleh minyak
disebabkan karena minyak tersebut terakumulasi di dalam banyak folikel rambut.

13

Senyawa kimia lain yang bersifat iritan dapat menyebabkan folikulitis yang
mungkin bisa disertai dengan reaksi eksema.(4)
Pemeriksaan tambahan seperti, pewarnaan Gram, preparat KOH, dan
kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab, terutama
pada kasus-kasus rekuren atau resistensi pengobatan. Pada pewarnaan Gram
didapatkan coccus gram positif. Preparat KOH digunakan untuk mengidentifikasi
spesies jamur penyebab. Golongan dermatofit dapat diidentifikasi dari gambaran
hifa dan spora, M. furfur diidentifikasi dengan adanya bentuk ragi multipel, dan
Candida dengan bentuk miselial. Kultur digunakan untuk menentukan organisme
penyakit, yakni bakteri, jamur, atau pun virus. Untuk kasus folikulitis relaps yang
kronis, perlu dilakukan kultur dari swab hidung dan perianal untuk
mengidentifikasi adanya S. Aureus.(4)
Penatalaksanaan
Folikulitis stafilokokus superfisial yang ringan sering sembuh sendiri
tanpa pengobatan, atau dengan pembersih antiseptik atau antiseptik topikal dan
menghindari faktor-faktor predisposisi yang memicu terjadinya folikulitis. Pada
kasus yang berat, dibutuhkan penggunaan antibiotik topikal atau sistemik.(4)
Dianjurkan untuk membersihkan area lesi sebanyak tiga kali sehari dengan
menggunakan sabun antibakteri. Ointment anti bakteri (bacitracin atau mupirocin
2%) juga dapat digunakan selama 7-10 hari terbatas pada daerah lesi. Apabila
terjadi kasus folikulitis stafilokokus yang menyebar luas pada tubuh atau rekuren,
dapat diberikan antibiotik golongan -lactam, macrolides.(6, 10)

14

Diagnosis Banding
Diagnosis

bandingnya

yaitu

tinea

barbae,

lokalisasinya

di

mandibula/submandibula, unilateral. Pada tinea barbae sediaan dengan KOH


positif.(3)
FURUNKEL
Definisi
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan
sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari
satu tempat disebut furunkulosis. (3)
Furunkel merupakan kumpulan nanah dalam ruangan berdinding. Furunkel
berawal dari nodul kemerahan yang keras dan kemudian dengan cepat
berkembang menjadi nyeri dan beberapa hari kemudian terjadi fluktuasi. Sembuh
dengan jaringan parut setelah beberapa minggu. Pada beberapa individu bisa
terjadi kronis rekuren. Sering pada bagian tubuh yang berambut dan mudah
terkena iritasi, gesekan, tekanan, atau pada daerah yang lembab seperti ketiak,
bokong, punggung, leher, dan wajah.(9, 10)
Etiologi
Penyebab tersering terjadinya furunkel adalah bakteri Staphylococcus
aureus. Strain jenis ini dapat ditemukan di hidung dan perineum. Bakteri aerob
(E. coli, P. aeruginosa, S. faecalis) dan anaerob (Bacteroides, Lactobasillus,
Peptococcus, Peptostrestococcus) juga dapat menyebabkan terjadinya furunkel.(9)

15

Diagnosis
Gambaran Klinis
Awalnya furunkel dimulai dengan nodul follikulosentrik yang keras,
lembut, merah pada kulit yang ditumbuhi rambut yang membesar dan menjadi
nyeri dan berfluktuasi setelah beberapa hari. Ruptur terjadi dengan keluarnya
nanah, dan sering inti yang nekrotik. Apabila terjadi ruptur, pus dan sel-sel
nekrotik akan keluar. Rasa sakit sekitar lesi kemudian reda. Kemerahan dan
edema berkurang dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Furunkel dapat
terjadi sebagai lesi soliter atau beberapa lesi di lokasi seperti pantat. Lesi berupa
nodul kecil yang lama kelamaan (dalam beberapa hari sampai minggu) akan berisi
pus. Nodul tersebut menjadi besar dengan ukuran sekitar 1 2 cm. Lokasi yang
paling umum adalah wajah, leher, aksila, bokong, paha dan perineum. Lokasi
rentan terhadap gesekan atau trauma ringan, seperti daerah di bawah ikat
pinggang yang jelas rentan.(7, 8)
Pemeriksaan Penunjang
Furunkel ditandai oleh, reaksi supuratif akut yang melibatkan folikel di
bawah infundibulum, serta nekrosis perifollicular dengan puing-puing fibrinoid.

16

Pemeriksaan histologis dari furunkel yang menunjukkan proses inflamasi


polimorfonuklear padat di dermis dan lemak subkutan.(8)
Pada pemeriksaan pewarnaan gram didapatkan gram positif cocci di dalam
polymorphonuclear (PMN) leukosit. Pada kultur bakteri untuk isolasi
Staphylococcus aureus. Sensitivitas terhadap agen antimikroba dapat menentukan
manajemen antibiotik Sensitivitas mengidentifikasi MRSA dan kebutuhan untuk
terapi antibiotik yang biasa berubah. Dermatopatologi infeksi piogenik yang
timbul dalam folikel rambut dan memperluas ke dermis dan jaringan subkutan
(furunkel) dan dengan abses lokulasi (carbunkel).(8)

Gambar 6. Furunkel pada region atas bibir


Penatalaksanaan
Untuk furunkel sederhana, pengobatan mungkin tidak diperlukan. Namun
bisa dengan pengobatan topical yaitu kompres hangat 3-4 kali per hari bisa
meningkatkan pematangan, drainase dan resolusi gejala. Drains tidak diperlukan

17

kecuali lesi telah meluas cukup dalam untuk membentuk abses berfluktuasi. Insisi
dan drainase ini harus dilakukan hanya pada lesi di mana area putih nekrotik
muncul di bagian atas dari nodul.(8, 9)
Furunkel yang disertai demam, harus diobati dengan antibiotic sistemik.
Untuk infeksi berat atau infeksi pada area yang berbahaya dosis antibiotic
maksimal harus diberikan dalam bentuk parenteral. Bila infeksi berasal dari
methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau dicurigai infeksi serius
dapat diberikan vankomisin (1-2 gram

IV setiap hari dalam dosis terbagi).

Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama satu minggu.(8)


Setiap episode bisa diobati sistemik dengan flucloxacillin atau antibiotik
resisten penisilin. Antibakteri biotik mengurangi kombinasi bakteri di kulit.(4)

KARBUNKEL
Definisi
Karbunkel merupakan beberapa furunkel yang membentuk kelompok.
Karbunkel memiliki lesi inflamasi yang lebih luas, dasarnya dalam, dan ditandai
dengan nyeri yang luar biasa pada tempat lesi yang biasanya ditemui pada
tengkuk, punggung atau paha.(5, 9)
Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi
oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh peradangan daerah sekitarnya dan
juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit. Karbunkel merupakan

18

gabungan beberapa furunkel yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari
jaringan subkutan yang padat.(8)

Gambar 7. Klasifikasi dari infeksi bacterial pada folikel rambut


Etiologi
Karbunkel disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini
merupakan flora normal pada kulit kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran
hidung.(9)
Diagnosis
Gambaran Klinis
Karbunkel biasanya pertama muncul sebagai tonjolan yang nyeri,
permukaannya halus, berbentuk kubah dan berwarna merah. Tonjolan tersebut
biasanya juga indurasi. Ukuran tonjolan tersebut meningkat dalam beberapa hari
dan dapat mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih. Supurasi terjadi setelah
kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel

19

(multiple follicular orifices). Demam dan malaise sering muncul dan pasien
biasanya tampak sakit berat. Karbunkel yang pecah dan kering kemudian
membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh
perlahan dengan granulasi.Walaupun beberapa karbunkel menghilang setelah
beberapa hari, kebanyakan memerlukan waktu dua minggu untuk sembuh.
Jaringan parut permanen yang terbentuk biasanya tebal dan jelas.(4)

Gambar 8. Karbunkel. Lesi ini menampakkan multipel furunkel yang


berkumpul dan mengandung pus

Pemeriksaan Penunjang
Karbunkel mungkin dapat dikaitkan dengan leukositosis. Staphylococcus
aureus hampir selalu merupakan penyebabnya. Pemeriksaan histologi pada
karbunkel menunjukkan abses multiple, dipisahkan oleh jaringan ikat trabekula,
menyusup dermis dan melewati sepanjang tepi folikel rambut, mencapai
permukaan melalui lubang dibawah epidermis. Diagnosis dibuat berdasarkan
gambaran klinis.(5)
20

Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan
furunkel. Karbunkel atau furunkel yang disertai demam, harus diobati dengan
antibiotik sistemik. Untuk infeksi berat atau infeksi pada area yang berbahaya
dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk parenteral. Bila infeksi
berasal dari methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau dicurigai
infeksi serius dapat diberikan vankomisin (1-2 gram IV setiap hari dalam dosis
terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama satu minggu.(8)

EKTIMA
Definisi
Ektima adalah pioderma yang menyerang epidermis dan dermis,
membentuk ulkus dangkal yang ditutupi krusta berlapis yang disebabkan oleh
streptococcus grup A beta haemoliticus. Karena ektima biasanya terdapat pada
lapisan dermis, sehingga sering juga disebut bentuk dalam dari impetigo, biasanya
terdapat pada tungkai bawah. (4, 6)
Ektima mempunyai kerusakan dan daya invasif pada kulit lebih dalam
daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena trauma pada
kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Lesi pada ektima

21

awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau pustul. Kemudian langsung
ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada krusta pada impetigo,
dan ketika dikerok nampak lesi punched out berupa ulkus yang dalam dan
biasanya berisi pus.(9)
Etiologi
Penyebab dari ektima adalah adanya infeksi bakteri Streptococcus grup A
beta haemoliticus, staphylococcus atau kedua-duanya pada kulit. Kadang di
negara maju, lesi selalunya disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada
pengguna obat intravena dan pasien HIV serta pasien yang sedang dalam
pengobatan immunosuppresan. Higienitas yang buruk dan malnutrisi merupakan
faktor predisposisi pada ektima, dan cedera minor atau keadaan kulit lainnya,
terutama scabies, dapat ditentukan dari letak lesinya.(4, 11)
Diagnosis
Gambaran Klinis
Ektima mulai sebagai vesikel atau pustule di atas kulit yang eritematosa,
membesar, dan pecah, terbentuk krusta yang tebal dan kering yang sukar dilepas
dari dasarnya. Bila krusta dilepas terdapat ulkus dangkal berdiameter 0.5cm
hingga 2 cm. Pada ulkus yang lebih dalam dari lapisan dermis tampak daerah
yang menimbul dan indurasi disekeliling tepinya yang berbatas jelas.
Penyembuhan terjadi setelah beberapa minggu, dengan jaringan parut. Lesi baru
dapat berkembang dengan autoinokulasi dalam jangka waktu lama. Bokong, paha
dan kaki adalah bagian yang paling sering terkena.(6, 11)
Pemeriksaan Penunjang

22

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakuan adalah pemeriksaan Gram


dan kultur. Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan mengerok
tepi lesi yang aktif. Pemeriksaan dengan Gram merupakan prosedur yang paling
bermanfaat dalam mikrobiologi diagnostik ketika dicurigai adanya infeksi bakteri.
Sebagian besar bahan yang diserahkan harus dihapus pada gelas objek, diwarnai
Gram dan diperiksa secara mikroskopik. Pada pemeriksaan mikroskopik, reaksi
Gram (biru-keunguan menunjukan organisme Gram positif, merah Gram
negatif)dan morfologi bakteri (bentuk : kokus, batang, fusiforme atau yang lain).
(11)

Gambar 9. Ektima
Penatalaksanaan
Tingkatkan asupan nutrisi dan hygiene dengan cara membersihkan
menggunakan sabun dan air. Antibiotik yang dipilih harus ampuh terhadap
Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus. Terapi topical yang bisa
diberikan yaitu sulconazol atau miconazol yang dapat membersihkan lesi dengan
23

waktu lebih dari 1 minggu. Selain itu, bisa juga diberikan mupirocin atau
bacitracin ointment, selama dua kali sehari. Untuk terapi oral atau sistemik
diberikan dicloxacilin atau generasi pertama sefalosporin dengan penyesuaian
menurut kultur kerentanan organisme tersebut.(4, 6)
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada ektima yaitu impetigo krustosa karena persamaan
keduanya krusta berwarna kuning. Impetigo krustosa terdapat pada anak dan
dasarnya ialah erosi, sedangkan ektima terdapat pada anak maupun dewasa dan
dasarnya ialah ulkus.(3)

ERISIPELAS
Definisi
Erisipelas ialah penyakit infeksi akut oleh bakteri pada dermis dan
jaringan atas subkutan. Erisipelas melibatkan sistem limfatik dermal yang
prominen. Pada penyakit ini, terjadi peninggian kulit pada bagian yang terjadinya
inflamasi dan terdapat area berbatas tegas yang membedakan antara kulit normal
dan kulit yang terjadinya erisipelas. Bagian tubuh yang sering terlibat adalah
kedua tungkai bawah, wajah, dan telinga. 75%-90% terjadi pada ekstremitas
bawah, sementara 2,5%-10% kasus terjadi pada wajah. Erisipelas wajah dimulai
dengan unilateral, tetapi dapat menyebar dengan persentuhan pada hidung
sehingga tampak simetris pada wajah.(5, 9)
Etiologi

24

Erisipelas adalah infeksi primer pada dermis dengan penglibatan system


limfatik yang signifikan serta mempunyai gejala klinis yang khas. Penyebab
utama yang paling sering adalah streptokokus -hemolitik grup A. Pada bayi baru
lahir biasanya disebabkan oleh streptococcus grup B. Pada dewasa, streptococcus
grup B dapat menyebabkan erysipelas pelvis, khususnya setelah operasi.(8)
Diagnosis
Gambaran Klinis
Onset dari erisipelas ini didahului dengan gejala prodromal. Gejala
prodromal muncul mulai dari 4 sampai 48 jam, terdiri dari malaise, disertai gejala
konstitusional yang berat seperti menggigil, demam tinggi, sakit kepala, muntah,
dan sakit pada sendi yang terjadi sebelum muncul lesi pada kulit. Sebelum gejala
pada ekstrimitas timbul, pasien mengeluh nyeri pada sela paha yang disebabkan
oleh pembengkakan nodus femoral. Limfangitis dan abses jarang terjadi, namun
begitu proses ini menyebar dengan cepat dari lesi awal.(6, 9)

25

Gambar 10. Erisipelas pada ekstremitas bawah dengan nyeri dan


eritema
Eritema, panas, bengkak, dan nyeri adalah gejala yang sering timbul pada
erisipelas. Lesi klasik penyakit ini adalah lesi yang berbatas tegas pada wajah.
Namun begitu kedua tungkai turut bisa menjadi bagian yang sering terkena
erisipelas. Selepas 2-5 hari masa inkubasi, timbul gejala mendadak seperti
demam, menggigil, malaise, dan mual. Beberapa jam atau sehari setelah itu,
timbul pula eritema yang menyebar dengan cepat. Kadang-kadang terdapat bula
yang timbul di sekitar lesi seiring dengan menyebarnya plak eritema tadi. Pada
erisipelas, vesikel adalah gejala yang biasa timbul dan bisa terjadi hemoragik
dalam vesikel tersebut. Ianya sering terjadi pada orang yang lanjut usia.(4)
Lesi pada erisipelas berupa panas, tegang, keras, dan mempunyai batas
yang tegas dengan bagian yang kulit yang sehat disertai dengan edema nonpitting. Area yang terjejas akan terasa nyeri apabila dipalpasi disertai sensasi
nyeri. Komplikasi erisipelas jarang terjadi dan biasanya terjadi pada pasien yang
mempunyai penyakit lain yang mendasari sebelumnya. Apabila lesi sudah
sembuh, maka akan timbul deskuamasi dan perubahan pigmentasi pasca
inflamatorik.(9, 12)

26

Gambar 11. Erisipelas pada kedua pipi dan hidung


Pemeriksaan Penunjang
Tes darah rutin memberikan hasil peningkatan kadar leukosit. Spesimen
yang diambil untuk dilakukan tes bakteriologis adalah dari cairan vesikel atau
erosi atau dari permukaan yang ulserasi. Pada tes kultur darah, hanya 5% dari
kasus memberikan hasil yang positif. Kerokan dari tempat masuk bakteri , pustule
atau bula, tenggorokan, dan hidung turut membantu, namun pada kasus infeksi di
wajah, patogen tersebut sering didapatkan pada hidung, tenggorokan, konjunktiva
dan sinus.(4, 9)
Penatalaksanaan
Sebuah respon yang baik biasanya terlihat dengan pengobatan yang tepat.
Terapi topikal tidak tepat diberikan, dan penisilin harus diresepkan. Streptococcus
pyogenes hampir selalu sensitif dalam pengobatan.

Pengobatan parenteral
27

diperlukan pada awalnya untuk infeksi berat, biasanya dengan benzilpenisilin


untuk 2 atau beberapa hari. Oral penisilin V maka dapat diberikan selama 7-14
hari. Dalam kasus yang kurang parah, penisilin V memadai untuk digunakan.
Obat seperti dicloaxacillin (500 mg sebanyak 4 kali sehari) dan cephalosporin oral
juga efektif dalam mengobati erisipelas. Pada pasien yang mempunyai infeksi
streptokokus yang berat, seperti: erisipelas ekstensif, selulitis, atau gangrene
streotokokal diberikan penisilin G secara parenteral dengan dosis yang lebih
tinggi.(12)
Eritromisin digunakan jika ada alergi penisilin. Erisipelas berulang, yaitu
lebih dari dua episode dalam satu siklus, memerlukan jangka panjang profilaksis
penisilin V (250 mg sekali atau dua kali per hari), dengan memperhatikan
kebersihan pada tempat masuk bakteri.(12)
Diagnosis Banding
Erisipelas sulit dibedakan dengan selulitis. Tetapi pada selulitis terdapat
infiltrate di subkutan.(3)

SELULITIS
Definisi
Selulitis dapat dibedakan dari erisipelas berdasarkan dua temuan fisik: lesi
selulitis tidak menonjol, dan batasnya tidak jelas. Jaringan terasa keras pada
palpasi dan sangat nyeri. Bagaimanapun, selulitis merupakan erisipelas

28

mendalam, sehingga dalam banyak kasus dua proses tersebut tidak mungkin
membuat perbedaan yang bermakna.(7)
Selulitis adalah peradangan supuratif yang melibatkan terutama jaringan
subkutan,

paling

sering

disebabkan

oleh

Streptococcus

pyogenes

atau

Staphylococcus aureus. Biasanya, tapi tidak selalu, cellulitis terjadi akibat dari
beberapa luka. Pada tinea pedis adalah jalan masuk yang paling baik.(6)
Selulitis adalah infeksi dermis dan jaringan subkutan yang biasanya
disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus.(9)
Etiologi
Selulitis

biasanya

disebabkan

oleh

Streptococcus

grup

dan

Staphylococcus aureus pada orang dewasa dan Haemophilus influenzae tipe B


pada anak-anak kurang dari 3 tahun. Selulitis kadang-kadang disebabkan oleh
organisme lain. Selulitis biasanya terjadi di dekat luka bedah atau kulit yang ulkus
atau, seperti erisipelas, dapat berkembang pada kulit normal. Tidak ada perbedaan
yang jelas antara kulit yang terinfeksi dan tidak terinfeksi. Episode berulang
selulitis terjadi dengan kelainan anatomi lokal yang dikaitkan dengan sirkulasi
vena atau limfatik. Sistem limfatik dapat dikaitkan oleh episode selulitis
sebelumnya, operasi reseksi kelenjar getah bening, dan terapi radiasi.(9)

29

Diagnosis
Gambaran Klinis
Selulitis memberikan gambaran eritema, nyeri, dan tidak nyaman. Eritema
dapat dengan cepat menyebar. Batasnya tidak jelas dan disertai infiltrate difus di
subkutan dengan tanda-tanda radang akut. Dalam beberapa kasus selulitis, pada
epidermis terjadi pembentukan bulla atau nekrosis, sehingga area pengelupasan
epidermal luas dan erosi dangkal. Gejala sistemik yang dapat muncul seperti
demam, menggigil, dan malaise. Limfadenopati regional dapat berhubungan
dengan selulitis pada ekstremitas.(4, 13)

Gambar 12. Lesi pada penderita selulitis


Kaki merupakan tempat yang paling sering terjadi luka atau lesi inflamasi
termasuk infeksi jamur atau infeksi bakteri, yang dapat diidentifikasi sebagai jalan
masuk bakteri. Predileksi yang paling sering berikutnya adalah wajah, dengan
trauma sebagai penyebabnya. (4)

30

Gambar 13. Selulitis dengan tanda radang akut


Pemeriksaan Penunjang
Menyadari gambaran klinis khas (eritema, kehangatan, edema, dan nyeri)
adalah cara yang paling dapat diandalkan untuk membuat diagnosis dini. Isolasi
agen penyebab sulit dan biasanya tidak dicoba. Demam, leukositosis ringan, dan
tingkat sedimentasi mungkin sedikit meningkat.(9)
Metode yang optimal untuk diagnosis etiologi belum digambarkan. Kultur
lesi merupakan sumber yang lebih dapat diprediksi. Kultur selulitis: aspirasi atau
biopsi pada tepi peradangan, mengidentifikasi patogensampai dengan 20% kasus.
Kultur jamur dan mikobakteri ditunjukkan dalam kasus atipikal. Kultur darah:
hasil yang didapatkan sangat rendah, 2-4%, tertinggi dalam infeksi GAS. Hasil
lebih tinggi didapatkan pada kondisi lymphedema kronis dan pada pasien dengan
bukal atau selulitis periorbital.(7)

31

Penatalaksanaan
Pengobatan empiris

dengan

antibiotik

untuk

staphylococcal

dan

streptokokus yang tepat pada orang dewasa yaitu berikan penisilin (dicloxacillin
500-1000 Mg oral setiap 6 jam) atau sefalosporin. Untuk infeksi yang lebih parah,
berikan penisilin intravena seperti nafcillin (500-1500 Mg intravena setiap 4 jam)
atau vankomisin yang dapat digunakan pada orang yang alergi terhadap penisilin.
(9)

Terapi selulitis H. influenzae harus cepat karena lesi ini membutuhkan


drainase bedah dan debridement yang cepat. Angka resistensi terhadap ampisilin
bervariasi dari 5% sampai 30%. Sefotaksim dan ceftriaxone efektif. Sefalosporin
menghasilkan lebih sedikit efek samping obat. H. influenzae tipe B dapat
menginfeksi beberapa anggota keluarga dan orang yang dekat di pusat-pusat
penitipan anak. Profilaksis Rifampisin harus dipertimbangkan untuk seluruh
keluarga.(9)
Diagnosis Banding
Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan
laboratorik, dan terapinya sama dengan erysipelas.(3)

32

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sutisna IA, Harlisa P, Zulaikhah ST. Hubungan antara Hygiene Perorangan


dan Lingkungan dengan Kejadian Pioderma. Unissula. 2011;3:24-5. Epub
Juni 2011.

2.

Suerni E, Alwi M, Guli M. Uji Hambat Ekstrak Buah Nanas (Ananas


comosus L.Merr.), Salak (Salacca edulis Reinw) dan Mangga Kweni
(Mangifera odorata Griff). terhadap Daya Hambat Staphylococcus aureus.
Biocelebes. 2013;7:35. Epub Juni 2013.

3.

Juanda A. Pioderma. In: Juanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2010. p. 57-61.

4.

Hay R, Adriaans B. Bacterial Infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox


N, Griffiths C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. United States of
America: Wiley-Blackwell; 2010. p. 30.14-30.25.

5.

Craft N. Superficial Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Goldsmith


LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. United States of America:
Mc Graw Hill; 2012. p. 3027-46.

6.

James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews' Disease of the Skin: Clinical
Dermatology. United States of America: Elsevier Saunders; 2009. p. 25261.

7.

Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical


Dermatology. United States of America: McGraw - Hill Companies; 2007.
p. 597-615.

8.

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. 7 ed. United States of America: McGraw Hills; 2008. p. 1695-720.

9.

Habif T. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4


ed. United States of America: Mosby; 2008. p. 279-81.

10.

Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Bacterial Diseases.

Thieme Clinical

Companions Dermatology. Germany: Thieme; 2006. p. 74-5.

33

11.

Cortes R, Franco. Echtyma/Erysipelas. In: Arenas R, Estrada R, editors.


Topical Dermatology. United States of America: Landes Bioscience; 2010.
p. 148.

12.

Gawkrodger DJ. Dermatology an Ilustrated Colour Text. 3 ed. London:


Churchill Livingstone; 2003. p. 44-5.

13.

Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. 3 ed. United States of


America: Blackwell Publishing; 2010. p. 192-3.

34

Anda mungkin juga menyukai