IMPETIGO
Dokter Pembimbing:
dr. Umi Rinasari, MARS, Sp.KK, FINSDV
Disusun oleh:
Gracia Jacqueline Rieny Tuamelly
2165050101
JAKARTA
2022
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................4
II.1 Definisi........................................................................................................................4
II.2 Epidemiologi..............................................................................................................4
II.3 Etiologi........................................................................................................................5
II.4 Patogenesis.................................................................................................................5
II.6 Diagnosis.....................................................................................................................7
II.8 Terapi..........................................................................................................................8
BAB III....................................................................................................................................10
KESIMPULAN.......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11
2
BAB I
PENDAHULUAN
Impetigo terjadi lebih sering di iklim tropis dan di dataran rendah. Kondisi padat atau
kebersihan yang buruk juga menyebabkan impetigo. Impetigo sering mengenai anak-anak
yang tinggal di lingkungan padat, seperti di tempat penitipan anak (day care) dan lingkungan
dengan suhu lembab. Higiene yang buruk dapat meningkatkan perkembangan dan juga
penyebaran dari infeksi ini. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
penderita.4
Karakteristik dari lesi pada impetigo berbeda menurut jenisnya, pada impetigo krustosa
lesi berawal dari vesikel berdinding tipis yang terletak di dasar eritematosa yang mudah
pecah dan akan membentuk sebuah ulkus di bagian superfisial yang ditutupi oleh purulent
discharge yang kering dan membentuk krusta bewarna kuning kecoklatan. Lesi tersebut
biasanya terletak di daerah kulit yang sering terekspos seperti wajah dan ekstremitas dan
berukuran 1 – 2 cm. Pada impetigo bulosa, lesi berawal dari vesikel yang kecil yang akan
menjadi bula lembek (flaccid) berukuran sekitar 2 cm, yang awalnya berisi cairan kuning
jernih, kemudian mengalami perubahan menjadi bewarna kuning kegelapan, lalu dalam satu
sampai dua hari bula akan pecah dan membentuk krusta yang tipis bewarna coklat terang
sampai kuning keemasan.3,4
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
II.2 Epidemiologi
Impetigo lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dan bayi kurang dari 1 tahun,
tetapi juga dapat mengenai anak-anak usia 2 – 5 tahun. Impetigo juga berhubungan
erat dengan kondisi iklim yang lembap dan suhu udara yang hangat, serta lebih
banyak ditemukan pada negara beriklim tropis atau subtropis.3
Secara global, diperkirakan sebanyak 162 juta anak menderita impetigo di
dunia. Impetigo lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Penyebaran sering
dilaporkan terjadi pada tempat penitipan anak, taman kanak – kanak (TK), dan
sekolah dasar. Sebanyak 80% dari impetigo merupakan impetigo bulosa yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Impetigo bulosa lebih umum ditemukan
pada neonatus dan bayi, sekitar 90% kasus terjadi pada usia di bawah 2 tahun.5,6
Data mengenai impetigo di Indonesia belum diketahui. Pada tahun 2017,
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
menyatakan infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan oleh bakteri piogenik
paling sering karena Staphylococcus aureus dan Streptokokus-hemolitik grup A,
seperti S. pyogenes. Hal tersebut menunjukkan kemungkinan prevalensi impetigo di
Indonesia cukup tinggi.7
4
II.3 Etiologi
II.4 Patogenesis
5
II.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis khas impetigo bulosa berupa vesikel kecil yang cepat
berubah menjadi bula yang mudah pecah; dapat juga timbul bula hipopion. Bula
seringkali timbul di area intertriginosa, yaitu aksila, inguinal, gluteal; serta dapat
juga timbul di dada dan punggung. Nikolsky sign (lepasnya epidermis akibat
tekanan/gesekan) tidak didapatkan pada impetigo bulosa. Bula berisi cairan kuning
jernih, yang akan menjadi kuning gelap; dan lesi ini berbatas tegas tanpa adanya
halo eritematosa. Bula terletak superfisial di lapisan epidermis, dan dalam 1 hingga 2
hari akan pecah, tetapi cepat mengering dan membentuk skuama anular dengan
bagian tengah eritematosa (kolaret). Rasa gatal dan tidak nyaman dapat dikeluhkan
oleh pasien.
Lesi awal dari impetigo nonbulosa berupa makula eritematosa kecil berukuran
sekitar 2 mm yang kemudian berubah menjadi vesikel atau pustula dan cepat
berevolusi menjadi honey-colored crusted plaque, yang diameternya bisa meluas
hingga 2 cm. Apabila krusta tersebut diangkat tampak erosi dibawahnya. Lesi dapat
dikelilingi oleh makula eritematosa. Rasa gatal dan tidak nyaman dapat terjadi. Pada
beberapa pasien, lesi dapat sembuh spontan; sedangkan pada individu yang lain lesi
dapat meluas hingga ke dermis dan membentuk suatu ulkus.1,2,3
Gambar 1. (a) Impetigo non – bulosa/krustosa, lesi berupa honey – colored crusted plaque
dengan dasar erosi di area sekitar nasal anterior dan bibir; (b) Impetigo bulosa, tampak bula
hipopion, kolaret, dan erosi1
6
II.6 Diagnosis
Pengambilan sediaan dapat diambil dari pus atau eksudat. Dari hasi sediaan
akan tampak bakteri gram positif tersusun seperti rantai (Streptococcus spp.) atau
bergerombol (S.aureus) atau kombinasi keduanya. Kultur dan uji resistansi kuman
terhadap antibiotik yang diambil dari sediaan lesi/aspirat dilakukan apabila lesi tidak
responsif terhadap pengobatan empiris. Apabila lesi impetigo tidak spesifik, dapat
dilakukan pemeriksaan histopatologis, didapatkan gambaran histopatologis berupa
vesikel/celah di lapisan subkorneal atau stratum granulosum, sel akantolitik di dalam
celah (blister), dengan spongiosis, edema di papila dermis, dan infiltrasi limfosit dan
neutrofil di sekitar pembuluh darah di pleksus superfisialis.1,3
7
II.8 Terapi
Pasien impetigo bulosa dan impetigo nonbulosa dapat berobat rawat jalan.
Terapi nonmedikamentosa berupa menjaga higiene (mandi 2 kali sehari dengan
sabun) serta mengidentifikasi faktor komorbiditas dan faktor predisposisi yang ada.
Pilihan terapi utama topikal terapi yang dapat diberikan pada penderita
Impetigo adalah mupirocin ointment 2% yang memiliki pH 5,5 mendekati pH kulit
normal sebanyak dua kali sehari selama lima hari dengan membersihkan krustanya
terlebih dahulu. Pilihan pertama antibiotik sistemik pioderma yang disebabkan oleh
S. aureus adalah diklosaksilin 250-500 mg 4 kali sehari selama 7 hari, sedangkan
yang disebabkan oleh Streptococcus spp. dapat diberikan penicillin selam 10 hari.1,2
8
Gambar 3. Tatalaksana Infeksi Kulit yang disebabkan oleh Streptococcus1
9
BAB III
KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology. 9th ed. United
States: McGraw-Hill Education; 2019. 2753–2766 p.
2. A H. Pioderma. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin [Internet]. 1st ed.
Jakarta: FK UKI; 2019. p. 2–10. Available from:
http://repository.uki.ac.id/1309/1/BUKU AJAR ILMU KESEHATAN KULIT DAN
KELAMIN FK UKI.pdf
3. Hidayati A. IMPETIGO BULOSA DAN IMPETIGO NONBULOSA. In: AN H,
Damayanti, Sari M, editors. Infeksi Bakteri Di Kulit. 1st ed. Surabaya: Airlangga
University Press; 2019. p. 13–20.
4. Rizani FA, Djajakusumah TS, Sakinah RK. Angka kejadian, karakteristik dan
pengobatan impetigo di rs al-islam bandung. Pros Penelit Sivitas Akad Unisba.
2018;1009–15.
5. Lewis L. Impetigo [Internet]. Medscape. 2019 [cited 2022 Nov 14]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
6. G G, W T, M B. Emerging Treatment Strategies for Impetigo in Endemic and
Nonendemic Settings: A Systematic Review. Clin Ther [Internet]. 2021;43 6:986–1006.
Available from: https://doi.org/10.1016/j.clinthera.2021.04.013
7. Stevens D, Bryant A. Impetigo, Erysipelas and Cellulitis. In: JJ F, DL S, VA F,
editors. Streptococcus pyogenes : Basic Biology to Clinical Manifestations [Internet]
[Internet]. Oklahoma: Oklahoma City (OK): University of Oklahoma Health Sciences
Center; 2016. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK333408/
11
12