Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

IMPETIGO

Dokter Pembimbing:
dr. Umi Rinasari, MARS, Sp.KK, FINSDV

Disusun oleh:
Gracia Jacqueline Rieny Tuamelly
2165050101

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RS. BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 17 OKTOBER - 19 NOVEMBER 2022

JAKARTA

2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.....................................................................................................................3

BAB II.......................................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................4

II.1 Definisi........................................................................................................................4

II.2 Epidemiologi..............................................................................................................4

II.3 Etiologi........................................................................................................................5

II.4 Patogenesis.................................................................................................................5

II.5 Manifestasi Klinis......................................................................................................6

II.6 Diagnosis.....................................................................................................................7

II.7 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................7

II.8 Terapi..........................................................................................................................8

II.9 Diagnosis Banding.....................................................................................................9

II.10 Pencegahan dan Edukasi.......................................................................................9

BAB III....................................................................................................................................10

KESIMPULAN.......................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN

Impetigo merupakan pioderma superfisialis dimana infeksi berbatas pada epidermis


yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus grup A, atau keduanya.
Impetigo diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu : Impetigo Bulosa dan Impetigo Non -
Bulosa/Krustosa/Kontagiosa. Impetigo lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dan bayi
kurang dari 1 tahun, tetapi juga dapat mengenai anak-anak. Impetigo bulosa terutama terjadi
pada bayi baru lahir, walaupun dapat juga terjadi pada semua umur. Impetigo bulosa tipe
neonatus merupakan tipe yang sangat mudah menular, dengan area tersering di wajah dan
tangan. Kejadian impetigo nonbulosa sebesar 70% dari kasus pioderma, dapat terjadi pada
anak maupun dewasa, dengan area tersering di wajah, leher, dan ekstremitas.1,2,3

Impetigo terjadi lebih sering di iklim tropis dan di dataran rendah. Kondisi padat atau
kebersihan yang buruk juga menyebabkan impetigo. Impetigo sering mengenai anak-anak
yang tinggal di lingkungan padat, seperti di tempat penitipan anak (day care) dan lingkungan
dengan suhu lembab. Higiene yang buruk dapat meningkatkan perkembangan dan juga
penyebaran dari infeksi ini. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
penderita.4

Karakteristik dari lesi pada impetigo berbeda menurut jenisnya, pada impetigo krustosa
lesi berawal dari vesikel berdinding tipis yang terletak di dasar eritematosa yang mudah
pecah dan akan membentuk sebuah ulkus di bagian superfisial yang ditutupi oleh purulent
discharge yang kering dan membentuk krusta bewarna kuning kecoklatan. Lesi tersebut
biasanya terletak di daerah kulit yang sering terekspos seperti wajah dan ekstremitas dan
berukuran 1 – 2 cm. Pada impetigo bulosa, lesi berawal dari vesikel yang kecil yang akan
menjadi bula lembek (flaccid) berukuran sekitar 2 cm, yang awalnya berisi cairan kuning
jernih, kemudian mengalami perubahan menjadi bewarna kuning kegelapan, lalu dalam satu
sampai dua hari bula akan pecah dan membentuk krusta yang tipis bewarna coklat terang
sampai kuning keemasan.3,4

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Impetigo termasuk salah satu pioderma superfisialis dimana infeksi berbatas


pada epidermis, yang terdiri dari 2 tipe, yaitu impetigo bulosa dan impetigo
nonbulosa/krustosa/kontagiosa. Impetigo bulosa merupakan infeksi bakteri lokal di
lapisan epidermis kulit dengan manifestasi utama berupa bula. Impetigo nonbulosa
atau impetigo kontagiosa atau impetigo krustosa merupakan infeksi bakteri lokal di
lapisan epidermis kulit dengan gambaran klinis vesikel atau pustula yang cepat
pecah menjadi krusta berwarna kuning seperti madu (honey-colored crusted
plaque).1,3

II.2 Epidemiologi

Impetigo lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dan bayi kurang dari 1 tahun,
tetapi juga dapat mengenai anak-anak usia 2 – 5 tahun. Impetigo juga berhubungan
erat dengan kondisi iklim yang lembap dan suhu udara yang hangat, serta lebih
banyak ditemukan pada negara beriklim tropis atau subtropis.3
Secara global, diperkirakan sebanyak 162 juta anak menderita impetigo di
dunia. Impetigo lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Penyebaran sering
dilaporkan terjadi pada tempat penitipan anak, taman kanak – kanak (TK), dan
sekolah dasar. Sebanyak 80% dari impetigo merupakan impetigo bulosa yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Impetigo bulosa lebih umum ditemukan
pada neonatus dan bayi, sekitar 90% kasus terjadi pada usia di bawah 2 tahun.5,6
Data mengenai impetigo di Indonesia belum diketahui. Pada tahun 2017,
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
menyatakan infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan oleh bakteri piogenik
paling sering karena Staphylococcus aureus dan Streptokokus-hemolitik grup A,
seperti S. pyogenes. Hal tersebut menunjukkan kemungkinan prevalensi impetigo di
Indonesia cukup tinggi.7

4
II.3 Etiologi

Impetigo bulosa disebabkan tersering oleh Staphylococcus aureus, sedangkan


impetigo nonbulosa tersering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Group A
Streptococcus.1,3

II.4 Patogenesis

Kulit merupakan pertahanan tubuh pertama terhadap lingkungan. Adanya


homeostasis yang tidak seimbang antara mikroba kulit dengan pejamu berhubungan
dengan timbulnya impetigo bulosa. Impetigo bulosa disebabkan oleh exfoliatin
(extracelullar exfoliative toxin) Staphylococcus aureus tipe A dan B. Exfoliatin tipe
A bekerja sebagai serin protease dari desmoglein 1 (desmosomal chaderin). Bula
terjadi akibat toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut yang bersifat eksfoliatif.
Toksin tersebut mengakibatkan terpecahnya desmoglein 1 pada epidermis yang
mengakibatkan terbentuknya bula intraepitel. Bila toksin tersebut disekresikan
secara lokal ke kulit akan memberikan gambaran impetigo bulosa, tetapi bila
disekresikan secara sistemik akan menjadi staphylococcal scalded-skin syndrome.
Sebuah studi mengenai impetigo bulosa, pada 51% pasien didapatkan kultur positif
Staphylococcus aureus pada hidung dan tenggorok, dan 79% kultur disebabkan oleh
strain yang sama di kedua area tubuh tersebut. Kulit yang intak bersifat resistan
terhadap kolonisasi atau impetiginisasi, kemungkinan karena tidak adanya reseptor
fibronektin untuk asam teikoat pada Staphylococcus aureus dan Group A
Streptococcus.
Produksi bacteriocins, yang diproduksi oleh strain Staphylococcus aureus
tertentu dan Group A Streptococcus yang bersifat sangat bakterisidal, hanya
berperan jika ada isolasi Staphylococcus aureus pada beberapa lesi impetigo
nonbulosa yang awalnya disebabkan oleh Streptococcus. Staphylococcus aureus
menyebar dari hidung ke kulit normal kira-kira dalam 11 hari, kemudian timbul lesi
kulit setelah 11 hari berikutnya. Lesi biasanya timbul pada wajah di sekitar hidung
atau di ekstremitas setelah trauma. Staphylococcus aureus sebagai carrier di mukosa
nasal dikonfirmasi terdapat di nasal anterior dan bibir; dengan pruritus sebagai
keluhan tersering. Kondisi yang menyebabkan kerusakan integritas epidermis dapat
menjadi port d’entry impetiginisasi, termasuk gigitan serangga, dermatofitosis,
herpes simpleks, varisela, abrasi, laserasi, dan luka bakar akibat termal.1,2,3

5
II.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis khas impetigo bulosa berupa vesikel kecil yang cepat
berubah menjadi bula yang mudah pecah; dapat juga timbul bula hipopion. Bula
seringkali timbul di area intertriginosa, yaitu aksila, inguinal, gluteal; serta dapat
juga timbul di dada dan punggung. Nikolsky sign (lepasnya epidermis akibat
tekanan/gesekan) tidak didapatkan pada impetigo bulosa. Bula berisi cairan kuning
jernih, yang akan menjadi kuning gelap; dan lesi ini berbatas tegas tanpa adanya
halo eritematosa. Bula terletak superfisial di lapisan epidermis, dan dalam 1 hingga 2
hari akan pecah, tetapi cepat mengering dan membentuk skuama anular dengan
bagian tengah eritematosa (kolaret). Rasa gatal dan tidak nyaman dapat dikeluhkan
oleh pasien.
Lesi awal dari impetigo nonbulosa berupa makula eritematosa kecil berukuran
sekitar 2 mm yang kemudian berubah menjadi vesikel atau pustula dan cepat
berevolusi menjadi honey-colored crusted plaque, yang diameternya bisa meluas
hingga 2 cm. Apabila krusta tersebut diangkat tampak erosi dibawahnya. Lesi dapat
dikelilingi oleh makula eritematosa. Rasa gatal dan tidak nyaman dapat terjadi. Pada
beberapa pasien, lesi dapat sembuh spontan; sedangkan pada individu yang lain lesi
dapat meluas hingga ke dermis dan membentuk suatu ulkus.1,2,3

Gambar 1. (a) Impetigo non – bulosa/krustosa, lesi berupa honey – colored crusted plaque
dengan dasar erosi di area sekitar nasal anterior dan bibir; (b) Impetigo bulosa, tampak bula
hipopion, kolaret, dan erosi1

6
II.6 Diagnosis

Diagnosis impetigo bulosa dan impetigo nonbulosa ditegakkan melalui


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan Gram, kultur
kuman, uji resistansi kuman terhadap antibiotik.3
Impetigo Krustosa Impetigo Bulosa
Etiologi Streptococcus ꞵ hemolyticus Staphylococcus aureus
Umumnya mengenai anak - Dapat mengenai anak dan
Usia
anak dewasa
Predileksi Area sekitar mulut Aksila, dada, punggung
Plenting berisi cairan yang
Plenting yang bila pecah
mudah pecah meninggalkan
meninggalkan bekas lecet
Gejala Klinis bekas lecet yang tertutup
dengan sisa atap plenting
koreng berwarna
disekitarnya
kekuningan
Bula kendur hipopion yang
Erosi yang tertutup krusta
Pemeriksaan Fisik bila pecah meninggalkan
kuning seperti madu
kolaret
Tabel 1. Perbedaan Impetigo Krustosa dan Impetigo Bulosa2

II.7 Pemeriksaan Penunjang

Pengambilan sediaan dapat diambil dari pus atau eksudat. Dari hasi sediaan
akan tampak bakteri gram positif tersusun seperti rantai (Streptococcus spp.) atau
bergerombol (S.aureus) atau kombinasi keduanya. Kultur dan uji resistansi kuman
terhadap antibiotik yang diambil dari sediaan lesi/aspirat dilakukan apabila lesi tidak
responsif terhadap pengobatan empiris. Apabila lesi impetigo tidak spesifik, dapat
dilakukan pemeriksaan histopatologis, didapatkan gambaran histopatologis berupa
vesikel/celah di lapisan subkorneal atau stratum granulosum, sel akantolitik di dalam
celah (blister), dengan spongiosis, edema di papila dermis, dan infiltrasi limfosit dan
neutrofil di sekitar pembuluh darah di pleksus superfisialis.1,3

7
II.8 Terapi

Pasien impetigo bulosa dan impetigo nonbulosa dapat berobat rawat jalan.
Terapi nonmedikamentosa berupa menjaga higiene (mandi 2 kali sehari dengan
sabun) serta mengidentifikasi faktor komorbiditas dan faktor predisposisi yang ada.
Pilihan terapi utama topikal terapi yang dapat diberikan pada penderita
Impetigo adalah mupirocin ointment 2% yang memiliki pH 5,5 mendekati pH kulit
normal sebanyak dua kali sehari selama lima hari dengan membersihkan krustanya
terlebih dahulu. Pilihan pertama antibiotik sistemik pioderma yang disebabkan oleh
S. aureus adalah diklosaksilin 250-500 mg 4 kali sehari selama 7 hari, sedangkan
yang disebabkan oleh Streptococcus spp. dapat diberikan penicillin selam 10 hari.1,2

Gambar 2. Tatalaksana Infeksi Kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus1

8
Gambar 3. Tatalaksana Infeksi Kulit yang disebabkan oleh Streptococcus1

II.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding impetigo bulosa adalah herpes simpleks, varisela, bullous
fixed drug reaction, bullous drug eruption, Staphylococcal scalded skin syndrome.
Diagnosis banding impetigo nonbulosa adalah ektima, dermatitis atopik, dermatitis
seboroik, dermatitis kontak alergi, dan skabies.1,3

II.10 Pencegahan dan Edukasi

Pencegahan timbulnya impetigo bulosa dan impetigo nonbulosa dapat


dilakukan dengan menjaga higiene perorangan dan lingkungan, serta menghindari
faktor predisposisi dan memperbaiki faktor komorbiditas yang ada. Mencuci tangan
dengan air hangat dan sabun antibakteri, serta mandi teratur akan menurunkan risiko
infeksi. Pasien dengan impetigo harus membersihkan handuk dan peralatan pribadi
dengan rutin. Pada anak-anak, peralatan pribadi termasuk mainan anak-anak juga
harus dilakukan pencucian secara rutin.3

9
BAB III

KESIMPULAN

Impetigo merupakan pioderma superfisialis dimana infeksi berbatas pada epidermis,


yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus ꞵ hemolyticus, atau keduanya.
Impetigo diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Impetigo Krustosa dan Impetigo Bulosa.
Impetigo lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dan bayi kurang dari 1 tahun, tetapi juga
dapat mengenai anak-anak. Lokasi lesi tersering impetigo bulosa di aksila, dada, dan
punggung, dengan menifestasi utama berupa bula. Impetigo krustosa merupakan infeksi
bakteri lokal di lapisan epidermis kulit dengan gambaran klinis vesikel atau pustula yang
cepat pecah menjadi krusta berwarna kuning seperti madu dengan predileksi pada daerah
wajah, area sekitar hidung, dan mulut. Diagnosis impetigo ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pilihan terapi utama adalah antibiotic topikal
yaitu mupirocin ointment 2%, dan antibiotic sistemik. Pilihan pertama antibiotik sistemik
pioderma yang disebabkan oleh S. aureus adalah diklosaksilin 250-500 mg 4 kali sehari
selama 7 hari, sedangkan yang disebabkan oleh Streptococcus spp. dapat diberikan penicillin
selam 10 hari.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology. 9th ed. United
States: McGraw-Hill Education; 2019. 2753–2766 p.
2. A H. Pioderma. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin [Internet]. 1st ed.
Jakarta: FK UKI; 2019. p. 2–10. Available from:
http://repository.uki.ac.id/1309/1/BUKU AJAR ILMU KESEHATAN KULIT DAN
KELAMIN FK UKI.pdf
3. Hidayati A. IMPETIGO BULOSA DAN IMPETIGO NONBULOSA. In: AN H,
Damayanti, Sari M, editors. Infeksi Bakteri Di Kulit. 1st ed. Surabaya: Airlangga
University Press; 2019. p. 13–20.
4. Rizani FA, Djajakusumah TS, Sakinah RK. Angka kejadian, karakteristik dan
pengobatan impetigo di rs al-islam bandung. Pros Penelit Sivitas Akad Unisba.
2018;1009–15.
5. Lewis L. Impetigo [Internet]. Medscape. 2019 [cited 2022 Nov 14]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
6. G G, W T, M B. Emerging Treatment Strategies for Impetigo in Endemic and
Nonendemic Settings: A Systematic Review. Clin Ther [Internet]. 2021;43 6:986–1006.
Available from: https://doi.org/10.1016/j.clinthera.2021.04.013
7. Stevens D, Bryant A. Impetigo, Erysipelas and Cellulitis. In: JJ F, DL S, VA F,
editors. Streptococcus pyogenes : Basic Biology to Clinical Manifestations [Internet]
[Internet]. Oklahoma: Oklahoma City (OK): University of Oklahoma Health Sciences
Center; 2016. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK333408/

11
12

Anda mungkin juga menyukai