Sindroma Parinaud
DISUSUN OLEH :
2265050074
PEMBIMBING :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Sindroma Parinaud”. Referat ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian Departemen Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di RS Bhayangkara Tk. I R.
Said Sukanto. Penulis menyadari bahwa di dalam melaksanakan pendidikan
kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf, banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi,
namun berkat bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing dan para dokter, maka
penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini. Untuk itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Maula Nurrudin Gaharu, Sp.S selaku pembimbing referat yang telah
memberikan banyak waktu, arahan, nasihat, dan saran untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan penulisan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna dan memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat menerima kritik dan saran yang
membangun agar dapat menjadi bekal yang baik dalam penulisan berikutnya.
Terima kasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaatbagi seluruh pembaca.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.2 Sindroma Parinaud
2.2.1 Definisi
Henri Parinaud, pertama kali menggambarkan sindrom parinaud pada
akhir 1800-an. Sindrom parinaud merupakan kumpulan gejala akibat kompresi
otak tengah dorsal setinggi kolikulus superior. Sindrom Parinaud atau dikenal
sebagai sindrom saluran aquaductus sylvian, sindrom otak tengah dorsal,
sindrom pretektal, dan sindrom Koerber-Salus-Elschnig. Sindrom parinaud
memiliki 3 trias utama berupa gangguan pandangan ke atas, nistagmus retraksi
konvergensi, dan hiporefleksia pupil. Keluhan lain dapat berupa penglihatan
dekat kabur, diplopia, oscillopsia.1,2
2.2.2 Etiologi
Penyebab sindrom Parinaud sangat bervariasi dengan penyebab paling
umum adalah tumor kelenjar pineal dan infark otak tengah. Penyebab lain yang
mungkin antara lain multiple sclerosis, perdarahan otak tengah, ensefalitis,
malformasi arteriovenosa, infeksi (toksoplasmosis), trauma, hidrosefalus
obstruktif, dan kejang tonik-klonik.1
Penyebab yang mendasari sindrom Parinaud juga ditemukan bervariasi
dengan usia. Penyebab neoplastik seperti tumor pineal lebih sering terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda, dan penyebab vaskular lebih sering terjadi pada
populasi paruh baya dan lebih tua.
3
2.2.3 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Kumpulan tanda dan gejala sindrom Parinaud disebabkan oleh
kompresi otak tengah rostral dan pretektum pada tingkat kolikulus superior.
Gejala khas sindrom Parinaud adalah keterbatasan pandangan ke atas. Hal
ini terjadi karena kompresi pada midbrain yaitu di colliculus Superior,
dengan inti utamanya interstisial Cajal dan inti interstisial rostral dari
Medial Longitudinal Fasciculus (riMLF). Pandangan ke bawah secara
klasik dipertahankan, tetapi alasannya tidak sepenuhnya dijelaskan. Telah
dikemukakan bahwa jalur untuk pandangan ke bawah diarahkan ke medial
dari inti interstisial rostral dari Fasciculus Longitudinal Medial (MLF);
sedangkan, serat untuk pandangan ke atas diarahkan ke lateral dari
Fasciculus Longitudinal Medial dan menyilang di komisura posterior. Hal
ini membuat mereka lebih rentan terhadap efek tekanan dari lesi. Namun,
kondisi yang disebut sindrom Reverse Parinaud juga telah dijelaskan.
Dalam kondisi ini, ada kelumpuhan pandangan ke bawah dan bukan
kelumpuhan pandangan ke atas.1,3
Komponen lain dari triad sindrom Parinaud adalah nistagmus
konvergensi-retraksi yang dicirikan oleh nistagmus yang tidak teratur dan
tersentak-sentak, terkait dengan konvergensi dan retraksi kedua mata,
terutama saat pandangan ke atas. Nistagmus retraksi konvergensi
disebabkan oleh kerusakan pada serat supranuklear, yang memiliki efek
penghambatan pada neuron konvergensi atau divergensi otak tengah.
Nistagmus retraksi konvergensi dianggap sebagai tanda yang sangat
terlokalisasi, menunjuk ke lesi otak tengah dorsal. Komponen ketiga dari
triad sindrom Parinaud adalah keterlibatan pupil. Serabut refleks cahaya
pupil bersinaps di nukleus pretektal dan berjalan ke nukleus Edinger-
Westphal di sisi yang sama dan sisi kontralateral melalui komisura
posterior, membuatnya rentan terhadap efek kompresi eksternal dari lesi
massa. Diperkirakan bahwa serat untuk refleks dekat terletak lebih di bagian
ventral sehingga terhindar dari sindrom Parinaud. Pasien juga dapat datang
dengan retraksi kelopak mata yang disebut tanda Collier. Penyebabnya
diduga karena kerusakan serat penghambat levator di komisura posterior.
4
Tabel 3. Manifestasi Klinis sindrom Parinaud
2.2.4 Diagnosis
Penegakan diagnosis sindroma Parinaud dapat ditegakan melalui5:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
Setiap pasien yang memiliki risiko terjadinya sindroma Parinaud
diindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan neurologis menyeluruh.
Pemeriksaan mencakup pemeriksaan ketajaman visual, lapang pandang,
buta warna, pemeriksaan pupil, dan fundoskopi. Selain itu, pemeriksaan
optokineticnystagmus, saccades test, vestibulo-oculareflex juga perlu
dilakukan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Penyebab sindrom Parinaud sangat bervariasi sehingga
membutuhkan pemeriksaan menyeluruh termasuk neuroimaging wajib
dilakukan untuk menemukan penyebab yang mendasarinya. Selain itu,
skrining infeksi, elektroforesis protein serum, dan tes fungsi tiroid juga
dapat dilakukan. Pemeriksaan neuroimaging dilakukan sebagai
pemeriksaan utama untuk mengetahui lokalisasi dan etiologi yang
dicurigai.
5
Diantaranya termasuk magnetic resonance imaging (MRI)/magnetic
resonance angiography (MRA), angiografi, ekstrakranial Ultrasonografi
Doppler. Jika stroke dicurigai, computed tomography (CT) kepala
diperiksa.
6
2.2.5 Diagnosis Banding
Sindrom otak tengah terjadi terutama karena infark atau massa
tumor. Infark otak tengah terjadi karena infark pada sirkulasi posterior
yang merupakan 2% dari semua jenis stroke. Sindrom Benedikt, Weber,
dan Claude terjadi terutama karena infark arteri sirkulasi posterior.
Sebaliknya, sindrom Nothnagel disebabkan oleh efek massa tumor
kelenjar pineal.4,5
Sindrom Weber biasanya disebabkan oleh infark paramedian
mesencephalic atau arteri perforasi peduncular, cabang dari arteri
serebral posterior. Gambaran klinis utama adalah kelumpuhan
okulomotor dan hemiparesis kontralateral. Ataksia kontralateral,
kelumpuhan saraf ke-3, dan parkinsonisme dapat terlihat jika substansia
nigra dan batang serebelar terlibat. Sindrom Benedikt sangat mirip
dengan sindrom Weber, kecuali untuk perkembangan tremor. Tremor
yang terlihat pada sindrom Benedikt disebabkan oleh keterlibatan
nukleus merah, yang menyebabkan koreoatetosis kontralateral dan
tremor rubral. Pada sindrom Claude tidak ada keterlibatan serat
kortikospinal sebagai lawan dari sindrom Benedikt dan Weber. Gejala
utama pada sindrom Claude adalah ataksia kontralateral, dan
kelumpuhan saraf ke-3.
Berbeda dengan ketiga sindrom lainnya yang disebutkan
sebelumnya, sindrom Nothnagel disebabkan oleh efek massa, analog
dengan Parinaud. Presentasi klinis sangat mirip dengan sindrom Claude.
Namun, perbedaanya terletak pada lesi penyebab ataksia, jika sindrom
Nothnagel ipsilateral sedangkan sindrom Claude kontralateral.
7
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang sesuai untuk sindroma Parinaud tergantung pada
etiologi yang mendasarinya. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk
mengeradikasi proses penyakit yang mendasarinya dengan segera sehingga
mengurangi resiko terjadinya kerusakan permanen. Untuk gangguan
ophthalmic diberikan tatalaksana inisial berupa observasi, refraksi, prisma, dan
oclusi. Namun, tatalaksana yang efektif masih tidak diketahui.
Untuk kelumpuhan pandangan ke atas yang persisten dapat dikoreksi
dengan pembedahan. Pilihan pembedahan termasuk resesi rektus inferior,
reseksi rektus superior, dan transposisi superior otot rektus medial dan lateral.
Semua prosedur ini memperbaiki posisi pandangan ke atas dan posisi kepala
abnormal dan pada akhirnya meningkatkan keparahan retraksi nistagmus.
Pelatihan visual dan latihan pelacakan adalah pilihan lain, yang juga dapat
digunakan pada pasien dengan kelumpuhan pandangan yang persisten.6
- Tumor Pineal :
8
- Hydrocephalus :
- Farmakoterapi : Azetazolamide (carbonic anhydrse inhibitor) dengan
dosis 100 mg/kgBB/hari dan Furosemide (diuretik) dengan dosis 1
mg/kgBB/hari.
- Non-Farmakoterapi : Operatif à shunting dan non-shunting. Pada
prosedur non- shunting berupa : ETV, reseksi lesi yang menyumbat
aliran CSF, dan apabila diperlukan ablasi plexus choroidea. Sedangkan
pada prosedur shunting bertujuan untuk diversi CSF ke ruang atau
organ tubuh lain yang memiliki kemampuan reabsorbsi seperti
pericardium, peritoneum, rongga pleura.6
9
BAB III
PENUTUP
10
DAFTAR PUSTAKA
11