HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Saraf
2.2 Primary Survey23
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability...................................................................................................
e. Exposure....................................................................................................
2.3 Pemeriksaan Neurologis pada Primary Survey………...………………30
a. Glasgow Coma Scale
b. Refleks Pupil
c. Lateralisasi
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kecelakaan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Kecelakaan dapat
mengakibatkan kondisi yang mengancam nyawa. Kecelakaan membutuhkan
perawatan penyelamatan jiwa yang segera dan tepat sebelum korban mendapatkan
perawatan utama. Pertolongan pertama adalah metode dan teknik yang digunakan
yang berkaitan dengan pencegahan dan respons segera terhadap kegawatdaruratan
medis.1
Pasien yang mengalami kegawatdaruratan harus segera mendapatkan
penanganan secara tepat, cermat, dan cepat. Penanganan yang tidak tepat akan
menyebabkan terjadinya kematian atau kecacatan pada pasien. Angka kematian
pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) terutama di negara berkembang masih
tinggi. Bahkan di Amerika Serikat, studi yang dilakukan Olsen menunjukkan
angka kematian pasien yang dirawat di IGD meningkat sampai 26% dalam kurun
waktu tahun 1998–2000. Penyebab kematian terbanyak di IGD antara lain
penyakit jantung, trauma, cerebrovascular attact (CVA), dan sepsis. Mortalitas
pasien yang dirawat di IGD dipengaruhi faktor usia, kondisi klinis pasien saat tiba
di IGD, dan manajemen terapi yang diberikan.2
Primary Survey merupakan suatu penilaian yang dilakukan pada pasien
gawat darurat. Penilaian ini dilakukan untuk menangani keadaan mengancam
nyawa dan mencegah konsekuensi dari cedera yang terjadi dengan metode
ABCDE yang merupakan metode yang relevan digunakan dalam semua kondisi
kegawatdaruratan. Metode ABCDE ini terdiri atas Airway, Breathing,
Circulation, Disability (termasuk penilaian neurologi), dan Exposure.3
Pada pasien dengan penurunan kesadaran, pemeriksaan neurologis
merupakan pemeriksaan utama untuk menegakkan etiologic penurunan kesadaran.
Yang penting dicari adalah ada tidaknya tanda-tanda herniasi sebagai keadaan
gawat darurat, serta deficit neurologis untuk menentukan lesi penyebabnya, yaitu
fokal atau difus, dan merupakan lesi intracranial atau sistemik. Pemeriksaan yang
perlu dilakukan adalah pemeriksaan derajat kesadaran, ukuran dan reaktivitas
pupil, pergerakan bola mata dan kekuatan motoric.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Selaput otak terdiri dari tiga lapisan yang berasal dari jaringan
mesodermal, yaitu duramater, arachnoid, dan piamater. Duramater disebut
juga pachymeninges, sedangkan arachnoid dan piamater bersama-sama
disebut leptomeninges.6
1. Duramater
Duramater adalah selaput otak terluar yang merupakan gabungan
dari dua lapisan selaput, yaitu lamina eksterna dan interna. Lamina
eksterna merupakan periosteum internal, tersusun atas jaringan fibrosa
yang padat, melekat erat dengan tulang, banyak mengandung pembuluh
darah serta saraf. Lamina eksterna ini pada beberapa tempat bersatu
dengan periosteum tulang cranium. Lamina interna tersusun atas lapisan
sel pipih. Lapisan ini di dalam cranium akan melebar serta melekuk
membentuk sekat-sekat otak (falks, tentorium), dan akan berlanjut
menjadi duramater spinal.6
Kekuatan perlekatan duramater ke cranium sangat bervariasi.
Perlekatan yang paling erat pada kalvaria adalah pada linea mediana di
atas sinus sagitalis superior, sutura, dan pada beberapa tempat
percabangan arteri meningea media. Di luar ini perlekatannya tidak erat
sehingga menimbulkan terjadinya ruang yang disebut rongga epidural.
Ruang ini merupakan ruang potensial di luar lamina eksterna yang
melekat longgar ke tabula interna sehingga memungkinkan terjadinta
hematoma epidural.6
Pada basis kranii, duramater melekat erat pada krista Gali, lamina
kribrosa, foramen optikum, fisura orbitalis superior, foramen rotundum,
foramen ovale, foramen jugulare, dan meatus akustikus internus.6
Lamina interna memisahkan diri dari lamina eksterna pada daerah
sinus vena duramatris, dan membentuk lipatan sebagai septa yang lebar,
membuat sekat, membagi rongga cranium menjadi beberapa
kompartemen. Sekat-sekat tersebut yaitu:6
a. Falks serebri, terletak midsagittal diantara kedua hemisfer serebri.
Tepi atas falks berisi sinus sagitalis superior dan tepi bawahnya
berisi sinus sagitalis inferior. Falks berjalan mulai dari fronto-basal
melekat pada krista Gali, tepi atasnya mengikuti garis tengah dan
sutura sagitalis, dan pada bagian posterior melekat ke protuberantia
oksipitalis interna, menyatu dengan tentorium serebeli membentuk
sinus rektus.
b. Tentorium serebeli, merupakan sekat yang membagi rongga cranium
menjadi kompartemen supratentorial dan infratentorial
(memisahkan postero-inferior hemisfer serebri dari serebelum).
Tentorium berbentuk seperti kubah. Tentorium serebeli melekat pada
prosesus klinoideus posterior sepanjang margo superior pars petrosa
tulang oksipital. Tentorium memisahkan fosa kranii media dan fosa
kranii posterior dan akan bertemu dengan falks serebri di garis
tengah bagian posterior. Tepi anterior tentorium serebeli berbentuk
konkaf untuk menampung batang otak, membentuk lubang
berbentuk bulat telur yang disebut sebagai incisura tentorial. Karena
tentorium merupakan struktur yang keras, bila terjadi peninggian
tekanan pada parenkim otak di atas tentorium, Sebagian jaringan
otak dapat tertekan/mengalami herniasi melewati hiatus tentorial ini.
c. Falks serebeli yang memisahkan kedua hemisfer serebeli, melekat
pada krista oksipitalis interna sambil membungkys sinus oksipitalis
d. Diafragma sela, merupakan atap hipofisis dan ditembus oleh
infundibulum
e. Kavum trigeminal Meckeli yang mengandung ganglion gaseri
(trigeminal).
2. Arakhnoid
Merupakan lapisan tengah antara duramater dan piamater. Di
bawah lapisan ini adalah rongga subarachnoid yang mengandung
trabekula dan dialiri cairan otak. Lapisan arachnoid tidak memiliki
pembuluh darah, tetapi pada rongga subarachnoid banyak terdapat
pembuluh darah yang mendarahi otak, dan saraf kranial yang keluar
dari batak otak. Arachnoid dan piamater dihubungkan satu sama lain
melalui rongga ini oleh benang-benang tipis jaringan ikat. Ruang
subarachnoid merupakan ruang yang sempit pada permukaan hemisfer
serebri, namun meluas pada beberapa tempat pada dasar tengkorak yang
sebagai sisterna.6
3. Piamater
Merupakan lapisan selaput otak yang paling dalam yang langsung
berhubungan dengan permukaan jaringan otak serta mengikuti
konvulsinya. Piamater terdiri dari lapisan tipis sel-sel mesodermal yang
menyerupai endothelium. Piamater melekat pada sistem saraf pusat
melalui membrane ectodermal yang terdiri dari astrosit marginal
(membrane pial-glial). Piamater tidak merespons terhadap rangsangan
mekanis atau termal, tetapi diduga berespons terhadap regangan
vascular dan perubahan tonus dinding pembuluh darah.6
Gambar 2.3 Selaput otak.5
\
Gambar 2.7 Sistem limbik.8
2. Diensefalon
Bagian utama kedua dari otak depan, diensefalon, terletak di antara
telensefalon dan mesensefalon; mengelilingi ventrikel ketiga. Dua
struktur terpentingnya adalah talamus dan hipotalamus.8
Talamus membentuk bagian dorsal diencephalon. Terletak dekat
bagian tengah hemisfer serebri, tepat di medial dan kaudal ganglia
basalis. Talamus memiliki dua lobus, dihubungkan oleh jembatan
materi abu-abu yang disebut massa intermedia, yang menembus bagian
tengah ventrikel ketiga. Sebagian besar masukan saraf ke korteks
serebral diterima dari talamus; memang, sebagian besar permukaan
kortikal dapat dibagi menjadi daerah-daerah yang menerima proyeksi
dari bagian talamus tertentu. Serat proyeksi adalah kumpulan akson
yang muncul dari badan sel yang terletak di satu wilayah otak dan
bersinaps pada neuron yang terletak di wilayah lain (yaitu, mereka
memproyeksikan ke wilayah ini).8
Talamus dibagi menjadi beberapa inti. Beberapa inti thalamus
menerima informasi sensorik dari sistem sensorik. Neuron dalam
nukleus ini kemudian menyampaikan informasi sensorik ke area
proyeksi sensorik spesifik dari korteks serebral. Misalnya, nukleus
genikulatum lateral menerima informasi dari mata dan mengirimkan
akson ke korteks visual primer, dan nukleus genikulatum medial
menerima informasi dari telinga bagian dalam dan mengirimkan akson
ke korteks pendengaran primer. Nukleus talamus lainnya
memproyeksikan ke daerah spesifik korteks serebral, tetapi tidak
menyampaikan informasi sensorik. Misalnya, nukleus ventrolateral
menerima informasi dari serebelum dan memproyeksikannya ke korteks
motorik primer. Beberapa inti terlibat dalam mengendalikan rangsangan
umum korteks serebral. Untuk menyelesaikan tugas ini, inti ini
memiliki proyeksi luas ke semua daerah kortikal.8
B. Midbrain
1. Tectum
Tectum terletak di bagian dorsal mesencephalon. Struktur
utamanya adalah Superior colliculi dan inferior colliculi, yang
muncul sebagai empat tonjolan di permukaan dorsal batang otak.
Batang otak termasuk diencephalon, otak tengah, dan otak belakang;
disebut demikian karena bentuknya seperti tampak seperti batang.
Inferior colliculi adalah bagian dari sistem pendengaran. Superior
colliculi adalah bagian dari sistem visual. Pada mamalia struktur ini
terutama terlibat dalam refleks visual dan reaksi terhadap rangsangan
gerak.8
2. Tegmentum
Tegmentum terdiri dari bagian mesencephalon di bawah
tectum. Ini termasuk ujung rostral dari formasi reticular, beberapa
nukleus yang mengendalikan gerakan mata, materi abu-abu
periaqueductal, nukleus merah, substantia nigra, dan area tegmental
ventral.8
Formasi retikuler adalah struktur besar yang terdiri dari
banyak inti (lebih dari sembilan puluh seluruhnya). Hal ini juga
dicirikan oleh jaringan neuron yang tersebar dan saling berhubungan
dengan proses dendritik dan aksonal yang kompleks. Formasi
reticular menempati inti otak. batang, dari batas bawah medula ke
batas atas otak tengah. Formasi retikuler menerima informasi
sensorik melalui berbagai jalur dan memproyeksikan akson ke
korteks serebral, talamus, dan medulla spinalis. Ini memainkan peran
dalam tidur dan gairah, perhatian, tonus otot, gerakan, dan berbagai
refleks vital.8
Materi abu-abu periaqueductal disebut demikian karena
sebagian besar terdiri dari badan sel neuron ("materi abu-abu,"
sebagai kontras dengan "materi putih" dari bundel akson) yang
mengelilingi saluran air otak saat berjalan dari ventrikel ketiga ke
keempat. Materi abu-abu periaqueductal berisi sirkuit saraf yang
mengontrol urutan gerakan yang membentuk perilaku khas spesies,
seperti berkelahi dan kawin. Opiat seperti morfin menurunkan
sensitivitas organisme terhadap rasa sakit dengan merangsang
reseptor pada neuron yang terletak di wilayah ini.8
Nukleus merah dan substansia nigra adalah komponen
penting dari sistem motorik. Kumpulan akson yang muncul dari
nukleus merah merupakan salah satu dari dua sistem serat utama
yang membawa informasi motorik dari korteks serebral dan
serebelum ke sumsum tulang belakang. Substantia nigra
mengandung neuron yang aksonnya menonjol ke nukleus kaudatus
dan putamen, bagian dari ganglia basalis.8
Gambar 2.10 a) Tampakan lateral otak dalam bentuk
semitransparan; b) tampak belakang; c) tampakan dorsal brain stem;
d) potongan melintang midbrain.8
C. Hindbrain
1. Metensefalon
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum. Serebelum
("otak kecil"), dengan dua belahannya, menyerupai versi mini dari
otak besar. Serebelum ditutupi oleh korteks serebelar dan memiliki
satu set inti serebelar yang dalam. Nukleus ini menerima proyeksi
dari korteks serebelar dan dengan sendirinya mengirimkan proyeksi
keluar dari otak kecil ke bagian lain dari otak. Setiap hemisfer
serebelum melekat pada permukaan dorsal pons oleh berkas-berkas
akson: pedunkulus serebelum superior, tengah, dan inferior.8
Kerusakan pada otak kecil mengganggu berdiri, berjalan,
atau kinerja gerakan terkoordinasi. Serebelum menerima informasi
visual, pendengaran, vestibular, dan somatosensori, dan juga
menerima informasi tentang gerakan otot individu yang diarahkan
oleh otak. Serebelum mengintegrasikan informasi ini dan
memodifikasi aliran keluar motorik, memberikan efek koordinasi
dan pemulusan pada gerakan. Kerusakan serebelum menyebabkan
gerakan yang tersentak-sentak, kurang terkoordinasi, dan berlebihan;
kerusakan serebelar yang luas membuatnya tidak mungkin untuk
berdiri.8
Pons, tonjolan besar di batang otak, terletak di antara
mesensefalon dan medula oblongata, tepat di ventral ke otak kecil.
Pons berarti "jembatan", tetapi sebenarnya tidak terlihat seperti itu.
Pons mengandung, pada intinya, sebagian dari formasi retikuler,
termasuk beberapa inti yang tampaknya penting dalam tidur dan
bangun. Ini juga mengandung nukleus besar yang menyampaikan
informasi dari korteks serebral ke otak kecil.8
2. Myelensefalon
Myelencephalon berisi satu struktur utama, medula oblongata,
biasanya hanya disebut medula. Struktur ini adalah bagian paling
kaudal dari batang otak; batas bawahnya adalah ujung rostral
sumsum tulang belakang. Medula mengandung bagian dari formasi
retikuler, termasuk inti yang mengontrol fungsi vital seperti
pengaturan sistem kardiovaskular, respirasi, dan tonus otot rangka 8
Seperti otak, medulla spinalis terdiri dari materi putih dan materi
abu-abu. Tidak seperti otak, materi putihnya (terdiri dari kumpulan akson
bermielin naik dan turun) berada di luar; materi abu-abu (kebanyakan
badan sel saraf dan akson pendek tidak bermielin) ada di bagian dalam.8
Gambar 2.13 Struktur medulla spinalis.8
1. Airway
Airway dan Breathing merupakan prioritas utama dalam
penanganan korban trauma. Hal ini dikarenakan proses pernafasan tidak
akan berjalan dengan baik tanpa adanya saluran nafas yang memadai.
Keadaan hipoksia akan menyebabkan ketidakmampuan darah untuk
memasok oksigen dengan baik ke otak dan organ vital lainnya, yang dapat
menyebabkan kematian. Pemeriksaan jalan nafas ini meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh benda asing (corpus
alienum), fraktur tulang wajah, fraktur maksila, fraktur mandibula, fraktur
laring, atau fraktur trakea.9
Jalan nafas dimulai dari ujung mulut dan hidung, kemudian ke
faring, kemudian ke laring, trakea, bronkus, saluran bronkus, dan berakhir
pada membran alveolocapillar yang merupakan tempat pertukaran udara.
Antara faring dan laring merupakan pangkal lidah yang sering terjadi
obstruksi karena pangkal lidah jatuh kebelakang sehingga menyebabkan
obstruksi jalan nafas. Obstruksi jalan nafas dibagi menjadi dua yaitu
obstruksi total dan parsial. Pasien yang mengalami obstruksi total dapat
dibagi lagi menjadi 2 yaitu sadar dan tidak sadar. Pasien dengan obstruksi
total dan dalam keadaan sadar akan terlihat cemas, kemudian dapat
ditemukan keadaan sianosis atau tidak. Ini adalah situasi di mana dorongan
perut dapat dilakukan. Penderita yang mengalami obstruksi total dengan
keadaan tidak sadar, dapat tidak menimbulkan gejala atau hanya dapat
berupa sianosis saja. Situasi ini dapat dilakukan dengan dorong toraks.
Obstruksi parsial, dapat terdengar suara tambahan pada korban yang
mengalami trauma.9
Jalan nafas dapat dibebaskan dengan multi manuver, yang terdiri
dari head tilt, chin lift, jaw thrust, dan triple airway manuver. Ketiga
metode ini memiliki fungsi yang sama yaitu memindahkan dasar lidah dari
posterior faring sehingga jalan napas terbuka. Manuver ini dapat dilakukan
kepada siapapun yang mengalami gangguan jalan napas dan bukan terapi
definitif. Namun, tindakan ini dapat menyebabkan atau memperburuk
trauma servikal. Risiko ini dapat dikurangi dengan melakukan imobilisasi
selama manuver dengan menggunakan neck collar.9
Manuver head tilt dan chin lift seperti yang dilakukan dengan
mendorong dahi korban ke belakang sehingga kepala korban menengadah
disertai dengan mengangkat dagu korban. Hal pertama yang harus
dilakukan dalam manuver head tilt dan chin lift adalah meletakkan jari
tengah dan jari telunjuk di bawah dagu korban. Kedua jari mengangkat
dagu sehingga leher terlihat lebih memanjang ketika kepala diayunkan ke
belakang dengan tangan yang lain. Ekstensi kepala mengangkat dagu
untuk menarik lidah dan epiglotis ke atas dan ke depan. Kondisi ini
menyebabkan glotis terbuka sehingga jalan napas menjadi lebih baik.
Penekanan harus difokuskan hanya pada punggung dagu dan bukan pada
jaringan lunak regio submandibular karena hal ini dapat menyebabkan
obstruksi. Langkah terakhir dari prosedur ini adalah dengan menggunakan
ibu jari Anda untuk membuka mulut korban saat manuver head tilt dan
chin lift masih terus dilakukan.9
2. Breathing
Akses yang baik tidak selalu menjamin ventilasi yang baik.
Ventilasi diperlukan untuk pertukaran oksigen dan pembuangan karbon
dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi paru-paru, dinding
dada, dan diafragma yang tepat. Masing-masing komponen tersebut harus
dievaluasi secara cepat karena gangguan dapat muncul dari berbagai
penyebab. Trauma toraks atau abdomen akan menyebabkan gangguan
pergerakan otot-otot pernapasan. Inspeksi dan palpasi dapat
mengungkapkan kelainan dinding dada yang dapat mengganggu ventilasi.
Gangguan sistem saraf yang mengatur pernapasan akan terjadi pada
trauma kepala, servikal atau spinal dan pernapasan terkait dan harus
dideteksi selama pelaksanaan survei primer adalah tension pneumotoraks,
pneumotoraks terbuka, kontusio paru flail chest, dan hematoraks massif.9
Menilai pernapasan juga dapat dilakukan dengan look, listen dan
feel. Look yaitu dengan melihat pergerakan dada saat bernapas apakah
simetris atau tidak. Listen, yaitu dengan mendengar suara napas. Feel,
dengan merasakan hembusan napas pasien dan vocal fremitus. Penilaian
pernapasan harus harus dilakukan secara hati-hati karena dapat
menyebatkan ventilasi oksigen yang tidak adekuat ke otak yang dapat
menyebabkan hipoksia.9
Korban dengan gangguan pernapasan akan menunjukkan beberapa
tanda dan gejala seperti terlihat sesak napas dengan napas cepat dan
tampak menggunakan otot pernapasan tambahan. Suara napas tambahan
seperti mengi dapat terdengar. Pergerakan hemitoraks kanan dan kiri
mungkin tidak konsisten atau tidak sesuai pada beberapa trauma.
Frekuensi pernapasan bisa kurang dari 8 kali per menit atau lebih dari 30
kali per menit. Korban dengan henti napas, tidak ada suara napas, tidak
ada gerakan toraks atau perut, dan korban terengah-engah dianggap juga
mengalami gangguan pernapasan.9
Penanganan bila ada gangguan pernafasan dapat dengan cara
memberikan bantuan pernafasan yaitu pemberian nafas dari mulut (mouth
to mouth), pemberian nafas dari mulut ke hidung, pemberian nafas dari
mulut ke masker, dan pemberian nafas dengan bag valve mask.9
Gambar 2.17 Pemberian bantuan napas dari mulut ke mulut.9
3. Circulation
Perdarahan merupakan penyebab utama pasca trauma yang dapat
diatasi melalui penanganan yang cepat dan tepat di rumah sakit. Seorang
korban trauma yang berada dalam keadaan hipotensi harus dianggap
berada dalam keadaan hipovolemik dan dapat menimbulkan komplikasi
yaitu syok hipovolemik sampai dibuktikan bagaimana keadaan korban
yang sebenarnya diperoleh dari penilaian cepat status hemodinamik
korban. Ada banyak kondisi yang dapat menyebabkan hipovolemia dan
mengganggu kestabilan hemodinamik korban trauma.9
Hipovolemia adalah masalah umum pada pasien trauma.
Pemeriksaan klinis yang dilakukan secara cepat dalam memeriksa status
hemodinamik korban, meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, dan nadi
akan sangat membantu memperbaiki keadaan dan merupakan kewajiban
dalam setiap pertolongan bagi korban trauma. Penurunan tingkat
kesadaran dapat terjadi akibat penurunan perfusi darah ke otak karena
penurunan volume darah intravaskular.9
Korban dengan wajah pucat keabu-abuan dan kulit pucat pada
ekstremitas merupakan korban yang menderita hipovolemia. Denyut nadi
korban hipovolemia akan terasa cepat dan kecil. Pemeriksaan nadi dapat
dilakukan pada nadi yang besar, misalnya pada arteri femoralis atau arteri
karotis dengan pemeriksaan meliputi kekuatan, kecepatan, dan irama nadi.
Denyut nadi arteri yang besar atau detak jantung yang menghilang
merupakan tanda untuk segera melakukan resusitasi jantung paru untuk
meningkatkan volume dan curah jantung.9
5. Exposure/Environmental Control
Semua pakaian korban harus dilepas sehingga kondisi umum
seluruh tubuh dapat dinilai dengan log roll. Korban harus dijaga agar tidak
mengalami hipotermia. Korban hipotermia harus segera ditangani agar
suhu tubuh korban meningkat atau menjadi normal.9
1. Eye Opening
Jaras Penglihatan
Jalur optik dimulai di retina, yang merupakan struktur kompleks
yang terdiri dari sepuluh lapisan berbeda. Setiap lapisan memiliki
fungsi yang berbeda. Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang
dan sel kerucut, yang menghasilkan potensial aksi dengan
bantuan rhodopsin melalui siklus fotosensitif. Lapisan sel
ganglion dan lapisan serat saraf berfungsi sebagai dasar saraf
optik; yang pertama berisi badan sel, dan yang terakhir berisi
akson saat mereka mengalir melintasi retina. Ini terdiri dari dua
jenis serat, yaitu serat temporal dan hidung, yang masing-masing
mengontrol bagian hidung dan temporal bidang visual. Serabut-
serabut ini bergabung bersama pada diskus optikus dan diarahkan
ke posterior keluar mata untuk membentuk bagian orbita nervus
optikus. Saraf ini dikelilingi oleh dura, yang merupakan
kelanjutan dari otak, memungkinkan pergerakan bebas CSF
antara mata dan ruang intrakranial. Akson keluar dari orbit
melalui foramen orbita, bersamaan dengan arteri oftalmika dan
serabut simpatis. Kemudian memasuki kanal optik, terowongan
terbungkus tulang yang dimaksudkan untuk melindungi saraf. Ia
keluar ke fossa kranial tengah untuk membentuk bagian
intrakranial saraf optik. Ini berlanjut sampai dua saraf optik
bergabung bersama untuk membentuk kiasma optik tepat di
belakang dan di atas tangkai hipofisis. Di sini lebih dari setengah
serat hidung dari mata kiri berpotongan untuk bergabung dengan
serat temporal mata kanan dan membentuk saluran optik kanan
dan sebaliknya. Di luar kiasma, jalur berlanjut sebagai dua traktus
yang berbeda, masing-masing membawa serabut temporal dari
mata yang lain. Traktus optikus kemudian berjalan ke posterior di
mana sebagian besar akson bersinaps di lapisan korpus
genikulatum lateral (LGB) otak tengah, yang merupakan
perpanjangan posterolateral talamus; dengan minoritas yang
masuk ke dalam colliculus superior dan nuclei Edinger-Westphal;
serat ini memungkinkan persarafan parasimpatis pupil, yaitu,
konstriksi pupil. Mayoritas serabut berjalan ke posterior menjadi
traktus genico-calcarine, yang memiliki lengkung parietal dan
temporal dalam bentuk radiasi optik dorsal dan lengkung Meyer
dan berakhir masing-masing ke cuneus gyrus dan lingual gyrus
dari korteks visual primer. Area Broadmann nomor 17).12
2. Motor score
Perjalanan system motoric dikelompokkan menjadi dua
system: (1) system motoric sentral/upper motor neuron (UMN)
yang terdiri dari system piramidalis dan ekstrapiramidalis, serta
(2) system motoric perifer/lower motor neuron (LMN). System
ini mengirimkan segala perintah dari korteks motoric serebri
menuju sirkuit local untuk mengatur Gerakan-gerakan volunteer
tubuh. Sirkuit local ini selanjutnya akan meneruskan perintah
tersebut ke LMN atau neuron motoric yang akson-aksonnya
menstimulasi otot-otot volunteer secara langsung.6
Sistem motoric sentral/Upper Motor Neuron
Traktus Piramidalis
Traktus ini berasal dari korteks motoric dan berjalan
melalui substantia alba serebri (korona radiata), krus porterius
kapsula interna, bagian sentral pedunculus serebri, pons, dan
basal medulla (bagian anterior). Tempat tractus terlihat seperti
penonjolan kecil yang disebut pyramid. Pada bagian ujung bawah
medulla, 80-85% serabut pyramidal menyilang ke sisi lain di
dekusatio piramidum. Serabut yang tidak menyilang berjalan
menuruni medulla spinalis di funiculus.6
Sistem piramidalis merupakan kumpulan serabut saraf yang
mengatur Gerakan volunteer otot rangka (kontralateral). Serabut
system piramidalis ini dimulai sel-sel Betz daerah korteks girus
presentalis/area Broadmann 4, sel fusiform korteks Broadmann 4,
dan area broadmann 6. Serabut-serabut ini berjalan menurun
secara konvergen melewati korona radiata dan berkumpul di
kapsula interna yang terletak di antara thalamus dengan ganglia
basalis (nucleus kaudatus, putamen, dan globus palidus). Impuls
dari korteks motoric ini disalurkan melalui dua jalur yang terdiri
dari serabut-serabut tractus kortikobulbar dan tractus
kortikospinal. Tractus kortikobulbar berpengaruh terhadap LMN
saraf-saraf kranial otak. Tractus kortikospinal berpengaruh
terhadap LMN saraf spinal.6
Serabut tractus kortikobulbar berjalan dari kapsula interna
menuju otak tengah (mesensefalon). Pada area ini tractus
kortikobulbar mengalami persilangan. Ada beberapa serabut yang
menyilang dan sisanya berjalan ipsilateral. Nucleus yang terlibat
merupakan saraf-saraf otak yang mengatur inervasi volunteer otot
wajah dan mulut N. V (trigeminal), N. VII (Fasialis), N. IX
(Glosofaringeus), N. X (Vagus), N. XI (asesorius), dan N. XII.6
Serabut tractus kortikospinal berjalan dari kapsula interna
menuju mesensefalon lalu turun menuju pons dan kemudian
muncul melewati piramis yang terletak di medulla oblongata.
Pada bagian bawah medulla oblongata 80-85% serabut tractus ini
akan menyilang garis tengah (dekusasio piramidum) dan
melanjutkan diri menjadi tractus kortikospinalis lateralis,
sedangkan sisanya akan terus turun (tidak menyilang) sebagai
tractus kortikospinal ventralis. Traktus kortikospinalis lateralis
nantinya akan terus menurun untuk masuk ke dalam substansia
grisea kornu anterior segmen vertebral yang bersangkutan dan
berakhir di sel-sel kornu anterior (primary motor neuron) dan
selanjutnya akan mempersarafi otot-otot rangka melalui medulla
spinalis. Tractus kortikospinalis ventralis akan terus menurun dan
baru menyilang melalui komisura ventralis di masing-masing
segmen yang bersangkutan untuk berakhir di kornu anterior untuk
kemudian mempersarafi otot-otot rangka.6
Traktus Ekstrapiramidal
Sistem ekstrapiramidal tersusun dari semua jaras motoric
yang tidak melalui piramis medulla oblongata dan berkepentingan
untuk sirkuit umpan balik motoric pada medulla spinalis, batang
otak, serebelum dan korteks serebri. Selain itu, system ini juga
mencakup serabut-serabut yang menghubungkan korteks serebri
dengan massa kelabu (seperti striatum, nucleus ruber, dan
substansia nigra), dengan formasio retikularis dan dengan nucleus
tegmental batang otak lainnya. Impuls-impuls saraf pada system
ini ditransmisikan melalui sel-sel saraf intercalated sebagai: 1)
tractus rubrospinal, 2) tractus reticulospinal, 3) tractus tectospinal,
4) tractus vestibulospinal.6
Traktus rubrospinal berjalan melewati nucleus merah.
Serebelum mengirim pesan kepada saraf spinal melalui tractus
ini. Informasi berjalan dari pedunculus superior serebelum
menuju nucleus merah dan berakhir pada saraf spinal. Informasi
sangat penting untuk motoric (somatic), control otot skeletal, dan
regulasi tonus untuk postural. Traktus reticulospinal berjalan dari
nuclei reticular pons dan medulla oblongata menuju saraf spinal.
Tractus ini terlibat dalam control motoric (somatic) dan berperan
penting dalam mengontrol fungsi otonom. Tractus tectospinal
bersumber dari semua bagian batang otak, terutama
mesensefalon, yang berjalan menuju saraf spinal. Tractus ini
terlibat dalam mengontrol otot-otot leher. Tractus vestibulospinal
berjalan dari nucleus vestibular yang terletak di pons bagian
bawah dan medulla oblongata menuju ke saraf spinal. Tractus ini
berkaitan dalam masalah keseimbangan.6
Traktus rubrospinal membantu untuk melenturkan
ekstremitas atas sehingga setiap lesi di atasnya, sikap fleksor yang
terlihat pada postur dekortikasi dapat diamati. Sebaliknya traktus
vestibulospinal meluas baik ekstremitas atas maupun bawah
dengan pengaruh pada otot antigravitasi sehingga menyebabkan
postur deserebrasi. Lesi di bawah nukleus vestibular
menyebabkan paralisis flaccid pada semua ekstremitas.11
3. Verbal Response
Pusat-pusat bahasa terletak di daerah perisylvian dari
hemisfer dominan bahasa. Area bahasa membentuk massa
jaringan berbentuk C di sekitar fisura Sylvian yang memanjang
dari area Broca ke area Wernicke. Sulkus sentral memotong fisura
Sylvian dekat ramus posteriornya. Area bahasa posterior inferior
frontal (PIF) terletak di depan sulkus sentral di lobus frontal dan
disebut sebagai anterior atau prerolandia. Area posterior superior
temporal (PST) terletak di posterior sulkus sentralis dan disebut
sebagai posterior atau postrolandic. Area bicara anterior mengacu
pada aspek motorik, atau ekspresif, dan area posterior merupakan
aspek sensorik, atau perseptif, bahasa. Area bicara broca terletak
di gyrus frontalis inferior. Ini pada dasarnya adalah korteks
asosiasi motorik, area eksekutif untuk fungsi bahasa, yang terletak
tepat di depan area motorik utama untuk bibir, lidah, dan wajah.
Daerah girus presentralis kiri insula, daerah kortikal di bawah
lobus frontal dan temporal, tampaknya penting dalam
perencanaan motorik bicara. Area bicara Wernicke terletak di
gyrus temporal superior. Ini pada dasarnya adalah korteks asosiasi
sensorik yang terletak tepat di belakang korteks pendengaran
primer. Fasikulus arkuata adalah saluran materi putih dalam yang
melengkung dari daerah Wernicke di sekitar ujung posterior
fisura Sylvian dan melalui materi putih subkortikal insula ke
daerah Broca. Traktus lain di substansia alba subkortikal insula
menyediakan koneksi tambahan antara area PIF dan PST. Gyrus
angular adalah bagian dari lobulus parietal inferior; itu menutupi
ramus posterior fisura Sylvian dan terletak di antara area
Wernicke dan korteks visual. Gyrus sudut penting untuk
membaca dan fungsi bahasa nonverbal yang serupa. Gyrus
supramarginal juga terletak di antara korteks visual dan area
bahasa perisylvian posterior dan terlibat dengan fungsi bahasa
visual.13
Komponen neuroanatomi yang berperan dalam proses
produksi Bahasa dan pemahaman sangat rumit. Komponen ini
meliputi masukan (input) auditori dan pengkodean Bahasa di
lobus temporal superior, analisis Bahasa di lobus parietal, dan
ekspresi di lobus frontal. Masukan tersebut kemudian naik ke
tractus kortikobulbar menuju kapsula interna dan batang otak,
dengan efek modulator dari ganglia basal dan serebelum.
Terakhir, masukan dimaknai sebagai Bahasa lengkap dengan
kosakata, makna sintaksis, dan gramatikal di interkoneksi antar
pusat-pusat Bahasa.
Untuk membahas anatomi di balik skor respons verbal, kami
membahas secara singkat neurologi pendengaran.4,11
Kode bicara pertama-tama disampaikan pada colliculus
inferior (lesi di sini mengarah pada ucapan yang tidak dapat
dipahami). Tahap awal pengenalan ucapan secara bilateral (tetapi
tidak harus simetris) diatur di lobus temporal superior. Di luar itu,
aliran pemrosesan ucapan terbagi menjadi dua jalur, satu
mendukung pemahaman, dan yang lain mengatur aspek produksi
ucapan dan memori jangka pendek fonologis. Pemrosesan
pendengaran awal dan pengenalan kata terjadi di area temporal
inferior. Lesi di sini mengarah pada respons verbal yang tidak
tepat. Dipercaya bahwa rute umum untuk produksi ucapan adalah
melalui memori kerja verbal dan fonologis menggunakan area
aliran punggung yang sama yang terlibat dalam persepsi ucapan
dan memori kerja fonologis. Dari area Wernicke, sinyal dibawa
ke area Broca melalui fasikulus arkuata. Lesi pada tingkat ini
menyebabkan respon verbal yang tidak tepat. Kemudian muncul
peran ganglia basalis dalam produksi bicara. Ganglia basal kiri
memainkan peran penting dalam mengatur gairah dan inisiasi
bicara, dalam memantau aspek semantik dan leksikal bahasa, dan
dalam beralih dari satu elemen linguistik ke elemen berikutnya
selama produksi bahasa. Putamen terlibat dalam inisiasi kortikal
sementara otak kecil memperkuat dan menghaluskan sinyal ini
untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang benar. Lesi di
sini menghasilkan bicara yang disorientasi karena kurangnya
petunjuk sensorik tambahan untuk memandu fasikulus arkuata
dan ganglion untuk perilaku bahasa yang berorientasi.11
Gambar 2. Neuroanatomi verbal response.13
b. Cara Pemeriksaan
1. Eye
Respon mata yang baik, yang akan menerima skor maksimal (4
poin) adalah pembukaan mata spontan, yang tidak diminta.
Tingkat berikutnya di bawah ini adalah pembukaan mata dalam
menanggapi ucapan (3 poin) seperti memanggil pasien dengan
namanya atau meminta pasien untuk membuka mata. Membuka
mata sebagai respons terhadap stimulus nyeri (2 poin) melibatkan
penerapan stimulus yang tidak menyenangkan, seperti penekanan
pada supraorbital atau penekanan pada trapezius. Skor minimum
1 menunjukkan tidak ada pembukaan mata sebagai tanggapan
terhadap rangsang nyeri. Namun, jika tidak ada respon karena
terdapat gangguan pada mata, seperti pembengkakan, maka
pemberian keterangan "C" untuk "Closed" harus dicatat pada
pemberian skor.10
2. Verbal
Kaji respons verbal dengan memeriksa apakah pasien dapat
berorientasi pada waktu, tempat, dan orang. Jika mereka bisa
menjawab semua pertanyaan, pasien menerima skor maksimum
(5 poin). Jika mereka mengalami disorientasi, kemudian nilai
sejauh mana kemampuan komunikasi verbal pasien. Pasien
mungkin dapat berkomunikasi dengan kata-kata yang teratur (4
poin), meskipun dengan terlihat bingung tentang waktu, tempat,
atau orang. Bicara kacau atau tidak teratur (3 poin) mengacu pada
kata-kata acak yang dapat didengar yang tidak relevan dengan
konteksnya. Pasien mungkin dapat mengeluarkan suara (2 poin),
seperti suara erangan, tanpa kata-kata yang jelas. Tidak ada
respons yang terdengar (1 poin) adalah skor minimum. Jika
pasien tidak dapat berkomunikasi karena intubasi, beri skor
dengan catatan "T."10
3. Motor
Jika pasien dapat mematuhi perintah untuk melakukan sesuatu,
maka pasien dapat menerima poin maksimum (6 poin). Jika
pasien tidak mampu melakukan perintah, langkah selanjutnya
adalah dengan menilai respon terhadap rasa sakit. Penilaian ini,
seperti penilaian pada pembukaan mata, membutuhkan rangsang
nyeri yang cukup menyakitkan. Tindakan melokalisasi nyeri (5
poin) mengacu pada kemampuan pasien untuk menggerakkan
tangan mereka ke atas bahu mereka ke tempat dimana rasa nyeri
berasal. Fleksi normal dengan tindakan menghindari rasa sakit (4
poin) meliputi tindakan penarikan anggota tubuh menjauh dari
rangsangan nyeri. Fleksi abnormal terhadap rangsang nyeri (3
poin) terdiri dari adduksi dan rotasi internal lengan serta ekstensi
kaki. Gerakkan ini dikenal dengan "dekortikasi", yang
menunjukkan kerusakan di atas red nucleus di otak tengah, seperti
cedera kortikal atau thalamus. Gerakkan ekstensi terhadap nyeri
adalah respons abnormal yang terdiri dari ekstensi siku dan
pergelangan tangan, biasanya dengan ekstensi kaki. Postur ini
dikenal juga sebagai “deserebrasi”, yang kemungkinan
menunjukkan adanya kerusakan pada atau di bawah red nucleus,
seperti pada cedera batang otak, dan menunjukkan kerusakan otak
yang lebih parah. Skor minimal diberikan bila tidak ada respon
terhadap nyeri (1 poin). Riset telah menunjukkan bahwa
komponen motor tampaknya menjadi yang terbaik prediktor
kelangsungan hidup.10
Indikator Nilai
Respon membuka mata
Spontan 4
Terhadap perintah/pembicaraan 3
Respon motorik
Sesuai perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi-dekortikasi 3
2
Reaksi ekstensi-deserebrasi
1
Tidak berespons
Respon Verbal
Dapat berbicara dan memiliki orientasi baik 5
Dapat berbicara, namun disorientasi 4
c. Interpretasi
Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberian skor, maka
skor dijumlahkan. Pada pasien cedera otak dapat di klasifikasikan
sebagai ringan (skor GCS 14- 15), sedang (skor GCS 9-13), dan
berat (skor GCS ≤ 8).15
Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting
dalam memprediksi resiko kematian diawal pemeriksaan. Glasgow
Coma Scale tetap menjadi metode paling umum digunakan untuk
menilai tingkat kesadaran pada pasien cedera otak traumatis
dikarenakan GCS merupakan instrumen standar yang lebih aplikatif
digunakan, namun pengkajian tingkat kesadaran dengan
menggunakan GCS sulit untuk dilakukan untuk menilai respon
verbal pada pasien terintubasi, tidak bisa untuk mengetahui reflek
batang otak dan perubahan pola nafas.15
2. Refleks Pupil
Pupil memiliki rentang dinamis yang besar, biasanya dari diameter
7,5-8 mm pada midriasis penuh hingga diameter 1,5-2 mm pada miosis
penuh, dan dikendalikan oleh aksi antagonis sfingter iris dan otot dilator.
Sfingter dan dilator masing-masing dipersarafi oleh sistem saraf
parasimpatis dan simpatis; dengan demikian, parameter PLR yang berbeda
dapat digunakan sebagai indikator untuk modulasi simpatik atau
parasimpatis. Faktor-faktor yang mempengaruhi diameter pupil rata-rata
termasuk usia, jenis kelamin, warna iris, kesehatan saraf retina dan optik,
dan kejernihan media optik; namun, penentu paling kuat dari ukuran pupil
adalah tingkat cahaya sekitar.16
Ukuran pupil mengalami perubahan ukuran berkaitan dengan
variasi tingkat cahaya yang ada disekitar untuk mengatur jumlah cahaya
yang masuk ke mata. Proses ini dikenal sebagai refleks cahaya pupil
(Carrick). Refleks cahaya pupil merupakan komponen penting dari
pemeriksaan neurologis pasien trauma dan temuan dianggap penting
dalam hal diagnosis, pilihan pengobatan dan prognostik. Setelah cedera
kepala parah, pemeriksaan neurologis awal yang dilakukan secara akurat
sangat penting, karena merupakan dasar untuk membandingkan semua
perubahan lebih lanjut. Refleks pupil adalah respon fisiologis yang
melibatkan saraf kranial kedua dan ketiga, tetapi juga dapat dipengaruhi
oleh banyak faktor termasuk hipotermia, narkotika, alkohol, obat-obatan
terlarang, trauma lokal atau patologi mata yang sudah ada sebelumnya.17
Impuls aferen berjalan dari nervus optikus ke chiasma optikum ke
tractus optikus dan kemudian berakhir dan bersinaps di nucleus pretektalis
dekat kolikulus superior. Dari sini impuls diteruskan ke nucleus
parasimpatik Edinger Westphal kedua sisi. Persarafan parasimpatis
merupakan dasar mekanisme refleks cahaya tidak langsung: penyinaran
satu mata tidak hanya menyebabkan konstriksi pupil yang disinari saja tapi
juga pupil kontralateral. Dari nucleus Edinger Westphal serabut eferen
berjalan di N. III menuju orbita dan melalui N. Siliaris brevis
mempersarafi m. sfingter pupilae.6
Gambar 2. Refleks Cahaya Pupil.6
a. Cara Pemeriksaan
Pemeriksaan pupil dapat dilakukan baik pada pasien sadar maupun
tidak sadar. Pada pasien yang sadar, pemeriksa harus membuat pasien
focus melihat pada objek yang jauh lurus ke depan. Sedangkan pada
pasien yang tidak sadar atau koma, pupil dinilai per posisi pasien saat
ditemukan. Pada pemeriksaan pupil, yang penting untuk diperiksa
adalah ukuran pupil, bentuk, dan reaksi pupil.18,19
Untuk melihat ukuran pupil, perhatikan kedua mata apakah pupil
sama besar antara kiri dan kanan (isokor atau anisokor). Juga dapat
diperhatikan bentuk pupil apakah bundar dan rata tepinya (normal) atau
tidak. Bila pupil mengecil, hal ini disebut miosis, dan bila membesar
disebut midriasis.20
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya dilakukan dengan
menyuruh pasien untuk melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya), setelah itu mata pasien di senter (beri cahaya) dan dilihat
apakah ada reaksi pada pupil mata yang disenter dan mata yang tidak
disenter. Cahaya sebaiknya di berikan dari luar canthus dan tidak
langsung menyorot ke pupil karena dapat mengaburkan visualisasi.18,20
b. Interpretasi
Diameter normal pupil adalah antara 2 dan 5 mm, dengan rata-rata
pupil berukuran 3,5 mm. Meskipun kedua pupil harus berukuran sama,
perbedaan 1 mm dianggap sebagai deviasi normal. Kondisi ini dikenal
sebagai anisocoria dan terjadi pada 15% hingga 17% populasi tanpa
signifikansi klinis yang diketahui. Ukuran pupil harus dinilai baik
sebelum dan sesudah pupil merespon cahaya langsung. Bentuk pupil
dilaporkan sebagai bulat, tidak teratur, atau oval. Bentuk normal pupil
adalah bulat.18
Reaksi cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak
langsung (konsensual). Pada keadaan normal, pupil mata yang diberi
cahaya akan mengecil. Hal ini disebut reaksi cahaya langsung positif.
Kemudian, perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya
ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya tersebut. Bila
demikian, disebut reaksi cahaya tidak langsung positif. Kecepatan
reaktivitas pupil dicatat sebagai cepat, lamban, atau tidak reaktif.
Normalnya, pupil akan menyempit dengan cepat sebagai respons
terhadap cahaya.18,20
3. Lateralisasi
Lateralisasi pada tubuh manusia adalah suatu bentuk
kecenderungan salah satu sisi tubuh lebih banyak digunakan dibandingkan
dengan sisi satunya. Hal ini disebabkan oleh dominasi pada salah satu
hemisfer otak yang berperan untuk menjalankan fungsi tertentu. Secara
fungsional, otak menunjukkan lateralitas sehubungan dengan kedua
hemisfer otak yang secara bersamaan berperan dalam menjalankan suatu
aktivitas namun salah satu hemisfernya akan menjadi lebih dominan pada
aspek tertentu. Lateralitas fungsional didasarkan pada lateralitas anatomi
tubuh dan otak yang diasosiasikan dengan perkembangan kognitif,
penggunaan tangan, penggunaan kaki, penglihatan dan sebagainya.21
Tanda lateralisasi dapat dinilai dengan memberikan rangsang nyeri.
Nyeri pertama dicoba pada permukaan kuku atau supraorbital atau sendi
temporo mandibular, pada satu sisi tubuh dahulu disusul pada sisi lainnya.
Hal ini dilakukan untuk menilai kemungkinan lateralisasi respon motoric.
Respons terhadap stimulus ini dapat mengindikasikan penyebab
penurunan kesadaran di hemisfer secara simetris (gangguan metabolic atau
lesi difus) atau asimetris (lesi structural unilateral), serta membantu
lokalisasi letak disfungsi serebral. Respon postur yang bilateral dan
simetris akan ditemukan pada lesi hemisfer bilateral dan metabolic. Postur
yang unilateral dan asimetris umumnya mengindikasikan lesi structural
pada 1 hemisfer atau batang otak sisi kontralateral tubuh yang mengalami
deficit neurologis.4
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA