Anda di halaman 1dari 57

BAGIAN ILMU BEDAH APRIL 2022

UNIVERSITAS TADULAKO REFERAT


FAKULTAS KEDOKTERAN

“MINI NEUROLOGICAL EXAMINATION IN PRIMARY


SURVEY”

Nama : Frilasty C.T Tampubolon


No. Stambuk : N 111 20 003
Pembimbing : dr. Franklin L. Sinanu, Sp.BS

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Frilasty C.T Tampubolon


No. Stambuk : N 111 20 003
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Referat : Mini Neurological Examination in Primary Survey
Bagian : Bagian Ilmu Bedah

Bagian Ilmu Bedah


RSUD UNDATA PALU
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, April 2022


Pembimbing Mahasiswa

dr. Franklin L. Sinanu, Sp.BS Frilasty C.T Tampubolon


DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Saraf
2.2 Primary Survey23
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability...................................................................................................
e. Exposure....................................................................................................
2.3 Pemeriksaan Neurologis pada Primary Survey………...………………30
a. Glasgow Coma Scale

b. Refleks Pupil
c. Lateralisasi

BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kecelakaan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Kecelakaan dapat
mengakibatkan kondisi yang mengancam nyawa. Kecelakaan membutuhkan
perawatan penyelamatan jiwa yang segera dan tepat sebelum korban mendapatkan
perawatan utama. Pertolongan pertama adalah metode dan teknik yang digunakan
yang berkaitan dengan pencegahan dan respons segera terhadap kegawatdaruratan
medis.1
Pasien yang mengalami kegawatdaruratan harus segera mendapatkan
penanganan secara tepat, cermat, dan cepat. Penanganan yang tidak tepat akan
menyebabkan terjadinya kematian atau kecacatan pada pasien. Angka kematian
pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) terutama di negara berkembang masih
tinggi. Bahkan di Amerika Serikat, studi yang dilakukan Olsen menunjukkan
angka kematian pasien yang dirawat di IGD meningkat sampai 26% dalam kurun
waktu tahun 1998–2000. Penyebab kematian terbanyak di IGD antara lain
penyakit jantung, trauma, cerebrovascular attact (CVA), dan sepsis. Mortalitas
pasien yang dirawat di IGD dipengaruhi faktor usia, kondisi klinis pasien saat tiba
di IGD, dan manajemen terapi yang diberikan.2
Primary Survey merupakan suatu penilaian yang dilakukan pada pasien
gawat darurat. Penilaian ini dilakukan untuk menangani keadaan mengancam
nyawa dan mencegah konsekuensi dari cedera yang terjadi dengan metode
ABCDE yang merupakan metode yang relevan digunakan dalam semua kondisi
kegawatdaruratan. Metode ABCDE ini terdiri atas Airway, Breathing,
Circulation, Disability (termasuk penilaian neurologi), dan Exposure.3
Pada pasien dengan penurunan kesadaran, pemeriksaan neurologis
merupakan pemeriksaan utama untuk menegakkan etiologic penurunan kesadaran.
Yang penting dicari adalah ada tidaknya tanda-tanda herniasi sebagai keadaan
gawat darurat, serta deficit neurologis untuk menentukan lesi penyebabnya, yaitu
fokal atau difus, dan merupakan lesi intracranial atau sistemik. Pemeriksaan yang
perlu dilakukan adalah pemeriksaan derajat kesadaran, ukuran dan reaktivitas
pupil, pergerakan bola mata dan kekuatan motoric.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Saraf


Sistem saraf dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu sistem saraf pusat
yang terdiri dari otak dan medulla spinalis, dan sistem saraf perifer yang
terdiri dari nervus kranialis dan nervus spinalis serta ganglia. Di sistem saraf
pusat, otak dan medulla spinalis adalah pusat utama di mana korelasi dan
integrasi informasi saraf terjadi. Baik otak maupun medulla spinalis ditutupi
dengan sistem membran, yang disebut meninges, dan tersuspensi dalam
cairan serebrospinal, kemudian dilindungi lebih lanjut oleh tulang tengkorak
dan kolumna vertebralis.5
Susunan saraf perifer terdiri dari sel-sel saraf dan serabutnya yang terletak
di luar susunan saraf pusat, yang merupakan pembawa informasi ke seluruh
bagian tubuh. Berdasarkan arah alur informasi system saraf, saraf perifer
dibagi menjadi dua, yaitu serabut aferen dan eferen. Serabut aferen (sensorik)
menghantarkan informasi dari organ tubuh (reseptor) ke susunan saraf pusat,
sedangkan serabut eferen (motoric) mengantarkan informasi dari susunan
saraf pusat ke organ tubuh (efektor).6

Gambar 2.1 Sistem Saraf Pusat dan Sistem Saraf Perifer.5


A. Otak
Otak manusia memiliki berat sekitar 1.400 gram dan tersusun oleh
100 miliar neuron. Masing-masing neuron mempunyai 1.000 sampai
10.000 koneksi sinaps dengan sel saraf lainnya.6
Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal dan terletak
di dalam ruangan yang tertutup oleh cranium (tulang tengkorak). Cranium
ini secara absolut tidak dapat bertambah volumenya terutama pada orang
dewasa. Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung yaitu rambut,
kulit kepala, tengkorak, selaput otak (meninges) dan cairan otak.6
Kulit kepala merupakan jaringan lunak yang menutupi bagian
kubah tengkorak. Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan jaringan, yang dapat
diingat dengan singkatan SCALP, yaitu:7
a. Skin atau kulit, lapisannya tebal, berambut dan paling kaya dengan
kelenjar sebasea, sehingga terasa berminyak. Akibat konsentrasi
kelenjar sebasea ini, kulit kepala merupakan tempat tersering kista
sebasea, yang seringkali multipel.
b. Connective tissue atau jaringan ikat, lapisan ini terdiri dari lobulus
lemak yang terikat dalam septa fibrosa yang keras. Pembuluh darah
utama dan saraf kulit kepala terletak di lapisan ini dan kulit kepala
memang memiliki suplai darah paling banyak dibandingkan area kulit
mana pun di tubuh.
c. Aponeurosis, lembaran fibrosa ini ditemukan di sebagian besar vertex,
di mana menghubungkan otot oksipitalis posterior, (muncul dari garis
nuchal superior), ke otot frontalis, yang masuk ke dalam dermis kulit di
wilayah alis dan jembatan hidung. Secara lateral, aponeurosis meluas
sebagai lembaran tipis yang menutupi fasia temporalis dan menjadi
tidak jelas di atas arkus zigomatikus.
d. Loose connective tissue atau jaringan ikat longgar, lapisan tipis ini
bertanggung jawab atas mobilitas kulit kepala pada tengkorak di
bawahnya.
f. Periosteum, yang melekat pada sutura di tulang tengkorak, yaitu sutura
coronal, sagittal, temporal, dan lambdoidea.

Gambar 2.2 SCALP7

Selaput otak terdiri dari tiga lapisan yang berasal dari jaringan
mesodermal, yaitu duramater, arachnoid, dan piamater. Duramater disebut
juga pachymeninges, sedangkan arachnoid dan piamater bersama-sama
disebut leptomeninges.6

1. Duramater
Duramater adalah selaput otak terluar yang merupakan gabungan
dari dua lapisan selaput, yaitu lamina eksterna dan interna. Lamina
eksterna merupakan periosteum internal, tersusun atas jaringan fibrosa
yang padat, melekat erat dengan tulang, banyak mengandung pembuluh
darah serta saraf. Lamina eksterna ini pada beberapa tempat bersatu
dengan periosteum tulang cranium. Lamina interna tersusun atas lapisan
sel pipih. Lapisan ini di dalam cranium akan melebar serta melekuk
membentuk sekat-sekat otak (falks, tentorium), dan akan berlanjut
menjadi duramater spinal.6
Kekuatan perlekatan duramater ke cranium sangat bervariasi.
Perlekatan yang paling erat pada kalvaria adalah pada linea mediana di
atas sinus sagitalis superior, sutura, dan pada beberapa tempat
percabangan arteri meningea media. Di luar ini perlekatannya tidak erat
sehingga menimbulkan terjadinya ruang yang disebut rongga epidural.
Ruang ini merupakan ruang potensial di luar lamina eksterna yang
melekat longgar ke tabula interna sehingga memungkinkan terjadinta
hematoma epidural.6
Pada basis kranii, duramater melekat erat pada krista Gali, lamina
kribrosa, foramen optikum, fisura orbitalis superior, foramen rotundum,
foramen ovale, foramen jugulare, dan meatus akustikus internus.6
Lamina interna memisahkan diri dari lamina eksterna pada daerah
sinus vena duramatris, dan membentuk lipatan sebagai septa yang lebar,
membuat sekat, membagi rongga cranium menjadi beberapa
kompartemen. Sekat-sekat tersebut yaitu:6
a. Falks serebri, terletak midsagittal diantara kedua hemisfer serebri.
Tepi atas falks berisi sinus sagitalis superior dan tepi bawahnya
berisi sinus sagitalis inferior. Falks berjalan mulai dari fronto-basal
melekat pada krista Gali, tepi atasnya mengikuti garis tengah dan
sutura sagitalis, dan pada bagian posterior melekat ke protuberantia
oksipitalis interna, menyatu dengan tentorium serebeli membentuk
sinus rektus.
b. Tentorium serebeli, merupakan sekat yang membagi rongga cranium
menjadi kompartemen supratentorial dan infratentorial
(memisahkan postero-inferior hemisfer serebri dari serebelum).
Tentorium berbentuk seperti kubah. Tentorium serebeli melekat pada
prosesus klinoideus posterior sepanjang margo superior pars petrosa
tulang oksipital. Tentorium memisahkan fosa kranii media dan fosa
kranii posterior dan akan bertemu dengan falks serebri di garis
tengah bagian posterior. Tepi anterior tentorium serebeli berbentuk
konkaf untuk menampung batang otak, membentuk lubang
berbentuk bulat telur yang disebut sebagai incisura tentorial. Karena
tentorium merupakan struktur yang keras, bila terjadi peninggian
tekanan pada parenkim otak di atas tentorium, Sebagian jaringan
otak dapat tertekan/mengalami herniasi melewati hiatus tentorial ini.
c. Falks serebeli yang memisahkan kedua hemisfer serebeli, melekat
pada krista oksipitalis interna sambil membungkys sinus oksipitalis
d. Diafragma sela, merupakan atap hipofisis dan ditembus oleh
infundibulum
e. Kavum trigeminal Meckeli yang mengandung ganglion gaseri
(trigeminal).

2. Arakhnoid
Merupakan lapisan tengah antara duramater dan piamater. Di
bawah lapisan ini adalah rongga subarachnoid yang mengandung
trabekula dan dialiri cairan otak. Lapisan arachnoid tidak memiliki
pembuluh darah, tetapi pada rongga subarachnoid banyak terdapat
pembuluh darah yang mendarahi otak, dan saraf kranial yang keluar
dari batak otak. Arachnoid dan piamater dihubungkan satu sama lain
melalui rongga ini oleh benang-benang tipis jaringan ikat. Ruang
subarachnoid merupakan ruang yang sempit pada permukaan hemisfer
serebri, namun meluas pada beberapa tempat pada dasar tengkorak yang
sebagai sisterna.6

3. Piamater
Merupakan lapisan selaput otak yang paling dalam yang langsung
berhubungan dengan permukaan jaringan otak serta mengikuti
konvulsinya. Piamater terdiri dari lapisan tipis sel-sel mesodermal yang
menyerupai endothelium. Piamater melekat pada sistem saraf pusat
melalui membrane ectodermal yang terdiri dari astrosit marginal
(membrane pial-glial). Piamater tidak merespons terhadap rangsangan
mekanis atau termal, tetapi diduga berespons terhadap regangan
vascular dan perubahan tonus dinding pembuluh darah.6
Gambar 2.3 Selaput otak.5

Otak secara konvensional dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu


hindbrain, midbrain dan forebrain. Hindbrain (otak belakang) terbagi atas
medulla oblongata, pons dan cerebellum. Forebrain (otak depan) terbagi
atas Diensefalon dan Telencephalon.6
A. Forebrain
1. Telencephalon
Telencephalon mencakup sebagian besar dari dua belahan otak
simetris (Hemisfer) yang membentuk otak besar. Hemisfer serebral
ditutupi oleh korteks serebral dan mengandung sistem limbik dan
ganglia basalis. Dua set struktur terakhir terutama berada di daerah
subkortikal otak—yang terletak jauh di dalam, di bawah korteks.8
(Carlson)
Korteks serebral mengelilingi hemisfer seperti kulit kayu pada
pohon. Korteks serebral memiliki banyak lipatan, dengan tonjolan
(gyri) dipisahkan oleh alur (sulci). Sulci mayor memisahkan lobus
frontal, parietal, oksipital, dan temporal dari hemisfer serebri, yang
dinamai berdasarkan tulang tengkorak di atasnya. Modalitas sensasi dan
fungsi motorik yang berbeda terwakili di area korteks yang berbeda,
dan ada juga area korteks asosiasi yang luas, di mana tingkat tertinggi
fungsi saraf terjadi, termasuk yang melekat dalam aktivitas intelektual.8
Korteks serebral sebagian besar terdiri dari glia dan badan sel,
dendrit, dan akson neuron yang saling berhubungan. Karena sel
mendominasi, korteks serebral memiliki penampilan coklat keabu-
abuan, dan bagian ini disebut gray matter (materi abu-abu). Jutaan
akson berjalan di bawah korteks serebral dan menghubungkan
neuronnya dengan neuron yang terletak di tempat lain di otak.
Konsentrasi besar mielin di sekitar akson ini membuat jaringan ini
tampak putih buram—oleh karena itu disebut white matter (materi
putih).8

Gambar 2.4 Lapisan korteks serebral.8

Daerah yang berbeda dari korteks serebral melakukan fungsi yang


berbeda. Tiga wilayah menerima informasi dari organ sensorik. Korteks
visual primer, yang menerima informasi visual, terletak di bagian
belakang otak, pada permukaan bagian dalam hemisfer serebral—
terutama di tepi atas dan bawah fisura calcarine. Korteks pendengaran
primer, yang menerima informasi pendengaran, terletak di permukaan
atas celah dalam di sisi otak—fisura lateral. Korteks somatosensori
primer, sebuah strip vertikal korteks tepat di kaudal sulkus sentralis,
menerima informasi dari indera tubuh. Berbagai daerah korteks
somatosensori primer menerima informasi dari berbagai daerah tubuh.
Selain itu, dasar korteks somatosensori menerima informasi tentang
rasa.8
Wilayah korteks serebral yang paling langsung terlibat dalam
kontrol gerakan adalah korteks motorik primer, yang terletak tepat di
depan korteks somatosensori primer. Neuron di berbagai bagian korteks
motorik primer terhubung ke otot di berbagai bagian tubuh. Koneksi,
seperti daerah sensorik korteks serebral, adalah kontralateral; korteks
motorik primer kiri mengontrol sisi kanan tubuh dan sebaliknya.8
Daerah korteks sensorik dan motorik primer hanya menempati
sebagian kecil dari korteks serebral. Sisa korteks serebral
menyelesaikan apa yang dilakukan antara sensasi dan tindakan:
memahami, belajar dan mengingat, merencanakan, dan bertindak.
Proses ini terjadi di area asosiasi korteks serebral. Sulkus sentralis
memberikan garis pemisah penting antara daerah rostral dan kaudal
korteks serebral. Wilayah rostral terlibat dalam aktivitas terkait gerakan,
seperti perilaku perencanaan dan pelaksanaan. Daerah kaudal terlibat
dalam persepsi dan pembelajaran.8

Gambar 2.5 Bagian-bagian korteks serebral.8


Korteks serebral dibagi menjadi empat area, atau lobus, dinamai
berdasarkan tulang tengkorak yang menutupinya: lobus frontal, lobus
parietal, lobus temporal, dan lobus oksipital. Tentu saja, otak berisi dua
dari setiap lobus, satu di setiap hemisfer. Lobus frontal ("depan")
mencakup segala sesuatu di depan sulkus sentral. Lobus parietal
("dinding") terletak di sisi hermisfer, tepat di belakang sulkus sentral,
kaudal ke lobus frontal. Lobus temporal menjorok ke depan dari dasar
otak, ventral ke lobus frontal dan parietal. Lobus oksipital terletak di
bagian paling belakang otak, kaudal ke lobus parietal dan temporal.8
Setiap area sensorik utama dari korteks serebral mengirimkan
informasi ke wilayah yang berdekatan, yang disebut korteks asosiasi
sensorik. Sirkuit neuron di korteks asosiasi sensorik menganalisis
informasi yang diterima dari korteks sensorik primer; persepsi terjadi di
sana, dan ingatan disimpan di sana. Daerah korteks asosiasi sensorik
terletak yang paling dekat dengan area sensorik primer menerima
informasi hanya dari satu sensorik sistem. Misalnya, wilayah yang
paling dekat dengan korteks visual primer menganalisis informasi
visual dan menyimpan memori visual. Daerah korteks asosiasi sensorik
yang terletak jauh dari area sensorik primer menerima informasi dari
lebih dari satu sistem sensorik; dengan demikian, mereka terlibat dalam
beberapa jenis persepsi dan ingatan. Daerah ini memungkinkan untuk
mengintegrasikan informasi dari lebih dari satu sistem sensorik.8
Gambar 2.6 Lobus otak.8

Meskipun kedua hemisfer bekerja sama satu sama lain, hemisfer


tidak melakukan fungsi yang identik. Beberapa fungsi dilateralisasi atau
terletak terutama di satu sisi otak. Secara umum, belahan kiri
berpartisipasi dalam analisis informasi. Kemampuan ini membuat
hemisfer kiri sangat baik dalam mengenali serial peristiwa—peristiwa
yang unsur-unsurnya terjadi satu demi satu—dan mengendalikan urutan
perilaku. (Pada beberapa orang fungsi belahan otak kiri dan kanan
terbalik.). Rangkaian fungsi yang dilakukan oleh belahan otak kiri
meliputi kegiatan verbal, seperti berbicara, memahami pembicaraan
orang lain, membaca, dan menulis. Kemampuan ini terganggu oleh
kerusakan pada berbagai wilayah di belahan otak kiri.8
Sebaliknya, belahan kanan khusus untuk sintesis; itu sangat baik
dalam menempatkan elemen-elemen yang terisolasi bersama-sama
untuk memahami hal-hal secara keseluruhan. Misalnya, kemampuan
kita untuk menggambar sketsa (terutama objek tiga dimensi), membaca
peta, dan membangun objek kompleks dari elemen yang lebih kecil
sangat bergantung pada sirkuit neuron yang terletak di belahan kanan.
Kerusakan pada belahan kanan mengganggu kemampuan ini.8
Meskipun kedua belahan otak melakukan fungsi yang agak
berbeda, persepsi dan ingatan kita bersatu. Kesatuan ini dicapai oleh
corpus callosum, pita besar akson yang menghubungkan bagian-bagian
yang sesuai dari korteks asosiasi dari belahan kiri dan kanan: Lobus
temporal kiri dan kanan terhubung, lobus parietal kiri dan kanan
terhubung, dan seterusnya. Karena corpus callosum, setiap wilayah
korteks asosiasi mengetahui apa yang terjadi di wilayah yang sesuai
dari sisi otak yang berlawanan.8
Seorang ahli neuroanatomi, Papez (1937), menyarankan bahwa
satu set struktur otak yang saling berhubungan membentuk sirkuit yang
fungsi utamanya adalah motivasi dan emosi. Sistem ini mencakup
beberapa daerah korteks limbik dan satu set struktur yang saling
berhubungan yang mengelilingi inti otak depan. Seorang ahli fisiologi,
MacLean (1949), memperluas sistem untuk memasukkan struktur lain
dan menciptakan istilah sistem limbik. Selain korteks limbik, bagian
terpenting dari sistem limbik adalah hipokampus dan amigdala, yang
terletak di sebelah ventrikel lateral di lobus temporal. Forniks adalah
kumpulan akson yang menghubungkan hipokampus dengan daerah lain
di otak, termasuk badan mammillary, tonjolan di dasar otak yang berisi
bagian-bagian hipotalamus. Bagian dari sistem limbik (terutama,
formasi hipokampus dan wilayah korteks limbik yang mengelilinginya)
terlibat dalam pembelajaran dan memori. Amigdala dan beberapa
daerah korteks limbik secara khusus terlibat dalam emosi: perasaan dan
ekspresi emosi, ingatan emosional, dan pengenalan tanda-tanda emosi
pada orang lain.8

\
Gambar 2.7 Sistem limbik.8

Ganglia basalis adalah kumpulan nukleus subkortikal di otak depan


yang terletak di bawah bagian anterior ventrikel lateral. Nukleus adalah
kumpulan neuron yang bentuknya serupa. Bagian utama ganglia basalis
adalah nukleus kaudatus, putamen, dan globus pallidus. Ganglia basal
terlibat dalam kontrol gerakan.8

Gambar 2.8 Ganglia basalis dan diensefalon.8

2. Diensefalon
Bagian utama kedua dari otak depan, diensefalon, terletak di antara
telensefalon dan mesensefalon; mengelilingi ventrikel ketiga. Dua
struktur terpentingnya adalah talamus dan hipotalamus.8
Talamus membentuk bagian dorsal diencephalon. Terletak dekat
bagian tengah hemisfer serebri, tepat di medial dan kaudal ganglia
basalis. Talamus memiliki dua lobus, dihubungkan oleh jembatan
materi abu-abu yang disebut massa intermedia, yang menembus bagian
tengah ventrikel ketiga. Sebagian besar masukan saraf ke korteks
serebral diterima dari talamus; memang, sebagian besar permukaan
kortikal dapat dibagi menjadi daerah-daerah yang menerima proyeksi
dari bagian talamus tertentu. Serat proyeksi adalah kumpulan akson
yang muncul dari badan sel yang terletak di satu wilayah otak dan
bersinaps pada neuron yang terletak di wilayah lain (yaitu, mereka
memproyeksikan ke wilayah ini).8
Talamus dibagi menjadi beberapa inti. Beberapa inti thalamus
menerima informasi sensorik dari sistem sensorik. Neuron dalam
nukleus ini kemudian menyampaikan informasi sensorik ke area
proyeksi sensorik spesifik dari korteks serebral. Misalnya, nukleus
genikulatum lateral menerima informasi dari mata dan mengirimkan
akson ke korteks visual primer, dan nukleus genikulatum medial
menerima informasi dari telinga bagian dalam dan mengirimkan akson
ke korteks pendengaran primer. Nukleus talamus lainnya
memproyeksikan ke daerah spesifik korteks serebral, tetapi tidak
menyampaikan informasi sensorik. Misalnya, nukleus ventrolateral
menerima informasi dari serebelum dan memproyeksikannya ke korteks
motorik primer. Beberapa inti terlibat dalam mengendalikan rangsangan
umum korteks serebral. Untuk menyelesaikan tugas ini, inti ini
memiliki proyeksi luas ke semua daerah kortikal.8

Gambar 2.9 Tampakan midsagittal otak menunjukkan letak


nucleus thalamus.8
Sesuai namanya, hipotalamus terletak di dasar otak, di bawah
talamus. Meskipun hipotalamus adalah struktur yang relatif kecil,
namun struktur ini adalah salah satu struktur yang penting. Hipotalamus
mengontrol sistem saraf otonom dan sistem endokrin serta mengatur
perilaku yang terkait dengan kelangsungan hidup spesies — yang
disebut empat F: fighting, feeding, fleeing, dan mating.8

B. Midbrain
1. Tectum
Tectum terletak di bagian dorsal mesencephalon. Struktur
utamanya adalah Superior colliculi dan inferior colliculi, yang
muncul sebagai empat tonjolan di permukaan dorsal batang otak.
Batang otak termasuk diencephalon, otak tengah, dan otak belakang;
disebut demikian karena bentuknya seperti tampak seperti batang.
Inferior colliculi adalah bagian dari sistem pendengaran. Superior
colliculi adalah bagian dari sistem visual. Pada mamalia struktur ini
terutama terlibat dalam refleks visual dan reaksi terhadap rangsangan
gerak.8

2. Tegmentum
Tegmentum terdiri dari bagian mesencephalon di bawah
tectum. Ini termasuk ujung rostral dari formasi reticular, beberapa
nukleus yang mengendalikan gerakan mata, materi abu-abu
periaqueductal, nukleus merah, substantia nigra, dan area tegmental
ventral.8
Formasi retikuler adalah struktur besar yang terdiri dari
banyak inti (lebih dari sembilan puluh seluruhnya). Hal ini juga
dicirikan oleh jaringan neuron yang tersebar dan saling berhubungan
dengan proses dendritik dan aksonal yang kompleks. Formasi
reticular menempati inti otak. batang, dari batas bawah medula ke
batas atas otak tengah. Formasi retikuler menerima informasi
sensorik melalui berbagai jalur dan memproyeksikan akson ke
korteks serebral, talamus, dan medulla spinalis. Ini memainkan peran
dalam tidur dan gairah, perhatian, tonus otot, gerakan, dan berbagai
refleks vital.8
Materi abu-abu periaqueductal disebut demikian karena
sebagian besar terdiri dari badan sel neuron ("materi abu-abu,"
sebagai kontras dengan "materi putih" dari bundel akson) yang
mengelilingi saluran air otak saat berjalan dari ventrikel ketiga ke
keempat. Materi abu-abu periaqueductal berisi sirkuit saraf yang
mengontrol urutan gerakan yang membentuk perilaku khas spesies,
seperti berkelahi dan kawin. Opiat seperti morfin menurunkan
sensitivitas organisme terhadap rasa sakit dengan merangsang
reseptor pada neuron yang terletak di wilayah ini.8
Nukleus merah dan substansia nigra adalah komponen
penting dari sistem motorik. Kumpulan akson yang muncul dari
nukleus merah merupakan salah satu dari dua sistem serat utama
yang membawa informasi motorik dari korteks serebral dan
serebelum ke sumsum tulang belakang. Substantia nigra
mengandung neuron yang aksonnya menonjol ke nukleus kaudatus
dan putamen, bagian dari ganglia basalis.8
Gambar 2.10 a) Tampakan lateral otak dalam bentuk
semitransparan; b) tampak belakang; c) tampakan dorsal brain stem;
d) potongan melintang midbrain.8

C. Hindbrain
1. Metensefalon
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum. Serebelum
("otak kecil"), dengan dua belahannya, menyerupai versi mini dari
otak besar. Serebelum ditutupi oleh korteks serebelar dan memiliki
satu set inti serebelar yang dalam. Nukleus ini menerima proyeksi
dari korteks serebelar dan dengan sendirinya mengirimkan proyeksi
keluar dari otak kecil ke bagian lain dari otak. Setiap hemisfer
serebelum melekat pada permukaan dorsal pons oleh berkas-berkas
akson: pedunkulus serebelum superior, tengah, dan inferior.8
Kerusakan pada otak kecil mengganggu berdiri, berjalan,
atau kinerja gerakan terkoordinasi. Serebelum menerima informasi
visual, pendengaran, vestibular, dan somatosensori, dan juga
menerima informasi tentang gerakan otot individu yang diarahkan
oleh otak. Serebelum mengintegrasikan informasi ini dan
memodifikasi aliran keluar motorik, memberikan efek koordinasi
dan pemulusan pada gerakan. Kerusakan serebelum menyebabkan
gerakan yang tersentak-sentak, kurang terkoordinasi, dan berlebihan;
kerusakan serebelar yang luas membuatnya tidak mungkin untuk
berdiri.8
Pons, tonjolan besar di batang otak, terletak di antara
mesensefalon dan medula oblongata, tepat di ventral ke otak kecil.
Pons berarti "jembatan", tetapi sebenarnya tidak terlihat seperti itu.
Pons mengandung, pada intinya, sebagian dari formasi retikuler,
termasuk beberapa inti yang tampaknya penting dalam tidur dan
bangun. Ini juga mengandung nukleus besar yang menyampaikan
informasi dari korteks serebral ke otak kecil.8

2. Myelensefalon
Myelencephalon berisi satu struktur utama, medula oblongata,
biasanya hanya disebut medula. Struktur ini adalah bagian paling
kaudal dari batang otak; batas bawahnya adalah ujung rostral
sumsum tulang belakang. Medula mengandung bagian dari formasi
retikuler, termasuk inti yang mengontrol fungsi vital seperti
pengaturan sistem kardiovaskular, respirasi, dan tonus otot rangka 8

Gambar 2.11 Hindbrain.8


B. Medulla Spinalis
Medulla spinalis adalah struktur kerucut yang panjang, kira-kira
setebal jari kelingking orang dewasa. Fungsi utama medulla spinalis
adalah untuk mendistribusikan serat motorik ke organ efektor tubuh
(kelenjar dan otot) dan mengumpulkan informasi somatosensori untuk
diteruskan ke otak. Medulla spinalis juga memiliki tingkat otonomi
tertentu dari otak; berbagai sirkuit kontrol refleksif terletak di sana.8
Medulla spinalis dilindungi oleh kolumna vertebralis, yang terdiri
dari dua puluh empat vertebra individu dari daerah servikal (leher), torakal
(dada), dan lumbar (punggung bawah) dan vertebra yang menyatu
membentuk bagian sakral dan coccygeal (terletak di daerah panggul).
Medulla spinalis melewati lubang di masing-masing tulang belakang
(foramen tulang belakang). Perhatikan bahwa medulla spinalis hanya
sekitar dua pertiga dari panjang tulang belakang; sisa ruang diisi oleh
massa akar tulang belakang yang menyusun cauda equina.8

Gambar 2.12 Vertebrae.8

Seperti otak, medulla spinalis terdiri dari materi putih dan materi
abu-abu. Tidak seperti otak, materi putihnya (terdiri dari kumpulan akson
bermielin naik dan turun) berada di luar; materi abu-abu (kebanyakan
badan sel saraf dan akson pendek tidak bermielin) ada di bagian dalam.8
Gambar 2.13 Struktur medulla spinalis.8

C. Sistem Saraf Perifer


Otak dan medulla spinalis berkomunikasi dengan seluruh tubuh
melalui saraf kranial dan saraf spinal. Saraf ini merupakan bagian dari
sistem saraf tepi, yang menyampaikan informasi sensorik ke sistem saraf
pusat dan menyampaikan pesan dari sistem saraf pusat ke otot dan kelenjar
tubuh.8
Saraf spinal dimulai di persimpangan akar dorsal dan ventral dari
medulla spinalis. Saraf meninggalkan kolumna vertebralis dan berjalan ke
otot atau reseptor sensorik yang dipersarafinya, bercabang berulang kali
saat berjalan. Cabang saraf tulang belakang sering mengikuti pembuluh
darah, terutama cabang yang mempersarafi otot rangka.8
Susunan saraf perifer terdiri dari sel-sel saraf dan serabutnya yang
terletak di luar susunan saraf pusat, yang merupakan pembawa informasi
ke seluruh bagian tubuh. Berdasarkan arah alur informasi system saraf,
saraf perifer dibagi menjadi 2, yaitu serabut aferen dan eferen. Serabut
aferen (sensorik) mengantarkan informasi dari organ tubuh (reseptor) ke
susunan saraf pusat, sedangkan serabut eferen (motoric) menghantarkan
informasi dari susunan saraf pusat ke organ tubuh (efektor).8
Berdasarkan fungsinya, susunan saraf perifer dibagi menjadi 2
jenis, yaitu system saraf somatic dan visceral. Masing-masing susunan
saraf ini mengandung divisi sensorik dan motoric.8
1. Susunan saraf somatic
Divisi saraf aferen somatic (sensorik) terdiri dari sel-sel saraf yang
menerima dan memproses input sensorik eksternal dari reseptor
sensorik serta menghantarkannya menuju susunan saraf pusat.
Sedangkan divisi saraf eferen somatic (motoric) tersusun oleh jaras
neuronal yang turun dari otak melalui batang otak dan medulla spinalis
untuk mengatur lower motor neuron. Sistem ini meregulasi kontraksi
volunteer otot rangka.8
2. Susunan saraf visceral
Divisi saraf visceral (sensorik) mencakup struktur neural yang
menghantarkan informasi sensorik dari reseptor organ visceral:
kardiovaskuler, respirasi, digestif, tractus urinarius, dan sistem
reproduksi ke susunan saraf pusat. Divisi visceral motoric (eferen
visceral) lebih dikenal sebagai susunan saraf otonom. Divisi ini terdiri
dari serabut-serabut saraf yang berasal dari otak dan medulla spinalis
untuk menimbulkan eksitasi atau inhibisi otot-otot polos, jantung, dan
kelenjar-kelenjar kulit serta organ visceral. Sistem ini merupakan
modulator dan coordinator aktivitas visceral volunteer seperti denyut
jantung dan sekresi kelenjar.8
Susunan saraf otonom terdiri dari dua sistem, yaitu:8
a. Sistem saraf simpatis, yang mempunyai aktifasi stimulasi
khususnya pada keadaan darurat. Responnya antara lain adalah
peningkatan denyut dan kekuatan otot jantung, peningkatan gula
darah, dan penignkatan tekanan darah.
b. Sistem saraf parasimpatis, berkaitan dengan aktivitas untuk
konservasi dan restorasi, seperti penurunan denyut jantung dan
kekuatannya, serta peningkatan aktivitas gastrointersinal
(pencernan dan absorbs makanan).

Dua belas pasang saraf kranial melekat pada permukaan ventral


otak. Sebagian besar saraf ini melayani fungsi sensorik dan motorik
daerah kepala dan leher. Salah satunya, saraf kesepuluh, atau vagus,
mengatur fungsi organ di rongga dada dan perut.8
Gambar 2.14 Nervus kranialis; alur garis merah: eferen (motoric); alur
garis biru: aferen (sensorik).8

2.2 Primary Survey


Primary survey merupakan salah satu bagian dari penilaian awal, yang
dilakukan untuk segera mengidentifikasi trauma yang mengancam jiwa yang
masih dapat segera ditangani. The Advanced Trauma Life Support (ATLS)
dari American College of the Surgeons Committee on Trauma memberikan
panduan dalam tindakan primary survey dengan urutan: Airway
(Pemeliharaan jalan napas dengan perlindungan tulang belakang), Breathing
(pernapasan dan ventilasi), Circulation (sirkulasi dengan kontrol perdarahan),
Disability (status neurologis), dan Exposure (paparan atau kontrol
lingkungan).9

1. Airway
Airway dan Breathing merupakan prioritas utama dalam
penanganan korban trauma. Hal ini dikarenakan proses pernafasan tidak
akan berjalan dengan baik tanpa adanya saluran nafas yang memadai.
Keadaan hipoksia akan menyebabkan ketidakmampuan darah untuk
memasok oksigen dengan baik ke otak dan organ vital lainnya, yang dapat
menyebabkan kematian. Pemeriksaan jalan nafas ini meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh benda asing (corpus
alienum), fraktur tulang wajah, fraktur maksila, fraktur mandibula, fraktur
laring, atau fraktur trakea.9
Jalan nafas dimulai dari ujung mulut dan hidung, kemudian ke
faring, kemudian ke laring, trakea, bronkus, saluran bronkus, dan berakhir
pada membran alveolocapillar yang merupakan tempat pertukaran udara.
Antara faring dan laring merupakan pangkal lidah yang sering terjadi
obstruksi karena pangkal lidah jatuh kebelakang sehingga menyebabkan
obstruksi jalan nafas. Obstruksi jalan nafas dibagi menjadi dua yaitu
obstruksi total dan parsial. Pasien yang mengalami obstruksi total dapat
dibagi lagi menjadi 2 yaitu sadar dan tidak sadar. Pasien dengan obstruksi
total dan dalam keadaan sadar akan terlihat cemas, kemudian dapat
ditemukan keadaan sianosis atau tidak. Ini adalah situasi di mana dorongan
perut dapat dilakukan. Penderita yang mengalami obstruksi total dengan
keadaan tidak sadar, dapat tidak menimbulkan gejala atau hanya dapat
berupa sianosis saja. Situasi ini dapat dilakukan dengan dorong toraks.
Obstruksi parsial, dapat terdengar suara tambahan pada korban yang
mengalami trauma.9
Jalan nafas dapat dibebaskan dengan multi manuver, yang terdiri
dari head tilt, chin lift, jaw thrust, dan triple airway manuver. Ketiga
metode ini memiliki fungsi yang sama yaitu memindahkan dasar lidah dari
posterior faring sehingga jalan napas terbuka. Manuver ini dapat dilakukan
kepada siapapun yang mengalami gangguan jalan napas dan bukan terapi
definitif. Namun, tindakan ini dapat menyebabkan atau memperburuk
trauma servikal. Risiko ini dapat dikurangi dengan melakukan imobilisasi
selama manuver dengan menggunakan neck collar.9
Manuver head tilt dan chin lift seperti yang dilakukan dengan
mendorong dahi korban ke belakang sehingga kepala korban menengadah
disertai dengan mengangkat dagu korban. Hal pertama yang harus
dilakukan dalam manuver head tilt dan chin lift adalah meletakkan jari
tengah dan jari telunjuk di bawah dagu korban. Kedua jari mengangkat
dagu sehingga leher terlihat lebih memanjang ketika kepala diayunkan ke
belakang dengan tangan yang lain. Ekstensi kepala mengangkat dagu
untuk menarik lidah dan epiglotis ke atas dan ke depan. Kondisi ini
menyebabkan glotis terbuka sehingga jalan napas menjadi lebih baik.
Penekanan harus difokuskan hanya pada punggung dagu dan bukan pada
jaringan lunak regio submandibular karena hal ini dapat menyebabkan
obstruksi. Langkah terakhir dari prosedur ini adalah dengan menggunakan
ibu jari Anda untuk membuka mulut korban saat manuver head tilt dan
chin lift masih terus dilakukan.9

Gambar 2.15 Head tilt dan chin lift.9

Manuver Jaw Thrust yaitu mendorong rahang dilakukan dengan


menahan sudut mandibular dextra dan sinistra secara mantap dan
mendorong rahang bawah ke depan. Manuver jaw-thrust yang ditunjukkan
menghasilkan fleksi leher, ekstensi sendi atlanto-oksipital, dan
pengangkatan mandibula sehingga pangkal lidah lebih jauh dari faring dan
jalan napas lebih baik. Manuver jaw thrust dapat dilakukan pada kasus
trauma servikal karena tidak membahayakan.9
Gambar 2.16 Jaw thrust.9

Alat imobilisasi leher harus dipasang pada semua korban yang


diduga mengalami trauma servikal. Korban yang mengalami multiple
trauma, terutama korban dengan gangguan kesadaran atau trauma di atas
daerah klavikula harus dicurigai mengalami fraktur servikal, korban yang
disertai kelumpuhan, mengeluh nyeri leher, atau yang mengalami luka
leher juga harus dicurigai mengalami trauma servikal. Penolong dapat
melakukan imobilisasi manual jika alat imobilisasi harus dibuka sebentar
atau tidak ada alat imobilisasi. Ekstensi leher, fleksi, atau rotasi tidak boleh
dilakukan selama proses pemeriksaan dan perbaikan jalan napas.9
Pembersihan jalan nafas dapat dilakukan dengan terapi definitif
pada indikasi tertentu misalnya dalam keadaan apnea, sianosis, dan
kehilangan kesadaran. Pipa endotrakeal, pipa orofaringeal, dan pipa
nasofaring adalah alat untuk terapi definitif. Tidak semua terapi ini dapat
dilakukan, ada indikasi tertentu misalnya pemasangan pipa nasofaring
tidak boleh memungkinkan terjadinya perdarahan wajah karena diduga
trauma pada basis cranii dapat menyebabkan kondisi yang tidak
diinginkan.9

2. Breathing
Akses yang baik tidak selalu menjamin ventilasi yang baik.
Ventilasi diperlukan untuk pertukaran oksigen dan pembuangan karbon
dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi paru-paru, dinding
dada, dan diafragma yang tepat. Masing-masing komponen tersebut harus
dievaluasi secara cepat karena gangguan dapat muncul dari berbagai
penyebab. Trauma toraks atau abdomen akan menyebabkan gangguan
pergerakan otot-otot pernapasan. Inspeksi dan palpasi dapat
mengungkapkan kelainan dinding dada yang dapat mengganggu ventilasi.
Gangguan sistem saraf yang mengatur pernapasan akan terjadi pada
trauma kepala, servikal atau spinal dan pernapasan terkait dan harus
dideteksi selama pelaksanaan survei primer adalah tension pneumotoraks,
pneumotoraks terbuka, kontusio paru flail chest, dan hematoraks massif.9
Menilai pernapasan juga dapat dilakukan dengan look, listen dan
feel. Look yaitu dengan melihat pergerakan dada saat bernapas apakah
simetris atau tidak. Listen, yaitu dengan mendengar suara napas. Feel,
dengan merasakan hembusan napas pasien dan vocal fremitus. Penilaian
pernapasan harus harus dilakukan secara hati-hati karena dapat
menyebatkan ventilasi oksigen yang tidak adekuat ke otak yang dapat
menyebabkan hipoksia.9
Korban dengan gangguan pernapasan akan menunjukkan beberapa
tanda dan gejala seperti terlihat sesak napas dengan napas cepat dan
tampak menggunakan otot pernapasan tambahan. Suara napas tambahan
seperti mengi dapat terdengar. Pergerakan hemitoraks kanan dan kiri
mungkin tidak konsisten atau tidak sesuai pada beberapa trauma.
Frekuensi pernapasan bisa kurang dari 8 kali per menit atau lebih dari 30
kali per menit. Korban dengan henti napas, tidak ada suara napas, tidak
ada gerakan toraks atau perut, dan korban terengah-engah dianggap juga
mengalami gangguan pernapasan.9
Penanganan bila ada gangguan pernafasan dapat dengan cara
memberikan bantuan pernafasan yaitu pemberian nafas dari mulut (mouth
to mouth), pemberian nafas dari mulut ke hidung, pemberian nafas dari
mulut ke masker, dan pemberian nafas dengan bag valve mask.9
Gambar 2.17 Pemberian bantuan napas dari mulut ke mulut.9

Gambar 2.18 Pemberian bantuan napas dari mulut ke masker.9


Gambar 2.19 Pemberian bantuan napas dengan bag valve mask.9

3. Circulation
Perdarahan merupakan penyebab utama pasca trauma yang dapat
diatasi melalui penanganan yang cepat dan tepat di rumah sakit. Seorang
korban trauma yang berada dalam keadaan hipotensi harus dianggap
berada dalam keadaan hipovolemik dan dapat menimbulkan komplikasi
yaitu syok hipovolemik sampai dibuktikan bagaimana keadaan korban
yang sebenarnya diperoleh dari penilaian cepat status hemodinamik
korban. Ada banyak kondisi yang dapat menyebabkan hipovolemia dan
mengganggu kestabilan hemodinamik korban trauma.9
Hipovolemia adalah masalah umum pada pasien trauma.
Pemeriksaan klinis yang dilakukan secara cepat dalam memeriksa status
hemodinamik korban, meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, dan nadi
akan sangat membantu memperbaiki keadaan dan merupakan kewajiban
dalam setiap pertolongan bagi korban trauma. Penurunan tingkat
kesadaran dapat terjadi akibat penurunan perfusi darah ke otak karena
penurunan volume darah intravaskular.9
Korban dengan wajah pucat keabu-abuan dan kulit pucat pada
ekstremitas merupakan korban yang menderita hipovolemia. Denyut nadi
korban hipovolemia akan terasa cepat dan kecil. Pemeriksaan nadi dapat
dilakukan pada nadi yang besar, misalnya pada arteri femoralis atau arteri
karotis dengan pemeriksaan meliputi kekuatan, kecepatan, dan irama nadi.
Denyut nadi arteri yang besar atau detak jantung yang menghilang
merupakan tanda untuk segera melakukan resusitasi jantung paru untuk
meningkatkan volume dan curah jantung.9

4. Disability (Status neurologis)


Pemeriksaan neurologis yang cepat dan singkat sesegera mungkin
setelah tindakan penanganan hal-hal yang mengancam jiwa pada ABC
harus dilakukan sesegera mungkin. Pemeriksaan neurologis korban tidak
akan akurat jika kondisi hemodinamik tidak normal. Perubahan status
neurologis dari penanganan awal korban sampai kondisi korban stabil
dapat menunjukkan adanya kerusakan atau perbaikan. Penilaian Glasgow
Coma Scale (GCS) adalah hal yang paling penting untuk dievaluasi selama
pemeriksaan neurologis mini ini.9

5. Exposure/Environmental Control
Semua pakaian korban harus dilepas sehingga kondisi umum
seluruh tubuh dapat dinilai dengan log roll. Korban harus dijaga agar tidak
mengalami hipotermia. Korban hipotermia harus segera ditangani agar
suhu tubuh korban meningkat atau menjadi normal.9

2.3 Pemeriksaan Neurologis pada Primary Survey


Evaluasi yang cepat terhadap status neurologis korban harus dilakukan di unit
gawat darurat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS), refleks pupil, dan tanda-tanda
lateralisasi.3

1. Glasgow Coma Scale (GCS)


Glasgow coma scale (GCS) merupakan suatu pemeriksaan yang
dilakukan untuk menilai dan mengukur tingkat kesadaran pasien.
Pemeriksaan ini dikembangkan lebih dari 40 tahun yang lalu oleh dua
orang ahli bedah saraf di Glasgow dan hingga saat ini telah digunakan
secara luas. GCS menggunakan tiga kriteria penilaian: Eye (membuka
mata, dengan poin maksimum 4), respon Verbal (poin maksimum 5), dan
respon Motorik (poin maksimum 6). Tiga kriteria penilaian ini kemudian
akan dijumlahkan untuk menghasilkan skor total antara 3 dan 15.10
a. Dasar Anatomi Skor GCS
Dasar anatomi dari skor GCS dibagi menjadi cortical, sub-
cortical, brainstem, dan cervico-medullary junction. Pengetahuan
tentang dasar anatomi ini dapat membantu dalam menentukan
kemungkinan letak lesi pada otak.11

1. Eye Opening
Jaras Penglihatan
Jalur optik dimulai di retina, yang merupakan struktur kompleks
yang terdiri dari sepuluh lapisan berbeda. Setiap lapisan memiliki
fungsi yang berbeda. Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang
dan sel kerucut, yang menghasilkan potensial aksi dengan
bantuan rhodopsin melalui siklus fotosensitif. Lapisan sel
ganglion dan lapisan serat saraf berfungsi sebagai dasar saraf
optik; yang pertama berisi badan sel, dan yang terakhir berisi
akson saat mereka mengalir melintasi retina. Ini terdiri dari dua
jenis serat, yaitu serat temporal dan hidung, yang masing-masing
mengontrol bagian hidung dan temporal bidang visual. Serabut-
serabut ini bergabung bersama pada diskus optikus dan diarahkan
ke posterior keluar mata untuk membentuk bagian orbita nervus
optikus. Saraf ini dikelilingi oleh dura, yang merupakan
kelanjutan dari otak, memungkinkan pergerakan bebas CSF
antara mata dan ruang intrakranial. Akson keluar dari orbit
melalui foramen orbita, bersamaan dengan arteri oftalmika dan
serabut simpatis. Kemudian memasuki kanal optik, terowongan
terbungkus tulang yang dimaksudkan untuk melindungi saraf. Ia
keluar ke fossa kranial tengah untuk membentuk bagian
intrakranial saraf optik. Ini berlanjut sampai dua saraf optik
bergabung bersama untuk membentuk kiasma optik tepat di
belakang dan di atas tangkai hipofisis. Di sini lebih dari setengah
serat hidung dari mata kiri berpotongan untuk bergabung dengan
serat temporal mata kanan dan membentuk saluran optik kanan
dan sebaliknya. Di luar kiasma, jalur berlanjut sebagai dua traktus
yang berbeda, masing-masing membawa serabut temporal dari
mata yang lain. Traktus optikus kemudian berjalan ke posterior di
mana sebagian besar akson bersinaps di lapisan korpus
genikulatum lateral (LGB) otak tengah, yang merupakan
perpanjangan posterolateral talamus; dengan minoritas yang
masuk ke dalam colliculus superior dan nuclei Edinger-Westphal;
serat ini memungkinkan persarafan parasimpatis pupil, yaitu,
konstriksi pupil. Mayoritas serabut berjalan ke posterior menjadi
traktus genico-calcarine, yang memiliki lengkung parietal dan
temporal dalam bentuk radiasi optik dorsal dan lengkung Meyer
dan berakhir masing-masing ke cuneus gyrus dan lingual gyrus
dari korteks visual primer. Area Broadmann nomor 17).12

Gambar 2. 20 Jaras Penglihatan


Setiap kali kita dihadapkan pada ancaman di lingkungan
alami kita, kita menghubungkan pemetaan pemrosesan visual kita
dengan perilaku motorik yang terkait untuk menghentikan
paparan terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan. Dalam
keadaan normal, kita mengambil petunjuk dari rangsangan
sensorik lain seperti penglihatan untuk membantu fenomena
pelarian kita dengan mengambil keputusan tepat waktu yang
tepat. Rangsangan visual memberikan petunjuk tentang bahaya
yang akan datang pada Superior Colliculus.11
Kemudian muncul peran ganglion basal. Ganglia basal
terlibat dalam Fixed Action Patterns (FAPs) gerakan otot bahasa
lisan. Ini memiliki fungsi "pemilihan tindakan"-yaitu, untuk
secara implisit menimbang semua opsi yang tersedia dan memilih
yang terbaik. Selain fungsi pemilihan respons oleh kompetisi,
ganglia basalis memungkinkan sinyal yang berasal dari bagian
non-motorik korteks serebral dipetakan ke sinyal motorik untuk
menghasilkan keluaran perilaku. Mekanisme isyarat internal
antara ganglia basal dan area motorik tambahan mengontrol
waktu inisiasi subgerakan. Putamen terlibat dalam inisiasi kortikal
sementara otak kecil memperkuat dan menghaluskan sinyal ini
untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang benar.11
Pulvinar mengandung neuron yang menghasilkan sinyal
yang berhubungan dengan arti-penting objek visual. Ini
memainkan peran dalam pengamatan, penekanan dan gangguan
rangsangan yang tidak relevan, meningkatkan respons dan
akhirnya memodulasi perhatian perilaku.11
Peran nyeri dalam mekanisme pertahanan menunjukkan
bahwa VPL secara tepat mengkodekan intensitas rangsangan
berbahaya. Neuron nosiseptif ventromedial terlibat dalam reaksi
atensi dan/atau koordinasi respons motorik terhadap nyeri seperti
membuka mata terhadap nyeri.11
Terakhir, tidak adanya pembukaan mata terhadap stimulus
apa pun berhubungan dengan wilayah anatomis yang mengelilingi
area peri-akuaduktal. Area ventral dari substansia grisea peri-
akuaduktal berhubungan dengan penutupan kelopak mata,
sedangkan area dorsal dari substansia grisea periakuaduktal
berhubungan dengan pembukaan mata.11

Tabel 2.1 Dasar Anatomi Skor Eye Opening Pada GCS.11


Skor Eye Level anatomi
Opening Parameter klinis Tingkat anatomi
4 Spontan Corticol
3 Terhadap perintah Subcorticol
2 Terhadap nyeri Lateral Geniculate
Body
1 Tidak membuka mata Superior colliculus

2. Motor score
Perjalanan system motoric dikelompokkan menjadi dua
system: (1) system motoric sentral/upper motor neuron (UMN)
yang terdiri dari system piramidalis dan ekstrapiramidalis, serta
(2) system motoric perifer/lower motor neuron (LMN). System
ini mengirimkan segala perintah dari korteks motoric serebri
menuju sirkuit local untuk mengatur Gerakan-gerakan volunteer
tubuh. Sirkuit local ini selanjutnya akan meneruskan perintah
tersebut ke LMN atau neuron motoric yang akson-aksonnya
menstimulasi otot-otot volunteer secara langsung.6
Sistem motoric sentral/Upper Motor Neuron
Traktus Piramidalis
Traktus ini berasal dari korteks motoric dan berjalan
melalui substantia alba serebri (korona radiata), krus porterius
kapsula interna, bagian sentral pedunculus serebri, pons, dan
basal medulla (bagian anterior). Tempat tractus terlihat seperti
penonjolan kecil yang disebut pyramid. Pada bagian ujung bawah
medulla, 80-85% serabut pyramidal menyilang ke sisi lain di
dekusatio piramidum. Serabut yang tidak menyilang berjalan
menuruni medulla spinalis di funiculus.6
Sistem piramidalis merupakan kumpulan serabut saraf yang
mengatur Gerakan volunteer otot rangka (kontralateral). Serabut
system piramidalis ini dimulai sel-sel Betz daerah korteks girus
presentalis/area Broadmann 4, sel fusiform korteks Broadmann 4,
dan area broadmann 6. Serabut-serabut ini berjalan menurun
secara konvergen melewati korona radiata dan berkumpul di
kapsula interna yang terletak di antara thalamus dengan ganglia
basalis (nucleus kaudatus, putamen, dan globus palidus). Impuls
dari korteks motoric ini disalurkan melalui dua jalur yang terdiri
dari serabut-serabut tractus kortikobulbar dan tractus
kortikospinal. Tractus kortikobulbar berpengaruh terhadap LMN
saraf-saraf kranial otak. Tractus kortikospinal berpengaruh
terhadap LMN saraf spinal.6
Serabut tractus kortikobulbar berjalan dari kapsula interna
menuju otak tengah (mesensefalon). Pada area ini tractus
kortikobulbar mengalami persilangan. Ada beberapa serabut yang
menyilang dan sisanya berjalan ipsilateral. Nucleus yang terlibat
merupakan saraf-saraf otak yang mengatur inervasi volunteer otot
wajah dan mulut N. V (trigeminal), N. VII (Fasialis), N. IX
(Glosofaringeus), N. X (Vagus), N. XI (asesorius), dan N. XII.6
Serabut tractus kortikospinal berjalan dari kapsula interna
menuju mesensefalon lalu turun menuju pons dan kemudian
muncul melewati piramis yang terletak di medulla oblongata.
Pada bagian bawah medulla oblongata 80-85% serabut tractus ini
akan menyilang garis tengah (dekusasio piramidum) dan
melanjutkan diri menjadi tractus kortikospinalis lateralis,
sedangkan sisanya akan terus turun (tidak menyilang) sebagai
tractus kortikospinal ventralis. Traktus kortikospinalis lateralis
nantinya akan terus menurun untuk masuk ke dalam substansia
grisea kornu anterior segmen vertebral yang bersangkutan dan
berakhir di sel-sel kornu anterior (primary motor neuron) dan
selanjutnya akan mempersarafi otot-otot rangka melalui medulla
spinalis. Tractus kortikospinalis ventralis akan terus menurun dan
baru menyilang melalui komisura ventralis di masing-masing
segmen yang bersangkutan untuk berakhir di kornu anterior untuk
kemudian mempersarafi otot-otot rangka.6

Traktus Ekstrapiramidal
Sistem ekstrapiramidal tersusun dari semua jaras motoric
yang tidak melalui piramis medulla oblongata dan berkepentingan
untuk sirkuit umpan balik motoric pada medulla spinalis, batang
otak, serebelum dan korteks serebri. Selain itu, system ini juga
mencakup serabut-serabut yang menghubungkan korteks serebri
dengan massa kelabu (seperti striatum, nucleus ruber, dan
substansia nigra), dengan formasio retikularis dan dengan nucleus
tegmental batang otak lainnya. Impuls-impuls saraf pada system
ini ditransmisikan melalui sel-sel saraf intercalated sebagai: 1)
tractus rubrospinal, 2) tractus reticulospinal, 3) tractus tectospinal,
4) tractus vestibulospinal.6
Traktus rubrospinal berjalan melewati nucleus merah.
Serebelum mengirim pesan kepada saraf spinal melalui tractus
ini. Informasi berjalan dari pedunculus superior serebelum
menuju nucleus merah dan berakhir pada saraf spinal. Informasi
sangat penting untuk motoric (somatic), control otot skeletal, dan
regulasi tonus untuk postural. Traktus reticulospinal berjalan dari
nuclei reticular pons dan medulla oblongata menuju saraf spinal.
Tractus ini terlibat dalam control motoric (somatic) dan berperan
penting dalam mengontrol fungsi otonom. Tractus tectospinal
bersumber dari semua bagian batang otak, terutama
mesensefalon, yang berjalan menuju saraf spinal. Tractus ini
terlibat dalam mengontrol otot-otot leher. Tractus vestibulospinal
berjalan dari nucleus vestibular yang terletak di pons bagian
bawah dan medulla oblongata menuju ke saraf spinal. Tractus ini
berkaitan dalam masalah keseimbangan.6
Traktus rubrospinal membantu untuk melenturkan
ekstremitas atas sehingga setiap lesi di atasnya, sikap fleksor yang
terlihat pada postur dekortikasi dapat diamati. Sebaliknya traktus
vestibulospinal meluas baik ekstremitas atas maupun bawah
dengan pengaruh pada otot antigravitasi sehingga menyebabkan
postur deserebrasi. Lesi di bawah nukleus vestibular
menyebabkan paralisis flaccid pada semua ekstremitas.11

Sistem Motorik Perifer/Lower Motor Neuron (LMN)


System motoric perifer merupakan saraf-saraf yang menyalurkan
impuls motoric pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot
skeletal. Serabut-serabut tractus piramidalis dan tractus
ekstrapiramidalis beserta serabut-serabut aferennya memasuki
medulla spinalis melalui kornu posterior untuk berakhir langsung
di badan sel atau dendrit sel motor neuron alfa dan gamma; atau
melalui neuron internunsial, asosiasi, dan komisural apparat
neuronal instrinsik medulla spinalis. Di dalam kornu anterior,
neuron-neuron ini tersusum dalam kolom-kolom sesuai dengan
susunan somatotropik. Pada daerah servikal, neuron motor kornu
anterior kolom lateral akan menginervasi tangan dan lengan,
sedangkan bagian medialnya untuk otot leher dan toraks. Pada
daerah lumbal, neuron yang menginervasi kaki dan tungkai akan
terletak pada kolom lateral. Akson-akson dari kornu anterior
medulla spinalis akan keluar sebagai radiks anterior atau radiks
ventral. Tiap radiks anterior akan bergabung dengan radiks
posterior tepat di nagian distal ganglion spinalis dan selanjutnya
membentuk saraf spinalis perifer. 6
Tabel 2.2 Dasar Anatomi Skor Motor Pada GCS.11
Skor Level anatomi
Motor Parameter klinis Tingkat anatomi
6 Sesuai perintah Corticol
5 Melokalisasi nyeri Diatas ganglia basalis
4 Menghindari nyeri Ganglia basalis
3 Fleksi Dibawah red nucleus
2 Ekstensi Dibawah Vestibular nucleus
1 Tidak berespon Cervico-medullary region

3. Verbal Response
Pusat-pusat bahasa terletak di daerah perisylvian dari
hemisfer dominan bahasa. Area bahasa membentuk massa
jaringan berbentuk C di sekitar fisura Sylvian yang memanjang
dari area Broca ke area Wernicke. Sulkus sentral memotong fisura
Sylvian dekat ramus posteriornya. Area bahasa posterior inferior
frontal (PIF) terletak di depan sulkus sentral di lobus frontal dan
disebut sebagai anterior atau prerolandia. Area posterior superior
temporal (PST) terletak di posterior sulkus sentralis dan disebut
sebagai posterior atau postrolandic. Area bicara anterior mengacu
pada aspek motorik, atau ekspresif, dan area posterior merupakan
aspek sensorik, atau perseptif, bahasa. Area bicara broca terletak
di gyrus frontalis inferior. Ini pada dasarnya adalah korteks
asosiasi motorik, area eksekutif untuk fungsi bahasa, yang terletak
tepat di depan area motorik utama untuk bibir, lidah, dan wajah.
Daerah girus presentralis kiri insula, daerah kortikal di bawah
lobus frontal dan temporal, tampaknya penting dalam
perencanaan motorik bicara. Area bicara Wernicke terletak di
gyrus temporal superior. Ini pada dasarnya adalah korteks asosiasi
sensorik yang terletak tepat di belakang korteks pendengaran
primer. Fasikulus arkuata adalah saluran materi putih dalam yang
melengkung dari daerah Wernicke di sekitar ujung posterior
fisura Sylvian dan melalui materi putih subkortikal insula ke
daerah Broca. Traktus lain di substansia alba subkortikal insula
menyediakan koneksi tambahan antara area PIF dan PST. Gyrus
angular adalah bagian dari lobulus parietal inferior; itu menutupi
ramus posterior fisura Sylvian dan terletak di antara area
Wernicke dan korteks visual. Gyrus sudut penting untuk
membaca dan fungsi bahasa nonverbal yang serupa. Gyrus
supramarginal juga terletak di antara korteks visual dan area
bahasa perisylvian posterior dan terlibat dengan fungsi bahasa
visual.13
Komponen neuroanatomi yang berperan dalam proses
produksi Bahasa dan pemahaman sangat rumit. Komponen ini
meliputi masukan (input) auditori dan pengkodean Bahasa di
lobus temporal superior, analisis Bahasa di lobus parietal, dan
ekspresi di lobus frontal. Masukan tersebut kemudian naik ke
tractus kortikobulbar menuju kapsula interna dan batang otak,
dengan efek modulator dari ganglia basal dan serebelum.
Terakhir, masukan dimaknai sebagai Bahasa lengkap dengan
kosakata, makna sintaksis, dan gramatikal di interkoneksi antar
pusat-pusat Bahasa.
Untuk membahas anatomi di balik skor respons verbal, kami
membahas secara singkat neurologi pendengaran.4,11
Kode bicara pertama-tama disampaikan pada colliculus
inferior (lesi di sini mengarah pada ucapan yang tidak dapat
dipahami). Tahap awal pengenalan ucapan secara bilateral (tetapi
tidak harus simetris) diatur di lobus temporal superior. Di luar itu,
aliran pemrosesan ucapan terbagi menjadi dua jalur, satu
mendukung pemahaman, dan yang lain mengatur aspek produksi
ucapan dan memori jangka pendek fonologis. Pemrosesan
pendengaran awal dan pengenalan kata terjadi di area temporal
inferior. Lesi di sini mengarah pada respons verbal yang tidak
tepat. Dipercaya bahwa rute umum untuk produksi ucapan adalah
melalui memori kerja verbal dan fonologis menggunakan area
aliran punggung yang sama yang terlibat dalam persepsi ucapan
dan memori kerja fonologis. Dari area Wernicke, sinyal dibawa
ke area Broca melalui fasikulus arkuata. Lesi pada tingkat ini
menyebabkan respon verbal yang tidak tepat. Kemudian muncul
peran ganglia basalis dalam produksi bicara. Ganglia basal kiri
memainkan peran penting dalam mengatur gairah dan inisiasi
bicara, dalam memantau aspek semantik dan leksikal bahasa, dan
dalam beralih dari satu elemen linguistik ke elemen berikutnya
selama produksi bahasa. Putamen terlibat dalam inisiasi kortikal
sementara otak kecil memperkuat dan menghaluskan sinyal ini
untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang benar. Lesi di
sini menghasilkan bicara yang disorientasi karena kurangnya
petunjuk sensorik tambahan untuk memandu fasikulus arkuata
dan ganglion untuk perilaku bahasa yang berorientasi.11
Gambar 2. Neuroanatomi verbal response.13

Tabel 2.3 Dasar Anatomi Skor Respon Verbal Pada GCS.11


Skor Level anatomi
Verbal Parameter klinis Tingkat anatomi
5 Orientasi baik Corticol
4 Bingung/disorientasi Subcorticol dan deep
nuclear region
3 Berkata-kata tidak Fasciculus arcuata
tepat/tidak jelas
(inappropriate)
2 Mengeluarkan suara Area auditory pada lobus
tidak jelas temporalis kiri
(incomprehensible)
1 Tidak respon Inferior colliculus

b. Cara Pemeriksaan
1. Eye
Respon mata yang baik, yang akan menerima skor maksimal (4
poin) adalah pembukaan mata spontan, yang tidak diminta.
Tingkat berikutnya di bawah ini adalah pembukaan mata dalam
menanggapi ucapan (3 poin) seperti memanggil pasien dengan
namanya atau meminta pasien untuk membuka mata. Membuka
mata sebagai respons terhadap stimulus nyeri (2 poin) melibatkan
penerapan stimulus yang tidak menyenangkan, seperti penekanan
pada supraorbital atau penekanan pada trapezius. Skor minimum
1 menunjukkan tidak ada pembukaan mata sebagai tanggapan
terhadap rangsang nyeri. Namun, jika tidak ada respon karena
terdapat gangguan pada mata, seperti pembengkakan, maka
pemberian keterangan "C" untuk "Closed" harus dicatat pada
pemberian skor.10

2. Verbal
Kaji respons verbal dengan memeriksa apakah pasien dapat
berorientasi pada waktu, tempat, dan orang. Jika mereka bisa
menjawab semua pertanyaan, pasien menerima skor maksimum
(5 poin). Jika mereka mengalami disorientasi, kemudian nilai
sejauh mana kemampuan komunikasi verbal pasien. Pasien
mungkin dapat berkomunikasi dengan kata-kata yang teratur (4
poin), meskipun dengan terlihat bingung tentang waktu, tempat,
atau orang. Bicara kacau atau tidak teratur (3 poin) mengacu pada
kata-kata acak yang dapat didengar yang tidak relevan dengan
konteksnya. Pasien mungkin dapat mengeluarkan suara (2 poin),
seperti suara erangan, tanpa kata-kata yang jelas. Tidak ada
respons yang terdengar (1 poin) adalah skor minimum. Jika
pasien tidak dapat berkomunikasi karena intubasi, beri skor
dengan catatan "T."10
3. Motor
Jika pasien dapat mematuhi perintah untuk melakukan sesuatu,
maka pasien dapat menerima poin maksimum (6 poin). Jika
pasien tidak mampu melakukan perintah, langkah selanjutnya
adalah dengan menilai respon terhadap rasa sakit. Penilaian ini,
seperti penilaian pada pembukaan mata, membutuhkan rangsang
nyeri yang cukup menyakitkan. Tindakan melokalisasi nyeri (5
poin) mengacu pada kemampuan pasien untuk menggerakkan
tangan mereka ke atas bahu mereka ke tempat dimana rasa nyeri
berasal. Fleksi normal dengan tindakan menghindari rasa sakit (4
poin) meliputi tindakan penarikan anggota tubuh menjauh dari
rangsangan nyeri. Fleksi abnormal terhadap rangsang nyeri (3
poin) terdiri dari adduksi dan rotasi internal lengan serta ekstensi
kaki. Gerakkan ini dikenal dengan "dekortikasi", yang
menunjukkan kerusakan di atas red nucleus di otak tengah, seperti
cedera kortikal atau thalamus. Gerakkan ekstensi terhadap nyeri
adalah respons abnormal yang terdiri dari ekstensi siku dan
pergelangan tangan, biasanya dengan ekstensi kaki. Postur ini
dikenal juga sebagai “deserebrasi”, yang kemungkinan
menunjukkan adanya kerusakan pada atau di bawah red nucleus,
seperti pada cedera batang otak, dan menunjukkan kerusakan otak
yang lebih parah. Skor minimal diberikan bila tidak ada respon
terhadap nyeri (1 poin). Riset telah menunjukkan bahwa
komponen motor tampaknya menjadi yang terbaik prediktor
kelangsungan hidup.10

Tabel 2.4 Glasgow Coma Scale.10

Indikator Nilai
Respon membuka mata
 Spontan 4
 Terhadap perintah/pembicaraan 3

 Terhadap rangsang nyeri 2

 Tidak membuka mata 1

Respon motorik
 Sesuai perintah 6
 Melokalisasi nyeri 5

 Reaksi menghindar 4

 Reaksi fleksi-dekortikasi 3
2
 Reaksi ekstensi-deserebrasi
1
 Tidak berespons

Respon Verbal
 Dapat berbicara dan memiliki orientasi baik 5
 Dapat berbicara, namun disorientasi 4

 Berkata-kata tidak tepat dan tidak jelas 3

 Mengeluarkan suara tidak jelas 2


1
 Tidak bersuara

Gambar 2. Lokasi stimulasi rangsang nyeri.14


Gambar 2. Respon Motorik pada Glasgow Coma Scale.10

c. Interpretasi
Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberian skor, maka
skor dijumlahkan. Pada pasien cedera otak dapat di klasifikasikan
sebagai ringan (skor GCS 14- 15), sedang (skor GCS 9-13), dan
berat (skor GCS ≤ 8).15
Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting
dalam memprediksi resiko kematian diawal pemeriksaan. Glasgow
Coma Scale tetap menjadi metode paling umum digunakan untuk
menilai tingkat kesadaran pada pasien cedera otak traumatis
dikarenakan GCS merupakan instrumen standar yang lebih aplikatif
digunakan, namun pengkajian tingkat kesadaran dengan
menggunakan GCS sulit untuk dilakukan untuk menilai respon
verbal pada pasien terintubasi, tidak bisa untuk mengetahui reflek
batang otak dan perubahan pola nafas.15

2. Refleks Pupil
Pupil memiliki rentang dinamis yang besar, biasanya dari diameter
7,5-8 mm pada midriasis penuh hingga diameter 1,5-2 mm pada miosis
penuh, dan dikendalikan oleh aksi antagonis sfingter iris dan otot dilator.
Sfingter dan dilator masing-masing dipersarafi oleh sistem saraf
parasimpatis dan simpatis; dengan demikian, parameter PLR yang berbeda
dapat digunakan sebagai indikator untuk modulasi simpatik atau
parasimpatis. Faktor-faktor yang mempengaruhi diameter pupil rata-rata
termasuk usia, jenis kelamin, warna iris, kesehatan saraf retina dan optik,
dan kejernihan media optik; namun, penentu paling kuat dari ukuran pupil
adalah tingkat cahaya sekitar.16
Ukuran pupil mengalami perubahan ukuran berkaitan dengan
variasi tingkat cahaya yang ada disekitar untuk mengatur jumlah cahaya
yang masuk ke mata. Proses ini dikenal sebagai refleks cahaya pupil
(Carrick). Refleks cahaya pupil merupakan komponen penting dari
pemeriksaan neurologis pasien trauma dan temuan dianggap penting
dalam hal diagnosis, pilihan pengobatan dan prognostik. Setelah cedera
kepala parah, pemeriksaan neurologis awal yang dilakukan secara akurat
sangat penting, karena merupakan dasar untuk membandingkan semua
perubahan lebih lanjut. Refleks pupil adalah respon fisiologis yang
melibatkan saraf kranial kedua dan ketiga, tetapi juga dapat dipengaruhi
oleh banyak faktor termasuk hipotermia, narkotika, alkohol, obat-obatan
terlarang, trauma lokal atau patologi mata yang sudah ada sebelumnya.17
Impuls aferen berjalan dari nervus optikus ke chiasma optikum ke
tractus optikus dan kemudian berakhir dan bersinaps di nucleus pretektalis
dekat kolikulus superior. Dari sini impuls diteruskan ke nucleus
parasimpatik Edinger Westphal kedua sisi. Persarafan parasimpatis
merupakan dasar mekanisme refleks cahaya tidak langsung: penyinaran
satu mata tidak hanya menyebabkan konstriksi pupil yang disinari saja tapi
juga pupil kontralateral. Dari nucleus Edinger Westphal serabut eferen
berjalan di N. III menuju orbita dan melalui N. Siliaris brevis
mempersarafi m. sfingter pupilae.6
Gambar 2. Refleks Cahaya Pupil.6

a. Cara Pemeriksaan
Pemeriksaan pupil dapat dilakukan baik pada pasien sadar maupun
tidak sadar. Pada pasien yang sadar, pemeriksa harus membuat pasien
focus melihat pada objek yang jauh lurus ke depan. Sedangkan pada
pasien yang tidak sadar atau koma, pupil dinilai per posisi pasien saat
ditemukan. Pada pemeriksaan pupil, yang penting untuk diperiksa
adalah ukuran pupil, bentuk, dan reaksi pupil.18,19
Untuk melihat ukuran pupil, perhatikan kedua mata apakah pupil
sama besar antara kiri dan kanan (isokor atau anisokor). Juga dapat
diperhatikan bentuk pupil apakah bundar dan rata tepinya (normal) atau
tidak. Bila pupil mengecil, hal ini disebut miosis, dan bila membesar
disebut midriasis.20
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya dilakukan dengan
menyuruh pasien untuk melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya), setelah itu mata pasien di senter (beri cahaya) dan dilihat
apakah ada reaksi pada pupil mata yang disenter dan mata yang tidak
disenter. Cahaya sebaiknya di berikan dari luar canthus dan tidak
langsung menyorot ke pupil karena dapat mengaburkan visualisasi.18,20

b. Interpretasi
Diameter normal pupil adalah antara 2 dan 5 mm, dengan rata-rata
pupil berukuran 3,5 mm. Meskipun kedua pupil harus berukuran sama,
perbedaan 1 mm dianggap sebagai deviasi normal. Kondisi ini dikenal
sebagai anisocoria dan terjadi pada 15% hingga 17% populasi tanpa
signifikansi klinis yang diketahui. Ukuran pupil harus dinilai baik
sebelum dan sesudah pupil merespon cahaya langsung. Bentuk pupil
dilaporkan sebagai bulat, tidak teratur, atau oval. Bentuk normal pupil
adalah bulat.18
Reaksi cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak
langsung (konsensual). Pada keadaan normal, pupil mata yang diberi
cahaya akan mengecil. Hal ini disebut reaksi cahaya langsung positif.
Kemudian, perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya
ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya tersebut. Bila
demikian, disebut reaksi cahaya tidak langsung positif. Kecepatan
reaktivitas pupil dicatat sebagai cepat, lamban, atau tidak reaktif.
Normalnya, pupil akan menyempit dengan cepat sebagai respons
terhadap cahaya.18,20

Beberapa jenis kondisi pupil yang abnormal adalah sebagai berikut:4


1. Thalamic pupils
Pupil yang berukuran lebih kecil (< 2mm), namun masih reaktif
terhadap cahaya, dapat ditemui pada kompresi thalamus.
2. Fixed, dilated pupils
Pupil berukuran lebih dari 7 mm dan terfiksasi (tidak reaktif
terhadap cahaya) dapatditemukan pacta kompresi saraf kranial III
(nervus okulomotor) atau intoksikasi oba antikolinergik atau
simpatomimetik. Namun penyebab tersering pada penurunan
kesadaran adalah akibat herniasi transtentorium oleh massa
supratentorial.
3. Fixed, midsized pupil
Pupil yang terfiksasi dan berukuran sekitar 5 mm umumnya
ditemukan pada pasien dengan kerusakan batang otak di level
midbrain. Kerusakan pada regio tersebut akan mengganggu fungsi
simpatis, pupilodilator; dan parasimpatis, serta serat saraf
pupilokonstriktor.
- Pinpoint pupils
Pinpoint pupils (berukuran diameter 1-1,5mm) pada pasien
dengan penurunan kesadaran, umumnya merupakan tanda
overdosis opiat atau lesi struktural fokal pada pons. Lesi
struktural fokal pada pons umumnya disertai gangguan
pergerakan bola mata. Pemberian nalokson dapat membedakan
kedua penyebab tersebut, yaitu memberi perbaikan pada
overdosis opiat, tidak pada lesi di pons.
- Assymetric pupils
Perbedaan ukuran pupil ≤ 1 mm masih dapat dianggap
fisiologis asalkan refleksnya normal dan simetris ketika
mendapat rangsang cahaya, tanpa adanya gangguan pergerakan
ekstraokular. Namun jika ukuran pupil berbeda > l mm maka
disebut pupil anisokor. Apabila konstriksinya tidak simetris dan
tidak sama cepat, umumnya disebabkan oleh kelainan struktural
pada midbrain, nervus okulomotor, atau intraorbital (Aninditha)
Gambar 2.10 Pola Gambaran Pupil berdasarkan Lesi di Batang Otak.4

3. Lateralisasi
Lateralisasi pada tubuh manusia adalah suatu bentuk
kecenderungan salah satu sisi tubuh lebih banyak digunakan dibandingkan
dengan sisi satunya. Hal ini disebabkan oleh dominasi pada salah satu
hemisfer otak yang berperan untuk menjalankan fungsi tertentu. Secara
fungsional, otak menunjukkan lateralitas sehubungan dengan kedua
hemisfer otak yang secara bersamaan berperan dalam menjalankan suatu
aktivitas namun salah satu hemisfernya akan menjadi lebih dominan pada
aspek tertentu. Lateralitas fungsional didasarkan pada lateralitas anatomi
tubuh dan otak yang diasosiasikan dengan perkembangan kognitif,
penggunaan tangan, penggunaan kaki, penglihatan dan sebagainya.21
Tanda lateralisasi dapat dinilai dengan memberikan rangsang nyeri.
Nyeri pertama dicoba pada permukaan kuku atau supraorbital atau sendi
temporo mandibular, pada satu sisi tubuh dahulu disusul pada sisi lainnya.
Hal ini dilakukan untuk menilai kemungkinan lateralisasi respon motoric.
Respons terhadap stimulus ini dapat mengindikasikan penyebab
penurunan kesadaran di hemisfer secara simetris (gangguan metabolic atau
lesi difus) atau asimetris (lesi structural unilateral), serta membantu
lokalisasi letak disfungsi serebral. Respon postur yang bilateral dan
simetris akan ditemukan pada lesi hemisfer bilateral dan metabolic. Postur
yang unilateral dan asimetris umumnya mengindikasikan lesi structural
pada 1 hemisfer atau batang otak sisi kontralateral tubuh yang mengalami
deficit neurologis.4

BAB III
KESIMPULAN

1. Keadaan gawat darurat harus dtangani sesegera mungkin dengan Primary


Survey dengan Teknik Airway, Breathing, Circulation, Disability dan
Exposure.
2. Pemeriksaan Disability yang dilakukan yaitu pemeriksaan neurologis mini yang
terdiri atas pemeriksaan kesadaran (GCS), refleks cahaya pupil, dan tanda-
tanda lateralisasi.
3. Pemeriksaan neurologis mini penting dilakukan karena dapat mengidentifikasi
kemungkinan letak lesi yang menyebabkan deficit neurologis pada pasien.
4. Pemeriksaan GCS, refleks pupil dan tanda lateralisasi dapat dilakukan pada
pasien sadar maupun tidak sadar, dan prosedurnya singkat sehingga tidak
memakan waktu yang lama untuk mengevaluasi keadaan pasien.
5. GCS adalah salah satu teknik untuk memeriksa kondisi kesadaran pasien.
Interpretasi pemeriksaan GCS menggolongkan pasien dalam cedera kepala
ringan (GCS 14-15), sedang (9-13), dan berat (< 8).
6. Hasil pemeriksaan refleks pupil dan ukuran pupil yang tidak normal
menandakan adanya kerusakan pada area otak yang berperan dalam jaras
penglihatan.
7. Adanya tanda lateralisasi menandakan kerusakan atau lesi pada salah satu
hemisfer otak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganfur G, Ameya G, Tamirat A, Lencha B, Bikila D. First aid knowledge,


attitude, practice, and associated factors among kindergarten teachers of
Lideta sub-city Addis Ababa, Ethiopia. Plos One. 2018: 13(3); 1-15
2. Hidayati AN, Akbar MIA, Alfian NR. Gawat darurat medis dan bedah.
Surabaya: Airlangga University Press. 2018.
3. Elbaih AH, Basyouni FH. Teaching approach of primary survey in trauma
patients. International Journal of Internal and Emergency Medicine. 2020:
3(3); 1-6
4. Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar neurologi. Jakarta: Penerbit
Kedokteran Indonesia. 2017
5. Snell RS. Clinical neuroanatomy. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins: 2010
6. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Ed 5. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama: 2014
7. Ellis H. The surgical anatomy of the scalp. Elsevier Ltd. 2013: 35(1): 1-5
8. Carlson NR. Foundations of physiological psychology. Pearson: 2005
9. Kusuma AA, Bunawan R, Siagian A. General practitioner’s level of
survey on trauma cases in dustira level II hospital. Advance in Health
Science Research. 2021: 37(1); 279-90
10. Mehta R, Chinthapalli K. Glasgow coma scale explained. BMJ. 2019: 365;
1-7
11. Munakomi S, Kumar BM. Neuroanatomical basis of Glasgow coma scale-
A Reappraisal. Neurosciences & Medicine. 2015: 6(1): 116-20
12. Gupta M, Ireland AC, Bordoni B. Neuroanatomy, visual pathway.
StatPearls Publishing. 2022
13. Campbell WW. Pocket guide and toolkit to Dejong’s neurologic
examination. Philadelphia: Lippincott William & Willkins. 2008
14. Indrawati N, Kupa CN, Putri EM, Lesimanuaya LL, Alviolita VE, Septiani
V. Comparison of Glasgow coma scale (GCS) and Full Outline of
Unresponsiveness (FOUR) to assess mortality of patients with head
injuries in critical care area. Journal of Health. 2021: 1(1): 1-9
15. Onstitute Ilmu Saraf NHS Greater Glasgow dan Clyde. GCS. Cited from
www.glasgowcomascale.org
16. Hall CA, Chilcott RP. Eyeimg up the future of the pupillary light reflex in
neurodiagnostic. MDPI. 2018: 8(19): 1-20
17. Sehgal A, Hughes S. Cosmetic contact lenses and the pupillary light reflex
in trauma. The intensive care society. 2014: 15(4): 254-5
18. Adoni A, McNett M. Traumatic brain injury: A guide for trauma nurses.
Journal of Trauma Nursing. 2007: 14(4): 191-6
19. Oktora S, Oli’I EM, Sjamsudin E. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
medis trauma maksilofasial pada anak disertai cedera kepala. Jurnal
Kedokteran Universitas Padjajaran. 2021: 32(2): 173-81
20. Lumbantobing SM. Neurologi klinik: pemeriksaan fisik dan mental.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI. 2015
21. Tjahajawati S, Anisha N, Rodian M, Rafisa A. Hubungan lateralisasi
hemisfer otak dengan dominasi sisi pengunyahan. Jurnal kedokteran
universitas padjajaran. 2019: 31(3); 165-70

Anda mungkin juga menyukai