Anda di halaman 1dari 53

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2022


UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU

EPIDURAL HEMATOMA

Disusun Oleh:
Aulia Nur Pratiwi, S.Ked
17 20 777 14 433

Pembimbing:
dr. Raymond R Anurantha, Sp.B

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Aulia Nur Pratiwi, S.Ked


NIM : 17 20 777 14 433
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat Palu
Judul Refarat : Epidural Hematoma
Bagian : Ilmu Bedah

Bagian Ilmu Bedah


RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, September 2022


Pembimbing Mahasiswa

dr. Raymond R Anurantha., Sp.B. Aulia Nur Pratiwi, S.Ked

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Otak dibagi menjadi dua belahan, kiri, dan kanan. Sementara mereka dalam
komunikasi konstan, belahan kiri dan kanan bertanggung jawab atas perilaku yang
berbeda, yang dikenal sebagai lateralisasi otak. Belahan kiri lebih dominan
dengan kemampuan bahasa, logika, dan matematika. Belahan otak kanan lebih
kreatif, dominan dalam situasi artistik dan musik, dan intuisi.3 
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.7,8
Epidural hematoma (EDH) adalah sekumpulan darah ekstra-aksial di dalam
ruang potensial antara lapisan luar duramater dan bagian dalam tengkorak. Hal ini
dibatasi oleh sutura lateralis (terutama sutura koronal) yang menyisip pada dura.
EDH dapat terjadi setelah pungsi intratekal, malformasi vaskular tulang belakang,
atau perdarahan spontan.4,5
Hematoma epidural terjadi pada 2% dari semua cedera kepala dan hingga
15% dari semua trauma kepala yang fatal. Laki-laki lebih sering terkena daripada
perempuan. Selain itu, insiden lebih tinggi di kalangan remaja dan dewasa muda. 
EDH terjadi pada sekitar 10% dari cedera otak traumatis (TBI) yang
membutuhkan rawat inap. Mekanisme traumatik dan non-trauma dapat
menyebabkan hematoma epidural. 11
Sebagian besar kasus yang berkaitan dengan mekanisme traumatis adalah
akibat dari cedera kepala akibat tabrakan kendaraan bermotor, serangan fisik, atau
jatuh yang tidak disengaja. 12

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Otak

Gambar 1. Perkembangan Embriologi Otak.2

Ektoderm adalah kunci dalam embriogenesis SSP. Ektoderm saraf berperan


untuk membentuk tabung saraf dan puncak saraf, yang kemudian menjadi otak,
sumsum tulang belakang, dan saraf perifer.1
Embriogenesis minggu 2 hingga 8 dimulai dengan cakram germinal trilaminar,
yang mengacu pada epiblas dan hipoblas, sel-sel epiblas mengalami transisi
epitel-mesenkimal yang menggantikan hipoblas. Mereka juga berkembang biak di
lapisan tengah untuk membentuk mesoderm dimana ia akan tetap mesenkim untuk
membentuk jaringan ikat. Garis primitif kemudian mulai muncul secara superior
dari daerah ektoderm yang menebal. Jaringan ini tumbuh kaudal ke tengkorak dan
menginduksi pembentukan notochord. Ektoderm kemudian berinvaginasi saat sel
bermigrasi untuk membentuk simpul primitif dan lubang primitif di mana proses
notochordal terbentuk.

2
1. Lubang primitif adalah lekukan di tengah simpul primitif, yang merupakan
lubang di kanal notochordal .
2. Neurulasi mengacu pada lipatan pelat saraf. Pelat saraf terlipat, melalui induksi
dari notochord, ke dalam tabung saraf, yang kemudian menjadi neuroektoderm,
yang akhirnya membentuk SSP, yaitu otak dan sumsum tulang belakang; otak dari
dua pertiga kranial segmen dan sumsum tulang belakang dari sepertiga kaudal
segmen)
3. Sel neural crest membentuk ganglia akar dorsal dan jaringan ikat di kepala dan
leher.
4. Notochord:
 Mendefinisikan sumbu longitudinal
 Membentuk bagian dari cakram intervertebralis, dan bukan sumsum tulang
belakang atau tulang belakang
 Proses notochordal terbentuk di atas simpul primitif
 Pemanjangan proses notochordal terjadi secara kaudal dan naik ke ujung
kranial
SSP berasal dari neuroektoderm: notochord menginduksi pembentukan
lempeng saraf (penebalan lapisan ektodermal), yang selanjutnya berdiferensiasi
untuk membentuk lipatan saraf dengan alur saraf di antaranya, yang mengarah ke
pembentukan tabung saraf (melalui neurulasi).
Tiga lapisan membran menutupi seluruh SSP:
1. Dura mater: berasal dari mesenkim sekitarnya.
2. Arachnoid mater: berasal dari neural crest; terbentuk sebagai satu lapisan
dengan pia mater.
3. Pia mater : berasal dari neural crest; erat menutupi SSP.

2.2. Anatomi Otak


Otak dibagi menjadi dua belahan, kiri, dan kanan. Sementara mereka dalam
komunikasi konstan, belahan kiri dan kanan bertanggung jawab atas perilaku yang
berbeda, yang dikenal sebagai lateralisasi otak. Belahan kiri lebih dominan

3
dengan kemampuan bahasa, logika, dan matematika. Belahan otak kanan lebih
kreatif, dominan dalam situasi artistik dan musik, dan intuisi.3 

Gambar 2. Anatomi cranium

Gambar 3. Anatomi osteologi

Cranium dibentuk oleh tulang-tulang yang saling berhubungan satu sama lain
dengan perantaraan sutura. Cranium terdiri dari tiga lapisan yaitu tabula eksterna,
diploe dan tabula interna. Pada orang dewasa ketebalan dari tulang tengkorak
bervariasi antara 3 mm sampai dengan 1,5 cm, dengan bagian yang paling tipis
terdapat pada daerah pterion dan bagian yang paling tebal pada daerah
protuberantia eksterna.16
Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian yaitu neurocranium (tulang-tulang
yang membungkus otak) dan viscerocranium (tulang-tulang yang membentuk

4
wajah). Neurocranium terdiri atas tulang-tulang pipih yang berhubungan satu
dengan yang lain. Ada tiga macam sutura yaitu : 16
1. Sutura serrata, dimana tepi dari masing-masing tulang berbentuk sebagai gigi-
gigi gergaji dan gigi-gigi ini saling berapitan.
2. Sutura skualosa, dimana tepi dari masing-masing tulang menipis dan saling
menutupi.
3. Sutura harmoniana atau sutura plana, dimana tepi dari masing-masing tulang
lurus dan saling tepi menepi.
Neuroccranium dibentuk oleh : 16
1. Os. Frontale
2. Os. Parietale
3. Os. Temporale
4. Os. Sphenoidale
5. Os. Occipitalis
6. Os. Ethmoidalis
Viscerocranium dibentuk oleh : 16
1. Os. Maksilare
2. Os. Palatinum
3. Os. Nasale
4. Os. Lacrimale
5. Os. Zygomatikum
6. Os. Concha nasalis inferior
7. Vomer
8. Os. Mandibulare

5
Gambar 4. Anatomi Basis Cranii

Dasar tengkorak dibagi menjadi beberapa fossa yaitu fossa anterior, fossa
media dan fossa pasterior. Dari aspek ini tampak jelas cetakan dari otak. 16
Pada dasar tengkorak durameter melekat erat dan masuk kedalam foramen-
foramen.
a. Fossa anterior basis cranii terdiri dari: 16
- Lempeng cribiforme os.ethmoidal, pada bagian depannya terdapat bagian yang
menonjol keatas disebut crista gali.
- Bagian orbita os.frontal, merupakan bagian terbesar dari fossa anterior, pada
bagian depan medial terdapat sinus frontalis, bagian belakang berbatasan langsung
dengan lesser wing of sphenoid bone.
- Os.sphenoid, terdiri dari greater dan lesser wing yang menyatu pada sisi lateral
fisura orbitalis superior
b. Fossa media basis cranii: 16
- Lebih dalam dibandingkan dengan fossa anterior
- Pada bagian sentral terdapat carnalis optikus tempat lewatnya nervus optikus,
arteri ophtalmicus dan meningens.
- Pada bagian depan terdapat sella tursica yang merupakan tempat hipofisis.

6
- Pada sisinya terdapat fissura orbitalis superior, bagian tengah lebih lebar berisi
n.opticus, v.ophtalmicus, n.occulomotor, n.trochleas dan beberapa pembuluh
darah kecil.
- Foramen rotundum yang berjalan kearah depan menuju fossa pterigo palatina
dan berisi maksilaris (V 2).
- Foramen ovale, berjalan kearah bawah menuju fossa infra temporal dan berisi
n.mandibulla (V 3).
- Foramen spinosum, terletak posterolateral dari foramen ovale dan berisi arteri
meningea media.
- Foramen lacerum, terletak postero medial dari foramen ovale dan berisi arteri
carotis interna.
c. Fossa posterior dasar tengkorak: merupakan fossa yang paling besar dan dalam
diantaranya fossa-fossa lainnya berisi cerebelum, pons dan medulla oblongata.
- Foramen magnum, merupakan tempat peralihan dari medulla spinalis.
- Foramen jugulare, merupakan tempat erjalannya n.glosopharingeous.
Dibagian posterior terdapat sullkus sigmoid yang berisi sinus signoid yang
berlanjut menjadi v.jugularis interna.
- Canalis hipoglossus, terletak lateral dari foramen magnum dan berisi
n.hipogrosus.
- Meatus acusticus interna terletak bagian depan dari foramen jugulare dan di
bagian atasnya terdapat canalis fascialis yang merupakan tempat lewatnya
n.fascialis.

7
Gambar 5. Lapisan-lapisan selaput otak/meninges

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah


pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.7,8
a. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua
lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat
dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus
(sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di
tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.7
b. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa
yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang
saling berhubungan. 7
c. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh

8
darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di
abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari
ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-
pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-
ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan
membentuk tela choroidea di tempat itu. 7

9
Gambar 6. Anatomi Otak

Permukaan serebrum disebut korteks. Tebalnya sekitar dua milimeter dan


memiliki banyak lipatan yang membentuk punggungan (gyri) dan alur (sulci).
Fisura adalah rumpun yang lebih dalam dan sering digunakan secara bergantian
dengan sulkus. Serebrum dibagi menjadi belahan kiri dan kanan oleh fisura
longitudinal yang memiliki banyak nama berbeda: fisura longitudinal, fisura
serebral, fisura longitudinal median, fisura interhemispheric. Setiap belahan otak
terbagi menjadi empat lobus terpisah oleh sulkus sentral, sulkus parieto-oksipital,
dan fisura lateral. Sulkus sentral berjalan dari posterior-medial ke anterior-lateral
dan memisahkan lobus frontal dari lobus parietal. Sulkus parieto-oksipital
memisahkan lobus parietal dari lobus oksipital. Fisura lateral (Fisura Sylvian)
adalah fisura horizontal yang terletak lateral dan memisahkan lobus temporal dari
lobus frontal dan parietal.18
Lobus frontal terletak di depan sulkus sentralis dan di atas fisura lateral. Lobus
frontal selanjutnya terbagi menjadi gyrus frontal superior, tengah, dan inferior,
korteks motorik primer, dan area orbital. Area-area ini bergabung untuk
mengontrol fungsi eksekutif dan motorik kita. Ini mengontrol penilaian,
pemecahan masalah, perencanaan, perilaku, kepribadian, pidato, menulis,
berbicara, konsentrasi, kesadaran diri, dan kecerdasan. Korteks motorik primer
terdapat di girus presentralis lobus frontalis dan terletak tepat di depan sulkus

10
sentralis. Korteks premotor terletak di depan korteks motorik primer. Area ini
mengontrol gerakan tubuh dan ekstremitas kontralateral.18
Daerah medial mengontrol ekstremitas bawah. Regio superior-lateral
mengontrol ekstremitas atas dan tangan. Daerah lateral mengontrol wajah. Bagian
tubuh tertentu lebih banyak dipersarafi sehingga tidak secara proporsional
mewakili tubuh manusia. Faktanya, sebagian besar korteks motorik primer
digunakan untuk mengontrol otot tangan, wajah, dan bibir, yang direpresentasikan
dengan baik oleh model homunculus. Dalam gyrus frontal tengah adalah area
bidang mata frontal dan sebagian besar bertanggung jawab atas abduksi mata
kontralateral dan adduksi mata ipsilateral. Area Broca bertanggung jawab untuk
berbicara dan tidak ada di kedua belahan otak. Sebaliknya, ia berada di dalam
girus frontal inferior dari hemisfer dominan. Hemisfer dominan, pada kebanyakan
individu, adalah hemisfer kiri. Oleh karena itu, area Broca paling sering terjadi di
girus frontalis inferior kiri.18
Lobus parietal terletak di belakang sulkus sentral dan di depan sulkus parieto-
oksipital. Lobus ini mengontrol persepsi dan sensasi. Korteks somatosensori
primer berada di girus postcentral dan terletak tepat di belakang sulkus sentralis.
Korteks somatosensori primer mengontrol indera peraba, suhu, dan nyeri pada
tubuh kontralateral. Mencerminkan korteks motorik primer, wilayah medial
merasakan ekstremitas bawah, wilayah superior-lateral merasakan ekstremitas
atas dan tangan, dan wilayah lateral merasakan wajah. Mirip dengan area motorik
primer, tangan, wajah, dan bibir menempati sebagian besar area somatosensori
dan juga disajikan dengan baik oleh model homunculus. Kerusakan pada lobus
parietal dapat hadir dengan kurangnya sensasi ini serta gejala lain tergantung pada
apakah belahan dominan atau nondominan kerusakan lebih jauh. Kerusakan pada
lobus parietal dominan, biasanya hemisfer kiri, muncul dengan agrafia, acalculia,
agnosia jari, dan disorientasi kiri-kanan. Presentasi gejala-gejala ini adalah
karakteristik dari Sindrom Gerstmann. Kerusakan pada lobus parietal
nondominan, biasanya hemisfer kanan, hadir dengan agnosia sisi kontralateral
dunia - ini juga disebut sindrom pengabaian hemispatial.18

11
Lobus oksipital berada di belakang sulkus parieto-oksipital dan di atas
tentorium serebelum. Lobus ini menginterpretasikan penglihatan, jarak,
kedalaman, warna, dan pengenalan wajah. Lobus oksipital menerima
informasinya dari bidang penglihatan kontralateral kedua mata (yaitu, lobus
oksipital kiri menerima dan menafsirkan informasi dari bidang visual kanan dari
mata kiri dan kanan). 18
Lobus temporal lebih rendah dari fisura lateral dan selanjutnya terbagi menjadi
girus temporal superior, tengah, dan inferior. Lobus ini mengontrol pemahaman
bahasa, pendengaran, dan memori. Area Wernicke bertanggung jawab untuk
pemahaman bahasa, dan tidak ditemukan di kedua belahan otak. Mirip dengan
area Broca, area Wernicke berada di gyrus temporal superior dari hemisfer
dominan, yang biasanya hemisfer kiri. Oleh karena itu, lokasi area Wernicke
paling sering di girus temporal superior. Korteks pendengaran primer berada di
girus temporal superior dan memproses sebagian besar informasi pendengaran
dari telinga kontralateral dan beberapa dari telinga ipsilateral. Lobus temporal
berkomunikasi dengan hipokampus dan amigdala untuk membentuk memori. 18
Saraf yang berjalan ke dan dari otak terdiri dari dendrit, badan sel, akson, dan
terminal akson. Materi abu-abu umumnya digunakan secara bergantian dengan
korteks. Namun, materi abu-abu menyiratkan bahwa akson yang tidak bermielin
tampak abu-abu. Materi abu-abu juga dapat ditemukan di struktur dalam. Di
bawah korteks terdapat materi putih, yang menyiratkan bahwa akson bermielin
dan tampak putih. Materi putih menerima dan mengirim sinyal ke dan dari otak
dan memungkinkan komunikasi antara bagian otak yang berbeda dengan cepat
karena aksonnya yang bermielin. Materi abu-abu korteks menafsirkan sinyal yang
diterima dari berbagai bagian tubuh dan kemudian mengirimkan sinyal respons. 18
Seluruh suplai darah ke otak dan sumsum tulang belakang tergantung pada dua
set cabang dari aorta dorsal . Arteri vertebralis muncul dari arteri subklavia,
dan arteri karotis interna adalah cabang dari arteri karotis komunis. Arteri
vertebralis dan sepuluh arteri meduler yang muncul dari cabang segmental aorta
menyediakan vaskularisasi primer medula spinalis. Arteri meduler ini bergabung
untuk membentuk arteri spinalis anterior dan posterior.Jika salah satu arteri

12
meduler terhalang atau rusak (selama operasi perut, misalnya), suplai darah ke
bagian tertentu dari sumsum tulang belakang dapat terganggu. Pola kerusakan
neurologis yang dihasilkan berbeda tergantung pada apakah suplai ke arteri
posterior atau anterior terganggu. Seperti yang diharapkan dari susunan jalur saraf
naik dan turun di sumsum tulang belakang, hilangnya pasokan posterior umumnya
menyebabkan hilangnya fungsi sensorik , sedangkan hilangnya pasokan anterior
lebih sering menyebabkan defisit motorik .19
Otak menerima darah dari dua sumber: arteri karotis interna , yang muncul
pada titik di leher di mana arteri karotis komunis bercabang dua, dan arteri
vertebralis. Arteri karotis interna bercabang membentuk dua arteri serebral utama,
arteri serebral anterior dan tengah . Arteri vertebralis kanan dan kiri bersatu pada
tingkat pons pada permukaan ventral batang otak untuk membentuk arteri
basilaris garis tengah . Arteri basilaris bergabung dengan suplai darah dari karotis
interna dalam cincin arteri di dasar otak (disekitar hipotalamus dan batang otak )
disebut lingkaran Willisi. 19 
Arteri posterior serebral muncul pada pertemuan ini, seperti halnya dua arteri
penghubung kecil, arteri komunikans anterior dan posterior . Menggabungkan dua
sumber utama suplai vaskular serebral melalui lingkaran Willis mungkin
meningkatkan kemungkinan setiap wilayah otak terus menerima darah jika salah
satu arteri utama menjadi tersumbat.19

Gambar 7. Pembuluh darah otak

13
Cabang utama yang muncul dari arteri karotis interna— arteri
serebri anterior dan tengah—membentuk sirkulasi anterior yang mensuplai otak
depan. Arteri ini juga berasal dari lingkaran Willisi. Masing-masing menimbulkan
cabang-cabang yang mensuplai korteks dan cabang-cabang yang menembus
permukaan basal otak, mensuplai struktur-struktur dalam seperti ganglia
basalis , talamus , dan kapsula interna . Terutama arteri lentikulostriata yang
bercabang dari arteri serebral tengah. Arteri ini mensuplai ganglia basalis dan
talamus. Itusirkulasi posterior otak mensuplai korteks posterior, otak tengah,
dan batang otak ; itu terdiri dari cabang-cabang arteri yang muncul dari
arteri serebral posterior , basilar , dan vertebral.19 
Pola distribusi arteri serupa untuk semua subdivisi batang otak: arteri garis
tengah memasok struktur medial , arteri lateral memasok batang otak lateral, dan
arteri dorsal-lateral memasok struktur batang otak dorsal-lateral
dan otak kecil . Di antara arteri dorsal-lateral yang paling penting (juga
disebut arteri melingkar panjang ) adalaharteri serebelar inferior
posterior ( PICA ) dan arteri serebelar inferior anterior ( AICA ), yang mensuplai
daerah yang berbeda dari medula dan pons . Arteri ini, serta cabang arteri basilar
yang menembus batang otak dari permukaan ventral dan lateralnya (disebut
arteri paramedian dan arteri sirkumferensial pendek ), terutama merupakan tempat
oklusi yang umum dan mengakibatkan defisit fungsional spesifik saraf
kranial, sensorik somatik , dan motorik.19

14
Gambar 8. (A) Arteri utama otak  (B) Tampak ventral pembesaran area kotak
menunjukkan circulus willisi (C) Potongan midsagital lateral dan
menunjukkan arteri serebral anterior , media, dan posterior (D) Bagian frontal
yang ideal menunjukkan jalur arteri serebral tengah.
Circulus arteriosus willisi merupakan anastomose yang penting antara 4 arteri
(a.vertebralis & a.carotis interna) yang memasok darah ke otak. circulus arteriosus
willisi dibentuk oleh a.cerebri posterior, a.communicans posterior, a.carotis

interna, a.cerebri anterior &, a.comunicans anterior. Masing-masing a.cerebralis


mengantar darah ke satu permukaan dan satu kutub cerebrum: 19

15
1. a.cerebri anterior → mengantar darah hampir seluruh permukaan medial &
superior serta polus frontalis
2. a.cerebri media → mengantar darah ke permukaan lateral & polus temporalis
3. a.cerebri posterior → mengantar darah ke permukaan inferior & polus
occipitalis

Gambar 9. Sinus vena dural potongan sagital

Gambar 10. Sinus vena dural potongan axial


Sinus vena dural adalah sekelompok sinus atau saluran darah yang mengalirkan
darah vena yang bersirkulasi dari rongga tengkorak. Ini secara kolektif
mengembalikan darah terdeoksigenasi dari kepala ke jantung untuk

16
mempertahankan sirkulasi sistemik. Ada tujuh sinus vena dural utama yang
terletak di dalam rongga tengkorak, khususnya antara lapisan periosteal dan
meningeal duramater: sinus sagital superior, sagital inferior, lurus, transversal,
sigmoid, kavernosa, dan sinus petrosus superior. Sebagian besar sinus ini
ditemukan berdekatan dengan falx cerebri dan tentorium cerebelli. Sinus
kavernosa secara klinis merupakan sinus vena dural yang paling penting.20
Mayoritas darah vena yang dialirkan ke sinus venosus dural berasal dari
berbagai cabang yang ditemukan di dalam kranium. Struktur yang bertindak
sebagai anak sungai aliran sinus vena meliputi: 20
 Vena serebral dan serebelar yang melintasi ruang subdural untuk mengalirkan
darah ke vena sagital superior, oleh karena itu, disebut "bridging vein"
 Vena utusan yang berkembang melalui tengkorak memungkinkan komunikasi
antara isi intrakranial dan ekstrakranial
 Vena diploic yang mengalirkan darah antara lapisan dalam dan luar tulang
pipih tengkorak (diploe)
 Vena meningeal mengumpulkan darah dari meninges
 Granulasi arachnoid untuk CSF yang kembali ke sirkulasi vena
Sinus vena dural mayor berbeda dalam fungsi spesifiknya tergantung pada
lokasinya di dalam kranium dan struktur terkait yang melewati sinus. Sinus
sagitalis superior terletak di tengah sagital dan di atas falx serebri. Ini
mengumpulkan darah dari vena serebral dan serebelum menuju pertemuan sinus
(torcular herophili). Sinus sagitalis inferior terletak di dalam aspek inferior dari
falx serebri dan terhubung dengan vena serebral besar membentuk sinus lurus.
Sinus lurus mengalirkan isi dari sinus sagitalis inferior dan vena serebral besar
dan berakhir di pertemuan sinus. Itu juga bisa mengalir ke sinus transversal. Sinus
oksipital berada di aspek posterior tentorium cerebelli dan merupakan saluran
kecil yang mengalirkan isi dari oksiput ke dalam pertemuan sinus. 20
Sinus transversus terletak bilateral di tentorium cerebelli. Ini terbentuk sebagai
lampiran ke tulang oksipital mengangkut darah vena dari pertemuan sinus ke
sinus sigmoid kiri dan kanan. Sinus sigmoid juga merupakan sinus berpasangan
yang dikenal karena sinus berbentuk S yang ditemukan di dasar fossa kranial di

17
bagian posterior. Sinus sigmoid kiri dan kanan secara kolektif mengalirkan darah
vena ke dalam vena jugularis interna, yang keluar di foramen jugularis. Sinus
kavernosus terletak di rongga tulang sphenoid yang mengelilingi kelenjar pituitari,
yang mengalirkan isi dari vena oftalmik (orbit) dan pleksus vena pterigoid (deep
face). 20
Sinus kavernosus selanjutnya bermuara ke kedua sinus petrosus superior (ke
dalam sinus sigmoid) dan inferior (ke dalam vena jugularis interna). Sinus
kavernosus kiri dan kanan terhubung melalui sinus interkavernosus, yang
dianggap sebagai sinus vena yang paling penting secara klinis karena
hubungannya dengan struktur penting lainnya di kepala termasuk saraf kranial III
(okulomotor), IV (troklearis), cabang oftalmikus dan maksila. saraf kranial V
(trigeminal), dan saraf kranial VI (abducens) yang terletak di bawah arteri karotis
interna. Untuk alasan ini, sinus kavernosa juga dikenal sebagai "Anatomic jewel
box". Pertemuan sinus mengalirkan darah dari sinus sagitalis superior, lurus, dan
oksipital dan terletak di sepanjang tulang oksipital di posterior; disinilah ketiga
sinus ini bertemu untuk menyalurkan darah vena ke sinus transversus kiri dan
kanan. 20

18
Gambar 11. Nervus Cranialis

Saraf kranial memberikan persarafan aferen dan eferen (sensorik, motorik, dan
otonom) ke struktur kepala dan leher. Saraf kranial terdiri dari proses saraf yang
terkait dengan inti batang otak dan struktur kortikal yang berbeda. Sementara itu,
spinal gray matter diatur menjadi tanduk sensorik posterior, intermediate gray
otonom dan interneuron, dan tanduk motorik anterior, inti saraf kranial ini secara
fungsional diatur ke dalam inti yang berbeda di dalam batang otak.17
Biasanya, inti posterior dan lateral cenderung sensorik, dan anterior cenderung
motorik. Saraf kranial I (penciuman), II (optik), dan VIII (vestibulocochlear)
dianggap murni aferen. Saraf kranial III (oculomotor), IV (trochlear), VI
(abducens), XI (spinal aksesori), dan XII (hypoglossal) adalah murni eferen. Saraf
kranial yang tersisa, V (trigeminal), VII (wajah), IX (glossopharyngeal), dan X
(vagus), secara fungsional bercampur (sensorik dan motorik). 17
Saraf Kranial Aferen dan Implikasi Klinis
Saraf kranial I, II, dan VIII dianggap saraf aferen murni karena masing-masing
menghantarkan informasi sensorik dari daerah penciuman, retina mata, dan
struktur telinga bagian dalam. Saraf kranial I, saraf penciuman, terdiri dari aferen
viseral khusus (SVA). Reseptor sensoris kemo di lapisan mukosa olfaktorius
mengikat molekul bau dan menghantarkan sinyal melalui saraf yang berjalan
melalui lempeng kribiformis tulang ethmoid untuk bersinaps pada neuron bulbus
olfaktorius di dalam kubah kranial. Prossesus sentral dari neuron bulbus

19
olfaktorius ini diproyeksikan melalui trigonum olfaktorius secara medial ke area
septum dan bulbus kontralateral melalui komisura anterior, sementara serat-serat
lainnya berjalan secara lateral ke amigdala dan korteks piriformis, juga dikenal
sebagai korteks olfaktorius primer tempat indra penciuman yang sadar. sedang
diproses. Cedera traumatis, terutama "whiplash" dari tabrakan mobil, dapat
memutuskan proyeksi penciuman melalui pelat cribriform, mengakibatkan
anosmia, yang telah dikaitkan dengan perkembangan depresi. Indera penciuman
juga tampaknya memiliki peran non-sadar dalam mengaktifkan sistem limbik,
yang dapat menjelaskan efek seperti itu.17
Saraf kranial II, saraf optik, menyampaikan informasi sensorik visual somatik
aferen (SSA) khusus dari reseptor sensorik retina batang dan kerucut ke talamus,
terutama nukleus genikulatum lateral (LGN), dan kolikulus superior (SC). Sel
ganglion, yang badan selnya terletak jauh di dalam retina, memiliki proyeksi
sentral yang membentuk serabut saraf optik, yang melintasi kanal optik untuk
memasuki tengkorak. Dari sana, serat yang mewakili bidang visual medial
berjalan ke posterior tanpa menyilang di kiasma optikum, sedangkan serat dari
bidang visual lateral menyilang di dalam kiasma. Oleh karena itu, daerah bidang
visual diatur secara retinotopik di dalam saraf optik dan pada sinapsisnya di LGN.
Agunan juga diberikan secara terpusat untuk menginervasi SC, yang bertanggung
jawab atas refleks cahaya pupil; dan koneksi di dalam pulvinar talamus,
memberikan input optik tak sadar yang bertanggung jawab atas fenomena
blindsight. Pada individu yang buta kortikal, kolateral pulvinar dari saraf optik ini
memungkinkan gerakan mata yang tidak disadari sebagai respons terhadap deteksi
cahaya serta rasa arah yang lemah dari lokasi cahaya dalam bidang visual. 17
Saraf kranial VIII, saraf vestibulocochlear, bertanggung jawab atas indera
pendengaran dan indra vestibular orientasi kepala. Saraf ini menyampaikan aferen
sensorik khusus (SSA) dari telinga bagian dalam ke inti koklea dan inti vestibular
di medula oblongata kaudal. Sel-sel rambut di dalam duktus koklea, kanalis
semisirkularis, utrikulus, dan sakulus adalah sel reseptor sensorik terpolarisasi
dengan ekstensi silia apikal yang mentransduksi sinyal elektro kimia pada
deformasi mekanis. Neuron ganglion dalam koklea dan saraf vestibular menerima

20
sinyal ini secara perifer dan mengirimkannya secara terpusat melalui meatus
auditorius internal sebelum memasuki medula. Kerusakan pada komponen
vestibular saraf ini menyebabkan pusing, sedangkan kerusakan pada bagian
koklea menyebabkan gangguan pendengaran perifer atau sensorineural. Meatus
auditorius interna adalah kanal sempit dari tulang temporal yang dilalui saraf ini
dan schwannoma saraf vestibular atau koklea di meatus ini dengan mudah
menekan dan menimpa saraf ini. Tanda dan gejala awal adalah gangguan
pendengaran yang memburuk secara progresif dengan tinitus, ketidakseimbangan,
yang menyebabkan rasa tertekan di telinga dan kelemahan atau kelumpuhan
wajah. Schwannomas vestibular memiliki tingkat kejadian enam sampai sembilan
kasus baru per tahun per juta orang dan mudah diobati dengan pembedahan atau
radiasi. Namun, jika kondisi ini tidak diobati, dapat mengakibatkan tumor yang
berpotensi besar dan mengancam jiwa. 17
Selain itu, saraf terminal atau saraf kranial nol telah diidentifikasi sebagai saraf
kranial terpisah di otak manusia sejak tahun 1914 tetapi diabaikan oleh sebagian
besar buku teks anatomi terkini. Juga disebut terminal nervus karena
kedekatannya dengan lamina terminalis dan saraf nulla (yaitu, tidak ada, nol),
saraf kranial nol terdiri dari pleksus sentral independen dari serat kecil yang tidak
bermielin (mungkin khusus visceral afferent [SVA]) yang terletak di medial dan
sangat dekat dengan saluran penciuman oleh trigonum penciuman.
Penempatannya yang terpisah dapat menjelaskan identifikasi yang buruk selama
teknik diseksi standar. Serabut nol saraf kranial berjalan secara sentral ke struktur
subkortikal, antara lain mengirimkan proyeksi ke septum pre-commissural medial
dan nukleus septum medial. Tampaknya memiliki bundel kaya serat vaskularisasi
yang naik dari submukosa hidung dan memproyeksikan ke limbik penting. 17
Struktur (misalnya, amigdala, inti hipotalamus). Secara fungsional telah
dianggap sebagai feromon yang memproses secara tidak sadar dengan mengatur
respons otonom melalui hipotalamus gonadotropin-releasing hormone (GnRH)
mungkin melalui jaringan saraf kisspeptin. Secara klinis, gangguan jalur migrasi
embriologis normal dari sel-sel puncak saraf GnRH dari plakoda penciuman dan
otak depan basal dapat mengakibatkan sindrom Kallman, suatu kondisi genetik

21
yang ditandai dengan hipogonadisme hipogonadotropik dengan anosmia parsial
atau total, juga mengakibatkan perkembangan seksual yang abnormal. pada kedua
jenis kelamin. 17
Saraf Kranial Eferen dan Implikasi Klinis
Saraf kranial III, IV, VI, XI, dan XII dianggap murni eferen karena output
motoriknya ke orbit, leher, dan lidah. Saraf kranial III, IV, dan VI (saraf
okulomotor, troklear, dan abducens, masing-masing) adalah saraf somatik eferen
(GSE) umum yang bertanggung jawab untuk menginervasi otot ekstraokular di
dalam orbit. Saraf ini berjalan secara unilateral dari batang otak ke calvarium
melalui fisura orbital superior dari inti batang otak sinonim. Saraf oculomotor
(CN III) berjalan melalui cincin tendinus komunis, perlekatan umum di orbit
posterior untuk empat otot rektus ekstraokular, bersama dengan saraf abducens
(saraf kranial VI). Saraf troklearis (CN IV) berjalan ke orbit di luar cincin
tendinus komunis untuk mempersarafi otot oblik superior mata. Nervus abducens
mempersarafi otot rektus lateral saja; dengan demikian saraf ini dapat diuji dengan
mengevaluasi penculikan pandangan mata. Saraf kranial III mempersarafi
sebagian besar otot mata, dengan membelah menjadi cabang superior dan inferior
untuk mempersarafi tiga otot rektus yang tersisa, oblik inferior, dan komponen
otot rangka levator palpebrae superioris. Namun, saraf kranial III juga memiliki
komponen eferen viseral umum (GVE) yang berasal dari nukleus Edinger-
Westphal (juga disebut nukleus okulomotor aksesori atau nukleus okulomotor
viseral). Serabut ini berjalan dengan saraf kranial III untuk bersinaps di ganglion
siliaris di dalam orbit. Serabut simpatis pasca ganglion dari ganglion siliaris
menembus sklera mata untuk menginervasi sfingter pupil dan otot polos siliaris
yang bertanggung jawab untuk konstriksi pupil dan akomodasi lensa. Konstriksi
pupil dapat diuji melalui refleks cahaya pupil melalui eferen dari kolikulus
superior ke nukleus okulomotor aksesori. Tes gerakan mata (abduksi, adduksi,
infraduksi, supraduksi) merupakan metode yang efektif untuk menilai viabilitas
komponen GSE saraf kranial III, IV, dan VI. 17
Saraf kranial XI, saraf aksesori tulang belakang, bertanggung jawab atas
persarafan motorik eferen somatik umum (GSE) dari otot trapezius dan

22
sternokleidomastoid melalui nukleus tulang belakang saraf aksesori. Nukleus
spinalis nervus aksesorius terletak di dalam medula spinalis servikal dari tingkat
C1 sampai kira-kira C5/6. Serabut muncul sebagai akar independen, terpisah dari
akar tulang belakang anterior atau dorsal materi abu-abu tulang belakang pusat,
dan naik melalui foramen magnum untuk memasuki rongga tengkorak. Serabut-
serabut ini kemudian keluar melalui foramen jugularis bersama dengan saraf
kranial IX dan X. Kerusakan radiks sentral atau nukleus saraf aksesori tulang
belakang menyebabkan paralisis flaccid ipsilateral dari sternokleidomastoid
(dengan kesulitan memutar kepala melawan kekuatan) dan kelumpuhan trapezius
parsial ipsilateral yang menyebabkan penurunan bahu. Trapezius dipersarafi oleh
materi abu-abu tanduk anterior dari daerah tulang belakang leher C3 melalui C4/5
di samping saraf aksesori tulang belakang. Jadi kelumpuhan total otot trapezius
tidak akan terjadi setelah lesi fokal sederhana. 17
Saraf kranial XII, saraf hipoglosus, bertanggung jawab atas persarafan eferen
somatik umum (GSE) otot intrinsik dan ekstrinsik lidah, kecuali otot
palatoglossus, dari inti sinonim saraf. Ini termasuk otot genioglossus, geniohyoid,
hyoglossus, dan styloglossus. Serabut dari nukleus hipoglosus keluar dari medula
dari sulkus antara piramid dan zaitun sebagai kumpulan serabut yang menyatu
sebelum memasuki kanalis hipoglosus untuk keluar dari kranium. Kerusakan pada
nukleus atau serabut saraf menyebabkan deviasi lidah ke sisi lesi, karena otot
genioglossus ipsilateral menjadi lemah atau lembek sehingga mengurangi
kemampuannya untuk menjulurkan lidah. 17
Saraf Cranial Campuran dan Implikasi Klinis
Saraf kranial V, VII, IX, dan X dianggap saraf kranial campuran karena adanya
serat aferen dan eferen dengan komponen sensorik dan motorik. Saraf Kranial V
adalah saraf trigeminal yang bertanggung jawab atas persarafan sensorik somatik
umum (GSA) wajah melalui tiga cabang utamanya, V1, V2, dan V3 (masing-
masing oftalmik, maksila, dan mandibula). Saraf kranial ini (melalui V3) juga
bertanggung jawab untuk persarafan motorik (SVE) otot pengunyahan, perut
anterior otot digastrik, mylohyoid, dan dua otot tensor kecil: tensor veli palatini
dan tensor tympani. Sementara tidak ada serat otonom yang berjalan bersama

23
saraf kranial kelima saat keluar dari pons, serat parasimpatis dari saraf kranial
campuran lainnya akan bergabung dengan cabang perifer saraf kranial V untuk
menginervasi struktur target masing-masing, seperti lakrimal, parotid,
submandibular dan sublingual. kelenjar. Dalam pengertian ini, lesi nukleus sentral
atau supranuklear dapat menyebabkan defisit sensorik atau motorik teral, tetapi
fungsi parasimpatis hanya akan terganggu oleh kerusakan saraf perifer pada
masing-masing cabang. 17
Saraf kranial VII (saraf wajah), memiliki serat motorik dan otonom dengan
komponen somatosensori minor. Persarafan motorik eferen viseral khusus (SVE)
adalah ke otot-otot ekspresi wajah dan keluar dari tengkorak melalui foramen
stilomastoid jauh ke kelenjar parotid. Kerusakan pada serabut-serabut ini
mengakibatkan paralisis wajah ipsilateral (kelumpuhan wajah). Serabut general
visceral efferents (GVE) dan special visceral afferents (SVA) awalnya keluar dari
batang otak sebagai nervus intermedius, berkas saraf terpisah yang bergabung
dengan komponen lain dari saraf wajah di dalam kanal wajah. Komponen GVE
dari nukleus saliva superior bertanggung jawab untuk persarafan parasimpatis
kelenjar dan mukosa wajah, dengan pengecualian kelenjar parotis dan kelenjar
bukal dan labial yang lebih kecil. Serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah
berjalan secara sentral sebagai nervus korda timpani ke badan selnya yang berasal
dari ganglion genikulatum sebelum bersinaps secara sentral di nukleus soliter.
Tergantung pada lokasi lesi, komponen viseral ini juga dapat terkena pada lesi
saraf wajah. Aferen somatik (GSA) memberikan persarafan sensorik dari daun
telinga dan sebagian kecil dari saluran pendengaran. 17
Saraf kranial IX (saraf glossopharyngeal), bertanggung jawab atas persarafan
motorik (SVE) dari otot stylopharyngeus dan konstriktor faring oleh nukleus
ambiguus. Serabut nukleus salivarius inferior berjalan dengan saraf kranial IX
untuk memberikan persarafan eferen viseral umum (GVE) ke kelenjar parotis,
bukal dan labial sementara aferen viseral (GVA dan SVA) menerima informasi
sensorik dari badan karotis dan sinus karotis, dan pengecapan dari sepertiga
posterior lidah untuk bersinaps pada nukleus soliter. Sedangkan, aferen sensorik

24
(GSA) menerima informasi dari kulit di atas lidah, orofaring, rongga telinga
tengah, dan saluran pendengaran. 17
Saraf kranial X adalah saraf vagus. Serabut parasimpatis eferen (GVE) dari
nukleus vagus dorsal ke visera toraks dan abdomen hingga fleksura limpa kolon
mewakili komponen saraf utamanya. Serabut ini membentuk pleksus
komprehensif yang berjalan di sepanjang serosa esofagus ke visera. Ia juga
memiliki output motor yang cukup besar (SVE) dari nukleus ambigu ke otot
faring dan langit-langit lunak, serta otot laring intrinsik melalui saraf laring
superior dan rekuren. Aferen somatik (GSA) mensuplai dura kranial posterior dan
sebagian dari telinga dan epitel saluran pendengaran eksternal. Aferen viseral
(GVA) dari faring, laring, aorta, visera toraks dan abdomen, serta taste buds dari
akar lidah dan epiglotis (SVA) juga bersinaps pada nukleus soliter. Kerusakan
pada cabang laringeal rekuren dari saraf vagus dapat menyebabkan suara serak
atau dispnea akut dengan avulsi bilateral.17

2.3 Fisiologi Otak


Korteks serebral adalah lapisan terluar yang mengelilingi otak. Ini terdiri dari
materi abu-abu dan diisi dengan miliaran neuron yang digunakan untuk
melakukan fungsi eksekutif tingkat tinggi. Korteks terbagi menjadi empat
lobus; frontal, parietal, oksipital, dan temporal oleh sulkus yang berbeda. Lobus
frontal, terletak di anterior sulkus sentralis, bertanggung jawab atas fungsi motorik
volunter, pemecahan masalah, perhatian, memori, dan bahasa. Terletak di lobus
frontal adalah korteks motorik dan daerah Broca. Korteks motorik memungkinkan
gerakan sukarela yang tepat dari otot rangka kita, sementara area Broca
mengontrol fungsi motorik yang bertanggung jawab untuk memproduksi
bahasa. Lobus parietal dipisahkan dari lobus oksipital oleh sulkus parieto-oksipital
dan berada di belakang sulkus sentral. Ini bertanggung jawab untuk memproses
informasi sensorik dan berisi korteks somatosensori. Neuron di lobus parietal
menerima informasi dari sensorik dan proprioseptor di seluruh tubuh, memproses
kaleng, dan membentuk pemahaman tentang apa yang disentuh berdasarkan
pengetahuan sebelumnya. Lobus oksipital, dikenal sebagai pusat pemrosesan
visual, berisi korteks visual. Mirip dengan lobus parietal, lobus oksipital

25
menerima informasi dari retina dan kemudian menggunakan pengalaman visual
masa lalu untuk menafsirkan dan mengenali rangsangan. Terakhir, lobus temporal
memproses rangsangan pendengaran melalui korteks
pendengaran. Mekanoreseptor yang terletak di sel-sel rambut yang melapisi
koklea diaktifkan oleh energi suara, yang pada gilirannya mengirimkan impuls ke
korteks pendengaran. Impuls tersebut diproses dan disimpan berdasarkan
pengalaman sebelumnya. Area Wernicke berada di lobus temporal dan berfungsi
dalam pemahaman bicara. lobus temporal memproses rangsangan pendengaran
melalui korteks pendengaran. Mekanoreseptor yang terletak di sel-sel rambut
yang melapisi koklea diaktifkan oleh energi suara, yang pada gilirannya
mengirimkan impuls ke korteks pendengaran. Impuls tersebut diproses dan
disimpan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Area Wernicke berada di lobus
temporal dan berfungsi dalam pemahaman bicara. lobus temporal memproses
rangsangan pendengaran melalui korteks pendengaran. Mekanoreseptor yang
terletak di sel-sel rambut yang melapisi koklea diaktifkan oleh energi suara, yang
pada gilirannya mengirimkan impuls ke korteks pendengaran. Impuls tersebut
diproses dan disimpan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Area Wernicke
berada di lobus temporal dan berfungsi dalam pemahaman bicara.2 
Inti basal, juga dikenal sebagai ganglia basal, terletak jauh di dalam materi
putih otak dan terdiri dari nukleus kaudatus, putamen, dan globus
pallidus. Struktur ini membentuk pallidum dan striatum. Ganglia basal
bertanggung jawab untuk gerakan dan koordinasi otot. 3
Talamus adalah pusat relay otak. Ini menerima impuls aferen dari reseptor
sensorik yang terletak di seluruh tubuh dan memproses informasi untuk
didistribusikan ke area kortikal yang sesuai. Ini juga bertanggung jawab untuk
mengatur kesadaran dan tidur. 3
Sementara itu, hipotalamus adalah salah satu bagian terkecil dari otak, sangat
penting untuk mempertahankan homeostasis. Hipotalamus menghubungkan
sistem saraf pusat dengan sistem endokrin. Ini bertanggung jawab untuk detak
jantung, tekanan darah, nafsu makan, haus, suhu, dan pelepasan berbagai
hormon. Hipotalamus juga berkomunikasi dengan kelenjar pituitari untuk

26
melepaskan atau menghambat hormon antidiuretik, hormon pelepas kortikotropin,
hormon pelepas gonadotropin, hormon pelepas hormon pertumbuhan, hormon
penghambat prolaktin, hormon pelepas tiroid, dan oksitosin. 3
Pons menjadi penghubung menghubungkan medula oblongata dan
thalamus. Ini terdiri dari saluran yang bertanggung jawab untuk menyampaikan
impuls dari korteks motorik ke otak kecil, medula, dan talamus. 3
Medula oblongata berada di bagian bawah batang otak, di mana sumsum tulang
belakang bertemu dengan foramen magnum tengkorak. Ini bertanggung jawab
untuk fungsi otonom, beberapa di antaranya sangat penting untuk kelangsungan
hidup. Medula oblongata memonitor sistem pernapasan tubuh menggunakan
kemoreseptor. Reseptor ini mampu mendeteksi perubahan kimia darah. Misalnya,
jika darah terlalu asam, medula oblongata akan meningkatkan laju pernapasan
yang memungkinkan lebih banyak oksigen untuk mencapai darah. Ini juga
merupakan pusat kardiovaskular dan vasomotor. Medula oblongata dapat
mengatur tekanan darah, denyut nadi, dan kontraksi jantung tubuh berdasarkan
kebutuhan tubuh. Terakhir, ia mengontrol refleks seperti muntah, menelan, batuk,
dan bersin. 3
Cerebellum, juga dikenal sebagai otak kecil, bertanggung jawab untuk gerakan
sukarela yang terkoordinasi dan halus. Ini dibagi menjadi tiga lobus: lobus
anterior, posterior, dan flocculonodular. Otak kecil berisi sirkuit otak kecil,
menggunakan sel Purkinje dan batang otak kecil untuk berkomunikasi dengan
bagian lain dari otak. Pedunkulus serebelum superior terdiri dari materi putih yang
menghubungkan serebelum ke otak tengah dan memungkinkan koordinasi di
lengan dan kaki. Peduncle serebelar inferior menghubungkan medula dan
serebelum menggunakan proprioseptor untuk menjaga keseimbangan dan
postur. Terakhir, batang serebelar tengah digunakan sebagai metode komunikasi
satu arah dari pons ke otak kecil. Hal ini sebagian besar terdiri dari serat aferen
yang mengingatkan otak kecil tentang tindakan motorik sukarela. Cerebellum
terus berkomunikasi dengan korteks serebral, mengambil instruksi tingkat tinggi
tentang niat otak, memprosesnya melalui korteks serebelum, kemudian mengirim
pesan ke korteks motorik serebral untuk membuat kontraksi otot

27
sukarela. Kontraksi ini dihitung untuk menentukan gaya, arah, dan momentum
yang diperlukan untuk memastikan setiap kontraksi lancar dan terkoordinasi. 3
Sistem limbik terdiri dari korteks piriformis, hipokampus, nukleus septum,
amigdala, nukleus accumbens, hipotalamus, dan nukleus anterior talamus. 
Saluran forniks dan serat menghubungkan bagian sistem limbik yang
memungkinkan mereka untuk mengontrol emosi, memori, dan motivasi. Korteks
piriformis adalah bagian dari sistem penciuman dan berada di area kortikal sistem
limbik. Hipotalamus menerima sebagian besar keluaran limbik, yang menjelaskan
penyakit psikosomatik, di mana stresor emosional menyebabkan gejala
somatik. Misalnya, seorang pasien yang saat ini mengalami kesulitan keuangan
mungkin datang ke dokter perawatan primernya dengan hipertensi dan
takikardia. Nukleus septum, amigdala, dan nukleus accumbens ditemukan di area
subkortikal dan masing-masing bertanggung jawab atas kesenangan, pemrosesan
emosional, dan kecanduan. 3
Formasi retikuler adalah jaringan luas dari jalur yang mengandung neuron yang
dimulai di batang otak dan berjalan dari bagian atas otak tengah ke medula
oblongata. Jalur ini memiliki proyeksi neuron retikuler yang mempengaruhi
korteks serebral, serebelum, talamus, hipotalamus, dan sumsum tulang
belakang. Formasi reticular mengontrol tingkat kesadaran tubuh melalui sistem
aktivasi reticular, juga dikenal sebagai RAS. Akson sensorik, ditemukan dalam
impuls visual, pendengaran, dan sensorik, mengaktifkan neuron RAS di batang
otak. Neuron ini kemudian menyampaikan informasi ke thalamus dan otak
besar. Stimulasi terus menerus dari neuron RAS menyebabkan otak besar tetap
dalam keadaan terangsang; ini memberikan perasaan kewaspadaan. Namun, RAS
dapat menyaring rangsangan yang berulang dan lemah; ini mencegah otak
merespons informasi yang tidak penting. 3
Jalur ascending: Informasi sensorik berjalan dari tubuh ke sumsum tulang
belakang sebelum mencapai otak. Informasi ini naik ke atas menggunakan neuron
orde pertama, kedua, dan ketiga. Neuron orde pertama menerima impuls dari kulit
dan proprioseptor dan mengirimkannya ke sumsum tulang belakang. Mereka
kemudian bersinaps dengan neuron orde kedua. Neuron orde kedua hidup di

28
kornu dorsalis dan mengirimkan impuls ke talamus dan serebelum. Terakhir,
neuron tingkat ketiga mengambil impuls di talamus dan menyampaikannya ke
bagian somatosensori otak besar. Sensasi somatosensori adalah tekanan, nyeri,
suhu, dan indra tubuh. 3
Jalur descending: menurun mengirim sinyal motorik dari otak ke neuron
motorik bawah. Neuron eferen ini kemudian menghasilkan gerakan otot.3
Karena pentingnya dan sifat alami dari sistem saraf pusat, tubuh secara ketat
memonitor darah yang mengalir ke dan darinya. Sistem kardiovaskular
memastikan darah teroksigenasi terus menerus karena penurunan tingkat
oksigenasi dapat merugikan. Arteri karotis komunis bercabang dari aorta, yang
membawa darah kaya oksigen dari jantung untuk didistribusikan. Karotis komunis
selanjutnya bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna kanan dan kiri,
yang mensuplai kranium dengan darah. Arteri vertebralis dimulai di leher dan
bercabang saat masuk ke tengkorak melalui foramen magnum. Mereka memasok
bagian anterior sumsum tulang belakang. Arteri vertebralis kemudian bergabung
menjadi arteri basilaris. Arteri basilaris bertanggung jawab untuk mengirimkan
darah ke batang otak dan otak kecil. Lingkaran Willis memastikan bahwa darah
akan terus bersirkulasi meskipun salah satu arteri tidak berfungsi dengan baik.
Arteri karotis interna dan vertebralis membentuk lingkaran Willis. Setelah
digunakan di SSP, darah kemudian kembali ke paru-paru untuk oksigenasi.
Beberapa sinus vena dural melakukan ini:15
 Sinus sagitalis superior
 Pertemuan sinus
 Sinus transversal
 Sinus sigmoid
 Vena jugularis
 Arteri karotis
 Vena kava superior
 Paru-paru

29
2.3. Definisi Epidural Hematoma
Epidural hematoma (EDH) adalah sekumpulan darah ekstra-aksial di dalam
ruang potensial antara lapisan luar duramater dan bagian dalam tengkorak. Hal ini
dibatasi oleh sutura lateralis (terutama sutura koronal) yang menyisip pada dura.
EDH dapat terjadi setelah pungsi intratekal, malformasi vaskular tulang belakang,
atau perdarahan spontan.4,5
Epidural Hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur
tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan duramater.
Hematoma epidural merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera kepala dan
menyebabkan angka mortalitas sekitar 50%. Hematoma epidural paling sering
terjadi di daerah perietotemporal akibat robekan arteria meningea media.21,22

Gambar 3. Epidural Hematoma6

Hematoma epidural merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera


kepala dan menyebabkan angka mortalitas sekitar 50%. EDH adalah kondisi yang
mengancam jiwa, yang mungkin memerlukan intervensi segera .Diagnosis dan
evakuasi yang cepat penting untuk hasil yang lebih baik.6,10

2.4. Epidemiologi
Hematoma epidural terjadi pada 2% dari semua cedera kepala dan hingga
15% dari semua trauma kepala yang fatal. Laki-laki lebih sering terkena daripada
perempuan. Selain itu, insiden lebih tinggi di kalangan remaja dan dewasa
muda. Usia rata-rata pasien yang terkena adalah 20 hingga 30 tahun, dan jarang
terjadi setelah usia 50 hingga 60 tahun. Seiring bertambahnya usia seseorang, dura

30
mater menjadi lebih melekat pada tulang di atasnya. Hal ini mengurangi
kemungkinan terjadinya hematoma di ruang antara kranium dan dura.9

2.5. Etiologi dan Faktor Risiko


Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater dan
pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur. Akibat trauma kapitis, tengkorak
retak. Fraktur yang paling ringan, ialah fraktur linear. Jika gaya destruktifnya
lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi
yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur yang
merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio). Pada pendarahan
epidural yang terjadi ketika pecahnya pembuluh darah, biasanya arteri, yang
kemudian mengalir ke dalam ruang antara duramater dan tengkorak.10

Gambar 4. Coup and Countercoup Lesion


Ini terjadi pada sekitar 10% dari cedera otak traumatis (TBI) yang
membutuhkan rawat inap. Mekanisme traumatik dan non-trauma dapat
menyebabkan hematoma epidural. 11
Sebagian besar kasus yang berkaitan dengan mekanisme traumatis adalah
akibat dari cedera kepala akibat tabrakan kendaraan bermotor, serangan fisik, atau
jatuh yang tidak disengaja. 10
Mekanisme non-traumatik meliputi:10
 Infeksi / Abses: Misal otitis Media dan mastoiditis. Infeksi menyebar melalui
tulang yang kemudian berjalan ke pembuluh darah dan menebabkan kerusakan
sel atau nekrotik pada pembuluh darah sehingga dapat terjadi kebocoran
pembuluh darah yang kemudian darah akan keluar ke ruang epidural space.

31
 Koagulopati: trombositopenia, penggunaan antikoagulan dan penggunaan
antiplatelet dapat menyebabkan ggangguan pada kaskade koagulasi sehingga
proses kompensasi tubuh terhadap perdarahan yang akan membentuk
pembekuan darah menjadi terhambat yang lama kelamaan akan menyebabkan
koagulopati. Ketika terjadi koagulopati maka rentan untuk terjadi kebocoran
pada pembuluh darah
 Tumor hemoragik: banyak pembuluh darah yang memperdarahi tumor
(neovaskularisasi) sehingga rentan untuk terjadinya perdarahan pada epidural
space
 Malformasi Vaskular: arteri dan vena bergabung membentuk nidus yang
membuat terbentuknya kapiler baru yang berpengaruh buruk menyebabkan
tekanan aliran balik menumpuk di sisi vena sehingga terjadi perdarahan pada
ruang epidural.
Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater dan
pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur akibat trauma kapitis,tengkorak
retak. Fraktur yang paling ringan, ialah fraktur linear. Jika gaya destruktifnya
lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi
yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur yang
merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio). Pada pendarahan
epidural yang terjadi ketika pecahnya pembuluh darah, biasanya arteri, yang
kemudian mengalir ke dalam ruang antara duramater dan tengkorak.10

2.6. Patomekanisme Epidural Hematoma


Konsep berikut terlibat dalam pengaturan aliran darah dan harus
dipertimbangkan.24
1) Doktrin Monroe-Kellie
 Terkait dengan pemahaman dinamika IntraCranial Pressure (ICP).
 Setiap komponen individu dari ruang intrakranial dapat mengalami perubahan,
tetapi volume total isi intrakranial tetap konstan karena ruang di dalam
tengkorak tetap. Dengan kata lain, otak memiliki mekanisme kompensasi untuk
menjaga keseimbangan sehingga menjaga tekanan intrakranial normal. 

32
 Menurut ini, perpindahan cairan serebrospinal (CSF) atau darah terjadi untuk
mempertahankan ICP normal. Kenaikan ICP akan terjadi ketika kompensasi
habis
2) Pengaturan Cerebral Blood Flow (CBF) (Autoregulasi)
 Dalam keadaan normal, otak mempertahankan CBF melalui auto-regulasi yang
menjaga keseimbangan antara pengiriman oksigen dan metabolisme.
 Autoregulasi menyesuaikan tekanan perfusi serebral (CPP) dari 50 hingga 150
mm Hg. Di luar kisaran ini, autoregulasi hilang, dan aliran darah hanya
bergantung pada tekanan darah.
 Cedera otak yang parah dapat mengganggu autoregulasi CBF.
3) Tekanan Perfusi Serebral (CPP)
 Perbedaan antara tekanan arteri rata-rata (MAP) dan ICP (CPP = MAP –
ICP)
 Target CPP adalah 55 mm Hg hingga 60 mm Hg 
 Peningkatan ICP dapat menurunkan CPP
 Penurunan ICP dapat meningkatkan CPP
 Ingat, menurunkan MAP pada pasien hipotensi dapat menurunkan CPP.
 CPP minimum harus dipertahankan untuk menghindari gangguan
serebral. Ini tergantung pada usia dan sebagai berikut: Bayi - 50 mm Hg, Anak-
anak - 60 mm Hg, dan Dewasa - 70 mm Hg.
 CBF cukup sensitif terhadap oksigen dan karbon dioksida.
 Hipoksia menyebabkan vasodilatasi dan karena itu meningkatkan CBF dan
dapat memperburuk ICP.
 Hiperkarbia juga menyebabkan vasodilatasi dan dapat mengubah TIK
melalui efek pada pH cairan serebrospinal (CSF) dan meningkatkan CBF.
4) Tekanan arteri rata-rata (MAP)
 Pertahankan = 80 mm Hg 
 60 mm Hg = Pembuluh darah serebral melebar maksimal 
 <60 mm Hg = iskemia serebral 
 > 150mmHg = peningkatan ICP
5) Tekanan intrakranial (TIK)

33
 Peningkatan ICP dapat menurunkan CPP.
 ICP tergantung pada volume kompartemen berikut:
Parenkim otak (<1300 mL)
Cairan serebrospinal (100 - 150 mL)
Darah intravaskular (100 - 150 mL)
Refleks Cushing (hipertensi, bradikardia, dan ketidakteraturan pernapasan) karena
peningkatan ICP
ICP normal bergantung pada usia (dewasa di bawah sepuluh tahun, anak 3-7
tahun, bayi 1,5-6 tahun)
 > 20 mmHg = peningkatan morbiditas dan mortalitas dan harus
diobati. Mungkin lebih penting untuk mempertahankan CPP yang memadai.
Pada hematoma epidural, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan dura
mater. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang
arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi buka fraktur tulang
tengkorak di daerah yang bersangkutan. Hematom pun dapat terjadi di daerah
frontal dan oksipital.Pada trauma kepala, dapat terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid, kedalam rongga subdural (hemoragik subdural) antara dura bagian
luar dan tengkorak (hemoragik ekstradural) atau ke dalam substansi otak sendiri.
21

Cedera Arteri
Sebagian besar hematoma epidural terjadi akibat perdarahan arteri dari cabang
arteri meningea media. Arteri meningea anterior atau fistula arteriovenosa dural
(AV) di verteks mungkin terlibat.4

Gambar 4. Mekanisme Epidural Hematoma Arteri

34
Ketika terjadi epidural hematoma ada 3 kejadian yang dapat dicurigai
menyebabkan terjadinya laserasi, sebagai berikut:
1. Ruptur pada pterion (antara sutura coronalis dan sutura squamosa)
2. Fraktur atau trauma pada basis cranii
3. Fraktur atau trauma pada Os Frontal
Cedera Vena
Hingga 10% EDH disebabkan oleh perdarahan vena setelah laserasi sinus vena
dural. Berdasarkan perkembangan radiografi, dapat diklasifikasikan menjadi salah
satu dari berikut: 4
 Tipe I: Akut; terjadi pada hari 1 dan berhubungan dengan "putaran" darah
yang tidak menggumpal
 Tipe II: Subakut terjadi antara hari ke-2 hingga ke-4 dan biasanya padat
 Tipe III: Kronis terjadi antara hari ke 7 sampai 20; penampilan campuran
atau cerah dengan peningkatan kontras

Gambar 5. Epidural Hematoma Sinus Vena

Adapun sinus yang yang dapat berhubungan dengan kejadian EDH spesifik
pada cedera vena,yaitu: 13
 Sinus sagitalis superior
 Sinus transversal
 Sinus sphenoparietal

35
2.7. Manifestasi Klinis
Gejala yang sangat menonjol pada epidural hematom adalah kesadaran
menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini sering kali tampak
memar disekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang
keluar pada saluran hidung dan telingah. Setiap orang memiliki kumpulan gejala
yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang timbul
akibat dari cedera kepala. Gejala yang biasanya tampak pada epidural hematom:22
1. Penurunan kesadaran
Manifestasi khas adalah hilangnya kesadaran awal setelah trauma, pemulihan
sementara yang lengkap (sering disebut sebagai “Lucid Interval"), yang berpuncak
pada perkembangan cepat dari kerusakan neurologis.  Namun, pasien ini mungkin
tidak sadar dari awal atau mungkin sadar kembali setelah koma singkat atau
mungkin tidak kehilangan kesadaran. Oleh karena itu, presentasinya berkisar dari
kehilangan kesadaran sementara hingga koma. 
Ketika terjadi penumpukan darah antara ruang duramater dan tulang tengkorak
maka tubuh akan mengkompensasi dengan mengurangi aliran darah di otak.
Tubuh mulai mengalirkan darah vena keluar dari otak yang dibantu oleh shunt
venous sehingga lebih banyak ruang untuk otak dapat bergerak dan kompresi pada
lobus frontal berkurang yang akan membuat individu dapat sadar kembali secara
penuh. Namun kerja shunt venous hanya berlangsung dalam jangka waktu
tertentu. Perdarahan yang terjadi secara terus menerus dan semakin meluas
menyebabkan adanya kompresi pada struktur-struktur yang berada di dalam otak,
salah satunya pusat kesadaran sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran pada
individu.
Lucid interval dapat terjadi pada pasien yang mengalami perluasan lesi massa
lainnya. Lucid Interval klasik terjadi pada EDH murni yang sangat besar dan
menunjukkan temuan CT scan perdarahan aktif. Presentasi gejala tergantung pada
seberapa cepat EDH berkembang dalam ruang tengkorak. Seorang pasien dengan
EDH kecil mungkin tidak menunjukkan gejala, tetapi ini jarang terjadi.4

36
2. Nyeri kepala yang hebat
Post-traumatic headache (PTH) adalah satu dari beberapa gejala sindroma
pascatrauma. Oleh karena itu, mungkin dihubungkan dengan gangguan somatik,
psikologik atau kognitif. Penyebab pada seseorang dengan cedera otak traumatik
ringan atau cedera whiplash (hentakan) masih kontroversi.23
Dari beberapa teori, PTH kronik terlihat hanya dalam kasus yang sangat jarang
dan selalu dihubungkan dengan lesi intrakranial organik. Kalau betul akibat
organik, disini pentingnya dan merupakan salah satu alasan dilakukan proteksi
otak perioperatif bukan saja pada pasien dengan cedera kepala berat, tetapi juga
pada pasien dengan cedera kepala ringan. 23
Beberapa teori mengatakan bahwa PTH adalah manifestasi disfungsi otak
diperburuk oleh cedera otot skelet. Sakit kepala akut bisa diprovokasi oleh lesi
pada jaringan kulit kepala. Stimulus pada jaringan otot skelet dapat
memprovokasi perubahan neuroplastik pada neuron dari nukleus trigeminal
caudal, yang memicu fenomena wind up dan sensibilisasi. Dengan stimulus
kontinyu ada peningkatan sensitivitas pada neuron cornu dorsalis, memprovokasi
peningkatan aktivitas secara spontan, mengurangi ambang rasa nyeri dan merubah
proses stimulus aferent yang mana dapat menerangkan sumber dan rumatan
PTH.23
3. Kelemahan motorik dan sensorik ekstremitas bawah
Ketika terjadi perdarahan di salah satu sisi otak yang menyebabkan penekanan
pada jaringan otak sehingga terjadi pergeseran jaringan otak ke sisi yang lain.
4. Parese N.III: Pergeseran jaringan otak akibat penekanan massa perdarahan yang
terjadi menyebabkan kerusakan fungsi hipotalamus. Saraf simpatis yang berjalan
dari hipotalamus melewati midbrain ke spinal cord dalam keadaan normal akan
membuat pupil berdilatasi namun karena penekanan yang terjadi mengakibatkan
kerusakan pada serat-serat saraf tersebut yang membuat pupil tidak dapat
berdilatasi. Penekanan pada lobus temporal menyebabkan uncus turun dari
tentorium cerebelli ke midbrain dan menekan N.III sehingga dapat juga terjadi
gangguan fungsi berupa parese ipsilateral bola mata ke bawah dan keluar.

37
5. Upgaze palsy: Penekanan dorsal midbrain akan menyebabkan gangguan pada
pusat penglihatan vertikal sehingga pasien tidak dapat melihat kearah atas.
6. Dekortikasi postur: Pergeseran diencephalon menyebabkan penekanan serat
kortikobulbar (untuk infleksi ekstremitas atas) yang berasal dari kortex ke red
nukleus terganggu sehingga terjadi menyebabkan gangguan kontraksi otot untuk
infleksi akibat potensial aksi yang berlebihan kemudian terjadi dekortikasi (postur
tubuh ekstensi yang berlebihan)
7. Cheyne-stokes: Penekanan midbrain hingga pons akan mempengaruhi kerja
pons dalam sistem pernapasan sehingga pada pasien epidural hematom dapat
ditemukan gangguan pola pernapasan berupa hiperpneu progresif, hipopneu
hingga apneu
8. Hemiplegia Kontralateral: Ketika uncus menekan batang otak maka akan
menyebabkan gangguan sinyal traktus kortikospinal yang berakibat gangguan
pada fungsi motorik kontralateral sehingga terjadi hemiplegia kontralateral
9. Kernohan’s Notch (Lekukan batang otak akibat herniasi transtentorial):
Penekanan tentorium cerebelli yang menyebabkan gangguan fungsi traktus
kortikospinalis yang berjalanan berlawana, awalnya hanya menyerang sisi
kontralateral namun lama kelamaan akan mempengaruhi sisi yang sama dengan
sisi terjadinya herniasi (ipsilateral)
10. Hemianopia Homonim: Penekanan yang terjadi akibat perdarahan epidural
yang semakin meluas akan mempengaruhi arteri serebral posterior dimana dapat
menyebabkan gangguan pada pusat penglihatan/visual sehingga terjadi
hemianopia homonim
11. Papil Edema: peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan kompresi pada
Nervus opticus yang menyebabkan drainase vena dari saraf optik kemudian
menyebabkan diskus optik sangat kabur dan menjadi edema sehingga sulit melihat
tepi diskus opticus pada funduskopi.
12. Diplopia: peningkatan TIK menyebabkan kompresi pada N.VI dan terjadi
parese pada nervus tersebut sehingga terjadi gangguan pada fungsinya yaitu
menyebabkan penglihatan ganda (diplopia)

38
13. Mual Muntah: ketika tekanan intrakranial meningkat akan menyebabkan
kompresi medulla oblongata sehingga memicu respon Chemo Trigger Zone / CTZ
menyebabkan respon mual dan muntah
14. Cushing’s Triad: peningkatan tekanan intrakranial yang sangat hebat yang
menyebabkan kompresi medula oblongata mempengaruhi perubahan
cardiovaskular dan pusat pernapasan pada batang otak dimana terjadi peningkatan
aliran darah di otak yang membuat peningkatan tekanan darah dan penurunan
denyut nadi atau bradikardia.
15. Kejang: Penekanan terhadap korteks serebral dapat memicu terjadinya kejang
16. Otthorea dan Rhinorrhea: Ketika terjadi trauma maka perlu dipikirkan untuk
terjadinya resiko kebocoran cairan serebropinal yang dapat keluar melalui telinga
dan hidung.
17. Battle sign dan/ Racoon eyes: tanda- tanda adanya kejadian fraktur basis cranii
Klasifikasi beratnya cedera kepala difokuskan pada 3 parameter yaitu: 1) lama
dan dalamnya kehilangan kesadaran (loss of consciousness/ LOC), 2) lamanya
gangguan memori yang dihubungkan dengan kejadian (amnesia retrograde dan
anterograde, Post-traumatic amnesia (PTA), dan 3) Skor Glasgow Coma Scale
(GCS). Cedera kepala ringan didefinisikan apabila: LOC < 30 menit, PTA < 24
jam, GCS >13.23

2.8. Diagnosis
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang juga dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis epidural hematoma. Studi pencitraan
seperti computed tomogram (CT) scan merupakan andalan
diagnostik. Pemeriksaan laboratorium seperti INR, waktu tromboplastin parsial
(PTT), waktu tromboplastin (PT), dan tes fungsi hati (LFT) dapat dilakukan untuk
menilai peningkatan risiko perdarahan atau koagulopati yang mendasari.14
a. CT Scan
CT scan adalah modalitas pencitraan yang paling umum untuk menilai
perdarahan intrakranial. Popularitasnya terkait dengan ketersediaannya yang
tersebar luas di departemen darurat. Mayoritas EDH dapat diidentifikasi pada CT

39
scan. Presentasi klasik adalah massa bikonveks atau berbentuk lensa pada CT scan
otak, karena keterbatasan kemampuan darah untuk mengembang dalam perlekatan
tetap dura ke sutura kranial. EDH tidak melewati garis jahitan. 14
Umumnya, ahli radiologi menggunakan rumus standar untuk memperkirakan
jumlah darah yang ada dalam EDH. Ini adalah sebagai berikut:
ABC/2
A: Diameter perdarahan maksimum pada irisan CT dengan area perdarahan
terbesar
B: Diameter maksimum 90 derajat ke A pada irisan CT yang sama
C: Jumlah irisan CT dengan perdarahan dikalikan dengan ketebalan irisan dalam
sentimeter
Namun, ada temuan CT lain yang mungkin perlu dipertimbangkan saat
mengevaluasi EDH. Misalnya, perdarahan yang berlanjut dapat ditunjukkan
dengan area dengan kepadatan rendah, atau "swirl-sign". Yang terakhir dapat
digunakan untuk prognosis, dan sering menunjukkan perlunya intervensi
bedah. Jika EDH berbatasan dengan jaringan otak yang hemoragik atau memar,
mungkin tampak dangkal, dan dengan demikian, dapat diabaikan jika CT scan
tidak diperiksa dengan cermat. 14
Beberapa faktor dapat menyebabkan CT scan non-diagnostik. Ini adalah
sebagai berikut: 14

Pengumpulan darah dengan kepadatan rendah dapat terjadi akibat anemia berat
(sehingga menyebabkan salah tafsir).

Ekstravasasi arteri dapat berkurang akibat hipotensi berat.

Temuan positif pada CT memerlukan cukup darah terakumulasi untuk
visualisasi. Jika CT diperoleh terlalu cepat setelah trauma, mungkin tidak ada
akumulasi yang cukup untuk interpretasi yang tepat.

Jika EDH sekunder akibat perdarahan vena, akumulasi darah mungkin
lambat. Hal ini berpotensi mengakibatkan kesulitan dengan interpretasi CT.

40


Gambar 4. Epidural hematom14
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI otak lebih sensitif daripada CT scan, terutama ketika menilai EDH di
vertex. Ini harus diperoleh ketika ada kecurigaan klinis yang tinggi untuk EDH,
yang menyertai CT scan kepala awal yang negatif. Dalam situasi dugaan EDH
tulang belakang, MRI tulang belakang adalah modalitas pencitraan yang lebih
disukai, karena memberikan resolusi yang lebih tinggi dibandingkan CT tulang
belakang. 14

c. Angiografi
Saat mengevaluasi EDH yang terletak di vertex, tenaga medis profesional
harus mengevaluasi keberadaan fistula dura arterivenous (AV) yang mungkin
timbul dari arteri meningea media. Angiografi mungkin diperlukan untuk
mengevaluasi keberadaan lesi tersebut sepenuhnya.14

2.9. Penatalaksanaan
EDH adalah darurat bedah saraf. Oleh karena itu, memerlukan evakuasi bedah
segera untuk mencegah cedera neurologis ireversibel dan kematian sekunder
akibat ekspansi hematoma dan herniasi. Konsultasi bedah saraf harus segera
dilakukan karena penting untuk melakukan intervensi dalam waktu 1 sampai 2
jam setelah presentasi. Prioritasnya adalah menstabilkan pasien, termasuk ABC
(jalan napas, pernapasan, sirkulasi), dan ini harus segera ditangani.4

41
Penanganan darurat:10
1. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
2. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematoma
Intervensi bedah direkomendasikan pada pasien dengan: 4
 EDH akut
 Volume hematoma lebih besar dari 30 ml terlepas dari skor skala koma
Glasgow (GCS)
 GCS kurang dari 9 dengan kelainan pupil seperti anisokor
Manajemen Operatif
Pada pasien dengan EDH akut dan simtomatik, pengobatannya adalah
kraniotomi dan evakuasi hematoma. Berdasarkan literatur yang tersedia,
"trephination" (atau evakuasi burr hole) seringkali merupakan bentuk intervensi
yang penting jika keahlian bedah yang lebih maju tidak tersedia; bahkan dapat
menurunkan angka kematian. Namun, pelaksanaan kraniotomi, jika
memungkinkan, dapat memberikan evakuasi hematoma yang lebih menyeluruh.4
Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 5 mm
d. Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1
cm
e. EDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8 atau
kurang
f. Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg
Manajemen Non-Operatif
Ada kelangkaan literatur yang membandingkan manajemen konservatif dengan
intervensi bedah pada pasien dengan EDH. Namun, pendekatan non-bedah dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan EDH akut yang memiliki gejala ringan dan
memenuhi semua kriteria yang tercantum di bawah ini: 4
 Volume EDH kurang dari 30 ml
 Diameter bekuan kurang dari 15 mm

42
 Pergeseran garis tengah kurang dari 5 mm
 GCS lebih besar dari 8 dan pada pemeriksaan fisik, tidak menunjukkan
gejala neurologis fokal.
Jika keputusan dibuat untuk mengelola EDH akut non-bedah, observasi ketat
dengan pemeriksaan neurologis berulang dan pengawasan terus menerus dengan
pencitraan otak diperlukan, karena ada risiko ekspansi hematoma dan perburukan
klinis. Rekomendasinya adalah untuk mendapatkan CT scan kepala tindak lanjut
dalam waktu 6 sampai 8 jam setelah cedera otak. 4
Terapi medikamentosa bertujuan untuk:10
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat
menghalangi aliran udara pernafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/ orofaringeal
dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena :
guna-kan cairan NaC1 0,9% atau Dextrose in saline
2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a. Hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi
pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan
metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila
dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 diantara 25-30
mmHg.
b. Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan Manitol 10-15% per infus untuk “menarik” air
dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian dikeluarkan
melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams
diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan :
0,51 gram/kg BB dalam 10-30 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang
menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek
rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam
atau keesokan harinya.

43
c. Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa
waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa
kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya
berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis
parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi: Dexametason pernah dicoba
dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga
Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon
dengan dosis 6 dd 10 mg.
d. Barbiturat.
Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan
serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena
kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kerusakan
akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat
digunakan dengan pengawasan yang ketat.

2.10. Differential Diagnosis4


1. Abses intracranial
2. Massa intracranial
3. Transient Ischemic Attack

2.11. Komplikasi4
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana
keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran
otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
2. Kompresi batang otak.
3. Herniasi: Herniasi terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial 
Berikut ini adalah jenis-jenis herniasi.
1) Transtentorial Uncal

44
 Unkus adalah bagian  paling medial dari hemisfer, dan struktur pertama yang
bergeser di bawah tentorium.
 Kompresi serat parasimpatis berjalan dengan saraf kranial ketiga
 Pupil terfiksasi dan dilatasi ipsilateral dengan hemiparesis kontralateral
2) Transtentorial pusat
 Lesi garis tengah, seperti lesi pada lobus atau verteks frontal atau oksipital
 Pupil pinpoint bilateral, tanda Babinski bilateral, dan peningkatan tonus
otot. Pupil titik tengah tetap mengikuti dengan hiperventilasi berkepanjangan
dan postur dekortikasi
3) Tonsil serebelar
 Tonsil serebelum herniasi ke arah bawah melalui foramen magnum
 Kompresi pada batang otak bagian bawah dan sumsum tulang belakang leher
bagian atas
 Pinpoint pupil, lumpuh layu, dan kematian mendadak
4) Fossa posterior ke atas/herniasi serebelum
 Cerebellum dipindahkan ke arah atas melalui pembukaan tentorial
 Konjugasi tatapan ke bawah dengan tidak adanya gerakan mata vertikal
dan pupil pinpoint
3. Kejang
4. Kematian

4.1. Penyebab Kematian


Hukum Monroe-Kellie
 Terkait dengan pemahaman dinamika IntraCranial Pressure (ICP).
 Setiap komponen individu dari ruang intrakranial dapat mengalami perubahan,
tetapi volume total isi intrakranial tetap konstan karena ruang di dalam
tengkorak tetap. Dengan kata lain, otak memiliki mekanisme kompensasi untuk
menjaga keseimbangan sehingga menjaga tekanan intrakranial normal. 
 Menurut ini, perpindahan cairan serebrospinal (CSF) atau darah terjadi untuk
mempertahankan ICP normal. Kenaikan ICP akan terjadi ketika kompensasi
habis

45
4.2. Prognosis
Secara umum, pasien dengan EDH murni memiliki prognosis yang sangat baik
dari hasil fungsional setelah evakuasi bedah, ketika terdeteksi dan dievakuasi
dengan cepat. Keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. 4
Prognosis EDH bergantung pada
1. Lokasinya ( infratentorial memiliki prognosis lebih jelek )
2. Besarnya
3. Kesadaran pasien saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,
karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Prognosis sangat buruk
terdapat pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.
EDH yang disebabkan oleh perdarahan arteri berkembang dengan cepat dan
dapat dideteksi dengan cepat. Tetapi yang disebabkan oleh robekan sinus dural
berkembang lebih lambat. Dengan demikian, manifestasi klinis mungkin tertunda,
dengan keterlambatan yang dihasilkan dalam pengenalan dan
evakuasi. Umumnya, volume EDH yang lebih besar dari 50 cm sebelum evakuasi
menghasilkan keluaran neurologis yang lebih buruk dan konsekuensi kematian. 4
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil adalah sebagai berikut: 4
 Usia pasien
 Waktu berlalu antara cedera dan perawatan
 Koma segera atau interval jernih
 Adanya kelainan pupil
 Skor GCS/motor, pada saat kedatangan
Temuan CT (volume hematoma, derajat pergeseran garis tengah, adanya tanda-
tanda perdarahan hematoma aktif, atau lesi intra-dural terkait) 4
Tekanan intrakranial pasca operasi (ICP)
Beberapa penanda yang berkorelasi dengan prognosis EDH yang buruk adalah
sebagai berikut: 4
 GCS rendah sebelum operasi, atau pada saat kedatangan

46
 Pemeriksaan pupil abnormal, khususnya pupil tidak reaktif (unilateral atau
bilateral)
 Usia lanjut
 Waktu antara gejala neurologis dan operasi
 Peningkatan ICP pada periode pasca operasi
Temuan CT Kepala tertentu dapat berkolerasi dengan prognosis yang buruk,
seperti:
 Volume hematoma lebih dari 30 hingga 150 ml
 Pergeseran garis tengah lebih besar dari 10 hingga 12 mm
 "Swirl sign" menunjukkan perdarahan aktif
 Lesi intrakranial terkait (seperti memar, perdarahan intraserebral,
perdarahan subarachnoid, dan pembengkakan otak difus)

47
BAB III

KESIMPULAN

Epidural hematoma (EDH) adalah sekumpulan darah ekstra-aksial di dalam


ruang potensial antara lapisan luar duramater dan bagian dalam tengkorak. Usia
rata-rata pasien yang terkena EDH adalah 20 hingga 30 tahun, dan jarang terjadi
setelah usia 50 hingga 60 tahun. Seiring bertambahnya usia seseorang, dura mater
menjadi lebih melekat pada tulang di atasnya.
Presentasi khas EDH adalah hilangnya kesadaran awal setelah trauma,
pemulihan sementara yang lengkap ("sering disebut sebagai Lucid Interval"),
yang berpuncak pada perkembangan cepat dari kerusakan neurologis. Ini terjadi
pada 14% hingga 21% pasien dengan EDH. Namun, lucid interval tidak
patognomonik untuk EDH dan dapat terjadi pada pasien yang mengalami
perluasan lesi massa lainnya. Seorang pasien dengan EDH kecil mungkin tidak
menunjukkan gejala, tetapi ini jarang terjadi. Juga, EDH juga dapat berkembang
secara tertunda.4
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling utama dalam
mendiagnosis epidural hematom namun dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan differential diagnosis epidural
hematoma.14
Secara umum, pasien dengan EDH murni memiliki prognosis yang sangat baik
dari hasil fungsional setelah evakuasi bedah, ketika terdeteksi dan dievakuasi
dengan cepat. Keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. 4
Prognosis EDH bergantung pada Lokasinya ( infratentorial memiliki prognosis
lebih jelek ), besarnya perdarahan, kesadaran pasien saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Prognosis sangat buruk terdapat
pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.4

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Elshazzly M, Lopez MJ, Reddy V, et al. Embryology, Central Nervous


System. [Updated 2022 Apr 5]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526024/
2. Klostranec JM, Krings T. Cerebral neurovascular embryology, anatomic
variations, and congenital brain arteriovenous lesions. Journal of
NeuroInterventional Surgery 2022;14:910-919.
3. Thau L, Reddy V, Singh P. Anatomy, Central Nervous System. [Updated 2021
Oct 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542179/
4. Khairat A, Waseem M. Epidural Hematoma. [Updated 2022 May 9]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518982/
5. Ullman JS. Epidural Hematomas. American Association of Neurological
Surgeons, Maret 2022. Cited by
https://emedicine.medscape.com/article/248840-overview
6. Ramadhan Y. Epidural Hematoma (EDH) atau Perdarahan Ruang Epidural.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Februari, 2021. Cited by:
https://spesialis1.ibs.fk.unair.ac.id/epidural-hematoma-edh-atau-perdarahan-
pada-ruang-epidural.html#:~:text=Epidural%20hematoma%20(EDH)%2F
%20perdarahan,suture%20(sambungan%20tulang%20tengkorak).
7. Wilson M. L, Price S. A,2002 Patofisiologi, vol.2, Edisi 6
8. Sitorus ,S. M, 2004, Sistem Ventrikel dan liquor Cerebrospinal, Universitas
Sumatera Utara.
9. Chicote Álvarez E, González Castro A, Ortiz Lasa M, Jiménez Alfonso A,
Escudero Acha P, Rodríguez Borregán JC, Peñasco Martín Y, Dierssen Sotos
T. Epidemiology of traumatic brain injury in the elderly over a 25 year
period. Rev Esp Anestesiol Reanim (Engl Ed). 2018 Dec;65(10):546-551. 

49
10. Sidharta P, Mardjono M,2005, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat,
Jakarta.
11. Tamburrelli FC, Meluzio MC, Masci G, Perna A, Burrofato A, Proietti L.
Etiopathogenesis of Traumatic Spinal Epidural Hematoma. Neurospine. 2018
Mar;15(1):101-107. 
12. Fernández-Abinader JA, González-Colón K, Feliciano CE, Mosquera-Soler
AM. Traumatic Brain Injury Profile of an Elderly Population in Puerto Rico. P
R Health Sci J. 2017 Dec;36(4):237-239.
13. Ersay F, Rapid spontaneous resolution of epidural hematoma,Turkish journal
of trauma & emergency surgey.
14. Flaherty BF, Moore HE, Riva-Cambrin J, Bratton SL. Repeat Head CT for
Expectant Management of Traumatic Epidural Hematoma. Pediatrics. 2018
Sep;142(3)
15. Vrselja Z, Brkic H, Mrdenovic S, Radic R, Curic G. Function of circle of
Willis. J Cereb Blood Flow Metab. 2014 Apr;34(4):578-84
16. Japardi S. Anatomi Tulang Tengkorak. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara (Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan)
17. Sonne J, Lopez-Ojeda W. Neuroanatomy, Cranial Nerve. [Updated 2021 Nov
14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470353/
18. Bui T, M Das J. Neuroanatomy, Cerebral Hemisphere. [Updated 2021 Jul
31]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549789/
19. Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, et al., editors. Neuroscience. 2nd
edition. Sunderland (MA): Sinauer Associates; 2001. The Blood Supply of the
Brain and Spinal Cord. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11042/
20. Bayot ML, Reddy V, Zabel MK. Neuroanatomy, Dural Venous Sinuses.
[Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):

50
StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482257/
21. Sidharta P, Mardjono M,2005, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.
22. Robertson C.S, Zager E, 2010, Clinical Evaluation of Portable Nearinfrared
Device for detection of Traumatic Intracranial hematom, Journal of
Neurotrauma.
23. McAllister TW. Mild brain injury. Dalam: Silver JM, McAllister TW,
Yudofsky SC, Penyunting. Textbook of traumatic brain injury. Edisi ke-2.
Washington: American Psychiatric Pub Inc;2011. hlm. 239–57.
24. Shaikh F, Waseem M. Head Trauma. [Updated 2022 May 15]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430854/

51

Anda mungkin juga menyukai