Anda di halaman 1dari 76

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 20 Juni 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


BLOK NEUROPSIKIATRI

LAPORAN TUTORIAL
“LEMAH SEPARUH BADAN”

Dosen Pembimbing : dr. Rezky Putri Indarwati Abdullah, M.Kes

Disusun Oleh :

Widya Arjuni (11020170173) Ari Savira Alda (11020170044)

Riski Amaliah H.R (11020170033) Cristy Wanti Suhestin (11020170123)

Andi Muhammad Taufik H (11020170176) Moh. Yusril (11020170052)

Jumarti Ika Wulandari MZ (11020160093) Nur Saskiah (11020170140)

Efatri (11020170092) Moh. Adrezki M.Yusuf (11020170143)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
SKENARIO E

Seorang laki-laki berusia 40 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RS

lumpuh tubuh sebelah kiri sejak 2 hari lalu secara tiba-tiba saat beraktivitas.

Riwayat menderita penyakit jantung. Hasi pemeriksaan neurologis parese N.VII

dan XII kiri e tipe sentral, dan hasil EKG berupa atrial fibrilasi.

A. KATA SULIT

1. Parese : Lemah separuh badan.

2. Atrial Fibrilasi : Jantung berdenyut dengan tidak beraturan dan cepat.

B. KATA KUNCI

1. Laki-laki 40 tahun

2. Lumpuh tubuh sebelah kiri 2 hari lalu

3. Tiba-tiba saat beraktivitas

4. Riwayat menderita penyakit jantung

5. Hasil pemeriksaan neuroogis parese n. Vii dan n. Xii kiri tipe sentral

6. Hasil ekg berupa atrial fibrilasi

C. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

1. Jelaskan anatomi dan fisiologi keluhan terkait skenario !

2. Jelaskan penyebab serta mekanisme terjadinya kelumpuhan terkait skenario!

3. Jelaskan klasifikasi kelumpuhan berdasarkan lokasinya !

4. Jelaskan penataksanaan awal terkait keluhan pada skenario !

5. Jelaskan faktor risiko terkait keluhan pada skenario !

6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis terkait skenario !

7. Jelaskan diagnosa banding terkait skenario !

8. Tuliskan Perspektif Islam terakir skenario !


D. JAWABAN PERTANYAAN

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF

Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron

bergabung membentuk suatu jaringan untuk menghantarkan impuls atau

rangsangan. Satu sel saraf tersusun dari badan sel, dendrite dan akson. 1

Mescher L, Anthony. 2011. Histologi Dasar Junqueira.Ed.12. Jakarta: EGC. hal 140

a. Badan Sel

Badan sel yang juga disebut perikarion, adalah bagian neuron yang

mengandung inti dan sitoplasma disekelilingnya, dan tidak mencakup

cabang – cabang sel. Badan sel terutama merupakan pusat tropic, meskipun

struktur ini juga dapat menerima impuls. Perikarion dikebanyakan neuron

menerima sejumlah besar ujung saraf yang membawa stimulus eksitatorik

atau inhibitorik yang datang dari sel saraf lain.

Kebanyakan sel saraf memiliki inti eukromatik (terpulas pucat) bulat

dan sangat besar, dengan anak inti yang nyata. Sel saraf binukleus terlihat
dalam ganglia simpatis dan sensorik. Kromatin halus tersebar rata, yang

menggambarkan tingginya aktivitas sistesis di sel – sel ini.

Badan sel mengandung suatu reticulum endoplasma kasar yang

berkembang sangat baik, berupa kelompok – kelompok siterna parallel.

Didalam sitoplasma diantara sisterna terdapat banyak poliribosom, yang

memberi kesan bahwa sel – sel ini menyintesis protein stuktural dan protein

transport. Bila di pulas dengan pewarna yang cocok, reticulum endoplasma

kasar dan ribosom bebas tampak sebagai daerah bergranul basofilik di

bawah mikroskop cahaya, yang di sebut badan nasal. Jumlah badan nasal

bervariasi sesuai jenis neuron dan keadaan fungsionalnya. Badan nasal

sangat banyak di jumpai dalam sel saraf besar seperti neuron motorik.

b. Dendrit

Dendrit umumnya pendek dan bercabang-cabang mirip pohon.

Dendrite menerima banyak sinaps dan merupakan tempat penerimaan sinyal

dan pemrosesan utama di neuron. Kebanyakan sel saraf memiliki banyak

dendrit, yang sangat memperluas daerah penerimaan sel. Percabangan

dendrite memungkinkan sebuah neuron untuk menerima dan mengintegrasi

prograsi sejumlah besar akson terminal dari sel saraf lain. Di perkiraan

bahwa sejumlah 200000 akson terminal membentuk hubungan fungsional

dengan dendrite sel purkinye di serebelum. Jumlah tersebut mungkin lebih

besar lagi di sel saraf lain. Neuron bipolar, dengan hanya satu dendrite, tidak

banyak dijumpai dan hanya terdapat pada tempat khusus. Berbeda dari

akson yang memiliki diameter tetap dari satu ujung ke ujung lain, dendrite

semakin mengecil setiap kali bercabang.

c. Akson
Kebanyakan neuron hanya memiliki satu akson. ada sejumlah kecil

yang tak mempunyai akson sama sekali. Semua akson berasal dari daerah

berbentuk piramida pendek, yaitu muara akson, yang umumnya muncil dari

perikarion. Membrane plasma di akson disebut aksolemma isinya dikenal

sebagai akso plasma.

Pada neuron yang membentuk akson yang bermielin, bagian akson

diantara muara akson dan titik awal mielinisasi disebut segmen inisial.

Segmen ini merupakan tempat berkumpulnya berbagai stimulus yang

merangsang dan menghambat pada neuron, yang dijumlahkan secara

aljabar, dan menghasilkan keputusan untuk meneruskan atau tidak

meneruskan suatu potensial aksi, atau impuls saraf. Diketahui beberapa

jenis kanal ion terdapat pada inisial dan kanal tersebut penting untuk

mengadakan perubahan potensial listrik yang membentuk potensial aksi.

Sistem Saraf Pusat terdapat sel - sel glia yang mengelilingi sebagian

besar badan sel neuron, yang biasanya jauh lebih besar daripada sel glia, dan

prosessus akson serta dendritnya yang menempati ruang antarneuron.1

Terdapat 6 jenis sel glia :

• Oligodendrosit

• Astrosit

• Sel ependim

• Mikroglia

• Sel schwann

• Sel satelit ganglia


Sistem Saraf Pusat Dan Sistem Saraf Perifer

a. Otak

Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25%

oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Bagian cranial pada tabung saraf

membentuk tiga pembesaran (vesikel) yang berdiferensiasi untuk membentuk

otak : otak depan, otak tengah dan otak belakang.

Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon dan

diensefalon.

 Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau serebrum dan basal

ganglia serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada serebrum.

 Diensefalon menjadi thalamus, hipotalamus dan epitalamus.

Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada orang dewasa disebut otak

tengah.

Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : metensefalon

dan mielensefalon.

 Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan serebelum.

 Mielensefalon menjadi medulla oblongata.

Rongga pada tabung saraf tidak berubah dan berkembang menjadi ventrikel

otak dan kanal sentral medulla spinalis.

Jaringan saraf pusat bersifat sangat halus. karakteristik ini, serta

kenyataan bahwa sel saraf yang rusak tidak dapat di ganti, menyebabkan bahwa
jaringan yang rapuh yang tidak tergantikan ini harus dilindungi dengan baik.

terdapat 4 hal yang membantu melindungi SSP dari cedera :

 SSP dibungkus oleh struktur tulang yang keras. Cranium ( tengkorak)

membungkus otak, dan kolumna vertebralis mengelilingi medulla spinalis.

 antara tulang pelindung dan jaringan saraf terdapat tiga membran protektif

dan nutritif yaitu meninges.

 otak " mengapung" dalam suatu bantalan cairan khusus cairan serebrospinal

(CSS)

 terdapat sawar darah otak sangat selektif yang membatasi akses bahan-

bahan didalam darah masuk ke jaringan otak yang rentan.

b. Lapisan Pelindung

Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang

disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid

dan durameter.

a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat

pada otak.

b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung

sedikit pembuluh darah. Runga araknoid memisahkan lapisan araknoid dari

piameter dan mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta

jaringan penghubung serta selaput yang mempertahankan posisi araknoid

terhadap piameter di bawahnya.


c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua

lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa

sisi spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di permukaan

dalam kranium dan berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak.

Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak

dan terlipat kembali di arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks

serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma. Ruang subdural

memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla spinalis.

Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar dan lapisan

meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.

c. Cairan Cerebrospinalis

Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan

medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan

cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak

mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid dan

sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan

melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah

sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga

berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan

otak serta medulla spinalis.

d. Serebrum

Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian terbesar

otak. Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf.
Ventrikel I dan II (ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral.

Korpus kolosum yang terdiri dari serabut termielinisasi menyatukan kedua

hemisfer.

Berbagai jenis sel yang membentuk substansia grisea korteks serebrum

terdistribusi dalam enak lapisan, dengan satu atau lebih jenis sel lebih mencolok

di setiap lapisan. Meskipun terdapat variasi susunan sel diberbagai bagian otak,

di sebagian besar bagian otak lapisan-lapisan tersebut dapat dikenalo. Akson

horizontal dan radial yang berkaitan dengan sel neuron di berbagai lapisan

menyebabkan korteks tambak berlapis-lapis.

Lapisan paling superfisial adalah lapisan molecular (lamina

molebularis) (I). Diatas dan menutupi lapisan sel molecular adalah jaringan ikat

halus otak, pia meter. Bagian perifer lapisan molecular terutama terdiri dari sel

neuroglia dan sel-sel horizontal Cajal. Akson-akson kedua tipe sel tersebut

membentuk serat-serat horizontal yang terlihat di lapisan molecular. Lapisan

granular eksternal (lamina granularis eksterna) (II) terutama mengandung

berbagai jenis sel neuroglia dan sel pyramid kecil. Perhatikan pada sel pyramid

secara progresif menjadi lebih besar pada lapisan-lapisan korteks yang lebih

dalam. Dendrit apical pada sel pyramid mengarah kebagian perifer korteks,

sementara akson-aksonnya menjulur dari bagian basal sel. Di lapisan pyramidal

ekternal (lapisan piramidalis eksterna) (III) sel pyramidal berukuran sedang

yang mendominasi. Lapisan granular internal (lamina granularis interna) (IV)

adalah suatu lapisan tipis dan terutama mengandung sel granula kecil, beberapa

sel pyramid, dan neuroglia yang membentuk banyak hubungan kompleks

dengan sel pyramid. Lapisan pyramidal internal (lapisan piramidalis interna)


(V) mengandung banyak sel neuroglia dan sel pyramid terbesar, khususnya

didaerah motoric korteks serebrum. Lapisan terdalam adalah lapisan multiform

(lamina multiformis) (VI). Lapisan ini berada disamping substansia alba kotreks

serebrum. Lapisan multiform mengandung campuran sel dengan berbagai

bentuk dan ukuran, misalnya sel fusiform, sel granula, sel stelata, dan sel

Martinottu. Berkas akson masuk dan keluar dari substansia alba.


Paulsen, F dan J.Waschke.2014.Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 3. Edisi 23.Jakarta : EGC

Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus menjadi

4 lobus (frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan sesuai

tempat tulangnya berada.

 Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan

 Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum

 Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus parietal.

 Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.

 Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital.

 Girus. Permukaan hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi yang

disebut girus.

e. Area Fungsional Korteks Serebri


Sherwood,Laurale.2011.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Ed.6. Jakarta:EGC hal.159

-
Area motorik primer pada korteks

Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron

mengendalikan kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks

terletak tepat di sisi anterior girus presentral. Neuron mengendalikan

aktivitas motorik yang terlatih dan berulang seperti mengetik. Area broca

terletak di sisi anterior area premotorik pada tepi bawahnya.

-
Area sensorik korteks

Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area auditori

primer. Area olfaktori primer dan area pengecap primer (gustatory).

- Area asosiasitraktus serebral

Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi

visual, area wicara W ernicke.


- Ganglia basal

Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam

substansi putih serebrum.

- Diensefalon

Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di

balik hemisfer serebral, kecuali pada sisi basal.

- Sistim Limbik

Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon

yang terlibat dalam aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak

sadar. Girus singulum, girus hipokampus dan lobus pitiformis merupakan

bagian sistem limbic dalam korteks serebral.

- Otak Tengah

Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang

menghubungkan pons dan serebelum dengan serebrum dan berfungsi

sebagai jalur penghantar dan pusat refleks. Otak tengah, pons dan medulla

oblongata disebut sebagai batang otak.

- Pons

Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan

medulla yang panjang dengan berbagai bagian otak melalui pedunkulus

serebral. Pusat respirasi terletak dalam pons dan mengatur frekwensi dan
kedalaman pernapasan. Nuclei saraf cranial V, VI dan VII terletak dalam

pons, yang juga menerima informasi dari saraf cranial VIII .

- Serebelum

Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua

otak. Terdiri dari bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral,

hemisfer serebelar. Serebelum bertanggung jawab untuk mengkoordinasi

dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan baik. Bagian ini

memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di SSP

berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkordinasi.

Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur.

- Medulla Oblongata

Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla

spinalis dan terus memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen

magnum tengkoral. Pusat medulla adalah nuclei yang berperan dalam

pengendalian fungsi seperti frekwensi jantung, tekanan darah, pernapasan,

batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal saraf cranial IX,

X, XI dan XII terletak di dalam medulla.

- Formasi Retikular

Formasi retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jarring-jaring

serabut saraf dan badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla

oblongata,pons dan otak tengah. Sistem ini penting untuk memicu dan

mempertahankan kewaspadaan serta kesadaran.


Sherwood,Laurale.2011.Fisiologi Manusia dari Mel ke Sstem.Ed.6. Jakarta:EGC

- Medulla Spinalis

Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam

tubuh. Bagian ini mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus

asenden dan desenden. Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan

agak pipih. Walaupun diameter medulla spinalis bervariasi, diameter

struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm.

Dua pembesaran, pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar saraf

spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu pasang

(31) saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina

intervertebral.

- Struktur Internal

Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi

substansi putih. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-
abu bentuknya seperti huruf H. Batang atas dan bawah huruf H disebut

tanduk atau kolumna dan mengandung badan sel, dendrite asosiasi dan

neuron eferen serta akson tidak termielinisasi. Tanduk dorsal adalah batang

vertical atas substansi abu-abu. Tanduk ventral adalah batang vertical

bawah. Tanduk lateral adalah protrusi di antara tanduk posterior dan anterior

pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Komisura abu-abu

menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan medulla spinalis.

Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks ventral.

- Traktus Spinal

Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi

menjadi funikulus anterior,posterior dan lateral. Dalam funikulus terdapat

fasiukulu atau traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal dan

tujuannya.

Sistem Saraf Perifer

Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada di bagian luar otak dan

medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf cranial yang berasal dari otak ;

saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta reseptor sensorik

yang berhubungan.
a. Saraf Kranial

Sherwood,Laurale.2011.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem..Ed.6. Jakarta:EGC

12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa

saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun

dari serabut sensorik dan serabut motorik.

1. SARAF OLFAKTORIUS

Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori

mukosa nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan

menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus

olfaktori), tempat persepsi indera penciuman berada.

2. SARAF OPTIK

Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina di bawa

ke badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar dari
bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui foramen optic.

Seluruh serabut memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral

nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus

oksipital untuk persepsi indera penglihatan.

3. SARAF OKULOMOTORIUS

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf

motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke

seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot

yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada mata. Serabut

sensorik membawa informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata

yang terinervasi ke otak.

4. SARAF TRAKLEAR

Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik

dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal dari

langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola mata.

Serabut sensorik dari spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot

oblik superior ke otak.

5. SARAF TRIGEMINAL

Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar

terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama pada

wajah dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal dari pons dan

menginervasi otot mastikasi kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik
terletak dalam ganglia trigeminal. Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi

3 divisi : Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata,

kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta kepala.

- Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas,

gusi dan bibir) dan palatum.

- Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit

rahang dan area temporal kulit kepala.

6. SARAF ABDUSEN

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf

motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang

menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan

proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.

7. SARAF FASIAL

Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam nuclei pons.

Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan

kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari reseptor pengecap

pada dua pertiga bagian anterior lidah.

8. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS

Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi. Cabang

koklear atau auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk indera

pendengaran dalam organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla,
ke kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan

kemudian ke area auditori pada lobus temporal. Cabang vestibular membawa

informasi yang berkaitan dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap

ruang yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam.

9. SARAF GLOSOFARINGEAL

Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla dan

menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid.

Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari sepertiga

bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan laring ; neuron ini juga

membawa informasi mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam

pembuluh darah tertentu.

10. SARAF VAGUS

Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam medulla

dan menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen. Neuron sensorik

membawa informasi dari faring, laring, trakea, esophagus, jantung dan visera

abdomen ke medulla dan pons.

11. SARAF AKSESORI SPINAL

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut

motorik. Neuron motorik berasal dari dua area : bagian cranial berawal dari

medulla dan menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian spinal

muncul dari medulla spinalis serviks dan menginervasi otot trapezius dan

sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa informasi dari otot yang


sama yang terinervasi oleh saraf motorik ; misalnya otot laring, faring, trapezius

dan otot sternokleidomastoid.

12. SARAF HIPOGLOSAL

Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf

motorik. Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah.

Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot di lidah.

Saraf Spinal

31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior)

dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks

bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf

gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron

aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen. Saraf spinal diberi nama

dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat munculnya saraf tersebut.

- Saraf serviks ; 8 pasang, C1 – C8.

- Saraf toraks ; 12 pasang, T1 – T12.

- Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 – L5.

- Saraf sacral ; 5 pasang, S1 – S5.

- Saraf koksigis, 1 pasang.

Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral,

saraf kemudian bercabang menjadi empat divisi yaitu : cabang meningeal, ramus

dorsal, cabang ventral dan cabang viseral.


Pleksus adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral

seluruh saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal.

Sistem Saraf Otonom

SSO merupakan sistem motorik eferen visceral. Sistem ini menginervasi

jantung; seluruh otot polos, seperti pada pembuluh darah dan visera serta kelenjar-

kelenjar. SSO tidak memiliki input volunteer ; walaupun demikian, sistem ini

dikendalikan oleh pusat dalam hipotalamus, medulla dan korteks serebral serta

pusat tambahan pada formasi reticular batang otak.

Serabut aferen sensorik (visera) menyampaikan sensasi nyeri atau rasa

kenyang dan pesan-pesan yang berkaitan dengan frekwensi jantung, tekanan darah

dan pernapasan, yang di bawa ke SSP di sepanjang jalur yang sama dengan jalur

serabut saraf motorik viseral pada SSO.

Divisi SSO memiliki 2 divisi yaitu divisi simpatis dan divisi parasimpatis.

Sebagian besar organ yang diinervasi oleh SSO menerima inervasi ganda dari saraf

yang berasal dari kedua divisi. Divisi simpatis dan parasimpatis pada SSO secara

anatomis berbeda dan perannya antagonis.

1. DIVISI SIMPATIS / TORAKOLUMBAL

Memiliki satu neuron preganglionik pendek dan stu neuron

postganglionic panjang. Badan sel neuron preganglionik terletak pada tanduk

lateral substansi abu-abu dalam segemen toraks dan lumbal bagian atas medulla

spinalis.
2. DIVISI PARA SIMPATIS / KRANIOSAKRAL

Memiliki neuron preganglionik panjang yang menjulur mendekati organ

yang terinervasi dan memiliki serabut postganglionic pendek. Badan sel neuron

terletak dalam nuclei batang otak dan keluar melalui CN III, VII, IX, X, dan

saraf XI, juga dalam substansi abu-abu lateral pada segmen sacral kedua, ketiga

dan keempat medulla spinalis dan keluar melalui radiks ventral.

3. NEUROTRANSMITER SSO

a. Asetilkolin dilepas oleh serabut preganglionik simpatis dan serabut

preganglionik parasimpatis yang disebut serabut kolinergik.

b. Norepinefrin dilepas oleh serabut post ganglionik simpatis, yang disebut

serabut adrenergic. Norepinefrin dan substansi yang berkaitan, epinefrin

juga dilepas oleh medulla adrenal.

Referensi :

1. Mescher L, Anthony. 2011. Histologi Dasar Junqueira.ed.12. Jakarta:

EGC. hal 137-138; 142-147

2. Sherwood,Laurale.Fisiologi manusia dari sel ke sistem.2011.ed.6.

jakarta:EGC hal.150-151

3. http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2013/11/ANATOMI-FISIOLOGI-

SISTEM-SARAF.pdf

4. P. Eroschenko, Victor. Atlas Histologi difiore denga Kolerasi

Fungsional.2017.Ed.12.Jakarta:EGC hal.184-185
2. Mekanisme Kelumpuhan Terkait Skenario

Penyakit yang mendasari (Penyakit


Jantung)

Aterosklerosis Pembentukan
(elastisitas Kepekatan darah trombus
pembuluh darah meningkat
menurun)

Obstruksi
trombus di otak

Penurunan aliran darah


ke otak
Hipoksia Cerebri

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan Perubahan


motorik di lobus frontalis Kelemahan pada
nervus V, VII, IX, X, persepsi
Hemisphare/Hemiplagia
XII sensori

Penurunan kemampuan
Kerusakan menggerakkan bola mata,
mobilitas Mobilitas merasakan sakit, penurunan
fisik menurun kepekaan terhadap suhu,
kemampuan otot mengecap,
mengunyah, menelan. Kemampuan
menggerakkan mulut untuk
berbicara, serta kemampuan otot
z Tirah baring wajah muka untuk berekspresi

Gangguan
pemenuhan
Resti gangguan Kurang perawatan diri
nutrisi
integritas kulit

Referensi : Sylvia, Dongeoes. Price. 2001


3. Klasifikasi Kelumpuhan Berdasarkan Lokasinya

Kelumpuhan adalah kehilangan kemampuan menggerakkan salah

satu otot tubuh atau lebih untuk sementara waktu atau bahkan secara

permanen. Kelumpuhan bisa total, di mana tidak ada gerakan sama sekali

pada otot yang bermasalah, atau hanya secara parsial, yang mana otot

tersebut masih dapat bergerak namun gerakannya terbatas atau lemah.

Kelumpuhan bisa fokal pada salah satu bagian tubuh saja, atau menyeluruh,

mengenai seluruh otot tubuh. Kelumpuhan juga bisa terjadi mendadak atau

bertahap, dengan atau tanpa didahului gangguan sensorik seperti kesemutan

dan mati rasa.

Pada umumnya kelumpuhan UMN melanda sebelah tubuh sehingga

disebut hemiparesis, karena lesinya menduduki kawasan susunan pyramidal

sesisi. Kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi menimbulkan

kelumpuhan UMN pada tubuh sisi kontralateral. Dalam hal ini hemiparesis

dekstra jika sisi tubuh kanan yang lemah dan hemiparesis sinistra jika sisi tubuh

kiri yang lumpuh. Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara

langsung ke LMN tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut

menduduki gyrus precentralis. Oleh karena itu gyrus tersebut dinamakan

korteks motoric primer. Yang berada di korteks motoric yang menghadap ke

fissure longitudinalis serebri mempunyai koneksi dengan gerak otot kaki dan

tungkai bawah. Korteks motorik yang dekat dengan fissure lateralis serebri

mengurus gerak otot laring, faring dan lidah. Gerak otot d iseluruh be khan

tubuh d ipetakan pada seluruh kawasan kortkes motorik yang dikenal sebagai
homunculus motorik. Korteks rnotoric primer diperdarahi oleh cabang

kortikal dari dua arteri yaitu a. cerebri anterior dan a. cerebri media.

1. UMN

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN dibagi

dalam susunan pyramidal dan ekstrapiramidal.

a. Susunan Piramidal

Neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau

melalui interneuronnya. neuron-neuron tersebut berada di gyrus

precentralis dan dinamakan dengan korteks motorik. neuron-neuron

tersebut berada di lapisan ke V yang masing-masing memiliki hubungan

dengan gerak otot tertentu. korteks motorik yang menghadap ke fissure

longitudinalis memiliki koneksi dengan tungkai bawah dan gerak otot

kaki. sedangkan yang menghadap ke fissura lateealus mengurus gerak

otot laring, faring dan lidah. Melalui aksonnya neuron korteks motorik

menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial

dan motoneuron di kornu anterius medulla spinalis. Akson-akson

tersebut menyusun jaras kortiko bulbar kotikospinalis sebagai berkas

saraf yang kompak, turun dari korteks motorik dan di tingkat thalamus

dan ganglia basalis mereka terdapar di antara kedua bangunan tersebut.

itulah yang disebut sebagai kapsula interna yang dapat dibagi dalam krus

anterius dan krus posterius. Sepanjang batang otak, serabut-serabut

kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka untuk menyilang garis

tengah dan berakhir secara langsung di motoneuron saraf kranial motorik

atau interneuronnya di sisi kontrakteral. sebagian dari mereka tidak


menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medulla spinalis di funikulus

ventralis lateral dan dikenal sebagai jaras korrikospiral ventral.

b. Susunan ekstrapiramidal

Susunan ekstrapiramidal terdiri dari komponen-komponen yakni globus

palidus, inti-inti talamik, nucleus subtalamikus, substansia nigra.

farmako retikularis batang otak serebellum berikut dengan korteks

motorik tambahan yaitu area 4, area 6, dan area 8. komponen tersebut

dihubungkan satu dengan yang lain dengan akson masing-masing

komponen ini membentuk sirkuit yang disebut sirkuit striatal.

2. LMN

LMN menyusun inti-intu saraf otak motorik dan inti-inti

radikaventralis saraf spinal. dua jenis LMN dapat dibedakan yaitu ; yang

pertama dinamakan a-motoneuron yang berukuran besar dan menjulurkan

aksonnya yang tebal ke serabut ekstrafusal. yang lain dikenal sebagai y-

motoneuron, ukurannya kecil, aksonnya lurus, dan mempersarafi serabut

otot intrafusal.

Referensi : Statland, JM. et al. (2018). Review of the Diagnosis and

Treatment of Periodic Paralysis.


4. Hubungan Riwayat Penyakit dengan Keluhan Saat Ini

Risiko terjadinya stroke emboli sebesar 5,6 kali lebih besar pada

penderita fibrilasi atrium. Wolf et al. (1991) juga mendapatkan penderita

dengan fibrilasi atrium berisiko 5 kali untuk terjadinya stroke non

hemoragik dan nilai p < 0.001 yang menunjukkan terdapat hubungan yang

bermakna antara fibrilasi atrium dan kejadian stroke non hemoragik.

Puspaningtyas dan Kustiowati (2008) juga melaporkan terdapat hubungan

yang bermakna antara fibrilasi atrium dan kejadian stroke non hemoragik

dengan nilai p= 0,05 dan penderita dengan fibrilasi atrium berisiko 3 kali

untuk terjadinya stroke non hemoragik.

Fibrilasi atrium menyebabkan aktivitas sistolik pada atrium kiri

menjadi tidak teratur sehingga terjadi penurunan kecepatan aliran darah

atrium yang menyebabkan aliran darah stasis pada atrium kiri dan

memudahkan terbentuknya trombus . Trombus pada jantung yang terdiri

dari gumpalan darah (klot) dapat lepas dari dinding pembuluh darah dan

menjadi emboli. Menurut Japardi (2002) emboli yang telah terbentuk akan

keluar dari ventrikel kiri dan mengikuti aliran darah menuju arkus aorta.

Aliran darah ini 90% akan menuju ke otak melalui arteri karotis komunis.

Emboli kebanyakan terdapat pada arteri serebri media karena arteri ini

merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna dan menerima

80% darah yang berasal dari arteri karotis interna Emboli yang menyumbat

aliran darah dapat menyebabkan hipoksia neuron yang diperdarahinya.

Sumbatan inilah yang akan menyebabkan terjadinya stroke non hemoragik

apabila perdarahan kolateral tidak dapat mencukupi .


Fibrilasi atrium tidak hanya terlibat dalam pembentukan trombus

intrakardial tetapi juga penurunan curah jantung. Fibrilasi atrium

menyebabkan otot atrium tidak dapat berkontraksi dengan efektif dan aktif

untuk menambah pengisian ventrikel sehingga curah jantung dapat

menurun. Penurunan curah jantung ini terjadi lebih besar pada denyut

ventrikel yang cepat dan mengakibatkan penurunan perfusi serebral.

Penurunan kapasitas untuk mempertahankan perfusi otak yang adekuat

dapat menjadi mekanisme kedua terjadinya kerusakan otak . Menurut

National Clinical of Stroke London (2012) sekitar seperempat pasien yang

mengalami stroke disebabkan oleh fibrilasi atrium 54 .

Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit pasien

yaitu penyakit jantung dengan atrial fibrilasi dan kejadian stroke non

hemoragik. Fibrilasi atrium merupakan faktor risiko kejadian stroke non

hemoragik dengan odds ratio sebesar 6,61.

Referensi Agnes Widyaningsih Salim Fibrilasi Atrium Sebagai Faktor

Risiko Kejadian Stroke Non Hemoragik Di Bagian Saraf Rsud Dr Soedarso

Pontianak. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Tanjungpura 2015.


5. Penatalaksanaan Awal Terkait Keluhan Pada Skenario

Penatalaksanaan umum:

- Stabilisasi jalan napas

Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaaan dengan saturasi

oksigen < 95%. Normalnya saturasi oksigen berkisar 95-100% tetapi di

pasien stroke harus kurang dari normal karena dapat menyebabkan

hiperoksemia sehingga pembuluh darah bisa vasokontriksi.

Perbaiki jalan napas termasuk pemasangan pipa orofaring pada

pasien tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang

mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan

jalan napas.

Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (kondisi

kurangnya pasokan oksigen didalam tubuh).

- Stabilisasi hemodinamik

Berikan cairan kristaloid (bersifat isotonik) atau koloid (bersifiat

hipertonik) intravena, hindari pemberian cairan hipotonik seperti

glukosa.

Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan

tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana

memasukkan cairan dan nutrisi.

Optimalisasi tekanan darah. Tekanan darah tidak diberikan

pengobatan pada stroke iskemik akut kecuali tekanan darah sistolik lebih

dari 220 mmHg atau diastolik lebih dari 120mmHg. Pada tekanan darah

diastolik lebih dari 140 mmHg diperlakukan sebagai hipertensi


emergensi, diberikan drip nikardipin, diltiazem. Batas penurunan

tekanan darah jangan melebihi 20-25%.

Pemeriksaan awal fisik umum

- Tekanan darah

- Pemeriksaan jantung

- Pemeriksaan neurologi umum awal: derajat kesadaran, pemeriksaan

pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis.

- Pengendalian peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)

- Pemantauan ketat pada pasien edema serebral dan monitor TIK harus

dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang mengalami

penurunan kesadaran karena kenaikan TIK.

- Tinggikan posisi kepala 20-30o. Posisi pasien hendaklah menghindari

tekanan vena jugular.

- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik (larutan

dengan konsentrasi zat terlarut lebih rendah).

- Hindari hypernatremia. Jika hipernatremia berlanjut dan sel-sel mulai

menyusut, perdarahan otak dapat terjadi karena peregangan dan

pecahnya pembuluh darah menjembatani (subdural, subarachnoid

atau intraserebral)
- Jaga normovolemia. Jangan sampai hypervolemia yang bisa

menyebabkan edema, atau hypovolemia yang bisa menyebabkan

syok.

- Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg)

- Osmoterapi atas indikasi (untuk mengeluarkan cairan seperti obat

diuretik contoh manitol 0.25-0.050 gr/kgBB, selama 20 menit,

diulangi 4-6 jam dengan target ≤310 mOsrn/L)

Penanganan Transformasi Hemoragik

Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke

perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan

mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati. Memperbaiki perfusi

serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati

Pengendalian Kejang

Bila kejang,diberiakan diazepam nolus lambat intravena 5-20mg dan

diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan

maksimum 50 mg/menit

Pengendalian Suhu Tubuh

- Bila demam berikan antipiretika dan diatasi penyebabnya

- Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5oC atau 37.5

oC
- Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi harus dilakukan kultur

dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik

Pemeriksaan Penunjang

- EKG

Kelainan jantung merupakan faktor resiko yang sering ditemukan

pada pasien stroke iskemik. Kelainan jantung dapat diperiksa

menggunakan EKG. Pasien dengan stroke iskemik cenderung memiliki

abnormalitas gambaran EKG.

- Laboratorium (kimia darag, fungsi ginjal, hematologi, faal

hemostasisi, kadar gula darah, analisis urin, abalisa gas darah, dan

elektrolit.

- Bila ada kecurigaan perdarahan subarachnoid, lakukan punksi lumbal

untuk memeriksa cairan serebropinal

- Pemeriksaan radiologi: Foto rontgen dada dan CT scan.

Referensi: Perdossi. Guideline Stroke Tahun 2011. Bagian Ilmu Penyakit

Saraf Rsud Arifin Achmad Pekan Baru.


6. Langkah-Langkah Diagnosis

a. Anamnesis
Defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba, saat aktivitas/istirahat, kesadaran
baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, riwayat hipertensi (faktor-faktor risiko
strok lainnya), lamanya 9onset), serangan pertama kali/ulang.
b. Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan Internis)
Ada defisit neurologis, hipertensi/hipotensi/normotensi, aritmia jantung.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Hb, hematokrit, hitung lekosit, hitung jenis lekosit, laju endap darah, kimia
darah (glukosa, kolesterol,trigliserida, LDL, HDL, As.Urat, SGOT, SGPT,
Ureum, kreatinin) dan bila perlu : trombosit, waktu perdarahan, waktu
bekuan, APTT, fibrinogen, Rumple Leede, likuor serebspinal, serta urine
lengkap.
d. Pemeriksaan Radiologik CT scan kepala, bila perlu angiografi dan
transcranial doppler, foto toraks.

e. Pemeriksaan Penunjang Lain : Sistem skoring (Djoenaedi, Siriraj,


Algoritme Gadjah Mada), EKG, Ekhokardiografi.

Berdasarkan Skenario didapatkan hasil


Anamnesis :
 Identitas Pasien
- Nama : Tn X
- Umur : 40 tahun
 Keluhan utama :
- Lumpuh tubuh sebelah kiri
 Sejak kapan ?
- Onset Sejak 2 hari yang lalu
- Apakah terjadi secara mendadak saat istirahat atau bangun tidur?
- Letak kelemahan (kanan/kiri)
- tungkai : adakah kesulitan ketika hendak berdiri dari duduk ?
- lengan : adakah kesulitan menulis?
 Keluhan Penyerta :
- Nyeri kepala : tidak ada (Non hemoragik), ada (hemoragik)
- Mual-muntah : biasanya tidak ada kecuali lesi di batang
otak
- Kesadaran
- Gangguan bicara : Tidak diketahui
- Gangguan penglihatan : Tidak diketahui
 Riwayat penyakit :
- Jantung
 Riwayat dalam keluarga :
- Tidak diketahui
Pemeriksaan Fisik :
 Inspeksi : Tidak ada
 Palpasi
1) Motorik :
- Pemeriksaan ketangkasan gerakan
2) Sensorik
- Penilaian kepekaan alat indra
3) Gerakan Refleks
- Fisiologis : KPR,APR
- Patologis : Refleks gordon

Pemeriksaan Penunjang :
 Lab
- Darah rutin
- Urine ruti :
- LCS (liquor serebrospinal)
 Foto
- CT-scan
- MRI
- TCD (transkranial doppler)
- EEG (elektroencephalogram)
- EMG (elektromiogram)
-

Referensi : Bahan Ajar I Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Masayu Prakasita.

Stroke Non Hemoragik. Universitas Diponegoro

7. Diagnosa Banding

A. STROKE NON HEMORAGIK

a. Definisi

Stroke Iskemik atau Non-Hemoragik merupakan stroke yang

disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi

atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi

perdarahan. Stroke Iskemik atau non-hemoragik merupakan stroke yang

disebabkan karena terdapat sumbatan yang disebabkan oleh trombus

(bekuan) yang terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh organ

selain otak.

b. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara

maju, setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalan 2

per 1000 populasi. Di Amerika Serikat Stroke menduduki peringkat ke-

3 penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap

tahunnya 500.000 orang Amerika terserang stroke di antaranya 400.000

orang terkena stroke iskemik dan 100.000 orang menderita stroke

hemoragik (termasuk perdarahan intraserebral dan subarakhnoid)

dengan 175.000 orang mengalami kematian. Dasar (Riskesdas) tahun

2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000


penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6

per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke

pada masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Data nasional

yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia

menyatakan bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab

kematian untuk semua umur, dimana stroke menjadi penyebab kematian

terbanyak.

c. Etiologi

Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:

1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan

aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan

menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada

pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan

iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan

kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua

yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena

penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang

dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis

seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

2. Embolisme cerebral

Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke

otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan

pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan

menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung

cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik

3. Iskemia

Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau

penyumbatan pembuluh darah.

d. Faktor Resiko

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada penyakit stroke

diantaranya adalah riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes

melitus, penyakit karotis asimptomatis, transient ischemic attack,

hiperkolesterolemia, penggunaan kontrasepsi oral, obesitas, merokok,

alkoholik, penggunaan narkotik, hiperhomosisteinemia, antibodi

antifosfolipid, hiperurisemia, peninggian hematokrit, dan peningkatan

kadar fibrinogen, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

yaitu umur, jenis kelamin, herediter, dan ras/etnis.

Berbagai penelitian telah berhasil mengidentifikasi faktor-faktor

risiko stroke antara lain herediter, usia, jenis kelamin, sosioekonomi,

letak geografi, makanan tinggi lemak dan kalori, kurang makan sayur

buah, merokok, alkohol, aktifitas fisik kurang, hipertensi, obesitas,

diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit arteri perifer, penyakit jantung

(heart failure), dan dislipidemia.

Faktor risiko terjadinya stroke secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi 2 yaitu, faktor yang tidak dapat dimodifikasi

dan faktor yang dapat dimodifikasi.

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor genetik dan ras, usia, jenis

kelamin, dan riwayat stroke sebelumnya (AHA, 2015).

a. Faktor genetik seseorang berpengaruh karena individu yang

memiliki riwayat keluarga dengan stroke akan memiliki

risikotinggi mengalami stroke, ras kulit hitam lebih sering

mengalami hipertensi dari pada ras kulit putih sehingga ras

kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke.

b. Faktor usia, stroke dapat terjadi pada semua rentang usia

namun semakin bertambahnya usia semakin tinggi pula

resiko terkena stroke. Usia diatas 50 tahun risiko stroke

menjadi berlipat ganda pada setiap pertambahan usia.

c. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko stroke, laki-

laki memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke dibandingkan

perempuan, hal ini terkait kebiasaan merokok, risiko

terhadap hipertensi, hiperurisemia, dan hipertrigliserida

lebih tinggi pada laki-laki.

d. Seseorang yang pernah mengalami serangan stroke yang

dikenal dengan Transient Ischemic Attack (TIA) juga

berisiko tinggi mengalami stroke, AHA (2015) menyebutkan

bahwa 15% kejadian stroke ditandai oleh serangan TIA

terlebih dahulu.

2. Faktor risiko yang dapat diubah

Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas (kegemukan),

hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan

alkohol dan obat, dan pola hidup tidak sehat (AHA, 2015).
a. Secara tidak langsung obesitas memicu terjadinya stroke yang

diperantarai oleh sekelompok penyakit yangditimbulkan akibat obesitas,

selain itu obesitas juga salah satu pemicu utama dalam peningkatan

risiko penyakit kardiovaskuler.

b. Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya stroke, beberapa studi

menunjukkan bahwa manajemen penurunan tekanan darah dapat

menurunkan resiko stroke sebesar 41%.

c. Hiperlipidemia atau kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar

lemak di dalam darah dapat memicu terjadinya sumbatan pada aliran

darah.

d. Individu yang merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol

memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke karena dapat memicu

terbentuknya plak dalam pembuluh darah.

e. Klasifikasi

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :

- Transient Ischemic Attack (TIA)

TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia

otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam

waktu tidak lebih dari 24 jam.

- Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)

RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena

iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa

sisa dalam waktu 1-3 minggu.

- Stroke in Evolution (Progressing Stroke)


Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena

gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan

mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

- Stroke in Resolution

Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena

gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan

mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

- Completed Stroke (infark serebri)

Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi

atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil

tanpa memburuk lagi.

Sedangkan secara patogenitas Stroke iskemik (Stroke Non

Hemoragik) dapat dibagi menjadi :

- Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena

trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri

serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau

sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun

atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam

beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari),

kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk

membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan.

- Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena

emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala

terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran


biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada

organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,

minggu atau bulan.

f. Tanda dan Gejala klinis

Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung

dari berat ringannya lesi dan juga topisnya. Tanda dan gejala stroke non

hemoragik secara umum yaitu:

1. Gangguan Motorik

2. Gangguan Sensorik

3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi

4. Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah

5. Gangguan Kemampuan Fungsional

6. Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke

toilet dan berpakaian.

Kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala

koma Glasgow yaitu:

Buka mata (E) Respon motorik (M) Respon verbal (V)

1. 1. Tidak ada 1. Tidak ada gerakan 1. Tidak ada

respons suara

2. Respons 2. Ekstensi abnormal 2. Mengerang

dengan

rangsangan

nyeri
3. Buka mata 4. Fleksi 3. Bicara kacau

dengan abnormal

perintah

5. Buka mata 5. Menghindari 4. Disorientasi tempat

spontan nyeri dan waktu

6. Melokalisir 5. Orientasi baik dan

nyeri sesuai

7. Mengikuti

perintah

Tabel 6. Skala koma Glasgow. Dikutip dari Indun Candra Kirana, Stroke Non Hemoragik. 2017.

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Penilaian skor skala koma Glasgow :

a. Koma (GCS = 3-8)

b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)

c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik

(hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan,

gerakan yang canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf

otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi,

memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan

koordinasi (sidrom serebelar):


1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat

seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri

2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan

seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam

mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan

lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik

secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi.

Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya berlawanan

contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan

menghentikan gerakan.

3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan

4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur

dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh

badan dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara

sikap yang mantap sehingga bergoyang-goyang.

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan

lesi

I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya

penghidu)

II: Optikus Penglihatan Amaurosis

III: Gerak mata; kontriksi Diplopia (penglihatan

Okulomotorius pupil; akomodasi kembar), ptosis;


midriasis; hilangnya

akomodasi

IV: Troklearis Gerak mata Diplopia

V: Trigeminus Sensasi umum wajah, ”mati rasa” pada wajah;

kulit kepala, dan gigi; kelemahan otot rahang

gerak mengunyah

VI: Abdusen Gerak mata Diplopia

VII: Fasialis Pengecapan; sensasi Hilangnya kemampuan

umum pada platum mengecap pada dua

dan telinga luar; pertiga anterior lidah;

sekresi kelenjar mulut kering; hilangnya

lakrimalis, lakrimasi; paralisis otot

submandibula dan wajah

sublingual; ekspresi

wajah

VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging

Vestibulokoklearis keseimbangan terus menerus); vertigo;

nitagmus

IX: Pengecapan; sensasi Hilangnya daya

Glosofaringeus umum pada faring pengecapan pada

dan telinga; sepertiga posterior lidah;

mengangkat palatum;
sekresi kelenjar anestesi pada farings;

parotis mulut kering sebagian

X: Vagus Pengecapan; sensasi Disfagia (gangguan

umum pada farings, menelan) suara parau;

laring dan telinga; paralisis palatum

menelan; fonasi;

parasimpatis untuk

jantung dan visera

abdomen

XI: Asesorius Fonasi; gerakan Suara parau; kelemahan

Spinal kepala; leher dan otot kepala, leher dan

bahu bahu

XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan

lidah

Tabel 7. Gangguan nervus kranial. Indun Candra Kirana, Stroke Non Hemoragik. 2017. Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro.

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana

Pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak

kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan

begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks,

pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan


mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus

bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.

Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke

otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut

yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular :

1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)

a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang

terkena, akibat insufisiensi arteri retinalis

b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena

insufisiensi arteria serebri media

c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan

media atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di

ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di

hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena

keterlibatan daerah bicara motorik Broca.

2. Arteri serebri media (tersering)

a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya

mengenai lengan)

b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral

c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan

semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi

d. Disfasi

3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)

a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai


b. Defisit sensorik kontralateral

c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis

4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya

bilateral)

a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas

b. Meningkatnya reflek tendon

c. Ataksia

d. Tanda Babinski bilateral

e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo

f. Disfagia

g. Disartria

h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah

i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat,

disorientasi

j. Gangguan penglihatan dan pendengaran

5. Arteri serebri posterior

a. Koma

b. Hemiparese kontralateral

c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)

d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia,

koreoatetosis.

g. Patofisiologi

Adanya stenosis arteri dapatmenyebabkan terjadinya turbulensi

aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankankegiatan

neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam


bentukglukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1

menit. Bila tidak ada alirandarah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan

mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitasjaringan otak berhenti, bila

lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bilalebih

dari 9 menit manusia dapat meninggal.

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan

glukosa yang diperlukanuntuk pembentukan ATP akan menurun, akan

terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehinggamembran potensial akan

menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Nadan

Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel

menjadi lebih negatif7sehingga terjadi membran depolarisasi.7 Saat

awal depolarisasi membran sel masih reversibel,tetapi bila menetap

terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan

otak.Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah

ambang batas kematian jaringan,yaitu bila aliran darah berkurang

hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan

menyebabkan iskemia disuatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di

sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokalberupa vasodilatasi,

memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini :

1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu

singkat dikompensasidengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi

lokal. Secara klinis gejala yang timbuladalah transient ischemic


attack (TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis yangmenghilang

sebelum 24 jam atau amnesia umum sepintas.

2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan

CBF regional lebihbesar, tetapi dengan mekanisme kompensasi

masih mampu memulihkan fungsineurologik dalam waktu beberapa

hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin padapemeriksaan klinik ada

sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND

(Reversible Ischemic Neurologic Deficit).

3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas

sehinggamekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat

mengatasinya. Dalam keadaan ini timbuldefisit neurologi yang

berlanjut.
Trombosis cerebral Emboli cerebral

Sumbatan pembuluh darah


otak

Suplai darah dan O2 ke otak menurun

Menurun 25-30 ml/100 gr Gangguan perfusi Menurun > = 18 ml/100 gr


otak/menit jaringan otak/menit

Iskemik otak Infark serebri

< 24 jam 24 jam - 21 hari


STROKE
KOMPLIT

Transient Ischemic Stroke in Evolution


Attack

Kelainan neurologik Gejala neurologik


sementara Cerebrum Batang otak Cerebellum
bertambah
mm

Sembuh total < 24


Sembuh total Pengobatan &
jam
beberapa hari perawatan
tidak akurat
Bagan 1. Pathway Stroke Non-Hemoragik. Indun Candra Kirana, Stroke Non Hemoragik. 2017.

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.


h. Diagnosis

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan koordinasi

gerakan meningkat dengan kriteria hasil:

a. Kekuatan kontraksi otot meningkat

b. Kontrol gerakan meningkat

c. Ketegangan otot menurun

Intervensi:

Terapi latihan: kontrol otot

a. Berkolaborasi dengan terapis fisik, pekerjaan, dan rekreasi dalam

mengembangkan dan melaksanakan program latihan

b. Konsultasikan terapi fisik untuk mengetahui posisi optimal pasien

selama latihan dan jumlah pengulangan untuk setiap pola gerakan

c. Instruksikan pasien untuk melancarkankan setiap gerakan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status

nutrisi meningkat dengan kriteria hasil:

a. Asupan nutrisi meningkat

b. Asupan makanan meningkat

c. Asupan cairan meningkat

d. Energi meningkat

Intervensi:

Manajemen nutrisi

a. Berikan lingkungan optimal untuk konsumsi makanan


b. Bantu perawatan mulut pasien sebelum makan

c. Bantu pasien dengan membuka bungkus, potong makanan, dan

makan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kepatenan

jalan napas meningkat dengan kriteria hasil:

a. Tingkat pernapasan normal

b. Kemampuan membersihkan sekret meningkat

Intervensi:

Peningkatan batuk

a. Bantulah pasien pada posisi duduk dengan kepala sedikit tertekuk,

bahu relaks, dan lutut ditekuk

b. Dorong pasien untuk menarik beberapa napas dalam

c. Dorong pasien untuk menarik napas dalam, tahan 2 detik, dan

batuk dua atau tiga kali berturut-turut

d. Instruksikan pasien untuk tarik mapas dalam beberapa kali,

menghembuskan napas perlahan, dan membatukannya

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

komunikasi membaik/meningkat dengan kriteria hasil:

a. Bahasa tulis meningkat

b. Bahasa lisan meningkat

c. Bertukar pesan secara akurat dengan orang lain

Intervensi:
Peninangkatan komunikasi

a. Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien

b. Memberikan penguatan positif

c. Berikan rujukan ke ahli patologi atau ahli terapi bicara

d. Mengkoordinasikan kegiatan tim rehabilitasi

i. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin, (2008) dalam Firdayanti (2014),

pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut :

a. Angiografi serebral

Gambar 7. Angiografi cerebral

Dikutip dari Stroke Non Hemoragik. 2017. Semarang : Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro


Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik

seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari

sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam

citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X

kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala

dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat

mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan

atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini

memiliki resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang

diperiksa. Proses dari angiografi serebral yaitu pasien akan diinfus pada

bagian lengan sehingga dokter dapat memberikan obat atau cairan

kepada bila diperlukan. Alat yang disebut pulse oximeter, yang

berfungsi mengukur tingkat oksigen dalam darah, akan diselipkan pada

jari atau telinga Anda. Cakram kecil (elektorda) ditempatkan pada

lengan, dada, atau kaki Anda untuk merekam denyut serta irama

jantung.

Pasien akan berbaring telentang pada meja sinar-X. Sebuah tali,

perban, atau kantong pasir mungkin akan digunakan untuk membuat

pasien tetap diam tidak bergerak. Bagian selangkangan pasien akan

disterilkan dan akan dimasukkan katerer melalui pembuluh darah dan

menuju ke dalam arteri karotis, yang berada di leher. Pewarna kontras

akan mengalir melalui kateter ke dalam arteri, di mana kemudian akan

bergerak ke pembuluh darah di otak. Ketika pewarna kontras mengalir

dalam tubuh pasien maka pasien akan merasa hangat. Kemudian


beberapa pencitraan sinar-X pada kepala dan leher akan diambil.

Setelahnya, katerer akan diangkat dan penjahitan akan dilakukan pada

bagian terinjeksi tersebut. Seluruh prosedur membutuhkan waktu antara

satu hingga tiga jam.

b. Lumbal Pungsi

Lumbal pungsi adalah tindakan memasukkan jarum pungsi ke

dalam ruang sub arachnoid meninges medula spinalis pada daerah cauda

equina melalui daerah segmen lumbalis columna vertebralis dengan

teknik yang ketat dan aseptik. Posisi pasien yaitu posisi tidur miring

dengan fleksi maksimal dari lutut, paha, dan kepala semua mengarah ke

perut, kepala dapat diberi bantal tipis.

Hasil dari pemeriksaan lumbal pungsi yaitu tekanan yang

meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan

adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial.

Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.

Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan

yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor

masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

c. CT Scan (Computerized Tomography Scanning)


Gambar 8. CT scan

Dikutip dari Stroke Non Hemoragik. 2017. Semarang :

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,

posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan

posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan

hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar

ke permukaan otak. Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat

rendah yang digunakan menembus kepala. Sinar X yang digunakan

serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi

yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 – 20 menit,

tidak nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi minimal keculi pada wanita

hamil. CT sangat handal mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi

kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada


tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif - semu (yaitu, tidak

memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus

stroke iskemik.

d. MRI

Gambar 9. MRI

Dikutip dari Stroke Non Hemoragik. 2017. Semarang : Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro

MRI (Magnetic Resonance Imaging) menggunakan gelombang

magnetik untuk menentukan posisi dan besar / luas terjadinya

perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang

mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. Mesin MRI

menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan mengukur

interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom

yang bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di dalam jaringan

kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya berlangsung sekitar 30 menit.


Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu jantung atau alat

logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar mungkin

tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi

merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup dan tidak tahan menjalani

prosedur meski sudah mendapat obat penenang. Pemeriksaan MRI

aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif

dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke iskemik, bahkan pada

stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam mendeteksi

perdarahan intrakranium ringan.

e. USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah

sistem karotis).

f. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul

dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls

listrik dalam jaringan otak.

g. EKG

EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama

jantung atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke.

Prosedur EKG biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit

serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.

h. Pemeriksaan darah dan urine

Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi

penyebab stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip

stroke. Pemeriksaan yang direkomendasikan:


- Hitung darah lengkap

Merupakan tes rutin untuk menentukan jumlah sel darah merah, sel

darah putih, trombosit dalam darah. Hematokrit dan hemoglobin

adalah ukuran jumlah sel darah merah. Hitung darah lengkap dapat

digunakan untuk mendiagnosis anemia atau infeksi. Hitung darah

lengkap digunakan untuk melihat penyebab stroke seperti

trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle

cell disease).

1) Tes koagulasi

Tes ini mengukur seberapa cepat bekuan darah. Tes yang paling

penting dan evaluasi darurat stroke adalah glukosa (atau gula

darah), karena tingkat glukosa darah yang tinggi atau terlalu

rendah dapat menyebabkan gejala yang ungkin keliru untuk

stroke. Sebuah glukosa darah puasa digunakan untuk membantu

dalam diagnosis diabetes yang merupakan faktor risiko untuk

stroke. Tes kimia darah lainnya untuk mengukur serum elektrolit,

ion – ion dalam darah (natrium, kalium, kalsium) atau memeriksa

fungsi hati atau ginjal.

2) Serologi untuk sifilis.

3) Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau

hiperglikemia.

4) Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke.


j. Penatalaksanaan

- Penatalaksanaan medis

Terapi pada penderita stroke non hemoragik menurut Esther

(2010) dalam Setyadi (2014) bertujuan untuk meningkatkan perfusi

darah ke otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis

lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah

cedera sekunder lain, beberapa terapinya adalah :

a. Terapi trombolitik : menggunakan recombinant tissue

plasminogen activator (rTPA) yang berfungsi memperbaiki aliran

darah dengan menguraikan bekuan darah, tetapi terapi ini harus

dimulai dalam waktu 3 jam sejak manifestasi klinis stroke timbul

dan hanya dilakukan setelah kemungkinan perdarahan atau

penyebab lain disingkirkan.

b. Terapi antikoagulan : terapi ini diberikan bila penderita terdapat

resiko tinggi kekambuhan emboli, infark miokard yang baru

terjadi, atau fibrilasi atrial.

c. Terapi antitrombosit : seperti aspirin, dipiridamol, atau

klopidogrel dapat diberikan untuk mengurangi pembentukan

trombus dan memperpanjang waktu pembekuan.

d. Terapi suportif : yang berfungsi untuk mencegah perluasan stroke

dengan tindakannya meliputi penatalaksanaan jalan nafas dan

oksigenasi, pemantauan dan pengendalian tekanan darah untuk 13

mencegah perdarahan lebih lanjut, pengendalian hiperglikemi

pada pasien diabetes sangat penting karena kadar glukosa yang

menyimpang akan memperluas daerah infark.


- Penalaksanaan Keperawatan

a. Terapi Non Farmakologi

1) Perubahan Gaya Hidup Terapeutik

Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan

aktivitas fisik merupakan perubahan gaya hidup terapeutik

yang penting untuk semua pasien yang berisiko

aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan terapi obat

untuk hipertensi atau dislipidemia, obat tersebut harus

diberikan, bukannya digantikan oleh modifikasi diet dan

perubahan gaya hidup lainnya. Diet tinggi buah-buahan sitrus

dan sayuran hijau berbunga terbukti memberikan

perlindungan terhadap stroke iskemik pada studi Framingham

(JAMA 1995;273:1113) dalam Agustian (2014) dan studi

Nurses Health (JAMA 1999;282:1233) dalam Agustina

(2014), setiap peningkatan konsumsi per kali per hari

mengurangi risiko stroke iskemik sebesar 6%. Diet rendah

lemak trans dan jenuh serta tinggi lemak omega-3 juga

direkomendasikan. Konsumsi alkohol ringan-sedang (1 kali

per minggu hingga 1 kali per hari) dapat mengurangi risiko

stroke iskemik pada laki-laki hingga 20% dalam 12 tahun,

namun konsumsi alkohol berat (> 5 kali/ hari) meningkatkan

risiko stroke.

2) Aktivitas fisik

Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan

stroke setara dengan merokok, dan lebih dari 70% orang


dewasa hanya melakukan sedikit latihan fisik atau bahkan

tidak sama sekali, semua pasien harus diberitahu untuk

melakukan aktivitas aerobik sekitar 30- 45 menit setiap hari.

Latihan fisik rutin seperti olahraga dapat meningkatkan

metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin dan fungsi

kardiovaskular (jantung). Latihan juga merupakan komponen

yang berguna dalam memaksimalkan program penurunan

berat badan, meskipun pengaturan pola makan lebih efektif

dalam menurunkan berat badan dan pengendalian

metabolisme.

b. Rehabilitasi Pemberian Stimulasi Dua Dimensi

1) Pengertian rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan dasar dari program pemulihan

penderita stroke. Rehabilitasi stroke merupakan sebuah

program komprehensif yang terkoordinasi antara medis dan

rehabilitasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan dan

memodifikasi keampuan fungsional yang ada. Rehabilitasi

dini diunit 21 penanganan stroke dapat berpengaruh kepada

keselamatan hidup penderita stroke.

2) Tujuan rehabilitasi Tujuan Rehabilitasi medis menurut Stein

(2009) dalam Fitriani (2016) yaitu: a. Mengoptimalkan dan

memodifikasi keampuan fungsional b. Memperbaiki fungsi

motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu c.

Membantu melakukan kegiatan aktivitas sehari – hari d.


Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan

interpersonal dan aktivitas sosial

3) Kegiatan rehabilitasi pemberian stimulasi dua dimensi

Menurut (Lingga, 2013) program rehabilitasi mencakup

berbagai macam kegiatan untuk melatih kembali fungsi tubuh

pasien yang lemah akibat stroke yang dialami.

i. Komplikasi

Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:

1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah

tertekan, konstipasi.

2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,

deformitas, terjatuh.

3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.

4. Hidrosefalus

Sedangkan komplikasi yang paling umum dan penting dari

stroke non hemoragik meliputi edema serebral, transformasi

hemoragik, dan kejang. Edema serebral yang signifikan setelah stroke

non hemoragi kini terjadi meskipun agak jarang (10-20%). Indikator

awal stroke non hemoragik yang tampak pada CT scan tanpa kontras

adalah intrakranin dependen untuk potensi pembengkakan dan

kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan

intracranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun

kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke non hemoragik

lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi

hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5%


dari stroke non hemoragik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik.

Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan

neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma

yang memerlukan evakuasi. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-

stroke periode pemulihan. Post-stroke non hemoragik biasanya bersifat

fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami serangan

stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang

sekunder dari stroke stroke non hemoragik harus dikelola dengan cara

yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat

neurologis injury.

k. Prognosis

Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan

defisit neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke,

gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis.

Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan

selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan

hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode

akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi

independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan

institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000

penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang

meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak

28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita

kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh

total dari serangan stroke dan kecacatan.


l. Pencegahan

Pencegahan untuk stroke non-hemoragik ada dua yaitu :

- Pencegahan primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara menghindari rokok,

stres mental, alkohol, kegemukan (obesitas), konsumsi garam

berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan, mengendalikan

hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular

aterosklerotik lainnya serta perbanyak konsumsi gizi seimbang dan

olahraga teratur.

- Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara memodifikasi

gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi dengan diet dan obat

antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik

oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral,

dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat anti dislipidemia,

dan berhenti merokok, serta hindari kegemukan dan kurang gerak.

Referensi: Indun Candra Kirana. Stroke Non Hemoragik. 2017. Semarang :

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.


B. STROKE HEMORAGIK
a. Definisi

Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah

ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitr otak

atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan

serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh

hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.

Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan

herniasi jaringan otak dan menekan batang otak

b. Faktor resiko

Faktor resiko dari strok adalah sebagai berikut :

- Usia

- Jenis kelamin, perempuan pre menopause lebih rendah

dibandingkan pria. Setelah menopause insidennya sama dengan

pria.

- Hipertensi

- DM, hyperlipidemia

- Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung antara lain

gangguan irama (fibrilasi-atrial), infark akut atau kronis, yang

akibatkan hipoperfusi (dekompensasi jantung).

- Penyebab jantung

- Koagulopati karena gangguan berbagai komponen darah antara lain

hiperfibrinogenimia, dll.

- genetic
- Hypovolemia dan syok terutama pada usia lanjut, dimana reflex

sirkulasi sudah tidak baik lagi.

c. Etiologi dari stroke Hemoragik :

Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus

stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan

serebelum.

Gejala klinis:

- Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan

aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodormal berupa

peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual muntah,

gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis

- Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiparese

dan dapat disertai kejang fokal/umum

- Tanda-tanda penekanan batang otang, gejala pupil unilateral, reflex

pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi

- Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intracranial (TIK),

misalnya pepil edema dan perdarahan subhialoid

Perdarahan ekstraserebral

Perdarahan subaraknoid adalah suatu keadaan dimana terjadi

perdarahan di ruang subaraknoid yang timbul secara primer.

Gejala klinis :

- Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,

dramatis, berlangsung dalam 1-2 detik sampai 2 menit


- Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah

terangsang, gelisah, dan kejang

- Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam

beberapa menit sampai beberapa jam

- Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

- Perdarahan retina berupa perdarahan subhialolid merupakan gejala

karakteristik perdarahan subarachnoid

- Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,

hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat,

atau gangguan pernafasan

d. Patofisiologi

Pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir ke

substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan

komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan

komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan

menimbulkan tingkatan TIK yang bila berlanut akan menyebabkan

herniasi otak sehingga timbul kemtaian. Disamping itu, darah yang

mengalir ke substansi otak atau ruang subrachnoid dapat menyebabkan

edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah

tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga

terjadi nekrosis jaringan otak.

e. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis ICH

Defisit neurologis fokal yang terjadi dapat diperkirakan dari

daerah otak yang terserang, yaitu seperti berikut:


a. Hemisfer kanan : Hemiparesis kiri, hipesthesia kiri, buta mata kiri, afasia

b. Hemisfer kiri. : Hemiparesis kanan, hipesthesia kanan, buta mata

kanan

c. Serebellum : Penurunan kesadaran drastic, apneu dan kematian

d. Thalamus. : Hemiparesis kontralateral,hispesthesia

kontralateral,

kebingungan

e. Batang otak : Tetraparesis, penurunan kesadaran, miosis

Manifestasi klinis SAH

Nyeri kepala pada SAH dapat disertai atau tidak disertai dengan

gejala lain seperti kaku kuduk akibat iritasi meningen, hilang kesadaran

sesaat, mual, muntah atau deficit neurologis fokal

f. Komplikasi

Komplikasi akut

a. Kenaikan tekanan darah

Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi upaya

mengejar kekurangan pasokan udara di tempat lesi. Oleh karena itu

jika TD tinggi tak perlu diturunkan karena akan turun dalam 48

jam.

b. Kadar gula darah

Merupakan mekanisme kompensasi akibat mekanisme stress

c. Gangguan jantung

Sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi keadaan ini

memerlukan perhatian khusus.

d. Gangguan respirasi
Akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat pernapasan

e. Infeksi dan sepsis

Komplikasi strok yang serius. Ganguan ginjal dan hati

f. Ulcer stress

Sering menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena

Komplikasi kronik

a. Akibat tirah baring lama bias terjadi pneumonia, decubitus,

inkontinensia.

b. Rekurensi strok

c. Gangguan social-ekonomi

d. Gangguan psikologi

g. Penatalaksanaan

Diagnosis untuk mencapai keterangan antara lain:

- Apakah pasien menderita strok atau bukan

- Bila memang strok, letak, jenis, dan luas lesi. Gold standarnya

adalah pemeriksaan CT-scan dan MRI

- Status pasien keseluruhan, termasuk TD, kadar gula, keadaan

kardiorespi, keadaan hidrasi, elektorlit, asam basa, keadaan ginjal

dan lain-lain.

Perawatan umum

Untuk memberikan perawatan optimal dalam alih baring untuk

pasien kesadaran menurun, pemberian hidrasi cukup ini juga perwatan

yang cukup penting. Selain itu pengkajian gangguan menelan juga

harus diperhatikan.

Perbaikan gangguan/komplikasi sistemik


Berbagai komplikasi sistemik sering lebih berbahaya daripada

stroknya sendiri. Oleh karena itu harus dipantau.

TD

Dalam penelitian awal strok akan terjadi peningkatan TD

sebagai kompensasi dan kembali normal dalam 2-3 hari. Oleh karena

itu TD tinggi diawal tidak pelu dikoreksi, kecuali mencapai nilai yang

sangat tinggi (sistolik > 220 mmHg/ diastolic >130 mmHg) atau TD

yang emergency dan ini pun penurunan TD secara perlahan. Untuk

penurunan TD dibedakan apakah pasien hipertensi kronis sebaiknya

diturunkan sampai 180/100-105 mmHg, apabila tidak hipertensi

sasaranya 160-180/90-100 mmHg, apabila direncanakan trombolisis

TD sistolik tidak boleh melebihi 180mmHg. Agar penurunan darah bias

dilaksanakan secara titrasi dianjurkan pemakaian obat labetalol/

urapidil/ nitoprusid atau nitrogliserin IV atau katopril oral. Nefedipin

atau obat yang penurun TD terlalu drastic perlu dihindari.

Gula Darah

Dalam penelitian peningkatan gula darah akan memperburuk

kerusakan otak, sehingga peninggian kadar gula darah pada hari-hari

pertama strok harus diturunkan senormal mungkin, kalau perlu dengan

pemberian insulin syringe. Keadaan kardiorespi. Dibutuhkan

pemantauan yang baik dan diberikan obat jika perlu, karena ini akan

menyebabkan kematian.

Keadaan kardiorespi.
Dibutuhkan pemantauan yang baik dan diberikan obat jika

perlu, karena ini akan menyebabkan kematian.

Ulkus stress, infeksi

Gangguan ginjal atau hati ini juga perlu diperhatikan karena ini

biasanya akan menentukan kelangsungan hidup pasien.

Emboli paru dan atau thrombosis vena dalam

Ini sering menjadi komplikasi strok, cara menghindarinya

dengan pemberian hidrasi yang cukup dan mobilisasi dini, baik secara

pasif dan aktif.

Terhadap lesi

Perlakuan lesi tergantung pada besar, letak dan berapa lama lesi

telah terjadi. Lesi hemoragik, terutama subaraknoid dan subdural bias

segera dioperasi, tapi pada jenis intraserebral hanya yang terletak

superficial bias dioperasi, itupun kurang dari 12 jam, lebih dari itu

terjadi edema sekitar, sehingga meski dioperasi pada 72 jam hasilnya

tidak sebaik diawal. Setelah 120 jam tidak bias dilakukan operasi,

karena sudah terjadi nekrosis jaringan otak. Pemberian obat tidak akan

berpengaruh. Pada beberapa keadaan strok non hemoragik intra

serebral, tindakan operatif sangat diperlukan untuk melakukan

dekompresi dan menghilangkan efek massa pada otak.

Lesi iskemik

Memperbaiki jaringan sekitar infark (jaringan penumbra) upaya

ini bertujuan agar daerah tersebut tidak menjadi infark, daerah ini akan

terjadi suatu rantai reaksi metabolic, antara lain masuknya ion kalsium
dan laktat interseluler, menyebabkan edema dan akhirnya nekrosis,

inilah beberapa tindakan terapeutik :

a. Perbaiki status umum ( TD, guladarah, hidrasi, keseimbangan

asambasa, kardiorespi dll)

b. Pemberian antikoagulan (heparin, warfarin), trombolisis hanya

dilakukan dengan activator plasminogen jaringan (rtPA),

penggunaan streptokinase heparin meski menunjukkan adanya hasil

tapi akan terjadi komplikasi hemoragik di daerah infark atau daerah

lain.

c. Pemberian antiagregasi trombosit (aspirin) 100-300mg untuk

menurunkan mortalitas dan mencegah strok ulang yang bermakna,

aspirin tidak boleh diberi apabila akan dilakukan trombolisis

d. Perbaikan metabolic sekitar lesi, memberikan vasokonstriktor

diharapkan terjadi vasodilatasi pada daerah lesi.

Rehabilitasi dini

Dilakukan bila pasien sudah stabil, bias dilakukan fisioterapi

pasif saat di ruang intensif dan di lanjutkan fisioterapi aktif bila

memungkinkan, terapi wicara dan gangguan menelan bias diberikan

jika ada gangguan.

- Tindakan pengawasan lanjutan (follow-up). Untuk mencegah

terjadi strok berulang.

- ABC penatalaksanaan strok oleh spesalis penyakit dalam

 Airway usahakan agar jalan napas bebas hambatan


 Breathing fungsi bernapas, terjadi gangguan dipusat

pernapsan atau karena komplikasi

 Cardiovascular function (fungsi kardiovaskular) fungsi

jantung dan pembuluh darah. C juga bisa digunakan dalam

koagulasi menyeluruh termasuk fibrinogen perlu diperiksa

kalau mungkin dikoreksi. Drug/medication (obat-obatan )

Electrolyte utama Na+ , K + , Ca+ yang akan menggangu

fungsi organ Fluid status cairan mempengaruhi fungsi

ginjal, jantung dan organ lain, sehingga perlu diperbaiki.

Glucose level dikendalikan karena gula yang tinggi akan

tambah merusak lesi, G disini jug abisa gastric bleeding

akibat stress ulcer yang butuh penganan sendiri. Hipertensi,

kompensasi akut strok, H disini juga untuk hidrasi

terganggunya hidarasi akan pengaruhi homeostasis organ-

organ. Intake (asupan) untuk mempertahankan metabolism

tubuh , I juga bias infeksi ini harus dicegah karena akan

pengaruhi prognosis dari pasien strok.

Referensi : Indun Candra Kirana. Stroke Non Hemoragik. 2017. Semarang :

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hal. 1


9. Perspektif Islam

“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku),

sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha

Penyayang di antara semua Penyayang”. Maka Kamipun memperkenankan

seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami

kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka,

sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua

yang menyembah Allah”. (QS al-Anbiyâ’, 21: 83-84)

Ayat di atas mengisahkan bahwa Nabi Ayyub a.s. yang ditimpa penyakit,

kehilangan harta dan anak-anaknya. Dari seluruh tubuhnya hanya hati dan lidahnya

yang tidak tertimpa penyakit, karena dua organ inilah yang dibiarkan Allah tetap

baik dan digunakan oleh Nabi Ayyub a.s. untuk berdzikir dan memohon keridhaan

Allah, dan Allah pun mengabulkan doanya, hingga akhirnya Nabi Ayyub a.s.

sembuh dan dikembalikan harta dan keluarganya.

Dari sini dapat diambil pelajaran agar manusia tidak berprasangka buruk kepada

Allah, tidak berputus asa akan rahmat Allah serta bersabar dalam menerima takdir

Allah. Karena kita sebagai manusia perlu meyakini bahwa apabila Allah

menakdirkan sakit maka kita akan sakit, begitu pula apabila Allah menakdirkan

kesembuhan, tiada daya upaya kecuali dengan izin-Nya kita sembuh.

Anda mungkin juga menyukai