Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

EPIDURAL HEMATOMA

Pembimbing :
dr. Lisa Irawati, Sp.Rad

Disusun oleh :
Novial Imam Filardhi
406191008

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT HUSADA
PERIODE 14 OKTOBER 2019 – 17 NOVEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Novial Imam Filardhi

NIM : 406191008

Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi RS Husada

Periode: 14 Oktober 2019 – 17 November 2019

Judul : Epidural Hematoma

Pembimbing : dr. Lisa Irawati, Sp.Rad

Jakarta,…………………2019

Pembimbing Bagian Ilmu Radiologi RS


Husada

(dr. Lisa Irawati, Sp.Rad)

Universitas Tarumanagara i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat berjudul Epidural Hematoma dengan baik.
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah sebagai salah satu persyaratan dalam
menjalani kepaniteraan klinik bagian Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Husada pada
periode 14 Oktober – 17 November 2019dan untuk meningkatkan pengetahuan
mengenai Epidural Hematoma.

Selama proses penulisan referat ini penulis mengalami berbagai


keterbatasan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada dr. Lisa Irawati, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dalam penulisan referat maupun dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Husada, serta rekan satu
kepaniteraan yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini memiliki banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, sehingga penulis menerima kritik maupun saran yang dapat
membantu referat ini agar menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga referat ini dapat
membawa manfaat bagi kita semua.

Jakarta, 29 Oktober 2019

Novial Imam Filardhi

406191008

Universitas Tarumanagara ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iii
1. PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1
2. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………… 2
2.1 Anatomi Kepala…………………………………………………………. 2
2.2 Epidural Hematoma………………………………………………………6
2.2.1 Definisi Epidural Hematoma………………………………….. 6
2.2.2 Epidemiologi Epidural Hematoma ……………………………. 7
2.2.3 Etiologi Epidural Hematoma ………………………………….. 8
2.2.4 Patogenesis Epidural Hematoma ……………………………… 11
2.2.5 Gejala Klinis Epidural Hematoma …………………………….. 14
2.2.6 Pemeriksaan Fisik Epidural Hematoma ……………………….. 14
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang Epidural Hematoma …………………. 15
2.2.8 Diagnosis Epidural Hematoma ………………………………… 21
2.2.9 Diagnosis Banding Epidural Hematoma ………………………. 21
2.2.10 Penatalaksanaan Epidural Hematoma …………………………. 23
2.2.11 Komplikasi Epidural Hematoma ………………………………. 26
2.2.12 Prognosis Epidural Hematoma ………………………………… 27
3. KESIMPULAN……………………………………………………………... 29
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 31

Universitas Tarumanagara iii


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epidural hematoma adalah salah satu bentuk trauma kepala dimana


ada perdarahan diantara lapisan duramater dan tulang kepala. Penyebab
perdarahan paling banyak adalah trauma tumpul kepala yang menyebabkan
pecahnya pembuluh darah yang berada diluar lapisan dura kepala.
ekstravasasi darah ke rongga epidural akan menyebabkan terlepasnya
perlekatan duramater ke tulang kepala dan meningkatkan tekanan intra
kranial.1
Angka kejadian epidural hematoma sendiri hanya 1% dari seluruh
kasus trauma kepala. Dimana kasus ini lebih sering terjadi pada laki-laki
sekitar 4:1 dibanding perempuan. Kasus ini lebih sering terjadi pada
dewasa muda dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun, dimana
pada usia tersebut duramater melekat lebih kuat pada tulang kepala.
Metode untuk mendeteksi dan mendiagnosis epidural hematom adalah CT
(computer tomography) dan MRI (magnatic resonance imaging). Namun
CT scan lebih sering digunakan karena lebih cepat dan murah untuk
mendeteksi ada atau tidaknya epidural hematoma.1,2

Tanda dan gejala yang biasa ditemukan adalah riwayat penurunan


kesadaran setelah trauma, yang diikuti lucid interval dalam beberapa jam,
penurunan kesadaran, hemiparesis kontralateral, dilatasi pupil ipsilateral,
muntah projektil, kejang, hiperrefleks dan bradikardi pada temuan lanjut. 2

Epidural hematoma diidentifikasi pada temuan khas CT-scan berupa


lesi bikonveks pada potongan kepala. Lesi ini dapat dapat meningkatkan
tekanan intracranial sehingga terjadi midline shift.1,2,3

Universitas Tarumanagara 1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kepala

Kepala adalah struktur yang berfungsi untuk melindungi otak, yang


merupakan pusat kontrol dari tubuh manusia. Kepala sendiri memiliki beberapa
untuk melindungi otak. Cranium atau nama lain dari tulang kepala dibagi menjadi
dua yaitu neurocranium dan viscerocranium. Neurocranium adalah bagian
pelindung otak dan lapisan membranosa otak yang disebut meninges.
Neurocranium memiliki bagian atap seperti kubah yang disebut calvaria dan dasar
yang disebut basis cranii. Tulang calvaria terdiri dari 3 lapisan, yaitu lamina
eksterna, lapisan spogiosa dan lamina interna. lapisan spongiosa yang berada
diantara kedua lamina tersebut biasa disebut diploё.5
Pada usia dewasa dewasa, neurocranium oleh delapan tulang yaitu os
frontale, os ethmoidale, os sphenoidale, dan os occipital yang berada di ditengah
dan sisanya adalah dua pasang os temporal dan os parietale yang berada di lateral
kepala. Viscerocranium adalah tulang-tulang yang membentuk struktur wajah,
tulang tulang yang termasuk Viscerocranium contohnya adalah os Maxilla, os
Mandibulla, os Zygomaticus, os Nasal 5dan os Lacrimal.(3)

Universitas Tarumanagara 2
Gambar 2.1 Pembagian Neurocranium dan Viscerocranium5
Gambar 2.2 Tulang tulang pembentuk cranium5

Gambar 2.3 Lapisan Kulit Kepala (5)

Otak dibungkus beberapa lapisan. Lapisan luar disebut duramater dan


lapisan dalamnya leptomeninx, leptomeninx dibagi menjadi lapisan
arachnoidea dan piamater.5

Universitas Tarumanagara 3
1. Duramater

Duramater atau pachymeninx adalah suatu lapisan fibrosa yang membatasi


antara osteum dan meningen. Duramater sendiri terdiri dari 2 lapisan yaitu
osteal pada bagian luar dan meningeal pada bagian dalam. Kedua lapisan
tersebut hampir selalu bersatu, kecuali di daerah dimana keduanya terpisah
untuk membentuk ruang untuk sinus venosus dan di lapisan dalam
membentuk sekat pada bagian-bagian otak. Duramater osteal melekat pada
permukaan dalam tulang kepala dan meningeal berlanjut melapisi medulla
spinalis dan menjadi dura spinalis. Di antara kedua hemisphere otak terdapat
invaginasi yang disebut dengan falx cerebri. Duramater melekat pada crista
galli dan meluas melalui crista frontalis ke belakang hingga ke protuberentia
occipitalis interna, tempat dimana duramater nantinya bersatu dengan
tentorium cerebelli dan meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars
superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing
hemisphere aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli terbentang
seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa cranii
posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis,
superolateral os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia
meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus
cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua
lamina dura.5

Gambar 2.4 Penampang sagital meningens4

Universitas Tarumanagara 4
2. Leptomeninx ( Arachnoidea Mater dan Pia Mater )

Lapisan arachnoidea mater dan pia mater bermula dari satu lapisan
mesenkim yang mengelilingi otak ketika embriogenesis. Lapisan mesenkim
tersebut kemudian berpisah menjadi pars parietalis dan pars visceralis di
sebelah dalam. Di antara kedua lapisan tersebut, terdapat ruang yang berisi
liquer cerebrospinal. Pia mater lebih tipis dibandingkan dengan arachnoidea,
Namun lapisan pia mater memiliki banyak pembuluh darah. Lapisan ini
cenderung sulit dibedakan, tetapi menyebabkan permukaan otak mengkilap. Pia
mater ini melekat erat pada dan mengikuti kontur otak.5

Gambar 2.5 Lapisan Meninges Cranial5

.7

2.1 Epidural Hematoma

2.1.1. Epidemiologi

Sebanyak 1% pasien yang mengalami trauma kepala, mengalami epidural


hematoma. Perdarahan epidural ini, lebih banyak mengenai laki-laki dibanding
perempuan dengan rasio perbandingan 4:1. Epidural hematoma ini jarang terjadi

Universitas Tarumanagara 5
pada anak usia dibawah dua tahun karena lapisan dura mater yang melekat erat
dengan calvaria.2

2.1.2. Definisi

Epidural hematoma atau perdarahan epidural adalah perdarahan yang terjadi di


antara tulang tengkorak dan duramater yang seringnya disebabkan diseksi ataur
rupture pembulu darah yang disebabkan trauma dan fraktur tulang kepala.
Perdarahan ini seringnya terjadi di daerah temporal, namun dapat pula terjadi di
frontal atau oksipital. Selain karena fraktur, epidural hematoma juga dapat
disebabkan oleh perdarahan lain contohnya arteriovenosus Malformation. 1,3

2.1.3. Patofisiologi

Perdarahan epidural biasanya disebabkan karena adanya trauma tumpul


pada kepala yang menyebabkan terjadinya fraktur dan pemisahan lapisan periosteal
dura dari tulang. Fraktur tulang tengkorak terjadi pada 85-95% kasus orang dewasa,
sedangkan pada anak dibawah 2 tahun jarang karena sifat plastisitas calvaria yang
masih baik sebab fontanel belum menutup. Lapisan lamina interna pada tulang
calvaria cenderung tipis dan mudah rusak oleh gaya dari luar yang dapat
menyebabkan kerusakan lamina. Kerika terjadi fraktur pada tulang kepala ini,
pembuluh darah, terutama arteri meningea media bisa terjepit dan terpotong, Hal
ini disebabkan arteri meningea media berjalan mengikuti sulcus arteri meningea
media di lamina interna calvaria, yang apabila mengalami kerusakan dapat merusak
pembuluh darah tersebut. Darah yang berasal ruptur arteri meningea media, akan
mengisi ruangan di antara lapisan duramater dan calvaria yang terbentuk akibat
lepasnya duramater dari lamina interna yang disebabkan fraktur tersebut. Robeknya
arteri meningea media cenderung memiliki tekanan yang besar dan menyebabkan
darah akan terus terpompa mengisi rongga antara duramater dan calvaria, yang
semakin lama semakin membesar dan terus meningkatkan tekanan intrakranial.1,2,8
Selain dari bersumber dari arteri, perdarahan epidural bisa bersumber dari
sinus-sinus vena yang robek, terutamanya pada bagian parietal dan oksipital.

Universitas Tarumanagara 6
Perdarahan yang berasal dari vena biasanya lebih ringan. Perdarahan epidural yang
berasal dari vena terbentuk dari fraktur tulang tengkorak melepaskan dura dari
tulang dan menciptakan ruang untuk terkumpulnya darah dan jarang sekali terus
berkembang. EDH yang besar (30cc>) dapat menyebabkan midline shift dan
herniasi otak yang bersifat mengancam nyawa bila tidak segera mendapat
penanganan medis.1,2,8

Gambar Tempat Berjalannya Arteri Meningea Media di Calvaria (4)

Universitas Tarumanagara 7
Gambar Epidural Hematoma4

Gambar 2.6 Perdarahan Ekstradural atau Epidural 5


2.1.4. Gejala Klinis Epidural Hematoma

Pada fase awal, epidural hematoma ini bisa tidak menunjukkan gejala selain
nyeri pada daerah trauma. Gejala khas yang terjadi pada epidural hematoma Lucid
interval selama beberapa jam akan muncul ketika peningkatan tekanan intracranial
mulai naik. Lucid interval adalah kondisi dimana seseorang yang mengalami
trauma kepala, mengalami penurunan kesadaran dan segera sadar kembali, namun

Universitas Tarumanagara 8
dalam beberapa jam, akan timbul nyeri kepala memberat yang disertai penuruan
kesadaran progressif sampai menjadi koma.1,2
Peningkatan tekanan intrakranial akan berkembang sesuai dengan besarnya
hematoma. Gejala-gejala yang umum pada peningkatan tekanan intrakranial adalah
sakit kepala, mual, muntah projektil, penurunan kesadaran, peningkatan tekanan
darah dan bradikardi. Selain itu juga terdapat dilatasi pupil ipsilateral yang
disebabkan gangguan pada n. Oculomotorius. Gejala akan berkembang menjadi
memburuk seiring perkembangan tekanan intrakranial sehingga menyebabkan
reflex cahaya pada pupil ipsilateral menjadi negatif. Gejala selanjutna adalah
contralateral hemiparesis yang juga disebabkan meningkatnya tekanan intracranial.
Dan fase akhir, kesadaran penderita akan terus turun hingga koma (GCS < 9) perfusi
darah ke otak menjadi menurun karena tekanan yang besar pada jaringan otak yang
menyebabkan otak mengalami hipoperfusi dan mengalami kerusakan jaringan.
Kerusakan pada otak diakibatkan tekanan intracranial yang meningkat hebat
menjadi permanen dan pasien mengalami kematian.1,5,8

2.1.5 Pemeriksaan Fisik

Primary life survey (airway, breathing, circulation) dan pemeriksaan


kesadaran Glasglow Coma Scale (GCS).2
1) Pemeriksaan fisik kepala. Pemeriksaan pada luka di bagian kepala berupa
pembengkakan atau laserasi serta kemungkinan fraktur terbuka2
2) Pemeriksaan neurologis ulang setelah pasien stabil : 2
• Kesadaran (GCS) disertai pemantauan akan penurunan kesadaran
• Nervus kranialis: lebar pupil, rangsang cahaya, pergerakan bola mata
• Fungsi motoric, reflex (fisiologis dan patologis), dan fungsi batang otak

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Radiologi

1) Foto polos

Universitas Tarumanagara 9
Trauma pada kepala dapat menyebabkan perubahan pada tulang tengkorak
akibat gaya mekanik, seperti fraktur. Namun hanya dengan pemeriksaan foto
polos, tidak semua gambaran fraktur dapat terlihat jelas, terutama pada daerah
temporal yang sering sekali tidak terlihat pada gambaran foto polos kepala.
Selain itu foto polos kepala tidak dapat mendeteksi adanya perdarahan
intrakranial, oleh karena itu foto polos disarankan untuk dilakukan pada
pemeriksaan penunjang untuk membuktikan pendarahan intrakranial.13

Gambar Foto Polos Kepala yang Menunjukkan Adanya Fraktur pada os


Parietal Kiri dengan Riwayat Jatuh15

2) CT Scan
Pemeriksaan CT scan untuk menilai pendarahan intracranial dapat
dilakukan sengan cepat dan memperoleh hasil yang akurat. Selain itu
dengan menggunakan CT scan, lokasi dan perkiraan volume perdarahan
dapat diperkirakan. CT scan kepala juga bisa membedakan antara epidural
hematoma dan subdural hematoma sehingga sangat disarankan untuk
dilakukan pada pasien dengan kecurigaan pendaraah intracranial. Epidural
hematoma sendiri dapat disertai dengan atau tanpa fraktur. Sehingga bisa
melihat kemungkinan terjadinya pendarahan intracranial tanpa melakukan
foto polos yang hanya bisa menilai fraktur. Pada hasil CT scan EDH
memiliki gambaran yang khas berupa lesi berbatas tegas, bentuk bikonveks

Universitas Tarumanagara 10
dan melekat pada tabula interna, serta mendorong ventrikel ke sisi
kontralateral. Hematoma pada EDH biasanya tidak melewati sutura seperti
pada subdural hematoma, karena duramater melekat lebih erat pada linea
sutura calvaria. Regio yang paling rentan terjadi EDH regio temporal dan
frontal. Apabila perdarahan masih aktif pada saat pemeriksaan makan
gambaran yang didapatkan adalah swirl sign dan kurang hiperdense. Pada
beberapa kasus gambaran fraktur juga dapat terlihat pada pemeriksan CT
scan13

Gambar 2.7 Gambaran Epidural Hematoma pada Hasil CT 16

Universitas Tarumanagara 11
Gambar 2.8 Area hiperdens bikonveks, berbatas tegas di parietalis
kanan dan melekat pada tabula interna12

Gambar Terlihat Garis Fraktur pada Parietal Dengan Gambaran


Hiperdense Bikonveks12

Universitas Tarumanagara 12
Gambar EDH di Region Fronto-temporal Kiri dengan Pergeseran
Garis Tengah pada Potongan Axial Non-contrast 12

Gambar EDH di Region Fronto-temporal Kiri dengan Pergeseran


Garis Tengah pada Potongan Coronal Non-contrast12

Universitas Tarumanagara 13
Gambar Gambaran Linear Fraktur di Tulang Temporal dan Frontal
pada Hasil Foto CT Axial Bone Window 12

Universitas Tarumanagara 14
Gambar Gambaran Linear Fraktur di Tulang Temporal dan Frontal
pada Hasil Foto CT Coronal Bone Window 12

Gambar Swirl Sign pada Potongan Axial Non Contrast12

3) MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah pemeriksaan radiologi
yang menggunakan resonansi medan magnet sebagai media pengambilan
gambarnya. MRI dapat memberikan gambaran informasi yang spesifik dan
akurat, namun kekurangan pemeriksaan MRI adalah pemeriksaan memakan
waktu yang lumayan lama sedangkan kebutuhan diagnosis EDH harus
dilakukan dengan cepat demi menghindari komplikasi dan sequelae. 2
Epidural hematoma fase akut akan memberikan gambaran yang
isointense pada T1 dan gambaran iso ke hiperintense pada T2. Pada fase
subakut awal, gambaran pada EDH berupa hipointense pada T2, sedangkan
untuk fase subakut akhir dan kronik gambarannya akan berupa hiperintense
di T1 dan T2. EDH akut berlangsung 1 hari setelah trauma, fase subakut 2-
4 hari, dan fase kronis 7-20 hari.

Universitas Tarumanagara 15
Gambar Epidural Hematoma Fase Subakut Akhir pada
Pemeriksaan MRI T1 Potongan Axial15

Gambar Epidural Hematoma Fase Subakut Akhir pada


Pemeriksaan MRI T2 Potongan Axial15

Universitas Tarumanagara 16
Gambar Epidural Hematoma Fase Subakut Akhir pada
Pemeriksaan MRI T1 Potongan Sagital15

4) Angiografi
Angiografi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kontras demi
melihat perdarahan otak, angiografi sendiri belakangan ini sudah mulai
ditinggalkan karena efek samping berupa nyeri kepala yang bisa terjadi
akibat pemberian kontras. Untuk sekarang ini pemeriksaan EDH dengan
angiografi hanya digunakan untuk melihat apakah ada atau tidaknya
perdarahan akibat arteriovenosus Malformation. Pada EDH terdapat
ekstravasasi kontras yang aktif pada pemeriksaan angiografi yang
menandakan adanya rupture atau diseksi dari pembuluh darah.
1.1.7 Diagnosis

Diagnosis epidural hematoma, didasarkan pada anamnesis, gejala klinis dan


pemeriksaan penunjang. Diagnosis epidural hematoma, didasarkan pada
gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan cepat dan akurat menggunakan CT scan. Dengan menggunakan CT
scan, lokasi perdarahan dan perkiraan volume perdarahan dapat

Universitas Tarumanagara 17
diperkirakan dengan tepat. Adanya gambaran garis fraktur yang terletak
ipsilateral dengan pupil yang melebar, dapat menunjang diagnosis epidural
hematoma. Selain itu, garis fraktur tersebut juga dapat menunjukkan lokasi
hematoma.

1.1.8 Diagnosis Banding


Subdural Hematoma
Subdural hematoma adalah kondisi dimana terdapat ekstravasasi
darah di rongga antara lapisan dalam duramater dan lapisan arachnoid. Sama
seperti EDH, Subdural hematoma biasanya terjadi pasca trauma kepala,
namun bisa juga terjadi secara spontan atau pasca tindakan pungsi lumbal.
Perkembangan SDH cenderung lebih lama dari EDH karena perdarahan
berasal dari vena. Namun gejala klinis yang muncul sama seperti EDH.
Karena gejala klinis yang sama maka pemeriksaan radiologis guna
mennyingkirkan diagnosa banding harus dilakukan. Pada gambaran CT
scan SDH memberikan gambaran khas berupa crescent moon-shaped,
menyerupai buah pisang, konkaf dan bisa melewati sutura. Yang tentu bisa
dibedakan dengan EDH yang memiliki gambaran khas berbentuk bikonveks
seperti buah lemon.

Universitas Tarumanagara 18
Gambar Subdural Hematoma17

Gambar Perbedaan Epidural Hematoma dan Subdural Hematoma17

Universitas Tarumanagara 19
Gambar Gambran CT EDH Berbentuk Seperti Lemon dan SDH Berbentuk
Seperti Pisang17

Gambar Hasil CT: SDH yang Melewati Sutura Occipitoparietal17

2.1.9. Tatalaksana

Prinsip tatalaksana pada EDH adalah menstabilkan kondisi yang dapat


mengancam jiwa pada pasien serta menghindari kemungkinan komplikasi.
Tatalaksana non invasif biasanya hanya bersifat simptomatis, karena di
kasus EDH dengan volume kecil dan defisit neurologis ringan biasanya bisa
hilang dengan sendirinya. Pemberian mannitol bisa diberikan untuk menurunkan
tekanan intrakranial. Antikonvulsan dapat diberikan untuk menghindari kejang
yang mungkin disebabkan oleh kerusakan kortikal. Serta pemberian cairan
intravena disarankan untuk menjaga agar perfusi darah tetap baik.
Indikasi operatif untuk pasien EDH adalah:
a. Massa hematoma atau perdarahan lebih dari 30 cc harus segera dioperasi
tanpa mempertimbangkan GCS
b. Ketebalan kurang atau sama dengan 15mm

Universitas Tarumanagara 20
c. Masa dengan adanya midline shift lebih atau sama dengan 5mm
d. GCS kurang atau sama dengan dari 8
e. Pasien dengan defisit neurologis fokal
2.1.10 Prognosis Pneumotoraks

Angka kematian terkait dengan kasus epidural hematoma berkisar antara


20-55%. Namun resiko kematian meningkat pada usia lanjut. EDH dengan
diagnosis dan tatalaksana optimal berkisar 5-10%. Angka kematian meningkat bila
ditemukan bilateral babinsky sign atau deserebrasi sebelum operasi. Kematian
biasanya disebabkan adanya herniasi uncal yang menyebabkan cedera pada
midbrain.

Universitas Tarumanagara 21
BAB III

KESIMPULAN

Epidural Hematoma (EDH) adalah perdarahan didalam rongga antara tulang


kepala dan lapisan Duramater. EDH diakibatkan oleh ruptur pembuluh darah
biasanya arteri atau vena meningea media yang biasanya disebabkan oleh trauma
kepala yang menyebabkan terlepasnya duramater dari lamina interna calvaria.

Gejala klinis yang paling sering ditemukan pada pasien EDH adalah mual,
muntah projektil, dilatasi pupil ipsilateral, hemiparesis kontralateral adanya
penurunan kesadaran secara bertahap. Gejala yang khas pasa EDH adalah lucid
interval yang ditemukan beberapa jam setelah kejadian trauma kepala. Penurunan
kesadaran pada EDH berangsur memburuk hingga pasien menjadi koma dan lama
kelamaan bisa menyebabkan kematian karena itu pemeriksaan penunjang yang
cepat dan akurat serta observasi lanjut selama beberapa jam sangat diperlukan pada
pasien yang mengalami trauma kepala. Modalitas utama yang diperlukan untuk
diagnosis EDH adalah CT scan kepala dan ditemukannya gambaran khas berupa
Lesi bikonveks.

Tatalaksana EDH bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah


kerusakan permanen otak. Dimana EDH jika dibiarkan terus berlanjut dapat
menyebabkan ancaman nyawa pada pasien. Untuk itu diagnosis yang tepat dan
cepat serta tatalaksana craniotomy yang dilakukan sesegera mungkin sangat
diperlukan pada kasus EDH akut dengan GCS dibawah 9.

Universitas Tarumanagara 22
DAFTAR PUSTAKA
1. Setianto CA. Epidural Hematoma. In Rianawati SB, Munir B, editors. Buku
Ajar Neurologi. Jakarta: Sagung Seto; 2017
2. Greenberg M. Handbook of neurosurgery. 8th ed. Lakeland, Fla.: Greenberg
Graphics; 1997.
3. Ullman JS. Medscape. [Online].; 2016 (cited 2019 October 27).
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/248840-
overview#a11.
4. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR, Moore ME. Anatomi Berorientasi Klinis.
5th ed. Astikawati R, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2013.
5. Paulsen F, Waschke J, editors. Sobotta : atlas anatomi manusia : kepala, leher,
dan neuroanatomi. 23rd ed. Jakarta: EGC; 2012.
6. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 7th ed.
Taylor , editor.: Lippincott Williams & Wilkins; 2014.
7. Liebeskind DS. Medscape. [Online].; 2018 [cited 2019 October 27].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1137065-
overview#a6.
8. Markam S. Trauma Kapitis. In Harsono , editor. Kapita Selekta Neurologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2009.
9. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong. 3rd ed.
Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, editors.
Jakarta: EGC; 2007.
10. Munir B. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto; 2015.
11. Price DD. Medscape. [Online].; 2016 [cited 2019 October 27].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/824029-overview#a4
12. Knipe H, Gaillard F. Radiopedia. [Online]. [cited 2019 October 27].
Available from: https://radiopaedia.org/articles/extradural-
haemorrhage?lang=us.
13. Staf Pengajar Subdivisi Radiodiagnostik, Departemen Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Radiologi Diagnostik. 2nd ed. Ekayuda I,
editor. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2005.
14. McDonald DK. Medscape. [Online].; 2018 [cited 2019 October 27].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/340527-
overview#a3.
15. Cuete D. Radiopedia. [Online].; 2014 [cited 2019 October 27].
Available from: https://radiopaedia.org/cases/epidural-haematoma-4?lang=us.
16. Weerakkody Y, Gaillard F. Radiopedia. [Online]. [cited 2019 October 27].
Available from: https://radiopaedia.org/articles/swirl-sign-intracranial-
haemorrhage?lang=us.
17. Ebouda FM. Radiopedia. [Online].; 2014 [cited 2019 October 27].
Available from: https://radiopaedia.org/cases/left-occipital-late-subacute-
epidural-haematoma?lang=us.

Universitas Tarumanagara 23

Anda mungkin juga menyukai