Oleh:
Pembimbing:
dr. Trijoso Permono, SpBS
i
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Epidural Hematoma (EDH)
Oleh :
Riska Nabilah, S.Ked 04084821921145
Linda Amelia, S.Ked 04084821921017
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang periode 6 Juli s/d 10 Agustus 2020.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dihaturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya telaah ilmiah yang berjudul “EPIDURAL HEMATOMA (EDH)” ini
dapat diselesaikan tepat waktu. Telaah ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah
satu syarat ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Bedah
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Terima kasih kepada dr. Trijoso Permono, SpBS selaku pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan telaah ilmiah ini
sehingga menjadi lebih baik. Terima kasih juga kepada para residen, teman-teman
dokter muda, dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan telaah
ilmiah ini. Masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan telaah
ilmiah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
a. ke anterior – m. Frontalis
b. ke posterior – m. Occipitslis
c. ke lateral – m. Temporoparietalis
Ketiga otot ini dipersarafi oleh nervus fasialis (N. VII).
d. Loose areolar tissue atau jaringan ikat longgar: Lapisan ini
mengandung vena emissary yang merupakan vena tanpa katup
(valveless vein), yang menghubungkan SCALP, vena diploica, dan
sinus vena intrakranial (misalnya Sinus sagitalis superior). Jika terjadi
infeksi pada lapisan ini, akan mudah menyebar ke intrakranial.
Hematoma yang tebentuk pada lapisan ini disebut Subgaleal hematom,
merupakan hematoma yang paling sering ditemukan setelah cedera
kepala.
e. Pericranium (perikranium): Merupakan periosteum yang melapisi
tulang tengkorak, melekat erat terutama pada sutura karena melalui
sutura ini periosteum akan langsung berhubungan dengan endosteum
(yang melapisi permukaan dalam tulang tengkorak)..
2. Kranium
Terdiri dari beberapa sutura yaitu beberapa tulang yang saling bersendi.
Tulang tengkorak dibedakan menjadi bagian kranium dan bagian wajah.
Kalvaria adalah bagian atas dari kranium, dan basis kranium adalah
bagian terbawah dari kranium. Kranium terdiri dari tulang frontale,
parietale, occipitale, temporale, sphenoidale, dan ethmoidale. Cavum
cranii berisi otak dan meningen yang membungkusnya, arteri, vena, dan
sinus venosus. Basis cranii dibagi menjadi 3 fossa yaitu fossa anterior,
media, dan posterior. Fossa cranii anterior menampung lobus frontalis
cerebrum, fossa cranii media menampung lobus temporalis cerebrum,
dan fossa posterior menampung lobus occipitalis cerebrum, cerebelum,
pons, dan medulla oblongata.
3
3. Meningen
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya
adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx,
dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.
a. Duramater: Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur
fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan
luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya
bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus
terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan
dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.
b. Arachnoidea: Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan
dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial,
yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang
menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan
dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang
membentuk suatu anyaman padat yang menjadi sistem rongga-rongga
yang saling berhubungan.
c. Piamater: merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure
dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga
membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum.
Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan
lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh
darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-
ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.
4
Gambar 2. Lapisan Meningen.
5
4. Otak
Merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak dalam kavum
kranium dan berlanjut sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen
magnum. Otak terdiri dari serebrum, serebelum dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks
serebri yaitu lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis
superior. Serebelum berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan
terletak dalam fosa posterior berhubungan dengan medulla spinalis
batang otak dan kedua hemisfer serebri. Batang otak terdiri dari
mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla
spinalis.
6
protein, gas dalam larutan (O2 dan CO2), ion natrium kalium, kalsium,
klorida dan sedikit sel darah putih (limfosit dan monosit) dan bahan-
bahan organik lainnya. Cairan cerebrospinal dihasilkan oleh sekresi dari
pleksus choroidalis dari cerebral ventrikel. Plexus choroidalis adalah
struktur yag secara fungsional kompleks dan khusus mensekresi,
mendialisa dan menyerap CSF. Lapisan epitel plexus choroidalis
merupakan bagain penting bagi pengangkutan transseluller zat pelarut
dan zat larut dari pembuluh darah choroids ke CSF ventrikel. Setelah
disekresi oleh plexus choroidalis pada ventrikel lateral, CSF mengalir
melalui interventricvular foramina dan masuk ke ventrikel ketiga.
Selanjutnya CSF mengalir melewati aquaductus Sylvii dan menuju
ventrikel keempat dan kemudian memasuki subarachnoid space dan
cisterna melalui foramen magendine pada bagian medial aperture
ventrikel empat dan foramen Luscka pada bagian lateral aperture
ventrikel empat. Dari cisterna ini sebagian besar CSF mengalir kebagian
medial dan lateral permukaan hemisfer cerebri dan menuju sinus sagitalis
superior pada atap cranium. Pada subarachnoid space, CSF merembes
melalui saluran-saluran pada granulasi arachnoid untuk bersatu dengan
darah vena didalam sinus sagitalis posterior. Sebagian kecil CSF
mengalir kebawah menuju subarachnoid space medulla spinalis.
7
2.1.2. Fisiologi
Tekanan intrakrania (TIK) adalah tekanan realtif di dalam rongga kepala
yang dihasilkan poleh keberadaan jaringan otak, cairan serebrospinal (CSS), dan
volume darah yang bersirkulasi di otak.
Menurut hipotesa Monro-Kellie, adanya peningkatan volume pada satu
komponen haruslah dikompensasikan dengan penurunan volume salah satu dari
komponen lainnya. Dengan kata lain, terjadinya peningkatan tekanan intrakrainial
selalu diakbbatkan oleh adanya ketidakseimbangan antara volume intracranial
dengan isi cranium.
Adanya suatu penambahan massa intrakranial, maka sebagai kompenasasi
awal adalah penurunan volume darah vena dan cairan serebro spinal secara
resprokal. Keadaan ini dikenal sebagai doktrin Monro-Kellie Burrows, yang telah
dibuktikkan melalui berbagai penelitian eksperimental maupun klinis (kecuali
pada anak-anak dimana sutura tulang tengkoraknya masih belum menutp,
sehingga masih mampu mengakomodasi penambahan volume intrakranial).
System vena akan menyempit bahkan kolaps dan darah akan diperas ke luar
melalui vena jigularis atau mellaui vena-vena emisaria dan kullit kepala.
Kompensasi selanjunya adalah CSS juga akan terdesak melalui foramen magnum
ke arah rongga subarachnoid spinalis. Mekanisme kompenasi ini hanya
berlangsung sampai batas tertentu yang disebut sebagai titik batas kompensasi dan
kemudian akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang hebat secara tiba-
tiba. Parenkin otak dan darah tidak ikut serta dalam mekanisme kompenasi
tersebut di atas Kenaikan TIK lebih dari 10 mmHg dikategorikan sebagai keadaan
yang patologis (hipertensi intrakranial), keadaan ini berpotensi merusak otak serta
berakibat fatal. Secara garis besar kerusakan otak akibat tekanan tinggi
intrakranial (TTIK) terjadi melalui dua mekanisme, yaitu pertama adalah sebagai
akibat gangguan aliran darah serebral dan kedua adalah sebaga akibat proses
mekanisme pergeseran otak yang kemudian menimbulkan pergeseran dan herniasi
jaingan otak.
8
Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume
komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan
serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).
Vic = V br+ V csf + V bl
yang ekspansi.
2.2.2. Epidemiologi
Epidural hematoma terjadi pada 2% dari semua trauma kepala (sekitar
40.000 kasus per tahun) dan hingga 15% dari semua trauma kepala yang fatal.
Secara Internasional frekuensi kejadian EDH hampir sama dengan angka kejadian
di Amerika Serikat. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan dengan
9
ratio 4:1. Selain itu, insidensinya lebih tinggi di kalangan remaja dan dewasa
muda. Usia rata-rata pasien yang terkena adalah 20 hingga 30 tahun, dan jarang
terjadi setelah 50 hingga 60 tahun. Seiring bertambahnya usia individu, duramater
menjadi lebih melekat pada tulang di atasnya, hal ini mengurangi kemungkinan
bahwa hematoma dapat berkembang di ruang antara cranium dan duramater.1,8
2.2.3. Etiologi
EDH dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan
yang bisa menyebabkan EDH adalah misalnya benturan pada kepala pada
kecelakaan motor. EDH terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan
dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.1
2.2.4. Patofisiologi
Ketentuannya EDH timbul dengan fraktur temporal atau parietal dan
laserasi arteri atau vena meningea media. Jarang, ada robekan pada sinus vena
dural. Bila kondisi ini terjadi dalam tulang belakang, kelainan ini digambarkan
sebagai hematoma epidural tulang belakang.
Pada orang dewasa, sekitar 75% EDH terjadi pada regio temporal. Akan
tetapi, pada anak-anak, dapat terjadi di temporal, oksipital, frontal dan regio fossa
posterior dengan frekuensi yang serupa. Fraktur tengkorak dapat menyertai pada
mayoritas pasien EDH. EDH sering muncul di bawah fraktur dari bagian
skuamosa tulang temporal.9
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang bertanggung jawab
terhadap formatio retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya
kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius).
Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata.
Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini,
10
menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau
sangat cepat, dan tanda babinski positif.9
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran
ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat,
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval
karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase
sadar.
Cedera yang bahkan ada fraktur tengkorak mungkin tidak menghasilkan
koma pada awalnya, atau mungkin merupakan suatu cedera kranioserebral yang
parah. Contoh kasus pada seorang anak yang jatuh dari sepeda atau ayunan atau
mengalami pukulan keras lainnya pada kepala, yang tidak sadarkan diri beberapa
saat. Kemudian beberapa jam setelahnya (kecuali, pada perdarahan vena interval
dapat beberapa hari atau seminggu), muncul sakit kepala yang menunjukkan
perkembangan keparahan, disertai muntah, kantuk, kebingungan, afasia, kejang
(bisa satu sisi), hemiparesis dengan sedikit peningkatan refleks tendon, dan tanda
Babinski. Ketika koma berkembang, hemiparesis dapat memberi jalan bagi
spastisitas bilateral tungkai dan tanda Babinski. Denyut jantung sering lambat (di
bawah 60 denyut / menit) dan melompat, dengan peningkatan tekanan darah
sistolik secara bersamaan (atau dikenal sebagai efek Cushing). Pupil dapat
melebar pada sisi hematoma.10,11
Cedera arteri
11
Kebanyakan EDH terjadi akibat perdarahan arteri dari cabang arteri
meningea media. Arteri meningea anterior atau fistula arteriovenous (AV) dural
pada vertex dapat juga terlibat.
Cedera vena
Sekitar 10% dari EDH disebabkan karena perdarahan vena akibat laserasi
dari sinus vena dural.
Berdasarkan radiografi, EDH dapat diklasifikasikan menjadi:
Tipe I: Akut; hanya muncul pada hari pertama dan berhubungan dengan
“swirl” atau pusaran dari darah yang tidak menggumpal.
Tipe II: Subakut; terjadi antara hari ke 2 hingga 4 dan biasanya berupa
padatan.
Tipe III: Kronis; terjadi antara hari ke 7 hingga 20 berupa gambaran
campuran atau lusen dengan peningkatan kontras.
12
kesadaran, apnea, dan meninggal. Lesi ini dapat meluas hingga kompartemen
supratentorial dengan melucuti dura dari atas sinus transversa, yang menyebabkan
jumlah perdarahan intrakranial yang signifikan.
Perluasan hematoma ini akhirnya akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial yang dapat dideteksi secara klinis dengan mengamati dilatasi
ipsilateral pupil (sekunder terhadap herniasi uncal dan kompresi nervus
okulomotor), adanya peningkatan tekanan darah, denyut jantung yang melambat,
dan pernafasan iregular, atau yang dikenal dengan trias refleks Cushing. Temuan-
temuan ini dapat mengindikasikan perlunya intervensi intrakranial secepatnya
untuk mencegah depresi sistem saraf pusat dan kematian.
Visualisasi garis fraktur melintasi lekukan arteri meningea media dan
pengetahuan mengenai sisi kepala mana yang terbentur (bekuan ada di sisi itu)
sangat membantu dalam diagnosis dan lateralisasi lesi. Namun, pembuluh
meningeal kadang-kadang bisa robek tanpa fraktur. Studi pencitraan seperti CT
Scan merupakan alat diagnostik andalan. Pemeriksaan laboratorium seperti INR,
partial thromboplastin time (PTT), thromboplastin time (PT), dan liver function
test (LFT) dapat dilakukan untuk menilai peningkatan risiko perdarahan atau
koagulopati yang mendasarinya.13
CT Scan
CT Scan merupakan modalitas pencitraan yang umum digunakan untuk
menilai perdarahan intrakranial. Popularitasnya terkait dengan ketersediaannya
yang luas di unit gawat darurat. Mayoritas EDH dapat diidentifikasi pada CT
scan. Presentasi klasik berupa massa bikonveks atau berbentuk lensa dengan
pinggiran dalam yang licin pada CT scan otak, karena kemampuan darah yang
terbatas untuk meluas dalam dura yang melekat tetap ke sutura kranial. EDH tidak
melewati garis sutura.
Umumnya, radiologis menggunakan formula standar untuk memperkirakan
volume darah pada EDH, yaitu ABC/2. Dengan keterangan:
A: Diameter perdarahan maksimum pada irisan CT dengan area perdarahan
terbesar
13
B: Diameter maksimum 90 derajat ke A pada potongan CT yang sama
C: Jumlah irisan CT dengan perdarahan dikalikan dengan ketebalan irisan dalam
sentimeter.
Namun, ada temuan CT lainnya yang mungkin perlu dipertimbangkan
ketika mengevaluasi EDH. Misalnya, perdarahan kontinyu dapat diindikasikan
oleh area dengan densitas rendah, atau "swirl-sign". Adanya ini dapat digunakan
untuk prognosis, dan sering menunjukkan perlunya intervensi bedah. Jika EDH
berbatasan dengan jaringan otak yang hemoragik atau memar, gambarannya akan
tampak dangkal, dan dengan demikian, dapat terabaikan jika CT scan tidak
diperiksa dengan cermat.
Beberapa faktor yang dapat mengarah kepada CT scan non-diagnostik yaitu
sebagai berikut:14
Akumulasi darah berdensitas rendah dapat terjadi akibat anemia berat
(sehingga menyebabkan misinterpretasi).
Ekstravasasi arteri dapat kurang sebagai akibat hipotensi berat.
Temuan positif pada CT membutuhkan akumulasi darah yang cukup
untuk visualisasi. Jika CT Scan diperoleh terlalu cepat setelah trauma,
mungkin tidak ada akumulasi yang cukup untuk interpretasi yang sesuai.
Jika EDH akibat perdarahan vena, maka akumulasi darah dapat terjadi
lambat. Hal ini dapat berpotensi kesulitan pada interpretasi CT Scan.
14
Gambar 7. CT Scan pada EDH
MRI
MRI otak lebih sensitif daripada CT Scan, tertutama dalam menilai EDH
verteks. Pemeriksaan ini dilakukan ketika ada kecurigaan klinis yang tinggi
terhadap EDH, yang menyertai hasil CT scan kepala awal yang negatif.
Pada kecurigaan spinal EDH, maka MRI spinal lebih dipilih sebagai
modalitas pencitraan, karena memberikan resolusi yang lebih tinggi dibandingkan
CT tulang belakang.
15
Gambar 9. Cranial Dural Arteriovenous
2.2.7. Tatalaksana
EDH merupakan kegawatdaruratan bedah saraf. Oleh karena itu, diperlukan
evakuasi bedah segera untuk mencegah cedera neurologis yang ireversibel dan
kematian akibat ekspansi hematoma dan herniasi. Konsultasi bedah saraf harus
segera dilakukan karena penting untuk melakukan intervensi dalam 1 hingga 2
jam.
Prioritasnya adalah stabilisasi pasien meliputi ABC (airway, breathing,
circulation), dan kelainan pada hal-hal ini harus segera diatasi.16
Intervensi bedah direkomendasikan pada pasien dengan:
EDH akut
Volume hematoma lebih dari 30 ml berapapun skor Glasgow Coma Scale
(GCS)
GCS kurang dari 9 dengan kelainan pupil seperti anisokoria.
16
Manajemen Operatif
Pada pasien dengan EDH akut dan simtomatik, tatalaksana nya adalah
kraniotomi dan evakuasi hematoma. Berdasarkan literatur yang ada,
“trephination” (atau evakuasi burr hole) sering dilakukan bila tidak tersedia
keahlian bedah yang lebih maju, bahkan tindakan ini dapat menurunkan angka
mortalitas. Akan tetapi, jika memungkinkan lakukan kraniotomi; drainase
hematoma, identifikasi dan ligasi pembuluh darah yang berdarah. Kraniotomi
akan dapat mengevakuasi hematoma lebih menyeluruh.
Manajemen Non-Operatif
Masih sedikit literatur yang membandingkan manajemen konservatif dengan
intervensi bedah pasien dengan EDH. Namun pendekatan non-operatif dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan EDH akut yang memiliki gejala ringan dan
memenuhi semua kriteria berikut yaitu:
Volume EDH kurang dari 30 mL
Diameter bekuan darah kurang dari 15 mm
Pergeseran garis tengah kurang dari 5 mm
GCS lebih dari 8 dan pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan gejala
neurologis fokal.
Bila diputuskan untuk tatalaksana EDH secara non-operatif, maka perlu
dilakukan observasi ketat dengan pemeriksaan neurologis berulang dan
pemantauan berkelanjutan dengan pencitraan otak, sejalan dengan adanya risiko
perluasan hematoma dan perburukan klinis. Rekomendasinya meliputi follow up
CT scan kepala dalam 6 – 8 jam setelah cedera otak.17
2.2.8. Komplikasi
Mass effect merupakan kompresi otak jika perdarahan yang terjadi
signifikan.
Herniasi
Kejang
17
2.2.9. Prognosis
Secara umum, pasien dengan EDH murni memiliki prognosis fungsional
yang sangat baik dari setelah evakuasi bedah, ketika terdeteksi dengan cepat dan
dievakuasi. Keterlambatan diagnosis dan pengobatan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Kematian, yang tidak dapat dielakkan bila bekuan darah yang
meluas tidak dievakuasi melalui pembedahan, akhirnya akan terjadi pada akhir
periode koma dan merupakan akibat dari henti napas.18
EDH yang disebabkan oleh perdarahan arteri berkembang dengan cepat dan
dapat dideteksi segera. Tetapi pada EDH yang disebabkan oleh robekan sinus
dural makan akan berkembang lebih lambat. Dengan demikian, manifestasi klinis
dapat tertunda, dengan keterlambatan deteksi dan evakuasi. Umumnya, volume
EDH lebih dari 50 mL sebelum evakuasi akan menghasilkan hasil neurologis
yang lebih buruk dan dapat mengakibatkan kematian.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi prognosis meliputi :
Usia pasien
Jarak waktu antara cedera dan pemberian tatalaksana
Koma segera atau lucid interval
Skor GCS/motorik, pada saat kedatangan
Temuan CT (volume hematoma, derajat pergeseran garis tengah, adanya
tanda-tanda perdarahan aktif, atau lesi intra-dural yang terkait)
Hasil operasi sangat baik kecuali pada kasus-kasus dengan fraktur yang luas
dan laserasi dari sinus venosus dural, di mana hematoma epidural dapat bilateral
daripada unilateral. Bila koma, tanda Babinski bilateral, spastisitas, atau kekakuan
deserebrasi ada sebelum operasi, maka biasanya hal tersebut menandakan
pergeseran struktur sentral dan kompresi dari otak tengah yang telah terjadi; maka
prognosisnya akan buruk, akan tetapi beberapa pasien baik-baik saja jika
pembedahan tidak banyak tertunda.
Perdarahan epidural yang kecil dapat diikuti oleh CT Scan serial dan akan
terlihat membesar secara bertahap selama satu atau dua minggu dan kemudian
diserap. Ada kontroversi mengebat manfaat evakuasi bekuan-bekuan yang lebih
18
kecil ini pada pasien yang tidak memiliki gejala; dengan pengawasan klinis dan
pencitraan yang teliti, sebagai besar kasus dapat dibiarkan sendiri.
Tekanan intrakranial Post-operatif
Beberapa tanda-tanda yang berhubungan dengan prognosis buruk dari EDH
meliputi:
GCS yang rendah sebelum pembedahan, atau pada saat kedatangan
Kelainan pada pemeriksaan pupil, khususnya, pupil tidak reaktif
(unilateral atau bilateral)
Usia lanjut
Wantu antara gejala neurologis dan pembedahan
Peningkatan tekanan intrakranial pada periode pasca pembedahan
Temuan CT kepala tertentu yang berkorelasi dengan prognosis buruk
seperti:
Volume hematoma lebih dari 30 – 150 mL
Pergeseran garis tengah lebih dari 10 – 12 mm
“Swirl sign” yang mengindikasikan perdarahan aktif
Lesi intrakranial yang berhubungan (seperti kontusio, perdarahan
intraserebral, perdarahan subarachnoid, dan pembengkakan otak yang
difus).18
BAB III
KESIMPULAN
19
EDH merupakan emergensi pada kasus bedah saraf. Perlu dicurigai
adanya EDH jika ada riwayat trauma kepala yang mengarah ke periode
kehilangan kesadaran.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
18. Aguilar MI, Brott TG. Update in intracerebral hemorrhage. Neurohospitalist. 2011
Jul;1(3):148-59.
22