Anda di halaman 1dari 45

1

PRINSIP
TERAPI
TOPIKAL
Oleh :
Fenny Dezzania Yuniherti

Pembimbing:
dr. Dian Erisyawanty Batubara, M.Kes,Sp.KK
2
Pendahuluan
– Prinsip Terapi Topikal

 Setelah mendiagnosis dengan tepat


 Keberhasilan pengobatan tergantung:
 Area tubuh yang terkena
 Konsentrasi obat
 Keadaan kulit yang sakit
 Jenis obat
 Jenis vehikulum (mis: salep, krim, lotion)
 Konsentrasi bahan aktif dalam vehikulum
 Metode penggunaan
 Durasi penggunaan(maks efektivitas dan min
efek samping)
3
Penetrasi obat topikal di
kulit
melalui:
Stratum korneum

Epidermis

papila dermis

aliran darah
PEMBERIAN OBAT SECARA
KUTANEUS

– Efektifitas terapi obat topikal bergantung pada potensinya


serta kemampuan obat tersebut untuk menembus kulit
– Absorbsi perkutaneus membutuhkan pasase melaluistratum
korneum, epidermis, dermis papilar, dan kedalam aliran darah
– pengobatan topikal umumnya memiliki absorbsi total yang
buruk dan laju absorbsi yang sangat lambat
– Namun,tingkat absorbsi yang rendah tidak selalu berarti
efektifitas yang rendah. Karena itu, absorbsi hanya merupakan
sebagian kecil dari banyak hal yang menentukan efektifitas
Faktor
5 yang berperan
penyerapan obat
 Stratum korneum
 Oklusi
 Frekuensi aplikasi
 Kuantitas Penerapan
 Kepatuhan
 Faktor lain
Stratum
6
Korneum
merupakan barrier yang membatasi
laju penghantaran obat perkutaneus.

Ketebalan stratum korneum, dan juga


penetrasi obat akan sangat bergantung
pada lokasinya di tubuh. Terbanyak di
membran mukosa dan paling sedikit di
kuku.
Stratum
7
Korneum
8
Oklusi

 Penutup kedap udara atau salep berminyak


 Meningkatkan penetrasi:

 Hidrasi suhu stratum korneum


 Mempertahankan obat
 Efek samping oklusi: infeksi, folikulitis, atau
miliaria
9
Frekuensi Penggunaan

 Frekuensi penggunaan obat kemungkinan


memiliki efek kecil peningkatan efektivitas
keseluruhan obat topikal
 Topikal glukokortikoid dapat diaplikasi satu
kali sehari
 Emolien tidak spesifik atau krim yg memiliki
efek protektif penyerapan meningkat
penggunaan yang lebih sering
10
Kuantitas Penerapan

 Jumlah pemakaian harus cukup, pemakaian


berlebihan tidak berguna.
 Jumlah yang dipakai sesuai dengan luas
permukaan kulit terkena
Kepatuhan Penggunaan

 Kepatuhan pengobatan topikal merupakan


aspek penting meskipun sering diabaikan.
13
Faktor lain

Peningkatan penyerapan obat:


 Memijat/menggosok

 Banyaknya folikel rambut

 Ukuran partikel obat, sifat kelarutan obat


14
Caira
n

AIR Minyak
15
Semi
solid

KRIM

SALEP
PASTA
16
SOLI
D

BEDAK
KLASIFIKASI DAN
17
PENGGUNAAN KLINIS
FORMULASI TOPIKAL
 Vehikulum adalah preparat pembawa
obat kontak ke kulit.
 Kegunaan vehikulum non spesifik:
mendinginkan, melindungi, emolien,
oklusif dan astringen
 Vehikulum optimal bila stabil (kimia,
fisik) dan tidak menonaktifkan obat.
 Nonalergik, noniritan, dapat diterima
secara kosmetik dan mudah digunakan
Vehikulum
20
Bedak

Menyerap kelembaban kulit, mengurangi


gesekan (daerah intertriginosa & kaki)

 Zink oksida (antiseptik, proteksi)


 Magnesium silikat pelumas dan mengeringkan.

 Kalamin mengandung

> ZnO 98% dan Besi Oksida (Fe2O3) 1%


> Sebagai astringen untuk mengurangi gatal.
21
Poultices

– disebut juga Cataplasma


– mengandung makanan, jamu, tanaman,
dan biji
– Guna pembersih luka dan obat
penyerapan pada lesi eksudatif (ex:
ulkus dekubitus dan tungkai)
Poultices
24
Salep
 Preparat semi padat mudah menyebar
 Berfungsi: melindungi, menghidrasi, dan
 melumasi
 Kategori dasar salep : basa hidrokarbon,
basa absorpsi, emulsi air dalam minyak,
emulsi minyak dalam air, dan basa yang
larut dalam air.
25 Salep-dasar
hidrokarbon
Emolien
 Menahan penguapan air
dari kulit
 campuran hidrokarbon,
petrolatum
 Basa hidrokarbon berminyak
 dan dapat mewarnai pakain
Penetrasi baik: dermatosis
tebal, skuama, ulkus bersih
 Berfungsi proteksi dipakai
pada ruam popok,
inkontinensia, ulkus
dekubitus, dan area
kolostomi.
26
Salep- Dasar hidrokarbon

tidak menyerap air sehingga


tidak dapat dipakai untuk obat larut air
Basis Absorpsi
 Mengandung zat hidrofilik
 Mencakup: lanolin dan turunannya,
kolestrol dan turunannya, dan ester parsial
alkohol polihidrik seperti sorbitan
monostrearate.
Contoh: lanolin anhidrat dan hidrofilik

petrolatum

27
Semi solid
28
Krim-emulsi air dalam
minyak
 Air < 25% dengan minyak sebagai
media pendispersi
 Terdiri dari ≥ 1 cairan tak larut yang
terdispersi pada cairan lainnya, harus
dikocok terlebih dahulu kalau tidak akan
terpisah.
 Pengawet ditambahkan meningkatan
masa simpan
29 Emulsi air dalam
Krim-
minyak

 Kurang lengket,
menyebar dengan
mudah, emolien,
penguapan air lambat
dan mendinginkan.
30
Krim-Emulsi minyak dalam
air
 Mengandung air >31% - 80%, diberikan
pengawet
 Humektan: gliserin, propilen glikol, polietilen
glikol untuk mencegah kekeringan.
 Banyak dipilih: tidak lengket, mudah dicuci,
mudah menyebar, tidak mengotori baju.
 Setelah aplikasi fase air akan menguap
meninggalkan sejumlah kecil lapisan air-
minyak yang menghidrasi dan endapan obat
yang terkonsentrasi
31dasar sediaan larut air
Gel-

 Cair atau semisolid.


 Gel (air, propilen glikol dan atau PEG dg
turunan selulosa )
 Bening, mudah dipakai, dan dibersihkan,
dapat dipakai pada kulit berambut.
 Sifatnya kurang menutup, alkohol atau
propilen mudah kering dan menimbulkan
rasa tersengat.
32
Pasta
 Campuran bedak (sampai 50%) dengan
salep dasar hidrokarbon atau emulsi air
dalam minyak
 Bedak : zink oksida, pati, kalsium
karbonat dan talc.
33
Semi solid
Pasta
 Fungsi:
 membatasi obat
melebar/ proteksi,
mengeringkan
 barier impermiabel,
proteksi, atau tabir
surya.
 kurang lengket, kurang
menutup, lebih kering
(dibandingkan salep.)
35
Liquid/cairan

Solusio, Suspensi (losio)


emulsi
 Solusio
 Disolusi dua atau lebih substansi menjadi larutan
homogen yang bening.
 Tinktura: Solusio hidroalkohol 50%
 Suspensi (losio) emulsi
 Sistem dua fase terdiri dari obat tidak larut dan
terbagi halus terdispersi menjadi cairan dalam
konsentrasi hingga 20% (diperlukan pengocokan
sebelum penggunaan)
36
Liquid/cairan
Solusi
o
 Penggunaan kekulit : menggosok/memijat

 Dapat digunakan sebagai:


 melawan iritasi, astringen, antipruritik,
emolien, dan analgesik
37
Liquid/cairan
Suspensi
(losio)
 Dua fase berlainan, tak terlarut yang
terdispersi dalam liquid
 Pengocokan sebelum pakai.
 Losio kalamin, losio steroid, emolien
urea dan asam laktat.
 Aplikasi pada kulit  dingin karena
adanya penguapan komponen air.
 Mudah dioleskan, sampai homogen
38
Liquid/cairan
Suspensi (losio)-Bedak
Kocok
 Losio mengandung bedak untuk memperluas
daerah permukaan penguapan
 Efektif untuk mengeringkan kulit yang basah.
 Mengandung zink oksida, talkum, kalamin,
gliserol, alkohol, dan air, stabilator.
 Membentuk endapan, harus dikocok
sebelum pakai.
 air menguap-komponen bedak bergumpal
bersifat abrasif, hilangkan partikel sebelum
pemakaian.
39
Aerosol

 Solusio, suspensi, emulsi,


bedak, dan foam.

Dalam propelan (campuran
hidrokarbon nonpolar).
 Mendeposit obat dalam
bentuk lapisan tipis, tidak
iritasi untuk kulit abrasi
/eksema, rasa nyeri.
40
Foa
m
 Dalam bentuk emulsi dan foaming agent
(surfaktan),
 Sistem solven (misalnya : air, ethanol),
dan propelan.
 Foam yang mengandung alkohol
meninggalkan sedikit residu.
Stabilato
41
r
 Pengawet, Paraben efektif untuk menghambat
pertumbuhan jamur, kapang, dan ragi tetapi kurang aktif
untuk bakteri. Stabilator lain : fenol halogenasi, asam
benzoat, formaldehid, sodium benzoat dan timerosal.
 Antioksidans dipakai untuk melindungi vehikulum dari
oksidasi, misalnya butil hidroksianisol, asam askorbat,
sulfit, sulfur mengandung asam amino yang dipakai oleh
vehikulum dasar larut air.
 Chelating agent dipakai EDTA dan asam sitrat bersama
dengan antioksidan membentuk kompleks dengan logam
berat.
Zat Pengental

 Meningkatkan viskositas produk/ menangguhkan bahan


 Contoh: lilin dan karbomer
Toksisitas Obat Topikal-
43
Efek lokal
 Iritasi, alergik, atrofik, komedogenik,
teleangiektasis, pruritus, stinging, dan
nyeri.
 proses pengeringan kulit, atau merusak
lapisan kulit epidermis.
44 sistemik
Efek

 Penyerapan perkutan (SSP, shok anafilaktik


renal, kardiak,teratogen, dan karsinogen).
 Non imunologik dapat terjadi pada keracunan
peptisida.

Anda mungkin juga menyukai