Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1
BLOK NEUROLOGI

Tutor : dr. Amin Nurokhim, Sp. OG

Disusun oleh:

Ketua : Cantika Sekarluna


1813010035
Sekretaris : Afifah Shofia P.A 1813010030
Anggota : Nabilla Ayuning S 1813010022
Ajeng Dwi N 1813010024
Velia Siti Patima P.A 1813010026
Ilham Salman A 1813010028
Kusuma Ayu D.P 1813010032
Syifa Ariella 1813010035
Nalaratih Dyah Ayu P 1813010047
Muhammad Iqbal 1813010033

PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
SKENARIO 1

“KEPALAKU SERASA MAU PECAH’


Bunga usia 32 tahun datang ke dokter mengeluh nyeri kepala yang didahului dengan melihat
bintik-bintik hitam disertai kilatan cahaya. Penglihatan tersebut berlangsung sekitar 30 menit dan
diikuti nyeri kepala di sebelah kanan. Nyeri kepala terasa berdenyut dan semakin hebat dengan
visual analog scale (VAS) 8. Sebelumnya pasien mengatakan sering merasakan nyeri kepala
seperti terikat di seluruh bagian kepala, yang dapat sembuh sendiri, dan baru pernah merasakan
nyeri kepala dengan tipe seperti ini. Hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan defisit neurologis.
BAB I
KLARIFIKASI TERMINOLOGI

1. Headache (Nyeri Kepala) :


Pada cluster headeache ditandai serangan unilateral pada mata dan dahi, pada nyeri kepala
migran biasanya terasa pada temporal unilateral disertai gejala sisemik, dan tension type
headeache nyeri kepala akibat kerja berat terus-menerus, dirasa khususnya pada daerah
oksipital (Dorland, 2015).
2. Floaters
Floaters adalah bintik hitam yang bergerak bebas (single ataupun multiple) di vitreus
yang terlihat dalam lapang pandang seseorang (Arsby et al,2007)
3. Visual Analog Scale
Visual Analogue Scale (VAS) merupakan alat pengukuran intensitas nyeri yang dianggap
paling efisien yang telah digunakan dalam penelitian. VAS umumnya disajikan dalam
bentuk garis horisontal dan diberi angka 0-10. (Jaury, 2014)

4. Defisit Neurologis

Defisit neurologis adalah kelainan fungsional area tubuh karena penurunan fungsi otak,
medulla spinalis, saraf perifer dan otot. Tanda–tanda defisit neurologis merupakan proses
terjadinya suatu penyakit seperti tumor otak, infark, meningitis maupun ensefalitis.
(Bradley, 2011)
STEP 2
RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja penyebab nyeri kepala/sakit kepala?


2. Mengapa nyeri kepala terasa berenyut?
3. Bagaimana proses terjadinya nyeri?
4. Apa saja jenis2 nyeri kepala?
5. PP yang dianjurkan sesuai kasus?
6. Interpretasi hasil VAS dan PF?
STEP 3
BRAIN STORMING

1. Mengapa pasien mengalami nyeri kepala?


Pada hakekatnya, nyeri kepala merupakan keluhan neurologik dengan berbagai
macam penyebabnya baik yang bersifat intrakranial maupun ekstrakranial. Nyeri kepala
harus dibedakan dengan pusing (vertigo) dan perasaan melayang atau nggliyer (dizziness).
Bangunan peka nyeri dikepala apabila terangsang akan menimbulkan perasaan nyeri.
Bangunan ini dapat dibedakan menjadi bangunan intrakranial dan ekstrakranial. Bangunan
peka nyeri intrakranial meliputi pembuluh darah besar, duramater dasar tengkorak, nervi
kranial V, VII, dan IX , serta saraf spinal servikal bagian atas. Sementara itu jaringan otak
bukan merupakan bangunan peka nyeri. Bangunan peka nyeri ekstrakranial meliputi mata
dan orbita telinga, sinus paranasalis, hidung, mastoid, orofaring, gigi, kulit kepala, kuduk
dan vertebra servikal (Harsono, 2015).
Nyeri yang berasal dari bangunan intrakranial tidak dirasakan di dalam rongga
tengkorak melainkan dirujuk ke bagian lainnya. Nyeri yang berasal dari 2/3 bagian depan
kranium, di fossa kranium tengah dan depan, serta diatas tentorium cerebelli dirasakan
didaerah frontal, parietal dan temporal. Nyeri ini disalurkan melalui cabang pertama nervus
trigeminus, oleh karena itu di skenario pasien merasakan nyeri juga di daerah orbita karena
cabang pertama nervus trigeminus adalah nervus ophtalmicus yang menginervasi daerah
orbita. Kemungkinan nyeri kepala pasien di daerah frontal dan temporal serta orbita ini
mengarah ke diagnosis migrain karen nyeri kepala pada migrain bersifat unilateral dan
paling sering nyeri dirasakan di daerah frontal serta temporal (Harsono, 2015).

 Mekanik
Faktor mekanik merupakan penyebab paling umum, yang menyebabkan terhambatnya
aliran darah ke jaringan
 Thermal
Perubahan suhu yang drastis menyebabkan vasokonstriksi atau vasodilatasi dari
pembuluh darah di otak. akibatnya, kepala akan terasa nyeri
 Kimia
Adanya bradikinin, serotonin, histamin, dan enzim proteolitik menyebabkan
meningkatnya dari kerja sensitivitas free nerve ending yang menyebabkan nyeri pada
kepala.
 Psikologi (Price,2012)

Pada hakekatnya, nyeri kepala merupakan keluhan neurologik dengan berbagai


macam penyebabnya baik yang bersifat intrakranial maupun ekstrakranial. Bangunan peka
nyeri dikepala apabila terangsang akan menimbulkan perasaan nyeri. Bangunan ini dapat
dibedakan menjadi bangunan intrakranial dan ekstrakranial. (Mardjono, 2014)

2. Mengapa nyeri kepala terasa berenyut?

Karena terjadinya vasodilatasi arteri pada ekstrakaranial yang akan merangsang


nosiseptor pada bangunan peka nyeri sesuai dengan denyutan arteri tersebut sehingga akan
terasa berdenyut. (Dewanto George, 2007)

3. Bagaimana proses terjadinya nyeri?


Mekanisme timbulnya nyeri didasari olehproses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi
perifer,perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitasektopik, reorganisasi struktural,
dan penurunaninhibisi. Antara stimulus cedera jaringan danpengalaman subjektif nyeri
terdapat empat prosestersendiri :tranduksi, transmisi, modulasi,dan persepsi.
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf
yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon
secara maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai
serabutpenghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent
nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang
tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis
medulaspinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menujuotak. Neuron aferen primer
merupakan pengirimdan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya
berakhir di kornu dorsalis medula spinalisdan selanjutnya berhubungan dengan banyak
neuronspinal.
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyalneural terkait nyeri (pain related neural
signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis,dan mungkin juga
terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid sepertimu, kappa, dan delta
dapatditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending
berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya keotak tengah (midbrain)
dan medula oblongata,selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibis i
desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di
kornu dorsalis.
Persepsi nyeri adalah kesadaran akanpengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil
dariinteraksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspekpsikologis, dan karakteristik
individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin darisyaraf aferen.
(Bonica, 2001)

4. Apa saja jenis2 nyeri kepala?

a. Pengertian nyeri
Nyeri menurut IASP (Internastional Assosiation for the Study of Pain) adalah pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan atau yang
cenderung merusak jaringan, atau seperti yang dimaksud dengan kata kerusakan
jaringan. (Price,2012)
b. Nyeri Berdasarkan Waktu
i. Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang kompleks
berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan dengan
trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau organ
visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera jaringan.

ii. Nyeri kronik

Didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung sampai melebihi perjalanan


suatu penyakit akut, berjalan terus menerus sampai melebihi waktu yang
dibutuhkan untuk penyembuhan suatu trauma, dan terjadinya secara
berulangulang dengan interval waktu beberapa bulan atau beberapa tahun.
Banyak klinikus memberi batasan lamanya nyeri 3 atau 6 bulan. (Price,2012)

c. Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik

Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik.
Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia,
mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor
perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif
biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid. Nyeri
neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf
perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan
perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang
mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap
analgesic opioid. (Price,2012)

5. PP yang dianjurkan sesuai kasus?

Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah

1. laboratoriun

2. radiologi

3. angiografi

4. EEG. (Mahar, 2008)


6. Interpretasi hasil VAS dan PF?

VAS (Visual Analogue Scale) telah digunakan sangat luas dalam beberapa dasawarsa
belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri dengan hasil yang handal, valid dan
konsisten.VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri
dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–100 mm dengan
rentangan makna:

(Bradley,2011).

Dalam kasus didapatkan bahwa hasil pemeriksaan VAS pasien adalah 8, hal ini
menunjukkan bahwa rasa nyeri yang dirasakan pasien termasuk kedalam nyeri berat.

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan deficit neurologis. Deficit neurologis adalah
kelainan fungsional area tubuh karena penurunan fungsi otak, medulla spinalis, saraf
perifer dan otot. Tanda-tanda deficit neurologis merupakan proses terjadinya suatu
penyakit seperti tumor otak, infark, meningitis, maupun ensefalitis (Bradley,2011).
STEP 4
ANALISIS MASALAH

Perempuan 30 tahun

Nyeri kepala
unilateral

Pemeriksaan Pemeriksaan
Anamnesis
Fisik Penunjang

RPS:
- Yidak ada deficit
- Nyeri kepala
RPD: neurlogi
- Melihat bintik-bintik
- Sering merasakan nyeri - VAS 8
hitam disertai kilatan
kepala seperti terikat di
cahaya 30 menit
seluruh bagian kepala,
- Diikuti nyeri kepala di dapat sembuh sendiri
sebelah kanan
- Baru pernah merasakan
- Terasa berdenyut nyeri kepala dengan tipe
seperti ini
STEP 5
LEARNING OBJECTIVE

1. Anatomi nyeri kepala dan leher


2. fisiologi nyeri kepala dan leher
3. Klasifikasi Nyeri Secara Umum
4. Definisi, etiologi,patofisiologi, faktor pencetus,pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
dan tatalaksana dari migraine
5. Definisi, etiologi,patofisiologi, faktor pencetus,pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
dan tatalaksana dari tensieon type headache
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
STEP 7

REPORTING

1. Anatomi nyeri kepala dan leher

ANATOMI:
Sistem Saraf Pusat:
A. Otak
Terbagi atas struktur struktur utama sebagai berikut:
1. Cerebrum
Struktur :
a. Hemisphere dextra dan sinistra
b. Fissura longitudinal cerebri
c. Corpus callosum
d. Gyrus
Lobus frontalis : gyrus presentralis, gyrus frontalis superior, media, inferior, dan
orbitalis.
Lobus parietalis: gyrus postsentralis, gyrus marginalis, gyrus angularis.
e. Sulcus : sulcus centralis, occipitalis dan lateralis.
Lobus : frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis
2. Cerebellum (otak kecil)

3. Diencephalon (thalamus dan hipothalamus)

4. Truncus encephala, terdiri atas 3 bagian: mesencephalon, pons, dan medula oblongata.
5. Cranial Meninges, terdiri dari: duramater, arachnoidea mater, dan piamater.

6. Ruangan yang memisahkan meningen:


Spatium subdural: memisahkan duramater dan arachnoideamater, terletak di bawah
duramater.
Spatium subarachnoideum: memisahkan arachnoideamater dari piamater, terisi oleh liquor
cerebrospinalis, terletak di bawah arachnoideamater. (Ellis,2018)

(Sobotta, 2018)
Sistem ventrikel :
Otak memiliki struktur yang disebut sebagai ventrikel yaang diisi oleh cairan serebrospinal
(LCS) yang dihasilkan oleh plexus choroidalis. Liquor cerebrospinalis bersirkulasi dari dalam
ventrikel menuju spatium subarachnoideum.

2. Fisiologi Nyeri Kepala Dan Leher

Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. SSP dibungkus oleh selaput
meningen yang berfungsi untuk melindungi otak dan medula spinalis dari benturan atau
trauma. Meningen terdiri atas tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid dan piamater.
Cerebrum berfungsi untuk untuk pengaturan semua aktivitas mental yaitu berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak
besar terletak di bagian depan otak.
Cerebrum terdiri atas:
Bagian belakang (oksipital) →pusat penglihatan.
Bagian samping (temporal) →pusat pendengaran.
Bagian tengah (parietal) →pusat pengatur kulit dan otot terhadap panas, dingin, sentuhan,
tekanan.
Cerebellum Berfungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan gerakan-
gerakan otot tubuh serta menyeimbangkan tubuh.
Mesencephalon Terletak di depan cerebellum dan jembatan varol (menghubungkan
cerebellum bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan cerebrum dan medula spinalis)
Diencephalon terdiri dari thalamus yang merupakan pusat pengatur sensoris dan
hipothalamus yang merupakan Pusat pengatur suhu, Mengatur selera makan,
Keseimbangan cairan tubuh serta mengatur refleks mata.
Medulla oblongata merupakan Pusat pengatur gerak refleks fisiologis (denyut
jantung, pernafasan, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah, bersin, batuk)
(Tortora,2012)

3. Klasifikasi Nyeri Secara Umum


a. Pengertian nyeri
Nyeri menurut IASP (Internastional Assosiation for the Study of Pain) adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan atau yang cenderung merusak jaringan, atau seperti yang dimaksud dengan
kata kerusakan jaringan. (Price,2012)
b. Nyeri Berdasarkan Waktu
 Nyeri akut
Diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang kompleks berkaitan
dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan dengan trauma jaringan,
proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau organ visera. Nyeri akut
berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera jaringan.
 Nyeri kronik
Didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung sampai melebihi perjalanan suatu
penyakit akut, berjalan terus menerus sampai melebihi waktu yang dibutuhkan
untuk penyembuhan suatu trauma, dan terjadinya secara berulang-ulang dengan
interval waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Banyak klinikus memberi
batasan lamanya nyeri 3 atau 6 bulan. (Price,2012)

c. Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik


Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri
nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan
suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf
yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya
memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid. Nyeri neuropatik
merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf perifer maupun
pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya
digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri
neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesic opioid.
(Price,2012)

4. Definisi, etiologi,patofisiologi, faktor pencetus,pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang, dan tatalaksana dari migraine
 DEFINISI

Migrain adalah nyeri kepala berulang dengan serangan berlangsung selama 4 sampai
72 jam, dengan karakteristik berlokasi unilateral, nyeri berdenyut (pulsating), intensitas
sedang atau berat, diperberat oleh aktivitas fisik rutin, dan berhubungan dengan mual
dan/atau fotofobia serta fonofobia ( Riyadina dan Turana, 2014 ).

 EPIDEMIOLOGI
Nyeri kepala migrain diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan
daripada laki-laki, Migrain paling sering terjadi pada perempuan berusia kurang dari 40
tahun, walaupun dapat juga dijumpai pada menopause akibat perubahan produksi hormone.
sedangkan perbandingan antara migrain tanpa aura dengan migrain dengan aura adalah 5:1.
( Abadi,2012 ).

 ETIOLOGI
1. Teori Vaskular
terjadi vasokontsriksi arteri intrakranial tertentu kemudian disusul oleh
vasodilatasi terutama dari cabang arteri karotis eksterna. Vasodilatasi akan
meregangkan ujung-ujung saraf dinding pembuluh darah sehingga menimbulka n
nyeri, selain itu juga terjadi pelepasan polipeptida yang akan merendahkan
ambang nyeri pada ujung saraf (Machfoed, 2004 dalam Yusuf, 2009).
2. Teori Sistem Trigemino-vaskular ( Neurovaskular ).
migrain dapat berasal dari pelebaran pembuluh darah di otak dan duramater yang
dipersarafi oleh nervus trigeminus sebagai bagian dari sistem trigemino-vaskular.
( Yusuf, 2009).
3. Teori Aktivasi Perifer Nervus Trigeminus ( Teori Sistem Saraf Simpatis ).

 FAKTOR PEMICU
1. Perubahan Hormon
Perubahan hormon memiliki kontribusi sebesar 65,1% sebagai pencetus migrain.
Estrogen dan progesteron merupakan hormon utama yang berkaitan dengan
serangan migrain, baik saat menstruasi maupun tidak terjadi menstruasi.
Penurunan konsentrasi estrogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi
merupakan saat terjadinya serangan migraine ( Dewanto, 2009 ).
2. Makanan
Makanan berkontribusi sebagai pencetus migrain sebanyak 26,9%. Makanan yang
sering menyebabkan nyeri kepala pada beberapa orang adalah makanan yang
bersifat vasodilator (mengandung histamin), seperti anggur merah dan natrium
nitrat, juga makanan yang bersifat vasokonstriktor (mengandung tiramin), seperti
keju, cokelat, dan kafein. Beberapa zat tambahan dalam makanan juga dapat
memicu migrain, seperti natrium nitrit, monosodium glutamat (MSG), dan
aspartame ( Dewanto, 2009 ).
3. Stress
Stres berkontribusi sebanyak 79,7% sebagai pencetus migrain. Terlalu letih,
sibuk, kurang tidur, emosi berlebih, atau ketegangan dapat memicu kelenjar
adrenal untuk melepaskan hormon noradrenalin, tetapi beberapa kasus migrain
dapat muncul setelah ketegangan reda atau masa stres sudah lewat ( Dewanto,
2009 ).
4. Rangsangan Sensorik
Beberapa rangsangan sensorik diketahui dapat memicu terjadinya migrain, seperti
sinar yang terang dan menyilaukan (38,1%), serta bau yang menyengat (43,7%) (
Dewanto, 2009 ).
5. Aktivitas Fisik
Pemicu migrain yang berkaitan dengan aktivitas fisik diantaranya aktivitas fisik
yang berlebih termasuk aktivitas seksual (27,3%), perubahan pola tidur, seperti
terlalu banyak tidur atau kurang tidur (32%), dan gangguan saat tidur (49,8%) (
Dewanto, 2009 ).
6. Perubahan Lingkungan
Perubahan cuaca, iklim, tingkat barometer, perbedaan zona waktu dan perbedaan
ketinggian diketahui diketahui berkontribusi sebagai pencetus migrain sebesar
53,2% ( Dewanto, 2009 ).
7. Alkohol
Alkohol termasuk zat diuretik, yaitu zat yang dapat menyebabkan dehidrasi pada
tubuh sehingga dapat mencetuskan nyeri kepala migrain dengan kontribusi 37,8%
( Dewanto, 2009).
8. Merokok
Merokok berkontribusi sebagai pencetus migrain sebesar 35,7%. Pengaruh
merokok bukan hanya terhadap orang yang merokok tetapi juga terhadap perokok
pasif disekitarnya. Kandungan nikotin akan menyebabkan pembuluh darah
menyempit dan aliran darah ke otak berkurang ( Dewanto, 2009 ).

 FASE KLINIS MIGRAIN


1. Fase Predromal
Fase ini disebut juga fase pendahuluan, dimana gejala dapat timbul beberapa jam
sampai beberapa hari sebelum serangan migrain. Gejala dapat terdiri dari gejala
mental, neurologik, atau gejala umum. Gejala mental dapat berupa depresi,
euforia, iritabilitas, gelisah, bisa menjadi lamban maupun hiperaktif, rasa lelah
dan mengantuk ( Yusuf, 2009)
2. Fase Aura
Aura merupakan gejala neurologik fokal yang mendahului serangan migrain,
yang umumnya timbul selama 5 sampai 20 menit dan jarang yang melebihi 60
menit. Gejala aura dapat berupa gejala visual, sensorik, maupun motorik, dan
terkadang melibatkan fungsi batang otak dan fungsi berbahasa, namun gejala
aura juga belum pasti diikuti oleh serangan migraine ( Yusuf, 2009 ).
3. Fase Nyeri Kepala
Nyeri kepala migrain dapat terjadi setiap saat, namun paling sering timbul di
pagi hari. Nyeri timbul secara perlahan-lahan dan setelah mencapai puncaknya
akan berangsung-angsur menghilang. Fase ini umumnya berlangsung antara 4
sampai 72 jam pada orang dewasa dan 2 sampai 48 jam pada anak-anak. Nyeri
dirasakan pada kedua sisi (bilateral) pada 40% kasus, pada 60% kasus nyeri
dirasakan hanya di satu sisi (unilateral), dan pada 20% kasus nyeri selalu
dirasakan di bagian yang sama ( Yusuf, 2009 ).
4. Fase Postdromal
Fase ini merupakan fase yang berlangsung setelah nyeri kepala mereda.
Penderita migrain biasanya akan merasa lelah, iritabel, gelisah dan sulit
berkonsentrasi, serta dapat disertai dengan pegalpegal pada otot, anoreksia, atau
justru terjadi peningkatan nafsu makan ( Yusuf, 2009 ).

 Patofisiologi

Etiologi dan Faktor resiko

Perubahan Neurokimiawi
(dopamine&serotonin)

Hilangnya Pengendalian neural sentral


Terganggunya keseimbangan vascular pembuluh darah di kranial

Vasodilatasi Pembuluh darah

Aferen Trigeminus Plasma Ruang Perivaskular

Pembebasan Neuropeptida

Nyeri Kepala
 KLASIFIKASI

( IHS 3, 2013 ).
 PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Migrain Without Aura ( Common Migrain )

(IHS, 2013).

2. Migrain With Aura ( Classic Migrain ).

(IHS, 2013).
 PEMERIKSAAN PENUNJANG

( PERDOSSI, 2016 ).

 TATALAKSANA
1. Non-Medikamentosa
- latihan relaksasi otot
- Tidur siang / beristirahat diruang gelap
 Medikamentosa
 Terapi Abortif Migrain ( PERDOSSI,2015 )

 Terapi Profilaksi Migrain


( PERDOSSI, 2015 )

 KOMPLIKASI
1. Status migranosus
2. Persistent aura without infraction ( PERMENKES, 2014 ).

5. Definisi, etiologi,patofisiologi, faktor pencetus,pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang, dan tatalaksana dari tensieon type headache

 Definisi
Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/
squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh
aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan/ atau
muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia (Kaniecki,2012).

 Etiologi
1) Secara psikis, nyeri kepala ini dapat timbul akibat reaksi tubuh terhadap stress,
kecemasan, depresi maupun konflik emosional
2) Secara fisik, posisi kepala yang menetap yang mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala
dan leher dalam jangka waktu lama, tidur yang kurang, kesalahan dalam posisi tidur dan
kelelahan (Magazi,2015).

 Faktor Risiko
1) Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poorself-related health)
2) Tidak mampu relaks setelah bekerja
3) Gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam
4) Usia muda
5) Kelaparan, dehidrasi

6) Pekerjaan/beban yang terlalu berat (overexertion)

7) Perubahan pola tidur, caffeine withdrawal

8) Fluktuasi hormonal wanita

9) Stres dan konflik emosional


(Grosberg et al, 2013).

 Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH adalah
bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga populasi.
Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya
(Ravishankar et al, 2011).
TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30 tahun, namun puncak
prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar 40% penderita TTH memiliki riwayat
keluarga dengan TTH, 25% penderita TTH juga menderita migren. Prevalensi seumur
hidup pada perempuan mencapai 88%, sedangkan pada laki-laki hanya 69%. Rasio
perempuan: laki-laki adalah 5:4. Onset usia penderita TTH adalah dekade ke dua atau ke
tiga kehidupan, antara 25 hingga 30 tahun. Meskipun jarang, TTH dapat dialami setelah
berusia 50-65 tahun (Ravishankar et al, 2011).
 Klasifikasi
TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi (IHS, 2014) :
1) TTH episodik yang jarang (infrequent episodic): 1 serangan per bulan atau kurang dari
12 sakit kepala per tahun.

2) TTH episodik yang sering (frequent episodic): 1-14 serangan per bulan atau antara 12 -
180 hari per tahun.

3) TTH menahun (chronic): lebih dari 15 serangan atau sekurangnya 180 hari pertahun.

 Manifestasi Klinis
1) Nyeri kepala ini dapat berlangsung selama 30 menit sampai tujuh hari

2) Rasa nyeri yang menekan, menjepit, atau mengikat dengan intensitas ringan sampai
sedang dan lokasi nyeri yang bilateral

3) Nyeri hebat di daerah kulit kepala, oksipital, terjadi secara spontan, gangguan
konsentrasi, dan kadang-kadang disertai vertigo

4) Nyeri dimulai dari belakang kepala dan leher atas seperti mendesak atau tertekan

5) Rasa nyeri ini biasanya di ikuti dengan gejala depresi, ansietas, tidak diikuti mual dan
muntah, sensitive terhadap cahaya dan suara ( Magazi, 2015)

 Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen:
a) Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1hr/bln (<12hr/thn), dan
memenuhi kriteria B-D.
b) Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitasnya ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia.
Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.
( PERDOSSI, 2016 )
Disebut sebagai nyeri kepala TTH Episodik frekuen bila terjadi sedikitnya 10
episode yang timbul selama 1–14 hari/bulan selama paling tidak 3 bulan (12–180
hari/tahun) atau TTH kronik bila nyeri kepala timbul > 15 hari per bulan, berlangsung > 3
bulan (≥180 hari/tahun). Dapat disertai/tidak adanya nyeri tekan perikranial (pericranial
tenderness) yaitu nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal, temporal, masseter,
pteryangoid, sternokleidomastoid, splenius dan trapezius) pada waktu palpasi manual,
yaitu dengan menekan secara keras dengan gerakan kecil memutar oleh jari-jari tangan
kedua dan ketiga pemeriksa. Hal ini merupakan tanda yang paling signifikan pada pasien
TTH
(PERDOSSI, 2016 ).

 Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium: darah rutin, elektrolit, kadar gula darah,dll (atas indikasi untuk
menyingkirkan penyebab sekunder)
- Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
( PERDOSSI, 2016 )

 Tatalaksana

- Terapi Farmakologi
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu dengan:
Analgetik:
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam mefenamat,
ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein. (Bendtsen L,2010)

Sedangkan pada tipe kronis, adalah dengan:


1. Antidepresan
Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai pencegahan
tension-type headache.
2. Antiansietas
Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan obat ini bersifat
adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat memperburuk nyeri kepalanya. (
PERDOSSI, 2016 )
- Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis pada tension-type headache pilihannya adalah:
1. Kontrol diet
2. Terapi fisik
3. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
4. Behaviour treatment
( PERDOSSI, 2016 )
- Pengobatan Fisik
1. Latihan postur dan posisi.
2. Massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin.
3. Akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation).
( PERDOSSI, 2016 )
- Edukasi
a. Keluarga ikut meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam
rongga kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor
otak atau penyakit intrakranial lainnya.
b. Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi pasien, serta menilai
adanya kecemasan atau depresi pada pasien.
( PERDOSSI, 2016 )
 Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
( PERDOSSI, 2016 )
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Hossein Rezaei Dolat Abadi(2012). Analyze the impact of financial variables on the
market risk of Theran Stock Exchange Companies – Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research in Business Vol.3 No.10 February 2012

Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C. 2011. Executive summary:
The management of community-acquired pneumonia in infants and children older than 3
months of age: Clinical practice guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society
and the Infectious Diseases Society of America. Clin Inf Dis. 53(7):617-630.

Bonica, J.J., Loeser, J.D., 2001. History of PainConcepts and Therapies, In: Loeser J.D., etal (eds)

Dorland, W. N., 2015. Kamus Kedokteran Dorland. 28 ed. Jakarta: EGC

Dewanto, George.2009. Panduan Praktis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC

Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri kepala, Konsensus Nasional V Pokdi Nyeri Kepala Perdossi,
2016.

International Headache Society. 2013. The International Classification of Headache Disorders,


3rd edition. Cephalalgia: 33(9) 629–808

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik
Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2014.

Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit, Edisi
6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari, p., Mahanani, D.
A.,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Riyadina, W., & Turana, Y. (2014, Oktober). Faktor Risiko dan Komorbiditas Migrain. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 17.

Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia, KNI PP Perdossi,2015

Sobbota. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. EEG Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.
Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition. United States
of America: John Wiley & Sons, Inc.

Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Rrmaja
Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai