SKENARIO 1
BLOK NEUROLOGI
Disusun oleh:
4. Defisit Neurologis
Defisit neurologis adalah kelainan fungsional area tubuh karena penurunan fungsi otak,
medulla spinalis, saraf perifer dan otot. Tanda–tanda defisit neurologis merupakan proses
terjadinya suatu penyakit seperti tumor otak, infark, meningitis maupun ensefalitis.
(Bradley, 2011)
STEP 2
RUMUSAN MASALAH
Mekanik
Faktor mekanik merupakan penyebab paling umum, yang menyebabkan terhambatnya
aliran darah ke jaringan
Thermal
Perubahan suhu yang drastis menyebabkan vasokonstriksi atau vasodilatasi dari
pembuluh darah di otak. akibatnya, kepala akan terasa nyeri
Kimia
Adanya bradikinin, serotonin, histamin, dan enzim proteolitik menyebabkan
meningkatnya dari kerja sensitivitas free nerve ending yang menyebabkan nyeri pada
kepala.
Psikologi (Price,2012)
a. Pengertian nyeri
Nyeri menurut IASP (Internastional Assosiation for the Study of Pain) adalah pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan atau yang
cenderung merusak jaringan, atau seperti yang dimaksud dengan kata kerusakan
jaringan. (Price,2012)
b. Nyeri Berdasarkan Waktu
i. Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang kompleks
berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan dengan
trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau organ
visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera jaringan.
Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik.
Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia,
mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor
perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif
biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid. Nyeri
neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf
perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan
perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang
mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap
analgesic opioid. (Price,2012)
1. laboratoriun
2. radiologi
3. angiografi
VAS (Visual Analogue Scale) telah digunakan sangat luas dalam beberapa dasawarsa
belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri dengan hasil yang handal, valid dan
konsisten.VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri
dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–100 mm dengan
rentangan makna:
(Bradley,2011).
Dalam kasus didapatkan bahwa hasil pemeriksaan VAS pasien adalah 8, hal ini
menunjukkan bahwa rasa nyeri yang dirasakan pasien termasuk kedalam nyeri berat.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan deficit neurologis. Deficit neurologis adalah
kelainan fungsional area tubuh karena penurunan fungsi otak, medulla spinalis, saraf
perifer dan otot. Tanda-tanda deficit neurologis merupakan proses terjadinya suatu
penyakit seperti tumor otak, infark, meningitis, maupun ensefalitis (Bradley,2011).
STEP 4
ANALISIS MASALAH
Perempuan 30 tahun
Nyeri kepala
unilateral
Pemeriksaan Pemeriksaan
Anamnesis
Fisik Penunjang
RPS:
- Yidak ada deficit
- Nyeri kepala
RPD: neurlogi
- Melihat bintik-bintik
- Sering merasakan nyeri - VAS 8
hitam disertai kilatan
kepala seperti terikat di
cahaya 30 menit
seluruh bagian kepala,
- Diikuti nyeri kepala di dapat sembuh sendiri
sebelah kanan
- Baru pernah merasakan
- Terasa berdenyut nyeri kepala dengan tipe
seperti ini
STEP 5
LEARNING OBJECTIVE
REPORTING
ANATOMI:
Sistem Saraf Pusat:
A. Otak
Terbagi atas struktur struktur utama sebagai berikut:
1. Cerebrum
Struktur :
a. Hemisphere dextra dan sinistra
b. Fissura longitudinal cerebri
c. Corpus callosum
d. Gyrus
Lobus frontalis : gyrus presentralis, gyrus frontalis superior, media, inferior, dan
orbitalis.
Lobus parietalis: gyrus postsentralis, gyrus marginalis, gyrus angularis.
e. Sulcus : sulcus centralis, occipitalis dan lateralis.
Lobus : frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis
2. Cerebellum (otak kecil)
4. Truncus encephala, terdiri atas 3 bagian: mesencephalon, pons, dan medula oblongata.
5. Cranial Meninges, terdiri dari: duramater, arachnoidea mater, dan piamater.
(Sobotta, 2018)
Sistem ventrikel :
Otak memiliki struktur yang disebut sebagai ventrikel yaang diisi oleh cairan serebrospinal
(LCS) yang dihasilkan oleh plexus choroidalis. Liquor cerebrospinalis bersirkulasi dari dalam
ventrikel menuju spatium subarachnoideum.
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. SSP dibungkus oleh selaput
meningen yang berfungsi untuk melindungi otak dan medula spinalis dari benturan atau
trauma. Meningen terdiri atas tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid dan piamater.
Cerebrum berfungsi untuk untuk pengaturan semua aktivitas mental yaitu berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak
besar terletak di bagian depan otak.
Cerebrum terdiri atas:
Bagian belakang (oksipital) →pusat penglihatan.
Bagian samping (temporal) →pusat pendengaran.
Bagian tengah (parietal) →pusat pengatur kulit dan otot terhadap panas, dingin, sentuhan,
tekanan.
Cerebellum Berfungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan gerakan-
gerakan otot tubuh serta menyeimbangkan tubuh.
Mesencephalon Terletak di depan cerebellum dan jembatan varol (menghubungkan
cerebellum bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan cerebrum dan medula spinalis)
Diencephalon terdiri dari thalamus yang merupakan pusat pengatur sensoris dan
hipothalamus yang merupakan Pusat pengatur suhu, Mengatur selera makan,
Keseimbangan cairan tubuh serta mengatur refleks mata.
Medulla oblongata merupakan Pusat pengatur gerak refleks fisiologis (denyut
jantung, pernafasan, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah, bersin, batuk)
(Tortora,2012)
Migrain adalah nyeri kepala berulang dengan serangan berlangsung selama 4 sampai
72 jam, dengan karakteristik berlokasi unilateral, nyeri berdenyut (pulsating), intensitas
sedang atau berat, diperberat oleh aktivitas fisik rutin, dan berhubungan dengan mual
dan/atau fotofobia serta fonofobia ( Riyadina dan Turana, 2014 ).
EPIDEMIOLOGI
Nyeri kepala migrain diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan
daripada laki-laki, Migrain paling sering terjadi pada perempuan berusia kurang dari 40
tahun, walaupun dapat juga dijumpai pada menopause akibat perubahan produksi hormone.
sedangkan perbandingan antara migrain tanpa aura dengan migrain dengan aura adalah 5:1.
( Abadi,2012 ).
ETIOLOGI
1. Teori Vaskular
terjadi vasokontsriksi arteri intrakranial tertentu kemudian disusul oleh
vasodilatasi terutama dari cabang arteri karotis eksterna. Vasodilatasi akan
meregangkan ujung-ujung saraf dinding pembuluh darah sehingga menimbulka n
nyeri, selain itu juga terjadi pelepasan polipeptida yang akan merendahkan
ambang nyeri pada ujung saraf (Machfoed, 2004 dalam Yusuf, 2009).
2. Teori Sistem Trigemino-vaskular ( Neurovaskular ).
migrain dapat berasal dari pelebaran pembuluh darah di otak dan duramater yang
dipersarafi oleh nervus trigeminus sebagai bagian dari sistem trigemino-vaskular.
( Yusuf, 2009).
3. Teori Aktivasi Perifer Nervus Trigeminus ( Teori Sistem Saraf Simpatis ).
FAKTOR PEMICU
1. Perubahan Hormon
Perubahan hormon memiliki kontribusi sebesar 65,1% sebagai pencetus migrain.
Estrogen dan progesteron merupakan hormon utama yang berkaitan dengan
serangan migrain, baik saat menstruasi maupun tidak terjadi menstruasi.
Penurunan konsentrasi estrogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi
merupakan saat terjadinya serangan migraine ( Dewanto, 2009 ).
2. Makanan
Makanan berkontribusi sebagai pencetus migrain sebanyak 26,9%. Makanan yang
sering menyebabkan nyeri kepala pada beberapa orang adalah makanan yang
bersifat vasodilator (mengandung histamin), seperti anggur merah dan natrium
nitrat, juga makanan yang bersifat vasokonstriktor (mengandung tiramin), seperti
keju, cokelat, dan kafein. Beberapa zat tambahan dalam makanan juga dapat
memicu migrain, seperti natrium nitrit, monosodium glutamat (MSG), dan
aspartame ( Dewanto, 2009 ).
3. Stress
Stres berkontribusi sebanyak 79,7% sebagai pencetus migrain. Terlalu letih,
sibuk, kurang tidur, emosi berlebih, atau ketegangan dapat memicu kelenjar
adrenal untuk melepaskan hormon noradrenalin, tetapi beberapa kasus migrain
dapat muncul setelah ketegangan reda atau masa stres sudah lewat ( Dewanto,
2009 ).
4. Rangsangan Sensorik
Beberapa rangsangan sensorik diketahui dapat memicu terjadinya migrain, seperti
sinar yang terang dan menyilaukan (38,1%), serta bau yang menyengat (43,7%) (
Dewanto, 2009 ).
5. Aktivitas Fisik
Pemicu migrain yang berkaitan dengan aktivitas fisik diantaranya aktivitas fisik
yang berlebih termasuk aktivitas seksual (27,3%), perubahan pola tidur, seperti
terlalu banyak tidur atau kurang tidur (32%), dan gangguan saat tidur (49,8%) (
Dewanto, 2009 ).
6. Perubahan Lingkungan
Perubahan cuaca, iklim, tingkat barometer, perbedaan zona waktu dan perbedaan
ketinggian diketahui diketahui berkontribusi sebagai pencetus migrain sebesar
53,2% ( Dewanto, 2009 ).
7. Alkohol
Alkohol termasuk zat diuretik, yaitu zat yang dapat menyebabkan dehidrasi pada
tubuh sehingga dapat mencetuskan nyeri kepala migrain dengan kontribusi 37,8%
( Dewanto, 2009).
8. Merokok
Merokok berkontribusi sebagai pencetus migrain sebesar 35,7%. Pengaruh
merokok bukan hanya terhadap orang yang merokok tetapi juga terhadap perokok
pasif disekitarnya. Kandungan nikotin akan menyebabkan pembuluh darah
menyempit dan aliran darah ke otak berkurang ( Dewanto, 2009 ).
Patofisiologi
Perubahan Neurokimiawi
(dopamine&serotonin)
Pembebasan Neuropeptida
Nyeri Kepala
KLASIFIKASI
( IHS 3, 2013 ).
PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Migrain Without Aura ( Common Migrain )
(IHS, 2013).
(IHS, 2013).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
( PERDOSSI, 2016 ).
TATALAKSANA
1. Non-Medikamentosa
- latihan relaksasi otot
- Tidur siang / beristirahat diruang gelap
Medikamentosa
Terapi Abortif Migrain ( PERDOSSI,2015 )
KOMPLIKASI
1. Status migranosus
2. Persistent aura without infraction ( PERMENKES, 2014 ).
Definisi
Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/
squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh
aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan/ atau
muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia (Kaniecki,2012).
Etiologi
1) Secara psikis, nyeri kepala ini dapat timbul akibat reaksi tubuh terhadap stress,
kecemasan, depresi maupun konflik emosional
2) Secara fisik, posisi kepala yang menetap yang mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala
dan leher dalam jangka waktu lama, tidur yang kurang, kesalahan dalam posisi tidur dan
kelelahan (Magazi,2015).
Faktor Risiko
1) Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poorself-related health)
2) Tidak mampu relaks setelah bekerja
3) Gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam
4) Usia muda
5) Kelaparan, dehidrasi
Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH adalah
bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga populasi.
Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya
(Ravishankar et al, 2011).
TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30 tahun, namun puncak
prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar 40% penderita TTH memiliki riwayat
keluarga dengan TTH, 25% penderita TTH juga menderita migren. Prevalensi seumur
hidup pada perempuan mencapai 88%, sedangkan pada laki-laki hanya 69%. Rasio
perempuan: laki-laki adalah 5:4. Onset usia penderita TTH adalah dekade ke dua atau ke
tiga kehidupan, antara 25 hingga 30 tahun. Meskipun jarang, TTH dapat dialami setelah
berusia 50-65 tahun (Ravishankar et al, 2011).
Klasifikasi
TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi (IHS, 2014) :
1) TTH episodik yang jarang (infrequent episodic): 1 serangan per bulan atau kurang dari
12 sakit kepala per tahun.
2) TTH episodik yang sering (frequent episodic): 1-14 serangan per bulan atau antara 12 -
180 hari per tahun.
3) TTH menahun (chronic): lebih dari 15 serangan atau sekurangnya 180 hari pertahun.
Manifestasi Klinis
1) Nyeri kepala ini dapat berlangsung selama 30 menit sampai tujuh hari
2) Rasa nyeri yang menekan, menjepit, atau mengikat dengan intensitas ringan sampai
sedang dan lokasi nyeri yang bilateral
3) Nyeri hebat di daerah kulit kepala, oksipital, terjadi secara spontan, gangguan
konsentrasi, dan kadang-kadang disertai vertigo
4) Nyeri dimulai dari belakang kepala dan leher atas seperti mendesak atau tertekan
5) Rasa nyeri ini biasanya di ikuti dengan gejala depresi, ansietas, tidak diikuti mual dan
muntah, sensitive terhadap cahaya dan suara ( Magazi, 2015)
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen:
a) Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1hr/bln (<12hr/thn), dan
memenuhi kriteria B-D.
b) Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitasnya ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia.
Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.
( PERDOSSI, 2016 )
Disebut sebagai nyeri kepala TTH Episodik frekuen bila terjadi sedikitnya 10
episode yang timbul selama 1–14 hari/bulan selama paling tidak 3 bulan (12–180
hari/tahun) atau TTH kronik bila nyeri kepala timbul > 15 hari per bulan, berlangsung > 3
bulan (≥180 hari/tahun). Dapat disertai/tidak adanya nyeri tekan perikranial (pericranial
tenderness) yaitu nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal, temporal, masseter,
pteryangoid, sternokleidomastoid, splenius dan trapezius) pada waktu palpasi manual,
yaitu dengan menekan secara keras dengan gerakan kecil memutar oleh jari-jari tangan
kedua dan ketiga pemeriksa. Hal ini merupakan tanda yang paling signifikan pada pasien
TTH
(PERDOSSI, 2016 ).
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium: darah rutin, elektrolit, kadar gula darah,dll (atas indikasi untuk
menyingkirkan penyebab sekunder)
- Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
( PERDOSSI, 2016 )
Tatalaksana
- Terapi Farmakologi
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu dengan:
Analgetik:
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam mefenamat,
ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein. (Bendtsen L,2010)
Abadi, Hossein Rezaei Dolat Abadi(2012). Analyze the impact of financial variables on the
market risk of Theran Stock Exchange Companies – Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research in Business Vol.3 No.10 February 2012
Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C. 2011. Executive summary:
The management of community-acquired pneumonia in infants and children older than 3
months of age: Clinical practice guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society
and the Infectious Diseases Society of America. Clin Inf Dis. 53(7):617-630.
Bonica, J.J., Loeser, J.D., 2001. History of PainConcepts and Therapies, In: Loeser J.D., etal (eds)
Dewanto, George.2009. Panduan Praktis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC
Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri kepala, Konsensus Nasional V Pokdi Nyeri Kepala Perdossi,
2016.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik
Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2014.
Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit, Edisi
6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari, p., Mahanani, D.
A.,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Riyadina, W., & Turana, Y. (2014, Oktober). Faktor Risiko dan Komorbiditas Migrain. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 17.
Sobbota. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. EEG Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.
Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition. United States
of America: John Wiley & Sons, Inc.
Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Rrmaja
Rosdakarya