Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN SGD 1 BLOK 9 LBM 1 OROFACIAL PAIN DISUSUN OLEH : 1. Edi Subagyo ( 112090069 ) 2. Y. Aditya Yoga P ( 112090101 ) 3.

Jesicha Ayu Surya N ( 112100140 ) 4. Afaf ( 112110174 ) 5. Alifatul Rahmafitri ( 112110176 ) 6. Annisa Ghina Imaniar ( 112110180 ) 7. Bayyin Bunayya Cholid ( 112110183 ) 8. Claudia Nur Rizki J ( 112110186 ) 9. Desy Rahmawati N ( 112110189 ) 10. Eddo Supriyanto ( 112110193 ) 11. Gilang Satriya Wardana ( 112110197 ) 12. Handi Lukman ( 112110199 ) FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2011/2012 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirabbilalamin, kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan SGD 1 BLOK 9 LBM 1 mengenai Orofacial Pain. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas SGD yang telah dilaksanakan. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaan laporan, Alhamdulillah kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami dalam mengerjakan laporan ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah bersusah payah membantu membuat laporan ini baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, kami akan menerima kritik dan saran dengan terbuka dari para pembaca. Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para pembaca dari hasil laporan ini. Karena itu, kami berharap semoga laporan ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua. Pada bagian akhir, kami akan mengulas mengenai pendapat-pendapat dari para ahli. Oleh karena itu, kami berharap hal ini dapat berguna bagi kita. Semoga laporan ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi. Amin. Jazakumullahi khoiro jaza Semarang, 21 September 2012 Penyusun PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diketahui bahwa banyaknya mahasiswa yang belum memahami benar mengenai Orofacial Pain dan kesulitan dalam mencari sumber belajar yang tepat dan dapat dipercaya. Dalam kenyataannya menunjukkan bahwa tidak banyak mahasiswa yang mau bersusah payah untuk mencari jawaban ataupun sumber-sumber belajar secara terperinci dan jelas. Oleh karena itu perlu diupayakan suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami dan mendapatkan sumber belajar mengenai Orofacial Pain yang baik agar dapat menyelesaikan soal pembelajaran. Upaya meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menemukan sumber belajar merupakan suatu upaya yang paling logis dan realistis. Dosen ataupun Tutor sebagai salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan keberhasilan pendidikan di Universitas, khususnya dalam peningkatan aktivitas dan hasil belajar, harus berperan aktif serta dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Dosen perlu juga memperhatikan penggunaan media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi sehingga akan sangat membantu mahasiswa dalam menyelesaikan masalah dan memahami materi atau konsep Orofacial Pain yang diberikan oleh dosen.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari nyeri ? 2. Apa saja klasifikasi nyeri ? 3. Apa mekanisme terjadinya nyeri ? 4. Apa saja obat yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri ? C. Tujuan 1. Mampu mengetahui dan memahami tentang nyeri. 2. Mampu mengetahui dan memahami tentang mekanisme terjadinya nyeri. 3. Mengetahui apa saja obat anti nyeri. Penjabaran Pembelajaran Lbm 1 Judul : aduh, nyerinya sampai ke pelipis kepala ... Skenario : NYERI UNUNDERSTANDING WORDS 1.NYERI : * Suatu perasasan tidak nyaman yang diakibatkan dari stimulasi yang diterima dari saraf tertentu. * Substansi subyektif yangg menggambarkan kerusakan jaringan, perasaan sensasional atau emosional akibat jaringan rusak * Menunjukkan respon fisiologis seperti kesetrum 2. NYERI OROFACIAL : * Nyeri pada bagian mulut dan wajah * Nyeri yang berhubungan dengan jaringan keras atau lunak yang berada di leher dan kepala

3 . OBAT ANTI NYERI : * Merupakan obat analgesik yang berpengaruh pada proses modulasi nosiseptif * Suatu bahan yang dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri LEARNING ISSUES 1. KLASIFIKASI NYERI Klasifikasi nyeri menurut Smith (2009): 1. Nosiseptif Rasa nyeri yang ditimbulkan karena adanya rangsang dari luar. Besar rasa nyeri sebanding dengan besar kerusakan yang dialami dan rasa nyeri jenis ini bersifat protektif. Contohnya terbakar, patah tulang, nyeri somatik atau viseral. 2. Neuropatik Rasa nyeri yang ditimbulkan karena adanya jejas pada sistem syaraf. Besar rasa nyeri tidak sebanding dengan besar kerusakan yang terjadi dan rasa nyeri jenis ini tidak memiliki fungsi protektif. Rasa nyeri jenis ini akan tetap ada walaupun rangsang nosiseptif telah dihilangkan. Contohnya neuroma, trauma pada akson. 3. Mixed pain Rasa nyeri yang ditimbulkan oleh rangsang nosiseptif bersamaan dengan adanya jejas pada sistem syaraf. Contohnya rasa sakit pada kaki dan punggung setelah operasi saraf pada bagian lumbal, atau pasien dengan sindrom rasa nyeri regional (misalnya pada sistem saraf pusat atau distrofi gerak refleks) dapat menyebabkan komplikasi rasa nyeri yang bersifat nosiseptif, misalnya ankilosis sendi dan nyeri myofacial. 4. Idiopatik Rasa nyeri yang tidak dapat diidentifikasi lesi penyebabnya, dan besarnya tidak sebanding dengan kerusakan yang dialami. Klasifikasi Nyeri 1. Menurut Tempat a. Periferal Pain * Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)

* Deep Pain (Nyeri Dalam) * Reffered Pain (Nyeri Alihan) yaitu nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya. b. Central Pain Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak, dll. c. Psychogenic Pain Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis. d. Phantom Pain Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat. e. Radiating Pain Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar. 2. Menurut Sifat a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya menetap 10 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali. d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan. 3. Menurut Berat Ringannya a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

4. Menurut Waktu Serangan Pada tahun 1986, The National Institutes of Health Concencus Conference of Pain mengkategorikan 3 (tiga) tipe dari nyeri yaitu akut, kronik malignan dan kronik nonmalignan. Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau pembedahan. Nyeri kronik nonmalignan diasosiasikan dengan cedera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif disebut Chronic Malignant Pain. Meskipun demikian, biasanya terdapat dua tipe nyeri dalam prakteknya yaitu akut dan kronis. a. Nyeri Akut Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala-gejala antara lain: respirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat. b. Nyeri Kronis Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan. (Anonim, 2007) 2. MEKANISME NYERI Serat saraf C dan A-delta aferen yang menyalurkan stimuli masuk kemedula spinalis diakar saraf dorsal. Serta-serat ini memisah sewaktu masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis medula spinalis. Daerah ini menerima, menyalurkan dan memproses impuls sensorik. Kornu dorsalis medula spinalis dibagi menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut lamina. Dua dari lapisan ini (yakni lamina II dan III) yang disebut substansi gelatinosa sangat penting dalam transmisi dan modulasi nyeri. Dari kornu dorsalis, impuls nyeri dikirim keneuron neuron yang menyalurkan informasi kesisi berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian menyatu ditraktus spinotalamikus anterolateralis, yang naik ketalamus dan struktur otak lainnya. Dengan demikian, transmisi impuls nyeri dimedula spinalis bersifat kontaletaral terhadap sisi tubuh tempat impuls tersebut berasal. Seperti adanya dua tipe nyeri yang disalurkan oleh nosiseptor, juga tredapat dua jalur spinotalamikus sejajar yang menyalurkan impuls-impuls ini keotak tarktus neospinotalamikus dan traktus paleospinotalamikus. Traktus neospinotalamikus adalah suatu sistem langsung yang membawa informassi diskriminatif sensorik nyeri cepat dan akut dari nosiseptor A-delta kedaerah talamus. Sistem ini akan berakhir di dalam nukleus posterolateral

ventaralis hipotalamus. Sebuah neuron ditalamus kemudian memproyeksikan akson-aksonnya melalui bagian posterior kapsula interna untuk membawa impuls nyeri kekorteks somatosensorik primer girus pasca sentralis. Pola tersusun ini penting bagi apek sensorik dikriminatif nyeri akut yang dirasakan yaitu lokasi, sifat dan intensitas nyeri. Traktus paleospinotalamikus yang menyalurkan impuls yang dimulai dari nosiseptor tipe C lambat kronik, adalah suatu jalur multi sinaps difus yang membawa impuls keformasio rettikularis batang otak sebelum berakhir dinukleus parafasikularis dan nukleus intra laminar lain ditalamus, hipotalamus, nukleus sistem limbik dan korteks otak depan. Karena impuls ini bersifat lebih lambat maka nyeri yang ditimbulkan berkaitan dengan rasa panas, pegal dan nyeri yang lokalisasinya samar. Sistem ini mempengaruhi ekspresi nyeri dalam hal toleransi, perilaku, dan respon autonom simpatis. Sistem ini sangat berperan pada nyeri kronik, dan memperentarai respon otonom terkait, perilaku emosional dan penurunan ambang yang sering terjadi. Dengan demikian disebut juga sebagai suatu sistem nosiseptor motivasional dan mempengaruhi. Ada empat proses yang jelas yang terjadi pada suatu nosiseptif, yakni ; 1. Proses Transduksi (Transduction) merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) di rubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). 2. Proses Transmisi (Transmison) dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri. 3. Proses Modulasi (Modulation) adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan imput nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Jadi merupakan proses acendern yang di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat diiabaratkan sebagai pintu yang dapat tertetutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem

analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif orang per orang. 4. Persepsi (perception) adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. Gb. Mekanisme Nyeri 3. PENYEBAB NYERI A. Trauma a) Mekanik Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain. b) Thermis Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air. c) Khemis Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat d) Elektrik Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar. B. Neoplasma a) Jinak b) Ganas C. Peradangan Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya abses, gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah, trauma psikologis.

4. PERSARAFAN OROFACIAL Terdiri atas : * N. Trigeminus ( N. V ) * N. Fascialis ( N. VII ) * N. Vagus ( N. X ) * N. Glossopharyngeus ( N. IX ) * N. Hypoglosus ( N. XII ) A. N. Trigeminus ( N. V ) * Merupakan saraf otak yang paling besar * Mengandung serabut sensorik dan motorik * Merupakan berkas saraf sensorik di kepala yang peka nyeri * Serabut motorik untuk otot otot pengunyah dan otot otot yang menarik atau mendorong Os Mandibula. Saraf ini mempunyai ganglion N. Trigeminus disebut Ganglion Semilunaris Gasseri (Ganglion Trigeminale) terletak di dalam kantong duramater yang disebut kantong trigeminus (Meckel). Serabut motorik N. V mensarafi : * Otot otot pengunyah ( m. Masseter, m. Temporalis, m. Pterigoideus internus dan externus). * M. Tensor Tympani * M. Tensor veli palatini * M. Mylohyoid * M. Digastricus ( venter anterior ) Cabang cabang N. V : a) N. Opthalmicus (N. V / 1)

Dicabangkan dari bagian anteromedial ganglion semilunaris. Merupakan cabang paling kecil dari ketiga cabang N. V. Berjalan di dalam dinding lateral sinus cavernosus. Berada ventral terhadap N. III dan N. IV. Keluar dari dinding sinus cavernosus dan tiba di fissura orbitalis superior. Serabut sensorik N. Ophthalmicus mensarafi daerah dahi, mata, hidung, pelipis, meningen, sinus paranasalis, dan bagian mucosa nasal. Cabang N. Ophthalmicus : * N. Frontalis Di dalam rongga orbita berjalan diatas m. Levator palpebra superior, dipertengahan antara apex dan basis orbita saraf ini memberikan 2 cabang : * N. Supratrochlearis Menghantarkan impuls somatosensoris dari kulit dan conjunctiva kelopak mata atas dan kulit dahi sekitar ujung medial alis. * N. Supraorbitalis Kawasan somatosensoriknya adalah kulit dahi dan kepala sampai sutura lambdoidea dan juga kulit conjunctiva kelopak mata atas. * N. Lacrimalis Berjalan diatas m. Rectus lateral. Kawasan somatosensoriknya terbatas pada conjunctiva dan bagian lateral kelopak mata. Mensarafi glandula lacrimalis. * N. Nasociliaris Berjalan di bawah m. Rectus superior dan m. Obliquus superior. Menyilang N. Opticus untuk menuju dinding medial rongga orbita, kemudian bercabang : * N. Ethmoidalis * N. Ciliaris longus * N. Infratrochlearis * N. Ethmoidalis superior b) N. Maxillaris ( N. V / 2 ) Keluar dari rongga intracranial melalui foramen rotundum dan tiba di bagian dorsal fossa pterigopalatina dan di permukaan posterior os. Maxilla.

Serabut sensorik n. Maxillaris mensarafi rahang atas, gigi, bibir, pipi, palatum durum, sinus maxillaris, dan mucosa nasal. Cabang cabang N. Maxillaris : a. N. Infra orbitalis * N. Meningeus medius * N. Sphenopalatini b. N. Zygomaticus * N. Zygomaticotemporal * N. Zygomaticofacial Sebelum meninggalkan fossa pterigopalatina, N. Maxillaris memberikan cabang : 1. N. Alveolaris superior posterior Mensarafi molar beserta gingiva dan mucosa cavum oris sekitar molar rahang atas. 2. Ramus alveolaris medius Mensarafi premolar beserta gingiva dan mucosa cavum oris disekitarnya. 3. Rami alveolaris superiores anterior Mensarafi gigi geligi anterior rahang atas. c) N. Mandibularis ( N. V / 3 ) Merupakan cabang N. V paling besar. Selama masih berada di cavum intracranial yang masih belum bergabung dengan radix motoris (portio minor N. V) penggabungan tersebut terjadi di sebelah luar foramen ovale. Serabut sensorik N. Mandibularis mensarafi rahang bawah, gigi, labium, mucosa buccal, lingua, dan bagian telinga luar, meatus auditorius serta meningen. Cabang cabangnya : 1. N. Spinosus (cabang meningeal) 2. N. Auriculotemporalis 3. N. Lingualis

4. N. Alveolaris inferior ( N. Dentalis inferior ) 5. N. Buccalis 6. N. Pterigoideus lateral dan medial B. N. Fascialis ( N. VII ) Mengandung serabut motorik, sensorik, dan sekretomotor (parasimpatis efferens). Saraf ini keluar dari otak (antara pons dan medulla oblongata) menuju porus acusticus internus melalui meatus acusticus internus masuk area N. Facialis menuju canalis fascialis dan keluar melalui foramen stylomastoideus. Didalam canalis fascialis terdapat ganglion geniculatum yang merupakan kumpulan sel-sel saraf sensoris. Selama berjalan ke canalis fascialis memberikan cabang : a. N. Petrosus superficial mayor ke cavum cranii b. Chorda Tympani c. Rami stapedius -> pada cavum tympani Setelah keluar dari foramen styloideus memberikan cabang : d. N. Auricularis posterior e. Rami occipitalis ke m. Occipitalis f. Rami digastricus ke venter posterior m. Digastricus g. Rami styloid ke m. Styloideus Saat N. VII berjalan kedalam kelenjar parotis, memberikan cabang : h. Rami temporalis ke m. Frontalis dan otot otot sekitar orbita i. Rami zygomaticus ke m. Zygomaticus dan m. Orbicularis j. Rami buccalis ke otot sekitar hidung dan mulut diatas bibir atas k. Rami marginalis mandibula ke otot sekitar mulut dan dagu dibawah bibir bawah l. Rami colli ke platysma

Serabut motorik N. VII mensarafi m. Stapedius telinga tengah, otot otot superficial muka dan kulit kepala, platysma, venter posterior m. digastricus dan m. Stylohyoid. Serabut sensorik N. VII mensarafi 2/3 anterior lidah (sensasi pengecap), kelenjar parotis. Serabut otonom (parasimpatis) mensarafi kelenjar - kelenjar, membran mucosa pharyng, palatum, cavitas nasalis dan sinus sinus paranasal, gl. Sublingualis (melalui chorda tympani), gl. Submaxillaris (melalui chorda tympani). C. N. Glossopharyngeus ( N. IX ) Mengandung serabut motorik, sensorik, parasimpatis efferens dan parasimpatis afferens. Keluar dari cavum cranii melalui foramen jugulare dan berjalan ke caudal diantara arteri carotis interna dan vena jugularis interna kemudian berada didepan arteri carotis interna sampai berada diantara m. Stylopharingeus dan m. Styloglossus. Cabang cabangnya : * N. Tympanicus * Rami pharyngei * Rami stylopharyngeus * Rami tonsilaris * Rami lingualis Serabut sensoris N. IX mensarafi pharyng, palatum molle, pengecap 1/3 posterior lidah (afferens visceral khusus), faucies , tonsil, tuba auditiva, dan cavum tympani. Serabut motorik untuk mensarafi m. Stylopharyneus. Serabut otonom (parasimpatik) mensarafi kelenjar parotis. D. N. Vagus ( N. X ) Mengandung serabut motorik, sensorik, parasimpatis efferens, parasimpatis afferens. Saraf ini keluar dari cavum cranii menuju foramen jugulare. N. Vagus mempunyai ganglion jugulare dan ganglion nodosum. N. Vagus mempercabangkan :

1. Rami auricularis untuk meatus acusticus eksternus dan membran tympani 2. Rami meningeus untuk selaput otak (1 dan 2 mengandung serabut sensorik) Setelah melewati foramen jugulare, N. Vagus mempercabangkan : 3. Rami pharyngei ( mengandung serabut motorik ) membentuk plexus pharyngeus 4. Rami cardiacus superior berjalan ke caudal masuk cavum thorax dan mensarafi jantung ( mengandung serabut parasimpatis afferens dan efferens ) 5. N. Laryngeus superior ( mengandung serabut motorik dan parasimpatis efferens ) menuju otot laryng dan tunica mucosa larung. 6. Rami laryngeus recuren E. N. Hypoglosus ( N. XII ) Mengandung serabut motorik. Saraf ini keluar dari cavum cranii berjalan di sebelah ventral vena jugularis interna, di belakang N. Vagus ke caudal lalu berjalan di sebelah lateral N. Vagus, ke ventral di sebelah lateral a. carotis interna dan di medial m. Stylohyoid dan venter posterior m. Digastricus kemudian berada di sebelah lateral a. Carotis externa melengkung ke ventral di sebelah lateral m. Hyoglosus dan memberi cabang sebagai ramus lingualis ke m. Hyoglosus, m. Styloglosus, m. Genioglosus dan otot otot intrinsik lidah. N. XI memberi cabang untuk m. Geniohyoid, m. Thyreohyoid. N. XI mencabangkan ramus descendens yang berjalan ke caudal mengikuti a. Carotis communis dan berhubungan dengan nervi cervicalis 2 dan 3 membentuk ansa cervicalis ( ansa hypoglosi ) dan mensarafi m. Sternohyoid, m. Sternohyoid dan m. Omohyoid. 5. JENIS OBAT ANTI NYERI I. Analgetik Analgetik atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Penyebab sakit/ nyeri Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat

menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic. Mekanisame Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan. Karakteristik * Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit * Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira * Tidak mempengaruhi pernapasan * Gunanya untuk nyeri sedang, ex: sakit gigi Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu: 1. Analgesik Opioid / analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker. Macam-macam obat Analgesik Opioid: a. Metadon * Mekanisme kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah. * indikasi detoksifikasi ketergantungan morfin. Nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit. * efek yang tidak diinginkan : * Depresi pernapasan * Konstipasi * Gangguan SSP * Hipotensi ortostatik * Mual dam muntah pada dosis awal Methadon

b. Fentanil. * Mekanisme kerja: Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. * Indikasi: Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi. * Efek tak diinginkan: Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Rigiditas otot, bradikardi ringan. Fentanil c. Kodein * Mekanisme kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk) * Indikasi: Penghilang rasa nyeri minor * Efek tak diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin. Kodein 2. Obat Analgetik Non-narkotik Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik). Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit. Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik: a. Ibupropen Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang

tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini. Ibuprofen b. Paracetamol/acetaminophen Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya. Acetaminophen c. Asam Mefenamat Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Asam Mefenamat II. Antipiretik Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin pada CNS. Macam-macam obat Antipiretik: > Benorylate Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye. > Piralozon

Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter. III. NSAID (Anti-Inflamasi) Efek dari NSAID (Anti-Inflamasi) Inflamasi adalah rekasi tubuh untuk mempertahankan atau menghindari faktor lesi. COX2 dapat mempengaruhi terbentuknya PGs dan BK. Peran PGs didalam peradangan yaitu vasodilatasi dan jaringan edema, serta berkoordinasi dengan bradikinin menyebabkan keradangan. Mekanisme Anti-Inflamasi Menghambat prostaglandin dengan menghambat COX. Karakteristik Anti-Inflamasi NSAID hanya mengurangi gejala klinis yang utama (erythema, edema, demam, kelainan fungsi tubuh dan sakit). Radang tidak memiliki efek pada autoimunological proses pada reumatik dan reumatoid radang sendi. Memiliki antithrombik untuk menghambat trombus atau darah yang membeku. Contoh obat NSAID (Anti Inflamasi) > Gol. Indomethacine * Proses di dalam tubuh Absorpsi di dalam tubuh cepat dan lengkap, metabolisme sebagian berada di hati, yang dieksresikan di dalam urine dan feses, waktu paruhnya 2-3 jam, memiliki anti inflamasi dan efek antipiretic yang merupakan obat penghilang sakit yang disebabkan oleh keradangan, dapat menyembuhkan rematik akut, gangguan pada tulang belakang dan asteoatristis. * Efek samping * Reaksi gastrointrestianal: anorexia (kehilangan nafsu makan), vomting (mual), sakit abdominal, diare. * Alergi: reaksi yang umumnya adalah alergi pada kulit dan dapat menyebabkan asma.

> Gol. Sulindac Potensinya lebih lemah dari Indomethacine tetapi lebih kuat dari aspirin, dapat mengiritasi lambung, indikasinya sama dengan Indomethacine. > Gol. Arylacetic Acid Selain pada reaksi aspirin yang kurang baik juga dapat menyebabkan leucopenia thrombocytopenia, sebagian besar digunakan dalam terapi rematik dan reumatoid radang sendi, ostheoarthitis. > Gol. Arylpropionic Acid Digunakan untuk penyembuhan radang sendi reumatik dan ostheoarthitis, golongan ini adalah penghambat non selektif cox, sedikit menyebabkan gastrointestial, metabolismenya dihati dan di keluarkan di ginjal. > Gol. Piroxicam Efek mengobati lebih baik dari aspirin indomethacine dan naproxen, keuntungan utamanya yaitu waktu paruh lebih lama 36-45 jam. > Gol. Nimesulide Jenis baru dari NSAID, penghambat COX-2 yang selektif, memiliki efek anti inflamasi yang kuat dan sedikit efek samping. 6. SKALA NYERI a. Skala Numerik Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah di validasi . Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. b. Visual Analog Scale (VAS) Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus , tanpa angka. Bisa bebas mengekspresikan nyeri , ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang. c. Pengukuran Nyeri Wong Baker Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda , menampilkan wajah bahagis hingga wajah sedih, juga di gunakan untuk "mengekspresikan" rasa nyeri. Skala ini dapat dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.

7. MEKANISME KERJA OBAT ANTI NYERI Menurut Ganiswarna et al. (1995), obat analgesik antipiterik serta obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs) bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Setiap obat menghambat enzim siklo-oksigenase dengan cara yang berbeda. Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus, sehingga parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit. Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim siklooksigenase. Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi. Menurut Martin (1989), obat-obatan yang dapat menghambat produksi prostaglandin (NSAIDs) melalui penghambatan sintesis prostaglandin mempunyai kemampuan untuk menurunkan aliran rangsang dari saraf afferent (nociceptive afferents), sehingga berperan sebagai analgesik lemah. Substansi yang dapat menghambat efek atau pelepasan autokoid lainnya ( selain prostaglandin ) diduga mempunyai peran sebagai analgesik. Glukokortikoid mampu menghambat pelepasan dan produksi autokoid, serta mempunyai efek analgesik perifer. 8. TERAPI / PENANGANAN NYERI * Farmakologi Pengobatan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke yang paling kuat Tahapannya: o Tahap I analgesik non-opiat : AINS o Tahap II analgesik AINS + ajuvan (antidepresan) o Tahap III analgesik opiat lemah + AINS + ajuvan o Tahap IV analgesik opiat kuat + AINS + ajuvan * Non Farmakologi Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk

membantu penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis (musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem ), TENS ( Trans Cutaneus Electrical Stimulation ) yaitu Menggunakan bantal khusus yang dihubungkan dengan mesin kecil yang menghantarkan aliran listrik lemah ke permukaan kulit dari area nyeri. 9. NYERI GIGI DAPAT MENYEBABKAN NYERI DI PELIPIS Nyeri yang menjalar sampai pelipis disebabkan oleh referred pain / nyeri alih. Nyeri alih merupakan rasa nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang letaknya cukup jauh dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri.Contohnya, rasa nyeri di dalam dalah satu organ viseral sering dialihkan ke suatu daerah di permukaan tubuh. Ini terjadi apabila serabut nyeri viseral terangsang, sinyal nyeri yang berasal dari visera selanjutnya dijalarkan melalui beberapa neuron yang sama yang menjalarkan sinyal nyeri yang berasal dari kulit. Pengetahuan mengenai bermacam-macam nyeri alih ini sangat berguna dalam diagnosis klinis penyakit karana pada banyak penyakit viseral satu-satunyatanda klinis yang ditemui adalah nyeri alih. 10. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI * Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal amaliah yang harus dijalani dan merekan takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal, jika nyeri diperiksakan. * Jenis kelamin Gill ( 1990 ) mengungkapkan laki laki dan perempuan tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya ( contoh : tidak pantas kalau laki laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri ). * Kultur / budaya Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. ( contoh : suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri

adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri ). * Psikis Seorang tukang ketik dan seorang petani sama sama mengalami luka pada jari tangan, maka si tukang ketik akan merasakan lebih nyeri pada jari tangan, karena berhubungan dengan psikis mengingat jarinya identik dengan alat untuk mencari nafkah, sedangkan seorang petani misalnya cenderung akan merasakan kurang nyeri karena menganggap luka di jari tangan sebagai hal yang biasa dan mengabaikan saja. * Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill ( 1990 ), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Teknik relaksasi, guided imagery merupakan teknik untuk mengatasi nyeri. * Ansietas atau stressor lain Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseoramg cemas. * Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri. * Support keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan perlindungan. * Pola koping ( Strategi Menyelesaikan Masalah = Copig Strategy ) Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mmengatasi nyeri dan sebaliknya. Pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri. MAPPING CONCEPT DAFTAR PUSTAKA

1. Budiman G. Basic neuroanatomical pathway. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. p. 5-11 2. Junqueira L, Carneiro J. Histologi dasar teks dan atlas. Jakarta: EGC; 2007. p. 155-73. 3. Sheerwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 77-100. 4. Snell R. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 5thed. Jakarta: EGC; 2006. p. 159-84. 5. Farmakologi oleh Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes 6. Lecture Notes Neurologi oleh Lionel Ginsberg Edisi 8 7. Roper, N (2002). Prinsip prinsip keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica. 8. Tarwoto, W. (2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medica. 9. Harrison, Prinsip prinsip Ilmu Penyakit dalam, EGC

Anda mungkin juga menyukai