EPIDURAL HEMATOMA
Pembimbing:
dr. Agus ,SpBS
Disusun oleh:
Zata Yuda Amaniko
(1113103000047)
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah Presentasi Kasus mengenai trauma kapitis.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
........................................................................................................
2
DAFTAR ISI
......................................................................................................................
3
BAB I
.................................................................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA
.....................................................................................................
4
1.1Anatomi Kepala
.............................................................................................................
4
2.1
Pemeriksaan Penunjang
....................................................................................
12
2.1
Penatalaksanaan
.................................................................................................
13
2.5 Indikasi Operasi Penderita Trauma Kapitis
................................................................
15
BAB II
..............................................................................................................................
16
ILUSTRASI KASUS
.......................................................................................................
16
2.1.
ANAMNESIS
.......................................................................................................
16
2.2.PEMERIKSAAN FISIK
.............................................................................................
17
2.2.2 Follow up POST OPERATIF
..................................................................................
21
2.2.3 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
.......................................................................
23
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
...............................................................................
26
2.5. RESUME
...................................................................................................................
27
2.6 DIAGNOSIS
..............................................................................................................
28
2.7 TATA LAKSANA
.....................................................................................................
28
laporan operasi
.................................................................................................................
29
2.8.
PROGNOSIS
........................................................................................................
29
BAB III
............................................................................................................................
30
ANALISIS KASUS
..........................................................................................................
30
4.1. Dasar diagnosis
.........................................................................................................
30
4.2. Pembahasan
...............................................................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA
......................................................................................................
40
3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1Anatomi Kepala
Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga perdarahan
akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama
pada bayi dan anak-anak.
Tulang tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis
cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa
4
yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan,
yaitu:
a. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan
dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di
bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang
terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural. Epitel gepeng selapis melapisi permukaan dalam dan
luar durameter pada medulla spinalis
b. Selaput Arakhnoid
Diambil dari bahasa Yunani arachnoeides, seperti jaring laba-laba. Ia
memiliki dua komponen: lapisan yang berkontak dengan dura meter dan
sebuah system trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan pia
meter. Rongga diantara trabekel disebut rongga subaraknoid, yang terisi
5
cairan cerebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini
membentuk bantalan hidrolik yang melindungi SSP dari trauma. Ruang
subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak.
c. Piamater
Piamater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak
pembuluh darah. tidak kontak dengan sel atau serat saraf meskipun
terletak cukup dekat dengan jaringan saraf. Di antara piamater dan elemen
neural terdapat lapisan tipis cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada
pia meter dan membentuk barier fisik pada bagian tepi dari SSP yang
memisahkan SSP dari cairan serebrospinal. Piamater menyusuri semua
lekuk permukaan SSP dan menyusup ke dalamnya untuk jarak tertentu
bersama pembuluh darah. Pia meter dilapisi oleh sel-sel gepeng yang
berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus SSP melalui
terowongan, ruang perivaskular, yang dilapisi oleh piamater. Piamater
lenyap sebelum pembuluh darah ditransformasi menjadi kapiler. Dalam
SSP kapiler darah seluruhnya dilapisi oleh perluasan cabang sel neuroglia.
6
Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.
7
Cairan serebrospinal
Tentorium
Vaskularisasi otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar
dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
a. Patologi
• Komosio serebri
Komosio cerebri adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak
terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara
8
dalam berbagai derajat. Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah
keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia.
• Kontusio serebri
• Laserasio serebri
Gangguan fungsi neurologicdisertai kerusakan otak yang berat dengan
fraktur tengkorak terbuka.
b. Lokasi lesi
• Lesi difus
Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada parenkim otak,
disertai edema. Keadaan pasien umumnya parah.
9
Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya
“lucid interval” yang klasik dimana penderita yang semula
mampu bicara lalu tiba-tiba meninggal (talk and die).
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang
tidak selalu homogeny, bentuknya biconvex sampai planoconvex,
melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi
kontralateral (tanda space occupying lesion).
ü Hematoma subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di
antara duramater dan arakhnoid. Terjadi paling sering akibat
robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus
draining.
ü Hematoma intraparenkimal
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam
jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya
laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya
pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut.
Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis.
Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada
sisi lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan
sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.
ü Hematom subgaleal
Adalah perdarahan yang terjadi di ruang antara periosteum dan
aponeurosis galea. Pada kasus trauma pecahnya pembulu darah
vena di ruang tersebut yang ini disebabkan karena gaya radial
atau tangensial saat terjadi trauma. Area terjadinya SGH sangat
terbatas, hanya di daerah parietal. Normalnya darah ini akan
10
diabsorbsi sendiri, namun jika tidak ada perbaikan maka harus
dilakukan pungsi ataupun diinsisi terlebih dahulu.
11
2.1 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Polos Kepala
b. CT Scan Kepala.
CT scan kepala meruakan standar baku untuk mendeteksi perdarahan
intracranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani
pemeriksaan CT scan, sedangkan pada pasien dengn GCS = 15, CT scan
dilakukan hanya dengan indikasi tertentu seperti:
- Nyeri kepala hebat
- Adanya tanda- tanda fraktur basis kranii
- Adanya riwayat cedera yang berat
- Muntah lebih dari kali
- Penderita lansia (usia >65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau
amnesia.
- Kejang
- Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat- obat
antikoagulan
- Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis.
- Rasa baal pada tubuh.
- Gangguan keseimbangan atau berjalan.
c. MRI Kepala
MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitive dibandingkan dengan
CT scan. Dibutuhkan waktu lebih lama dibandingkan CT Scan sehingga
tidak sesuai dalam situasi gawat darurat.
12
2.1 Penatalaksanaan
Survei Sekunder
Observasi ketat penting pada jam- jam pertama sejak kejadian cedera. Bila
telah dipastikan penderit CKR tidak memiliki masal dengan jalan napas,
pernapasan dan sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan
luka yang dialami akibat cedera disertai obervasi tanda vital dan defisit
neurologis.
13
v Abnormalitas anatomi
Maka penderita dapat meninggalkan rumah sakit dan melanjutkan
perawatannya di rumah. Namun, bila tanda- tanda di atas ditemukan pada
observasi 24 jam pertama, penderita harus dirawat di rumah sakit dan observasi
ketat.
Tujuan yang paling utama dari tata laksana trauma kapitis tertutup harus
maksimal terhadap proses fisiologis dari perbaikan otak itu sendiri.
14
6. Neuroprotektan (citicolin)
1. Epidural Hematom
a. Lebih dari 40 cc dengan midline shifting pada daerah temporal/
frontal/ parietal dengan fungsi batang otak masih baik
b. Lebih dari 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda- tanda
penekanan batang otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak
masih baik
c. Epidural hematom progresif
15
BAB II
ILUSTRASI KASUS
• Nama : Tn. S
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Usia : 34 tahun
• Agama : Islam
• Alamat : Jl H IPIN no 7 009/001 pondok labu jakarta
selatan
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Pendidikan : Tamat SLTP
• Status Menikah : Menikah
• No. RM : 01569549
2.1. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan sakit
kepala yang memberat setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 5 jam
sebelum masuk rumah sakit.
16
terbentur trotoar.Menurut keluarga dan saksi mata di lokasi kejadian
korban sempat tidak sadarkan diri selama +/- 15 menit setelah terjatuh,
Kemudian pasien sadar penuh kembali, dapat berbicara dan berjalan Saat
di tanyakan Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala, kejang tidak ada,
muntah menyemprot tidak ada, tidak tampak perdarahan yang keluar dari
hidung, mulut, maupun telinga, gangguan pandangan berbayang tidak ada.
2.2.PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pemeriksaan fisik di IGD RSUP Fatmawati tanggal 08/01/2018
a. Primary Survey
Airway
Bebas, benda asing -, sputum -, darah –
Breathing
Napas spontan, normopneu (frekuensi napas: 20 kali / menit),eratur,gerakan
dada simetris, wheezing -/-, stridor -, retraksi dada - napas cuping hidung -,
17
Circulation
kurang, lemah angkat, tekanan darah: 170/100 mmHg
Disabiity
GCS : E3 M5 V 4
b. Secondary Survey
Kepala : Normochepal,
Mata : Pupil anisokor 2 mm / 5 mm, RCL (+)/(+), RCTL
(+)/(+), hematoma region orbita (-/-)
Telinga : Normotia, tidak terlihat adanya sekret
Hidung : Tidak terdapat deviasi septum, tidak terlihat
adanya sekret / darah.
Wajah : Dalam batas normal
Bibir : Tidak terdapat deviasi septum, tidak terlihat
adanya sekret / darah, laserasi (-)
Mulut : Trismus (-), darah (-), secret (-)
Leher : Dalam batas normal
Dada : Jejas (-), pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, masa (-), kontraksi otot bantu nafas (-),
vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen : Jejas (-). datar, supel, hematom (-), jejas
perdarahan (-), nyeri tekan (-), bising usus (+)
normal
Ekstremitas : Jejas (+), akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 detik
18
Pemeriksaan Neurologis
GCS : E3M5V4
Pupil :isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, RCL (+)/(+),
RCTL (+)/(+),
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Lasegue : -
Kernig : -
Brudzinsky I : -/-
Brudzinsky II : Tidak dilakukan pemeriksaan
Saraf-Saraf Kranialis:
N.I (olfaktorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan
N.II (optikus) :
Acies Visus : >3/60 / >3/60
Visus Campus : baik / baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
- Kedudukkan bola mata : ortoposisi +/+
- Pergerakkan bola mata : baik ke segala arah / baik ke segala
arah
- Eksoftalmus : -/-
- Nistagmus : -/-
- Pupil :bulat, isokhor, diameter 3mm/3mm,
RCL +/+, RCTL +/+
N.V (Trigeminus) : kontraksi otot masseter dan temporal baik.
Sensorik baik.
19
(Vestibulocochlearis): vertigo (-), nistagmus (-), Tes Rinne, Tes
Weber, dan Tes Schwabach tidak dilakukan.
N.IX, X
(Glossopharyngeus, Vagus): arkus fring simetris, uvula di tengah
5555 5555
5555 5555
Gerakkan Involunter
− Tremor :-/-
− Chorea :-/-
− Miokloni :-/-
− Tonus : normotonus / normotonus
Fungsi Otonom
Miksi : on DC
Refleks Fisiologis
− Biceps : +2/+2
− Triceps : +2/+2
− Patella : +2/+2
− Achilles : +2/+2
20
Refleks Patologis
Pemeriksaan lanjutan:
Tatalaksana:
21
Tinggi Badan : 165 cm
Tanda Vital
THT :
Hidung : Deformitas (-), kavum nasi lapang, deviasi septum (-) /(-),
edema (-)/(-), rhinorea (+/+)
Telinga : Normotia, otorea -/-, Battle sign -/-
Pemeriksaan Jantung
22
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Pemeriksaan Paru
Pemeriksaan Abdomen
Palpasi : supel, hati dan limpa tidak teraba; nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-, clubbing fingers -/-
23
• Brudzinsky II : Tidak dilakukan pemeriksaan
Saraf-Saraf Kranialis:
• N.I (olfaktorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan
• N.II (optikus) :
Acies Visus : >3/60 / >3/60
Visus Campus : baik / baik
Funduskopi : tidak dilakukan
• N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
- Kedudukkan bola mata : ortoposisi +/+
- Pergerakkan bola mata : baik ke segala arah / baik ke segala
arah
- Eksoftalmus : -/-
- Nistagmus : -/-
- Pupil : bulat, isokhor, diameter 3mm/3mm,
RCL +/+, RCTL +/+
• N.V (Trigeminus) : kontraksi otot masseter dan
temporal baik. Sensorik baik.
• N.VII (Fasialis) : kontraksi otot-otot motorik baik, sensorik
tidak dilakukan.
• N.VIII (Vestibulocochlearis) : vertigo (-), nistagmus (-), Tes
Rinne, Tes Weber, dan Tes Schwabach tidak dilakukan.
• N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus): arkus fring simetris, uvula di
tengah
• N.XI (Accesorius) : motorik mengangkat bahu dan menoleh
baik
• N.XII (Hypoglossus) : pergerakan lidah saat statis dan dinamis
tidak ada deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)
5555 5555
5555 5555
24
2. Gerakkan Involunter
− Tremor :-/-
− Chorea :-/-
− Miokloni :-/-
− Tonus : normotonus / normotonus
− Miksi : on DC
6. Refleks Fisiologis
− Biceps : +2/+2
− Triceps : +2/+2
− Patella : +2/+2
− Achilles : +2/+2
7. Refleks Patologis
25
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium IGD (09/01/2018)
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto toraks AP (09/01/2018)
26
2. CT SCAN CT Scan kepala
(9 Januari 2018)
Kesan :
Hematom epidural regio frontal kanan, ukuran 6,9 x 1,8 x 2,8 cm dan regio
temporal kanan 2,6 x 4,3 x 2,5cm
Perdarahan subarachnoid regio temporal kanan
Edema hemisfer cerebri kanan dengan herniasi subfalcine ke kiri sejauh 0,8cm
Tidak tampak perdarahan intraparenkim cerebri dan cerebeli
Hematosinus frontal kanan, maksila kanan, spenoid dan ethmoid kanan
Fraktur temporal kanan dan zygoma kanan, suspek fraktur os frontal kanan
Subgaleal hematoma dan emfisema subkutis regio temporal kanan
2.5. RESUME
Tn. S (34th) dibawa oleh keluarganya ke RSUP Fatmawati setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas akibat benturan di kepala sejak 5 jam sebelum
masuk RSUP Fatmawati, sesaat setelah kecelakaan sempat tidak sadarkan diri +/-
15 menit, kejang -, muntah -, lucid interval -, hempirasese -, defisit neurologis lain
nya -
27
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan GCS 12 pada saat di IGD, pupil
normal, tidak ada rangsang meningeal, nervus kranialis tidak ada parase, motorik
normal, refleks fisiologis normal, tidak ada refleks patologis, sensoris dan otonom
normal.
2.6 DIAGNOSIS
• Diagnosis Klinis : Riwayat penurunan kesadaran
• Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
• Diagnosis Patologis : Epidural hematoma
Subdural hematom
• Diagnosis Topis : Scalp
28
laporan operasi
1. Pasien supine dalam anastesi umum, kepala miring kiri, bahu kanan di
ganjal kain
2. A dan antisepsis lapangan operasi dan sekitar nya dengan hibiscrub,
alcohol, dan betadine
3. Insisi kulit berbetuk ”?” meliputi regio temporoparietal dextra, menembus
subkutis galea, perdarahan di rawat dengan klem dan bipolar, flap kulit
disisihkan ke kaudal
4. Insisi periosteum medikal insisi kulit, flap lalu disisihkan dengan adson
dan di gantung ke kaudal
5. Dilakukan 4 buah burrhole meliputi daerah temporal dextra dilanjutkan
kraniotomi sehingga membentuk defek kraniotomi berukuran 4cm x 4cm ,
tampak hematom kehitaman, hematom di evakuasi 50cc, sumber
perdarahan dari diploe
6. Dilakukan gantung duramater di beberapa tempat
7. Dilakukan insisi duramater berbentuk stelata, nampak subdural hematom,
hematom di evakuasi dengan bantuan suction
8. Duramater dijahit, diputuskan di pasang drain epidural
9. Luka operasi di jahit lapis demi lapis
10. Operasi selesai
2.8. PROGNOSIS
29
BAB III
ANALISIS KASUS
• Riwayat trauma
Mekanisme trauma : kepala bagian frontal dan temporal dextra
terbentur cukup keras ke 5 jam SMRS
• Penurunan kesadaran, durasi 15 menit
• Dapat berjalan dan berbicara 5 menit setelah trauma
• Lucid interval - , kejang - , muntah -, kelemahan satu sisi -,
pandangan ganda -
Pemerksaan Fisik
• Status generalis
o GCS saat di IGD E3M5V4
o TD 170/100 mmHg
o HR 155x/m
o RR 25x/m
o Akral hangat
• Status Neurologis
o Pupil anisokor, diameter ki/ka 5 mm/2 mm, RCL +/+,
RCTL +/+,
o Ektremitas : kesan parese kanan ki/ka 5/2---5/2
Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
o Leukositosis 16.9 ribu/ul
o GDS 189 mg/dl
30
• Radiologi
CT-Scan : Hematom epidural regio frontal kanan, ukuran 6,9 x 1,8
x 2,8 cm dan regio temporal kanan 2,6 x 4,3 x 2,5cm
Perdarahan subarachnoid regio temporal kanan
Edema hemisfer cerebri kanan dengan herniasi subfalcine ke kiri
sejauh 0,8cm).
Terapi
• Craniotomy
• Oksigen 8L NRM
4.2. Pembahasan
Pasien datang setelah mengalami kecalakaan lalu lintas dengan mekanisme
trauma yang berakhir pada benturan kepala pada trotoar yang menyebabkan
pasien mengalami cedera kepala. Cedera kepala adalah trauma mekanik pada
kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat
berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial,
yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Penyebab yang paling sering
terjadi adalah kecelakaan motor, jatuh, kekerasan, cedera olahraga, dan trauma
tembus.
Pasien datang ke IGD Dengan GCS ini pasien sadar penuh dan
digolongkan mengalami cedera kepala ringan dalam klasifikasi cedera kepala.
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
penurunan kesadaran dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
.
penderita cedera kepala Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera kepala dibagi
atas :
31
• Cedera kepala ringan : GCS 13 – 15
• Cedera kepala sedang : GCS 9 – 12
• Cedera kepala berat : GCS 3 - 8
Selain menggunakan GCS sebagai indikator penilaian cedera kepala, bisa di lihat
dari durasi penurunan kesadaran, amnesia yang terjadi setelah kejadian. Pada
pasien ini dengan GCS 12 , durasi penurunan kesadaran +/- 15 menit dengan tidak
ada nya amnesia baik amnesia jangka panjang dan jangka pendek maka pasien ini
di diagnosa cedera kepala sedang saat berada di IGD RSUP Fatmawati dengan
suspek et causa Epidural Hematom.
32
Tekanan intrakranial akan menstimulus refleks muntah, oleh karena itu
pasien dapat muntah. Selain itu, adanya gejala pusing dan nyeri kepala
diakibatkan oleh kerusakaan saraf akibat tekanan intrakranial tersebut.
Adanya gejala sadar setelah kejadian atau pada kasus lain sadar setelah
pingsan kemudian pingsan kembali disebut sebagai lucid interval yang merupkan
salah satu patanomenik sign dari EDH. Pada pasien ini tidak sadarkan diri +/- 15
menit dan seteah itu kembali sadar dan tidak mengalami tidak sadarkan diri lagi
setelah itu, hal ini menghilangkan salah satu gejela khas EDH. Sedang kan lucid
interval tidak terjadi jika trauma sangat berat karena pada trauma yang sangat
berat tentu kerusakan otak yang terjadi langsung menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri.
33
Selama peningkatan TIK, antara nervus simpatis dan nervus parasimpatis
akan teraktivasi. Pada fase pertama refleks, nervs simpatik terstimulasi lebih
dominan dibandingkan dengan nervus parasimpatis. Respon simpatis ini akan
mengaktifkan reseptor alfa-1 adrenergik yang menyebabkan konstriksi arteri
tubuh. Konstriksi ini akan menyebabkan resistensi aliran darah secara total,
peningkatan tekanan darah (hipertensi). Respon simpatis juga meningkatkan
denyut nadi dan kardiak output. Fase awal refleks adalah kombinasi antara
hipertensi dan takikardi.
Pada pemeriksaan fisik pada pasien ini tidak di dapatkan ada nya defisit
neurologis seperti hemiparesis, hipestesia, paresis nervus kranialis, hal ini sangat
bergantung pada lokasi penekanan yang terjadi volume otak yang mengembang
akibat edema atau jaringan otak yang tertekan akibat bertambahnya masa
intrakranial, akan menyesuaikan diri mencari lokus minoris resistensi dan
terjadilah herniasi otak. Pada pasien hal terdapat pergeseran gyrus cingulai ke
bawah falx cerebri sejauh 0,8 cm atau yang di kenal dengan jenis herniasi otak
subfalcine
34
Pada herniasi otak subfalcine, memang lebih sering asimtomatik, namun
perlu dilakukan pemamtauan klinis dan waspada herniasi transtenorial yang akan
mendorong arteri cerebri media
35
konsumsi oksigen, glikoenolisis, hiperglikemik, proteolisis dan muscle wasting.
Jika hal in tidak dapat terkompensasi maka akan mengakibatkan energy failure.
Selain itu, bukan hanya aliran oksigen yang terganggu namun kemampuan
glukosa untuk masuk ke dalam sel otak juga terganggu sehigga menebabkan
hiperglikemi
Terapi
• Cairan intravena
• Cairan hiperosmolar
36
considered gold standard medical therapy for intracranial hypertension,
manitol telah lama diteliti baik efektifitas dan efek sampingnya, manitol
sudah dijadikan terapi gold standar untuk menurunkan tekanan
intrakranial. Sedangkan penggunaan salin hipertonik sebagai terapi untuk
penurunan tekanan intrakranial belum banyak digunakaan karena belum
ada bukti evidance yang kuat mengenai penggunaan, konsentrasi dan
metode yang tepat digunakaan pada saline hipertonik.
• Kraniotomi
=17,38 cc
37
Hematom epidural pada regio
parietal dextra :
=13,97 cc
• Analgetik
38
Farmakokinetik ketorolak berbeda pada anak-anak dibandingkan
dengan dewasa pada saat setelah operasi. Pada anak-anak, distribusi
volume (Vd) ketorolak meningkat sebanyak 2 kali lipat sama relatif seperti
orang dewasa. Plasma clerance (CL) ketorolak lebih tinggi pada anak-
anak mungkin dikarenakan adanya ikatan pada protein plasma yang lebih
rendah. Namun, waktu paruh (T1/2) dari ketorolak sama antara dewasa
dan anak-anak T1/2 berbanding lurus dengan Vd tetapi berbanding
terbalik dengan CL.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Cooper PR. 1987. Head Injury Second Edition. Baltimore: William and
Wilkins.
2. Pricec DD. 2001. Epidural Hematoma In Medicine Journal Vol 2 No 2
februari 2011.
3. Paterniti S, Flore P, Macri E, et al. 1994. Extradural Hematoma, report of
37 consecutives cases with survival. Acta Neurochir (Wien) 1994; 131 (3-
4): 207-10
4. Chiles BW, Cooper PR.1994. Extra Axial hematoma in neurosurgcal
emergencies Neurosurgical toics American Assosiation of Neuroloical
Surgeon,vol 1: 73-79
5. Reily P and Bullock R. 1990. Head Injury : Pathophysiology and
Management of severe closed injury, Charman and Hall Medical, 77-78:
411-415
6. Andrews BT,Pitss LH. 1991. Traumatic TranstentorialHerniation and Its
Management. Future Publishing company, Inc, Mount Kisco.
7. Baehr,Mathias, dkk. 2010.Duus Topical Diagnosis in Neurology. EGC:
Jakarta
8. Tortora, G. Dkk. 2012. Principles of Anatomy and Physiology 12 ed. US:
John Wiley and Son.
9. Despopoulus, Agamemnon. 2007. Coloratlas of Physiology 5th edition.
New York: Thieme.
10. Bullock,Ross, dkk. 2015. Surgical Management of Acute Epidural
Hematomas. Neurosurgery 58:52-4-52-6.
11. Wood, Christopher, dkk. 2005. Management of Acute Tramatic Brain
Injury. New York: PTAP.
12. Maramattom, Boby. Dkk. 2012. Uncal Herniation. New York: American
Medical Assosciation.
13. Cook, Aaron, dkk. 2008. Nutrition in Clinical Practice.
http://ncp.sagepub.com/cgi/content/abstract/23/6/608
14. H Kamel. Dkk. 2011. Hypertonic saline versus manitol for the treatment of
elevated inracranial pressure: a meta analysis of randomized clinical trial.
2011 Mar;39(3):554-9. doi: 10.1097/CCM.0b013e318206b9be.
40
15. JB Forrest, dkk. 2000. Ketorolac for postoperative pain management in
children. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9187531.
16. Annonym. Chirugica. 2005. Tosca Enterrise. Yoyakarta
17. Sidharta. Priguna. 2004.Neurologi Klinis dalam Pratek Umum. Jakarta:
dian rakyat
18. De Jong.Wim. 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
19. Japardi, iskandar. 2004. Cedera kepala BIP: Jakarta
20. Markam,S, dkk. 2005. Trauma Kapitis. Kapita Selekta Neurologi edisi
kedua. Harsono, Gajah Mada University Press.:Jogjakarta.
21. DahmertW,Md,dkk. 1993. Brain Disorder. Radiology Review Manual 2
Edition. William and Wlikins:Arizona
22. Sutton D. 1993. Neuroradiology of the spine, Textbookof radiology and
imaging 5th edition. Churchil Living stone:London
41