Anda di halaman 1dari 41

PRESENTASI KASUS

EPIDURAL HEMATOMA

Pembimbing:
dr. Agus ,SpBS

Disusun oleh:
Zata Yuda Amaniko
(1113103000047)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018

1  
 
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah Presentasi Kasus mengenai trauma kapitis.

Makalah Presentasi Kasus Langsung ini disusun untuk memenuhi salah


satu tugas dalam kepaniteraan klinik di stase Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai


pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada :

1. dr. Agus, Sp.BS selaku pembimbing Presentasi Kasus ini.


2. Semua dokter dan staf pengajar di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.

Dalam proses penyelesaiannya, makalah laporan kasus ini masih terdapat


banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran sangat
penulis harapkan dari berbagai pihak.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis ataupun


pembaca, baik untuk menambah wawasan di bidang kedokteran umumnya, serta
di bidang ilmu penyakit bedah saraf khususnya. Terima kasih.

Jakarta, 21 Februari 2018

Zata Yuda Amaniko

2  
 
DAFTAR ISI

 
KATA PENGANTAR  ........................................................................................................  2  
DAFTAR ISI  ......................................................................................................................  3  
BAB I  .................................................................................................................................  4  
TINJAUAN PUSTAKA  .....................................................................................................  4  
1.1Anatomi Kepala  .............................................................................................................  4  
2.1   Pemeriksaan Penunjang  ....................................................................................  12  
2.1   Penatalaksanaan  .................................................................................................  13  
2.5 Indikasi Operasi Penderita Trauma Kapitis  ................................................................  15  
BAB II  ..............................................................................................................................  16  
ILUSTRASI KASUS  .......................................................................................................  16  
2.1.   ANAMNESIS  .......................................................................................................  16  
2.2.PEMERIKSAAN FISIK  .............................................................................................  17  
2.2.2 Follow up POST OPERATIF  ..................................................................................  21  
2.2.3 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS  .......................................................................  23  
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG  ...............................................................................  26  
2.5. RESUME  ...................................................................................................................  27  
2.6 DIAGNOSIS  ..............................................................................................................  28  
2.7 TATA LAKSANA  .....................................................................................................  28  
laporan operasi  .................................................................................................................  29  
2.8.   PROGNOSIS  ........................................................................................................  29  
BAB III  ............................................................................................................................  30  
ANALISIS KASUS  ..........................................................................................................  30  
4.1. Dasar diagnosis  .........................................................................................................  30  
4.2. Pembahasan  ...............................................................................................................  31  
DAFTAR PUSTAKA  ......................................................................................................  40  
 

3  
 
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1Anatomi Kepala
Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga perdarahan
akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama
pada bayi dan anak-anak.

Gambar 1 : Anatomi kulit kepala

Tulang tengkorak

Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis
cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa

4  
 
yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan,
yaitu:

a. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan
dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di
bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang
terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural. Epitel gepeng selapis melapisi permukaan dalam dan
luar durameter pada medulla spinalis

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada


permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke
sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak antara
dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya
fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini
dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis
(fosa media).

b. Selaput Arakhnoid
Diambil dari bahasa Yunani arachnoeides, seperti jaring laba-laba. Ia
memiliki dua komponen: lapisan yang berkontak dengan dura meter dan
sebuah system trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan pia
meter. Rongga diantara trabekel disebut rongga subaraknoid, yang terisi

5  
 
cairan cerebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini
membentuk bantalan hidrolik yang melindungi SSP dari trauma. Ruang
subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak.

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.


Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater
sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater
oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh
spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan
sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.

c. Piamater
Piamater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak
pembuluh darah. tidak kontak dengan sel atau serat saraf meskipun
terletak cukup dekat dengan jaringan saraf. Di antara piamater dan elemen
neural terdapat lapisan tipis cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada
pia meter dan membentuk barier fisik pada bagian tepi dari SSP yang
memisahkan SSP dari cairan serebrospinal. Piamater menyusuri semua
lekuk permukaan SSP dan menyusup ke dalamnya untuk jarak tertentu
bersama pembuluh darah. Pia meter dilapisi oleh sel-sel gepeng yang
berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus SSP melalui
terowongan, ruang perivaskular, yang dilapisi oleh piamater. Piamater
lenyap sebelum pembuluh darah ditransformasi menjadi kapiler. Dalam
SSP kapiler darah seluruhnya dilapisi oleh perluasan cabang sel neuroglia.

Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater


adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi
gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini
membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri
yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.

6  
 
Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan


dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses
penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata
terdapat pusat kardiorespiratorik. Cerebellum bertanggungjawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan.

Gambar.2 Anatomi Otak

7  
 
Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus choroideus dengan


kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS
dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.

Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang


supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

Vaskularisasi otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar
dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

1.2Klasifikasi Trauma Kapitis

Klasifikasi Trauma Kapitis berdasarkan:

a. Patologi
• Komosio serebri
Komosio cerebri adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak
terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara

8  
 
dalam berbagai derajat. Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah
keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia.

• Kontusio serebri

Pada kontusio serebri terjadi kerusakan jaringan otak berupa terputusnya


kontinuitas jaringan. Kriteria untuk mendiagnosis kontusio serebri adalah
adanya riwayat benturan kepala diserta pingsan yang cukup lama (> dari
10 menit), selain itu dapat ditemukan adanya defisit neurologis, dapat pula
terjadi kejang dan penurunan kesadaran.

• Laserasio serebri
Gangguan fungsi neurologicdisertai kerusakan otak yang berat dengan
fraktur tengkorak terbuka.

b. Lokasi lesi
• Lesi difus
Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada parenkim otak,
disertai edema. Keadaan pasien umumnya parah.

• Lesi kerusakan vaskuler otak


• Lesi fokal
- Kontusio dan laserasi serebri
- Hematoma intrakranial
ü Hematoma epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di
ruang potensial antara tabula interna dan duramater dengan ciri
berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa cembung. Paling
sering terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering
akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya
dianggap berasal dari arterial, namun mungkin sekunder dari
perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma
epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-
oksipital atau fossa posterior.

9  
 
Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya
“lucid interval” yang klasik dimana penderita yang semula
mampu bicara lalu tiba-tiba meninggal (talk and die).
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang
tidak selalu homogeny, bentuknya biconvex sampai planoconvex,
melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi
kontralateral (tanda space occupying lesion).

ü Hematoma subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di
antara duramater dan arakhnoid. Terjadi paling sering akibat
robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus
draining.

ü Hematoma intraparenkimal
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam
jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya
laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya
pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut.
Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis.
Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada
sisi lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan
sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.

ü Hematom subgaleal
Adalah perdarahan yang terjadi di ruang antara periosteum dan
aponeurosis galea. Pada kasus trauma pecahnya pembulu darah
vena di ruang tersebut yang ini disebabkan karena gaya radial
atau tangensial saat terjadi trauma. Area terjadinya SGH sangat
terbatas, hanya di daerah parietal. Normalnya darah ini akan

10  
 
diabsorbsi sendiri, namun jika tidak ada perbaikan maka harus
dilakukan pungsi ataupun diinsisi terlebih dahulu.

c. Derajat kesadaran berdasarkan GCS

Kategori GCS Gambaran Klinik CT Scan otak


Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologik (-) Normal
Ringan 13-15 Pingsan < 10 menit, defisit neurologik (-) Normal
Sedang 9-12 Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit Abnormal
neurologik (+)
Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologik (+) Abnormal

11  
 
2.1 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Polos Kepala
b. CT Scan Kepala.
CT scan kepala meruakan standar baku untuk mendeteksi perdarahan
intracranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani
pemeriksaan CT scan, sedangkan pada pasien dengn GCS = 15, CT scan
dilakukan hanya dengan indikasi tertentu seperti:
- Nyeri kepala hebat
- Adanya tanda- tanda fraktur basis kranii
- Adanya riwayat cedera yang berat
- Muntah lebih dari kali
- Penderita lansia (usia >65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau
amnesia.
- Kejang
- Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat- obat
antikoagulan
- Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis.
- Rasa baal pada tubuh.
- Gangguan keseimbangan atau berjalan.

c. MRI Kepala
MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitive dibandingkan dengan
CT scan. Dibutuhkan waktu lebih lama dibandingkan CT Scan sehingga
tidak sesuai dalam situasi gawat darurat.

d. PET dan SPECT


Positron Emission Tomogrphy (SPECT) dapat memperlihatka
abnormalitas pada fase akut dan kronis meskipun CT Scan atau MRI dan
pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan kerusakan.

12  
 
2.1 Penatalaksanaan

Survei Primer (Primary Survey)

o Jalan Napas. Memaksimalkan oksigenasi dan ventilsi. Daerah tulang


servikal harus dimobilisasi dalam posisi netral menggunakan stiffneck
collar pada kecurigaan fraktur servikal.
o Pernapasan
o Sirkulasi. Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti Ringer
Laktat atau Normal Salin (20 ml/kgBB) jika pasien syok, transfusi darah
10-15 ml/kgBB harus dipertimbangkan.
o Defisit Neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tingkat kesadaan dapat
diklasifikasikan menggunakan GCS. Anak dengan kelainan neurologis
yang berat, seperti anak dengan nilai GCS< 8 harus diintubasi.
o Kontrol pemaparan/lingkungan. Semua pakaian harus dilepas sehingga
semua luka dapat terlihat. Anak- anak sering datang dengan keadaan
hipotermi ringan karena permukaan tubuh mereka lebih luas

Survei Sekunder

Observasi ketat penting pada jam- jam pertama sejak kejadian cedera. Bila
telah dipastikan penderit CKR tidak memiliki masal dengan jalan napas,
pernapasan dan sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan
luka yang dialami akibat cedera disertai obervasi tanda vital dan defisit
neurologis.

Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa:

v Penurunan kesadaran dari observasi awal


v Gangguan daya ingat
v Nyeri kepala hebat
v Mual dan muntah
v Kelainan neurologis fokal (pupil anisokor; refleks patologis)
v Fraktur melalui foto kepala maupun CT scan

13  
 
v Abnormalitas anatomi
Maka penderita dapat meninggalkan rumah sakit dan melanjutkan
perawatannya di rumah. Namun, bila tanda- tanda di atas ditemukan pada
observasi 24 jam pertama, penderita harus dirawat di rumah sakit dan observasi
ketat.

Tujuan yang paling utama dari tata laksana trauma kapitis tertutup harus
maksimal terhadap proses fisiologis dari perbaikan otak itu sendiri.

A. Kritikal- GCS 3-4


Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU)/ICU.

B. Trauma Kapitis Sedang dan Berat – GCS 5-12


1. Lanjutkan penanganan ABC
2. Pantau tanda vital ( suhu, pernafasan, tekanan darah), pupil, GCS,
gerakan ekstremitas
3. Cegah kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial,
dengan cara:
- Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
- Bila perlu dapat diberikan Manitol 20%. Dosis awal 1 gr/kgBB,
berikan dalam waktu ½ -1 jam, drip cepat, dilanjutkan
pemberian dengan dosis 0,5 gr/kgBB drip cepat, ½ -1 jam,
setelah 6 jam dari pemberian pertama dan 0,25 gr/kgBB drip
cepat, ½-1 jam setelah 12 jam dan 24 jam pemberian pertama
- Berikan analgetika, dan bila perlu dapat diberikan sedasi
jangka pendek
4. Atasi komplikasi
- Kejang: profilaksis OAE selama 7 hari untuk mencegah
immediate dan early seizure pada kasus resiko tinggi
- Infeksi akibat fraktur basis kranii/fraktur terbuka:
profilaksis antibiotik selama 10-14 hari
- Demam
5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat

14  
 
6. Neuroprotektan (citicolin)

C. Trauma Kapitis Ringan (Komosio Serebri)


1. Rawat 2 x 24 jam
2. Tidur dengan posisi kepala ditinggikan 30 derajat
3. Obat- obat simptomatis seperti analgesik, antiemetic sesuai
indikasi dan kebutuhan.

2.5 Indikasi Operasi Penderita Trauma Kapitis

1. Epidural Hematom
a. Lebih dari 40 cc dengan midline shifting pada daerah temporal/
frontal/ parietal dengan fungsi batang otak masih baik
b. Lebih dari 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda- tanda
penekanan batang otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak
masih baik
c. Epidural hematom progresif

2. Subdural Hematom (SDH)


a. SDH luas (>40 cc/ 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih
baik.
b. SDH dengan edema serebri/ kontusio serebri disertai midline shift
dengan fungsi batang otak masih baik.
3. Perdarahan intraserebral pasca trauma
a. Penurunan kesadaran progresif
b. Hipertensi dan bradikardi dan tanda- tanda gangguan nafas
c. Perburukan defisit neurologi fokal
4. Fraktur impresi melebihi 1 diploe
5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri
6. Fraktur kranii terbuka
7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK.

15  
 
BAB II

ILUSTRASI KASUS

• Nama : Tn. S
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Usia : 34 tahun
• Agama : Islam
• Alamat : Jl H IPIN no 7 009/001 pondok labu jakarta
selatan
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Pendidikan : Tamat SLTP
• Status Menikah : Menikah
• No. RM : 01569549

2.1. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis di lt. 4 Utara


Gedung Teratai RSUP Fatmawati.

a. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan sakit
kepala yang memberat setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 5 jam
sebelum masuk rumah sakit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien laki-laki usia 34th dibawa oleh keluarganya ke RSUP
Fatmawati dengan keluhan sakit kepala yang memberat setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas 5 jam yang lalu. Pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas ketika pasien sedang berjalan kaki pasien terserempet oleh
pengendara sepeda motor, kecepatan sepeda motor +/- 60km/jam, setelah
itu pasien terjatuh dengan tangan kanan sebagai tumpuan jatuh dan kepala

16  
 
terbentur trotoar.Menurut keluarga dan saksi mata di lokasi kejadian
korban sempat tidak sadarkan diri selama +/- 15 menit setelah terjatuh,
Kemudian pasien sadar penuh kembali, dapat berbicara dan berjalan Saat
di tanyakan Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala, kejang tidak ada,
muntah menyemprot tidak ada, tidak tampak perdarahan yang keluar dari
hidung, mulut, maupun telinga, gangguan pandangan berbayang tidak ada.

Pasien sempat mengalami disorientasi tempat dan waktu ,tidak ada


keluhan lemah satu sisi, pusing berputar, mulut mencong.pasien sedang
tidak di bawah pengaruh minuman beralkohol, narkotika maupun riwayat
pembedahan kepala sebelumnya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak terdapat riwayat trauma sebelumnya. Riwayat penurunan kesadaran


sebelumnya disangkal, tidak pernah kejang sebelumnya. Alergi disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat darah tinggi disangkal, penyakit gula disangkal dan kejang
disangkal.

e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan


Riwayat merokok sejak usia 20 tahun, setengah bungkus tiap hari.
Penggunaan obat-obat terlarang dan zat psikoaktif disangkal.

2.2.PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pemeriksaan fisik di IGD RSUP Fatmawati tanggal 08/01/2018
a. Primary Survey
Airway
Bebas, benda asing -, sputum -, darah –
Breathing
Napas spontan, normopneu (frekuensi napas: 20 kali / menit),eratur,gerakan
dada simetris, wheezing -/-, stridor -, retraksi dada - napas cuping hidung -,

17  
 
Circulation
kurang, lemah angkat, tekanan darah: 170/100 mmHg
Disabiity
GCS : E3 M5 V 4

b. Secondary Survey
Kepala : Normochepal,
Mata : Pupil anisokor 2 mm / 5 mm, RCL (+)/(+), RCTL
(+)/(+), hematoma region orbita (-/-)
Telinga : Normotia, tidak terlihat adanya sekret
Hidung : Tidak terdapat deviasi septum, tidak terlihat
adanya sekret / darah.
Wajah : Dalam batas normal
Bibir : Tidak terdapat deviasi septum, tidak terlihat
adanya sekret / darah, laserasi (-)
Mulut : Trismus (-), darah (-), secret (-)
Leher : Dalam batas normal
Dada : Jejas (-), pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, masa (-), kontraksi otot bantu nafas (-),
vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen : Jejas (-). datar, supel, hematom (-), jejas
perdarahan (-), nyeri tekan (-), bising usus (+)
normal
Ekstremitas : Jejas (+), akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 detik

18  
 
Pemeriksaan Neurologis
GCS : E3M5V4
Pupil :isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, RCL (+)/(+),
RCTL (+)/(+),
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Lasegue : -
Kernig : -
Brudzinsky I : -/-
Brudzinsky II : Tidak dilakukan pemeriksaan

Saraf-Saraf Kranialis:
N.I (olfaktorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan
N.II (optikus) :
Acies Visus : >3/60 / >3/60
Visus Campus : baik / baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
- Kedudukkan bola mata : ortoposisi +/+
- Pergerakkan bola mata : baik ke segala arah / baik ke segala
arah
- Eksoftalmus : -/-
- Nistagmus : -/-
- Pupil :bulat, isokhor, diameter 3mm/3mm,
RCL +/+, RCTL +/+
N.V (Trigeminus) : kontraksi otot masseter dan temporal baik.
Sensorik baik.

N.VII (Fasialis) : kontraksi otot-otot motorik baik, sensorik


tidak dilakukan.
N.VIII

19  
 
(Vestibulocochlearis): vertigo (-), nistagmus (-), Tes Rinne, Tes
Weber, dan Tes Schwabach tidak dilakukan.
N.IX, X
(Glossopharyngeus, Vagus): arkus fring simetris, uvula di tengah

N.XI (Accesorius) : motorik mengangkat bahu dan menoleh baik

N.XII (Hypoglossus) : pergerakan lidah saat statis dan dinamis


tidak ada deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)

Sistem Motorik : Kekuatan motorik baik

5555 5555
5555 5555

Gerakkan Involunter

− Tremor :-/-
− Chorea :-/-
− Miokloni :-/-
− Tonus : normotonus / normotonus

Sistem Sensorik : baik


Fungsi Luhur : tidak diperiksa

Fungsi Otonom

Miksi : on DC

Refleks Fisiologis

− Biceps : +2/+2
− Triceps : +2/+2
− Patella : +2/+2
− Achilles : +2/+2

20  
 
Refleks Patologis

− Hoffman Tromner :-/-


− Babinsky :-/-
− Chaddock :-/-
− Gordon :-/-
− Schaefer :-/-
− Klonus patella : - / -
− Klonus achilles :-/-

Diagnosis IGD: Cedera Kepala Sedang suspek EDH

Pemeriksaan lanjutan:

Laboratorium: Cek darah lengkap, kimia darah dan AGD

Radiologi : Rontgen toraks, CT Scan kepala non kontras

Tatalaksana:

• Pro craniotomy CITO. Acc dr. Agus, Sp.BS


• O2 NRM 6 lpm
• IVFD NACL 0,9% 500cc/8 jam
• Mannitol loading 250 cc
• Transamin 1000 mg IV
• Vitamin K amp IV

2.2.2 Follow up POST OPERATIF


Status Generalis

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 50 kg

21  
 
Tinggi Badan : 165 cm

Tanda Vital

Tekanan darah : 140/80 mmHg


Nadi : 76x/menit
Napas : 17x/menit
Suhu : 37,0 oC

Kepala :Normosefali, rambut hitam, terdapat luka pada bagian


dahi sisi kiri.

Mata :Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), ptosis (-/-),


lagoftalmus (-/-), racoon eyes (-/-)

THT :

Hidung : Deformitas (-), kavum nasi lapang, deviasi septum (-) /(-),
edema (-)/(-), rhinorea (+/+)
Telinga : Normotia, otorea -/-, Battle sign -/-

Tenggorokan dan Rongga mulut :


- Bucal : warna normal, ulkus (-)
- Lidah : pergerakan simetris, massa (-)
- Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan
bergerak, arkus faring simetris
- Tonsil : T1/T1, kripta (-)/(-), detritus(-)/(-), membran (-)/(-)

Leher : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena jugularis


retraksi suprasternal (-), tidak terdapat perbesaran KGB, posisi
trakea di tengah, perbesaran kelenjar tiroid (-)

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

22  
 
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dekstra

batas jantung kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra

Auskultasi : BJ I dan II reguler; gallop (-), murmur (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : ekspansi dada normal, vokal fremitus kanan kiri sama

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara napas vesikuler, ronkhi -/- wheezing -/-

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : datar, spider nevi -

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, hati dan limpa tidak teraba; nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen, Shifting dullness -

Pemeriksaan Ekstremitas

akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-, clubbing fingers -/-

2.2.3 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


GCS : E4 M5 V5
Pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+),
Rangsang Selaput Otak
• Kaku kuduk : -
• Lasegue : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Kernig : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Brudzinsky I : -/-

23  
 
• Brudzinsky II : Tidak dilakukan pemeriksaan
Saraf-Saraf Kranialis:
• N.I (olfaktorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan
• N.II (optikus) :
Acies Visus : >3/60 / >3/60
Visus Campus : baik / baik
Funduskopi : tidak dilakukan
• N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
- Kedudukkan bola mata : ortoposisi +/+
- Pergerakkan bola mata : baik ke segala arah / baik ke segala
arah
- Eksoftalmus : -/-
- Nistagmus : -/-
- Pupil : bulat, isokhor, diameter 3mm/3mm,
RCL +/+, RCTL +/+
• N.V (Trigeminus) : kontraksi otot masseter dan
temporal baik. Sensorik baik.
• N.VII (Fasialis) : kontraksi otot-otot motorik baik, sensorik
tidak dilakukan.
• N.VIII (Vestibulocochlearis) : vertigo (-), nistagmus (-), Tes
Rinne, Tes Weber, dan Tes Schwabach tidak dilakukan.
• N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus): arkus fring simetris, uvula di
tengah
• N.XI (Accesorius) : motorik mengangkat bahu dan menoleh
baik
• N.XII (Hypoglossus) : pergerakan lidah saat statis dan dinamis
tidak ada deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)

1. Sistem Motorik : Kekuatan motorik baik

5555 5555
5555 5555

24  
 
2. Gerakkan Involunter

− Tremor :-/-
− Chorea :-/-
− Miokloni :-/-
− Tonus : normotonus / normotonus

3. Sistem Sensorik : baik


4. Fungsi Luhur : tidak diperiksa
5. Fungsi Otonom

− Miksi : on DC

6. Refleks Fisiologis

− Biceps : +2/+2
− Triceps : +2/+2
− Patella : +2/+2
− Achilles : +2/+2

7. Refleks Patologis

− Hoffman Tromner :-/-


− Babinsky :-/-
− Chaddock :-/-
− Gordon :-/-
− Schaefer :-/-
− Klonus patella : - / -
− Klonus achilles :-/

25  
 
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium IGD (09/01/2018)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan


Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 12,6 13,2 – 17,3 g/dl
Hematokrit 37 33 – 45 %
Trombosit 16.7 150 – 440 ribu/uL
Leukosit 16.7 5,0 – 10,0 ribu/uL
Eritrosit 4,26 4,40 – 5,90 juta/uL
VER / HER / KHER / RDW
VER (MCV) 86,0 80,0 – 100,0 fL
HER (MCH) 29,6 26,0 – 34,0 pg
KHER (MCHC) 34,5 32,0 – 36,0 g/dL
RDW 14,2 11,5 – 14,5 %
Kimia Klinik
Diabetes
GDS 189 < 180 mg/dL
Elektrolit
Natrium (Darah) 143 135 – 147 mmol/L
Kalium (Darah) 4.53 3,10 – 5,10 mmol/L
Klorida (Darah) 110 95 – 108 mmol/L

Pemeriksaan Radiologi
1. Foto toraks AP (09/01/2018)

Kesan: Infiltrat lapangan tengah-atas


paru kanan /DD: kontusio paru
pneumonia
Jantung dalam batas normal
 

26  
 
2. CT SCAN CT Scan kepala
(9 Januari 2018)

Kesan :
Hematom epidural regio frontal kanan, ukuran 6,9 x 1,8 x 2,8 cm dan regio
temporal kanan 2,6 x 4,3 x 2,5cm
Perdarahan subarachnoid regio temporal kanan
Edema hemisfer cerebri kanan dengan herniasi subfalcine ke kiri sejauh 0,8cm
Tidak tampak perdarahan intraparenkim cerebri dan cerebeli
Hematosinus frontal kanan, maksila kanan, spenoid dan ethmoid kanan
Fraktur temporal kanan dan zygoma kanan, suspek fraktur os frontal kanan
Subgaleal hematoma dan emfisema subkutis regio temporal kanan

2.5. RESUME
Tn. S (34th) dibawa oleh keluarganya ke RSUP Fatmawati setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas akibat benturan di kepala sejak 5 jam sebelum
masuk RSUP Fatmawati, sesaat setelah kecelakaan sempat tidak sadarkan diri +/-
15 menit, kejang -, muntah -, lucid interval -, hempirasese -, defisit neurologis lain
nya -

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos


mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal. Status generalisata didapatkan luka
pada bagian dahi sisi kianan, juga ditemukan konjungtiva anemis (-/-).

27  
 
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan GCS 12 pada saat di IGD, pupil
normal, tidak ada rangsang meningeal, nervus kranialis tidak ada parase, motorik
normal, refleks fisiologis normal, tidak ada refleks patologis, sensoris dan otonom
normal.

Dari pemeriksaan CT Scan didapatkan tampak perdarahan pada epidural


frontoparietal, perdarahan subarachnoid

2.6 DIAGNOSIS
• Diagnosis Klinis : Riwayat penurunan kesadaran
• Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
• Diagnosis Patologis : Epidural hematoma
Subdural hematom
• Diagnosis Topis : Scalp

2.7 TATA LAKSANA


Non Medikamentosa Medikamentosa
Bed Rest IVFD NaCl 0,9% 500cc
Elevasi kepala 300 Ketorolac 2 x 30mg IV
Citicolin 2 x 500 mg IV
Transamin 3 x 1 amp IV
Vit.K 3 x 1 amp IV
Ranitidin 2 x 50 mg iv
Ondansetron 3 x 1 amp IV
Fenitoin 3 x 100mg
Manitol 1x125mg
Haloperidol 2x1mg

28  
 
laporan operasi

1. Pasien supine dalam anastesi umum, kepala miring kiri, bahu kanan di
ganjal kain
2. A dan antisepsis lapangan operasi dan sekitar nya dengan hibiscrub,
alcohol, dan betadine
3. Insisi kulit berbetuk ”?” meliputi regio temporoparietal dextra, menembus
subkutis galea, perdarahan di rawat dengan klem dan bipolar, flap kulit
disisihkan ke kaudal
4. Insisi periosteum medikal insisi kulit, flap lalu disisihkan dengan adson
dan di gantung ke kaudal
5. Dilakukan 4 buah burrhole meliputi daerah temporal dextra dilanjutkan
kraniotomi sehingga membentuk defek kraniotomi berukuran 4cm x 4cm ,
tampak hematom kehitaman, hematom di evakuasi 50cc, sumber
perdarahan dari diploe
6. Dilakukan gantung duramater di beberapa tempat
7. Dilakukan insisi duramater berbentuk stelata, nampak subdural hematom,
hematom di evakuasi dengan bantuan suction
8. Duramater dijahit, diputuskan di pasang drain epidural
9. Luka operasi di jahit lapis demi lapis
10. Operasi selesai

2.8. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam


Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Bonam

29  
 
BAB III

ANALISIS KASUS

4.1. Dasar diagnosis


Anamnesis

• Riwayat trauma
Mekanisme trauma : kepala bagian frontal dan temporal dextra
terbentur cukup keras ke 5 jam SMRS
• Penurunan kesadaran, durasi 15 menit
• Dapat berjalan dan berbicara 5 menit setelah trauma
• Lucid interval - , kejang - , muntah -, kelemahan satu sisi -,
pandangan ganda -

Pemerksaan Fisik
• Status generalis
o GCS saat di IGD E3M5V4
o TD 170/100 mmHg
o HR 155x/m
o RR 25x/m
o Akral hangat
• Status Neurologis
o Pupil anisokor, diameter ki/ka 5 mm/2 mm, RCL +/+,
RCTL +/+,
o Ektremitas : kesan parese kanan ki/ka 5/2---5/2

Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
o Leukositosis 16.9 ribu/ul
o GDS 189 mg/dl

30  
 
• Radiologi
CT-Scan : Hematom epidural regio frontal kanan, ukuran 6,9 x 1,8
x 2,8 cm dan regio temporal kanan 2,6 x 4,3 x 2,5cm
Perdarahan subarachnoid regio temporal kanan
Edema hemisfer cerebri kanan dengan herniasi subfalcine ke kiri
sejauh 0,8cm).

Terapi

• Craniotomy

• Oksigen 8L NRM

• NaCl 0,9% 500 cc/12 jam

• Manitol loading 250 cc

4.2. Pembahasan
Pasien datang setelah mengalami kecalakaan lalu lintas dengan mekanisme
trauma yang berakhir pada benturan kepala pada trotoar yang menyebabkan
pasien mengalami cedera kepala. Cedera kepala adalah trauma mekanik pada
kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat
berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial,
yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Penyebab yang paling sering
terjadi adalah kecelakaan motor, jatuh, kekerasan, cedera olahraga, dan trauma
tembus.

Pasien datang ke IGD Dengan GCS ini pasien sadar penuh dan
digolongkan mengalami cedera kepala ringan dalam klasifikasi cedera kepala.
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
penurunan kesadaran dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
.
penderita cedera kepala Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera kepala dibagi
atas :

31  
 
• Cedera kepala ringan : GCS 13 – 15
• Cedera kepala sedang : GCS 9 – 12
• Cedera kepala berat : GCS 3 - 8
Selain menggunakan GCS sebagai indikator penilaian cedera kepala, bisa di lihat
dari durasi penurunan kesadaran, amnesia yang terjadi setelah kejadian. Pada
pasien ini dengan GCS 12 , durasi penurunan kesadaran +/- 15 menit dengan tidak
ada nya amnesia baik amnesia jangka panjang dan jangka pendek maka pasien ini
di diagnosa cedera kepala sedang saat berada di IGD RSUP Fatmawati dengan
suspek et causa Epidural Hematom.

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial


antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek atau
menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau
temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media.
Sedangkan angka terjadi nya EDH paling banyak disebkan benturan pada kepala
yang terjadi langsung mengenai kalvarium yang disertai terobek atau terputusnya
arteri meningeal media, perdarahan ini akan menyebabkan ada nya tekanan
sehingga akan menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

Tekanan intrakranial ini dapat disebabkan oleh dua hal yakni


bertambahnnya masa perdarahan pada rongga kepala yang kompak serta
penambahan volume otak akibat edema otak. Edema otak ini dapat terjadi oleh
dua hal yang pertama akibat iskemik otak pada lobus yang terkena. Iskemik ini
muncul karena perdarah yang terus berlanjut menyebabkan arteri yang
memperdarahinya tidak mampu memberikan suplai oksigen ke sel target.
Akibatnya, sel mengalami gangguan pompa Na-K karena kekurangan ATP.
Gangguan pompa Na-K ini menyebabkan Kalium tidak bisa masuk dan Natrium
tidak bisa keluar dari sel yang pada akhirnya intraselular menjadi lebih pekat, hal
ini menyebabkan air tertarik di dalam sel, mekanisme ini disebut edema
sitotoksik. Yang kedua, mekanime dengan cara vasogenik edempun dapat terjadi,
hal ini diakibatkan oleh kerusakan BBB saat terjadinya trauma, sehingga
terjadilah peningkatan tekanan osmotik dan cairan keluar dari pembuluh darah
menuju ektraseluler.

32  
 
Tekanan intrakranial akan menstimulus refleks muntah, oleh karena itu
pasien dapat muntah. Selain itu, adanya gejala pusing dan nyeri kepala
diakibatkan oleh kerusakaan saraf akibat tekanan intrakranial tersebut.

Adanya gejala sadar setelah kejadian atau pada kasus lain sadar setelah
pingsan kemudian pingsan kembali disebut sebagai lucid interval yang merupkan
salah satu patanomenik sign dari EDH. Pada pasien ini tidak sadarkan diri +/- 15
menit dan seteah itu kembali sadar dan tidak mengalami tidak sadarkan diri lagi
setelah itu, hal ini menghilangkan salah satu gejela khas EDH. Sedang kan lucid
interval tidak terjadi jika trauma sangat berat karena pada trauma yang sangat
berat tentu kerusakan otak yang terjadi langsung menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri.

Penurunan kesadaran pada EDH dikarena adanya tekanan intrakranial oleh


masa perdarahan yang menekan sistem ARAS (ascending reticular activating
system) yang mengatur pola sadar seseorang. Sehingga ketika perdarahan belum
cukup menekan sistem ini maka penurunan kesadaran tidak akan terjadi.
Penurunan kesadaran yang pertama diakibatkan oleh benturan yang menyebabkan
goncangan pada otak sehingga mengenai korteks. Gangguan pada korteks cerebri
inilah yang mendasari terjadinya pinsan yang pertama. Namun, jika tidak terdapat
benturan yang cukup berarti terhadap gangguan korteks maka pingsan yang
pertama tidak akan terjadi. Hal inilah yang terjadi pada pasien ini.

Pada pemeriksaan fisik pertama saat di IGD ditemukan adanya


peningkatan tekanan darah (170/100 mmHg), takikardi (155x /menit). Hal ini
terjadi akibat refleks cushing yang terjadi akibat tekanan intrakranial.
Peningkatan tekanan intrakranial akan berkonsekuensi pada peningkatan tekanan
cairan pada otak misalnya cairan serebrospinal. Tekanan pada cairan serebrospinal
akhirnya pada suatu titik tertentu dan melebihi tekanan arteri rata-rata (Mean
arteral blood pressure atau MABP/MAP). Ketika TIK melebihi MABP, arteriol
yang terletak pada cerebrum menjadi terkompresi. Kompresi ini menyebabkan
penurunan aliran darah ke otak dan menyebabkan iskemik otak.

33  
 
Selama peningkatan TIK, antara nervus simpatis dan nervus parasimpatis
akan teraktivasi. Pada fase pertama refleks, nervs simpatik terstimulasi lebih
dominan dibandingkan dengan nervus parasimpatis. Respon simpatis ini akan
mengaktifkan reseptor alfa-1 adrenergik yang menyebabkan konstriksi arteri
tubuh. Konstriksi ini akan menyebabkan resistensi aliran darah secara total,
peningkatan tekanan darah (hipertensi). Respon simpatis juga meningkatkan
denyut nadi dan kardiak output. Fase awal refleks adalah kombinasi antara
hipertensi dan takikardi.

Beberapa saat kemudian, baroreseptor yang terletak pada arkus aorta


mendeteksi adanya peningkatan tekanan darah tersebut dan memacu respon
parasimpatis melalui nervus vagus. Stimulus ini menyebabkan bradikardi.
Bradikardi juga dapat terjadi akibat peningkatan TIK dengan distorsi langsung
pada nervus vagus. Tekanan darah ini akan tetap meningkat lebih dari cairan
serebrospinal untuk memungkinkan aliran darah ke otak. Jika peningkatan
tekanan darah tidak cukup untuk mengimbangi kompresi arteri maka infark akan
terjadi.

Pada pemeriksaan fisik pada pasien ini tidak di dapatkan ada nya defisit
neurologis seperti hemiparesis, hipestesia, paresis nervus kranialis, hal ini sangat
bergantung pada lokasi penekanan yang terjadi volume otak yang mengembang
akibat edema atau jaringan otak yang tertekan akibat bertambahnya masa
intrakranial, akan menyesuaikan diri mencari lokus minoris resistensi dan
terjadilah herniasi otak. Pada pasien hal terdapat pergeseran gyrus cingulai ke
bawah falx cerebri sejauh 0,8 cm atau yang di kenal dengan jenis herniasi otak
subfalcine

Tampak ada nya pergeseran


gyrus cingulai ke bawah falx
serebri

34  
 
Pada herniasi otak subfalcine, memang lebih sering asimtomatik, namun
perlu dilakukan pemamtauan klinis dan waspada herniasi transtenorial yang akan
mendorong arteri cerebri media

Pada temuan laboratorium didapatkan leukositosis (16.700 /ul) dan


hiperglikemik (189 m/dl). Hal ini terjadi akibat respon iskemik-hipoksia akibat
kompresi aliran darah oleh tekanan intrakranial. Saat sel iskemik-hipoksi, sel akan
mengalami prosesi inflamasi dengan menstimulus pengeluaran mediator-mediator
inflamasi. Mediato inflamasi ini menarik leukosit-leukosit ke tempat inflamasi.
Sedangkan hiperglikemik terjadi karena saat sel otak mengalami kerusakaan
akibat trauma, terjadilah gangguan metabolisme sel dan hormonal dalam respon
inflamasi lokal maupun sistemik yang terjadi akibat trauma. Hal ini
mengakibatkan peningkatan katabolisme dan memacu terjadinya hiperlikemi,
protein wasting, dan meningkatkan kebutuhan energi. Efek hormonal yang terlibat
adalah aksis hipotalamus-hipofisis yang memproduksi adrenocorti-cotropin
releasing hormone (ACTH), hormon pertumbuhan, prolaktin, vasopresin, serta
kortisol yang secara alami berespon saat terjadi stress. Glukoagon dan
katekolamin juga diproduksi saat fase ini. meskipun katekolamin membantu
meningkatkan tekanan darah dan cardiac output (dan karenanya memperbaiki
perfusi otak), namun katekolamin juga meningkatkan metabolisme basal,

35  
 
konsumsi oksigen, glikoenolisis, hiperglikemik, proteolisis dan muscle wasting.
Jika hal in tidak dapat terkompensasi maka akan mengakibatkan energy failure.
Selain itu, bukan hanya aliran oksigen yang terganggu namun kemampuan
glukosa untuk masuk ke dalam sel otak juga terganggu sehigga menebabkan
hiperglikemi

Terapi

• Dasar pemberian okisgen 8L NRM adalah untuk hiperventilasi.


Hierventilasi ini mencegah hiperkarbia yang menyebabkan vasokosntriksi
pembuluh darah. Dimana vaokonstriksi ini justru akan meningkatkan
tekanan otak.

• Cairan intravena

Cairan intravena diberikan secukupnya untuk resusitasi agar


penderita tetap dalam keadaan normovolemia. Cairan yang dianjurkan
adalah cairan isotonik seperti normal saline dan ringer laktat. Pemberian
cairan hipotonik seperti seri KAEN (KAEN 1b mengandung NaCl 2,25
gram dan dextros anhidrat 37,5 gram) dan dextros justru akan
menyebabkan otak semakin edem. Menurut teori cairan diberikan 1500-
2000 ml/24 jam pertama, oleh karena itu pasien diberikan ringer laktat
500cc/12 jam pertama.

• Cairan hiperosmolar

Ada beberapa cairan hiperosmolar yang digunakan untuk


menurunkan tekanan intrakranial, di antaranya adalah cairan salin
hipertonik dan manitol. Pada penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh
Kamel dkk dalam penelitiannya yang berjudul ‘hipertonic saline versus
mannitol for treatment ofelevated intracranial pressure’ : a meta-analysis
of randomized clinical trial pada tahun 2011 menunjukkan bahwa salin
hipertonik lebih efektif dibandingkan dengan manitol. Namun, meskipun
demikian, menurut ‘guideline for the management of severe traumatic
brain injury 2007 dan jurnal ‘hypertonic saline, not mannitol, should be

36  
 
considered gold standard medical therapy for intracranial hypertension,
manitol telah lama diteliti baik efektifitas dan efek sampingnya, manitol
sudah dijadikan terapi gold standar untuk menurunkan tekanan
intrakranial. Sedangkan penggunaan salin hipertonik sebagai terapi untuk
penurunan tekanan intrakranial belum banyak digunakaan karena belum
ada bukti evidance yang kuat mengenai penggunaan, konsentrasi dan
metode yang tepat digunakaan pada saline hipertonik.

Baik manitol maupun salin hipertonik memiliki kerja yang sama


yakni menarik air keluar ke intravaskluar, sedangkan efek manitol adalah
mengeluarkannya melalui dierusis. Kedua regimen ini bertjuan untuk
menurunkan edema otak sehingga dapat menurunkan tekanan intrakranial
yang terjadi14.

Dosis manitol adalah 0,25-1 gram/kgBB, sehingga dosis pada


pasien ini adalah 20 gram IV.

• Kraniotomi

Indikasi operasi kraniotomi pada pasien EDH memiliki beberapa


indikator yang dapat di nilai berdasarkan rekomendasi pedoman
tatalaksana cedera otak tim neurotrauma RSU DR Soetomo yaitu :

1. Pasien EDH tanpa melihat GCS dengan volume > 30 cc atau


ketebalan > 15mm , atau pergeseran midline shift >0,5mm
2. Pasien EDH akut (GCS < 9) dan pupil anisokor

Hematom epidural pada regio


frontal dextra :

Rumus yang di pakai AxBxC/2

(6.9 x 1.8 x 2.8 ) /2

=17,38 cc

37  
 
Hematom epidural pada regio
parietal dextra :

Rumus yang di pakai AxBxC/2

(2,6 x 4,3 x 2,5 ) /2

=13,97 cc

Terdapat heriniasi subfalcine 0,8 cm

Bila mengacu pada rekomendasi di atas , pada pasien memiliki GCS 12 ,


tanpa melihat GCS terdapat ada nya herniasi subfalcine 0,8cm yang
berarti merupakan indikasi untuk dilakukan tatalasana operatif dalam hal
ini kraniotomi, walau volume tidak melebihi dari 30cc.

• Analgetik

Ketorolak merupakan obat NSAID yang poten sebagai antinyeri


dan memiliki efek samping yang minimal. Beberapa clinical trails of
prospective pain treatment in children menunjukkan bahwa ketorolak
memiliki efektftas yang sama dengan analgetik jenis opiod seperti morfin
dan lebih efektif dibaningkan dengan codein.

38  
 
Farmakokinetik ketorolak berbeda pada anak-anak dibandingkan
dengan dewasa pada saat setelah operasi. Pada anak-anak, distribusi
volume (Vd) ketorolak meningkat sebanyak 2 kali lipat sama relatif seperti
orang dewasa. Plasma clerance (CL) ketorolak lebih tinggi pada anak-
anak mungkin dikarenakan adanya ikatan pada protein plasma yang lebih
rendah. Namun, waktu paruh (T1/2) dari ketorolak sama antara dewasa
dan anak-anak T1/2 berbanding lurus dengan Vd tetapi berbanding
terbalik dengan CL.

39  
 
DAFTAR PUSTAKA
1. Cooper PR. 1987. Head Injury Second Edition. Baltimore: William and
Wilkins.
2. Pricec DD. 2001. Epidural Hematoma In Medicine Journal Vol 2 No 2
februari 2011.
3. Paterniti S, Flore P, Macri E, et al. 1994. Extradural Hematoma, report of
37 consecutives cases with survival. Acta Neurochir (Wien) 1994; 131 (3-
4): 207-10
4. Chiles BW, Cooper PR.1994. Extra Axial hematoma in neurosurgcal
emergencies Neurosurgical toics American Assosiation of Neuroloical
Surgeon,vol 1: 73-79
5. Reily P and Bullock R. 1990. Head Injury : Pathophysiology and
Management of severe closed injury, Charman and Hall Medical, 77-78:
411-415
6. Andrews BT,Pitss LH. 1991. Traumatic TranstentorialHerniation and Its
Management. Future Publishing company, Inc, Mount Kisco.
7. Baehr,Mathias, dkk. 2010.Duus Topical Diagnosis in Neurology. EGC:
Jakarta
8. Tortora, G. Dkk. 2012. Principles of Anatomy and Physiology 12 ed. US:
John Wiley and Son.
9. Despopoulus, Agamemnon. 2007. Coloratlas of Physiology 5th edition.
New York: Thieme.
10. Bullock,Ross, dkk. 2015. Surgical Management of Acute Epidural
Hematomas. Neurosurgery 58:52-4-52-6.
11. Wood, Christopher, dkk. 2005. Management of Acute Tramatic Brain
Injury. New York: PTAP.
12. Maramattom, Boby. Dkk. 2012. Uncal Herniation. New York: American
Medical Assosciation.
13. Cook, Aaron, dkk. 2008. Nutrition in Clinical Practice.
http://ncp.sagepub.com/cgi/content/abstract/23/6/608
14. H Kamel. Dkk. 2011. Hypertonic saline versus manitol for the treatment of
elevated inracranial pressure: a meta analysis of randomized clinical trial.
2011 Mar;39(3):554-9. doi: 10.1097/CCM.0b013e318206b9be.

40  
 
15. JB Forrest, dkk. 2000. Ketorolac for postoperative pain management in
children. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9187531.
16. Annonym. Chirugica. 2005. Tosca Enterrise. Yoyakarta
17. Sidharta. Priguna. 2004.Neurologi Klinis dalam Pratek Umum. Jakarta:
dian rakyat
18. De Jong.Wim. 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
19. Japardi, iskandar. 2004. Cedera kepala BIP: Jakarta
20. Markam,S, dkk. 2005. Trauma Kapitis. Kapita Selekta Neurologi edisi
kedua. Harsono, Gajah Mada University Press.:Jogjakarta.
21. DahmertW,Md,dkk. 1993. Brain Disorder. Radiology Review Manual 2
Edition. William and Wlikins:Arizona
22. Sutton D. 1993. Neuroradiology of the spine, Textbookof radiology and
imaging 5th edition. Churchil Living stone:London

41  
 

Anda mungkin juga menyukai