Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

INTRACEREBRAL HEMORRHAGE

Pembimbing:
Dr. dr. Rini Andriani, Sp.S

Disusun oleh:
Yovita Valencia (406181009)
Satria Ghaibi Saputra (406181027)
Stefanus Evan (406181059)
Prematellie Jaya Leslie (406182038)
Elfinder Singh Dhillon (406182030)
Novial Imam Filardhi (406191008)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RUMAH SAKIT SUMBER WARAS
PERIODE 27 JANUARI – 1 MARET 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Yovita Valencia (406181009)


Satria Ghaibi Saputra (406181027)
Stefanus Evan (406181059)
Prematellie Jaya Leslie (406182038)
Elfinder Singh Dhillon (406182030)
Novial Imam Filardhi (406191008)
Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode : 27 Januari – 1 Maret 2020
Judul : Intracerebral Hemorrhage
Pembimbing : Dr. dr. Rini Andriani, Sp.S

Jakarta, 10 Februari 2020


Koordinator Bagian
Ilmu Penyakit Saraf RS Sumber Waras

dr. Derfiani Prinanda Hussein, Sp.N

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Intracerebral
Hemorrhage”. Laporan kasus ini merupakan salah satu prasyarat agar dapat dinyatakan
lulus sebagai Profesi Kedokteran.
Selama menyelesaikan laporan kasus ini, banyak pihak yang membantu penulis.
Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Samadhi Tulus Makmud, Sp.S sebagai koordinator bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Sumber Waras yang telah memberikan bimbingan, ilmu
pengetahuan, serta pengajaran yang baik selama penulis mengikuti kepaniteraan
di RS Sumber Waras.
2. dr. Derfiani Prinanda Hussein, Sp.N selaku dokter pembimbing bagian Ilmu
Penyakit Saraf yang telah memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, serta
pengajaran yang baik dalam penyelesaian laporan kasus ini dan selama penulis
menjalankan kepaniteraan di RS Sumber Waras.
3. Teman – teman dan para sahabat yang selalu membantu selama proses penulisan
laporan kasus ini.
4. Para perawat dan seluruh karyawan RS Sumber Waras yang telah membantu
penulis dan memberikan saran-saran yang berguna dalam menjalani kepaniteraan
di RS Sumber Waras.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki keterbatasan. Oleh
karena itu, penulis akan menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
referat ini. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan
semua pihak yang telah membantu penulis selama penyelesaian referat. Dengan segala
keterbatasan yang ada, penulis berharap laporan kasus ini dapat memberi manfaat bagi
pengembangan ilmu khususnya dalam bidang ilmu penyakit saraf.

Jakarta, 10 Februari 2020


Penulis

3
REKAM MEDIS

IDENTITAS PASIEN :
 Nama : Ny. P
 Tempat/Tanggal Lahir : Banten, 9 Agustus 1969
 Alamat : Jl. Tomang raya 12 no 115, Jakarta Barat
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Status Perkawinan : Menikah
 Suku Bangsa : Sunda
 Umur : 50 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pendidikan : SLTA
 Agama : Islam

I. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesa pada tanggal 3 Februari 2020, pukul 10.00 WIB
Keluhan utama : Lemah bagian tubuh sebelah kanan secara tiba-tiba sejak 3 jam
SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSSW dengan keluhan tidak bisa berjalan yang
disebabkan kelemahan pada sebelah kanan tubuh yang terjadi secara tiba-tiba.
Kurang lebih 3 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas, tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai sebelah kanan, tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan, penderita mengalami sakit kepala, mual
muntah tidak ada, tidak disertai kejang. Saat penderita berbicara, mulut sisi kanan
pasien tertinggal dan bicaranya pelo.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
Riwayat penyakit Hipertensi : diakui
Riwayat penyakit jantung : disangkal

4
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama : disangkal
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat penyakit Hipertensi : diakui
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak rutin mengkonsumsi obat anti hipertensinya.
Obat yang dikonsumsi : Amlodipin 10 mg 1x1

II. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 3 Februari 2020, jam 10.30
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan, compos mentis
GCS : E4M6V5, 15
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 60 kg
Status Gizi : Overweight
Tanda Vital
- Suhu Tubuh : 36.7oC (per axilla)
- Tekanan Darah : 165/112 mmHg
- Nadi : 78x/menit, regular
- Laju Nafas : 20 x/menit, regular

5
Status Internus
 Kepala : Bentuk dan ukuran normal, massa (-), kulit kepala normal.
 Mata : Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor bulat, reflex
cahaya langsung (+/+) dan tidak langsung (+/+).
 Telinga : Bentuk telinga normal, liang telinga lapang, tidak tampak kelainan
 Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi, lapang/lapang, hiperemis mukosa
(-/-), sekret (-/-) tidak tampak kelainan.
 Mulut : Mukosa bibir normal, lidah tidak kotor, karies (-), tonsil T1 – T1
 Leher : deviasi trakea (-), pembersaran KGB (-).
 Thoraks :
– Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : pekak, batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I&II normal, (-) murmur, gallop (-)
– Paru
Inspeksi: bentuk dada normal dan simetris, gerak napas tertinggal (-)
Palpasi: stem fremitus simetris, sama kuat, ekspansi normal
Perkusi : bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-
 Abdomen:
– Inspeksi : Datar, tidak tampak benjolan, striae (-)
– Auskultasi : Bising usus (+) normal.
– Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), defans
muskular (-).
– Perkusi : Timpani pada keempat kuadran, shifting dullness (-)
 Anus dan Genitalia: Tidak diperiksa
 Ekstremitas: Akral hangat, Tidak tampak edema di 4 kuadran ekstremitas dan
tubuh bagian lain, CRT < 2 detik
 Tulang belakang dalam batas normal
 Kulit: hangat, kering, tidak tampak kelainan
 Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

6
Status Neurologis
Fungsi Luhur
 Kesadaran : Compos mentis
 Orientasi : tempat, waktu dan situasi baik
 Kognitif : tidak ada gangguan kognitif
 Gerakan abnormal : tidak ditemukan

Saraf Kranialis
PEMERIKSAAN DEXTRA SINISTRA
Nervus Olfactorius (N. I)
Daya penghidu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Opticus (N. II)
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang normal normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Occulomotorius (N. III,IV, VI)
Ptosis (-) (-)
Gerak mata ke superior Dapat dilakukan Dapat dilakukan
Gerak mata ke inferior Dapat dilakukan Dapat dilakukan
Gerak mata ke medial Dapat dilakukan Dapat dilakukan
Pupil (bentuk & ukuran) Bulat, Ø 3 mm Bulat, Ø 3 mm
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tak langsung (+) (+)
Strabismus divergen (-) (-)

Gerak mata ke lateroinferior Dapat dilakukan Dapat dilakukan


Strabismus konvergen - -

7
Nervus Facialis (N.V)
Sensorik (cabang
ophtalmicus, maxillaris, Sama Kuat Sama Kuat
mandibularis)
Motorik
- Membuka mulut, Dapat Dapat
- Menggerakan rahang, Dapat Dapat
- Menggigit Dapat Dapat

Nervus Fascialis (N. VII)


Kerutan kulit dahi Dapat Dapat
Mengangkat alis Dapat Dapat
Sulcus nasolabialis Sudut Tidak ada sudut
Sedikit tertinggal yang tertinggal
Menggembungkan pipi Ada Tidak ada
kebocoran kebocoran
Menyeringai Tidak dapat Dapat

BBerbicara Pelo Pelo


Nervus Vestibulo-Cochlearis (N. VIII)
Test pendengaran Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test penala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test romberg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Glossopharyngeus (N.IX)
Palatum mole Normal
Arkus Faring Di tengah
Uvula Di tengah
Disfagia -
Nervus Vagus (N.X)
Arkus faring Normal
Bersuara Baik
Menelan dan Mengejan Dapat

8
Nervus Accesorius (N. XI)
Menoleh kanan-kiri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Hipoglosus (N.XII)

Tremor lidah -

Atrofi papil lidah -

Pergerakan lidah Simetris

Kedudukan lidah :

Didalam mulut Deviasi ke kiri

Dijulurkan Deviasi ke kanan

 Pemeriksaan Motorik
o Trofi otot : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
o Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
o Kekuatan : 3333 5555
3333 5555
o Refleks Fisiologis
- Biceps :+/+
- Triceps :+/+
- Patella :+/+
- Achilles :+/+
o Refleks Patologis
- Hoffman-Tromner :-/-
- Babinski :-/-
- Chaddock :-/-
- Oppenheim :-/-
- Gordon :-/-
- Schaefer :-/-

9
o Pemeriksaan Sensorik
- Ekseroseptif: sensasi nyeri, raba halus, dan suhu normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
 Laboratorium (3 Februari 2020)
Hb : 12,1 g/dl
Eritrosit : 3,45x106/mm3
Leukosit : 5.200 /mm3
Diff Count : 0/0/0/85/11/4
Trombosit : 220.000/mm3
Hematokrit : 33vol%
 CT Scan kepala :
– Tampak area hiperdens di parietal kiri, ukuran 4,62x3,81 cm.
– Differensiasi grey, white matter jelas.
– Tak tampak deviasi midline structure.
– Sistem ventrikel normal, sulci/gyri
normal.
– Pons/cerebellum/CPA normal.
– Sinus paranasal/cavum nasi dan
orbita normal.
– Kesimpulan: ICH di parietal kiri vol ± 90 cc.

10
RESUME :
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 50 tahun dengan keluhan
tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada sebelah kanan tubuh yang
terjadi secara tiba-tiba. Kurang lebih 3 jam SMRS, saat penderita sedang
beraktivitas, tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai
sebelah kanan, tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan, penderita
mengalami sakit kepala, mual muntah tidak ada, tidak disertai kejang. Saat
penderita berbicara, mulut sisi kanan pasien tertinggal dan bicaranya pelo. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan TD 165/112 mmHg, nervus cranialis VII didapatkan
sulcus nasolabialis kanan sedikit tertinggal, saat menyeringai sisi sebelah kanan
tertinggal, saat lidah dijulurakan terdapat deviasi ke arah kanan, terdapat kebocoran
sisi kanan saat menggembungkan pipi, bicara pelo +, dan penurunan kekuatan pada
ekstremitas kanan. Pada pemeriksaan penunjang CT Scan didapatkan kesan ICH di
parietal kiri dengan volume ± 90cc.

DAFTAR MASALAH/DIAGNOSA
Diagnosa Kerja :
 Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra
Parese N. VII dextra tipe sentral
Parese N. XII dextra tipe sentral
 Diagnosis Topis : Parietal sinistra
 Diagnosis Etiologi : Intracerebral Hemorrhage (ICH)

Rencana Terapi Farmakologis


 IVFD NaCl 0,9% /menit
 Inj. Citicoline 2 x 500 IV
 Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV
 Inj. Asam tranexamat 3 x 500 mg IV
 B kompleks 1 x 500 mcg PO

11
Rencana Terapi Non-Farmakologis
 Follow Up : GCS + TTV
 Head up 30°
 Oksigen adekuat
 Konsul Bedah Saraf

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

12
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Stroke iskemik adalah kumpulan gejala deficit neurologis akibat gangguan fungsi otak
akut baik fokal maupun global mendadak, disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya aliran
darah pada parenkim otak, retina, atau medulla spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan
atau pecahnya pembuluh darah arteri meupun vena, yang dibuktikan dengan pemeriksaan
pencitraan dan/atau patologi. Berdasarkan klsifikasi dari TOAST (Trial of ORG 10172 in Acute
Stroke Treatment), terdapat 4 tipe stroke iskemik, yaitu ateroskleoris pembuluh darah besar,
penyakit pembuluh darah kecil (infark lacunar), stroke kardioemboli, dan stroke kriptokenik.1,4

Sedangkan stroke hemoragik adalah suatu gangguan organik otak yang disebabkan
adanya darah di parenkim otak atau ventrikel, terdiri atas perdarahan intraserebral (ICH) atau
perdarahan subarachnoid (SAH)4

Epidemiologi

Di dunia, didapatkan kasus stroke sebesar 17 juta, dengan 6,5 juta kematian, dan 26 juta
orang dengan risiko untuk mengalami stroke. Di Indonesia sendiri, didapatkan prevalensi stroke
pada tahun 2013 adalah 12,1%, atau 12 dari 1000 orang di Indonesia cenderung untuk menderita
stroke. Prevalensi tertinggi ada di provinsi Sulawesi Selatan (17,9%). Prevalensi stroke di usia
45-54 tahun adalah 1,7%, usia 55-64 tahun 3,3%, usia 65-74 tahun 4,6%, dan usia > 75 tahun
6,7%. Usia > 55 tahun diketahui memiliki risiko 5,8 kali lebih tinggi dibanding kelompok 15-44
tahun. Tidak terdapat perbedaan insidens antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan (12 vs
12,1%). Penyakit stroke menyebabkan 21,1% kematian di Indonesia pada tahun 2014, dan
merupakan penyebab yang tertinggi.1,2 Menurut penelitian Ghani et al, faktor risiko dominan lain
dalam terjadinya stroke di Indonesia adalah penyakit jantung coroner, diabetes melitus,
hipertensi, gagal jantung, penderita TB, gangguan mental emosional, obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, komsumsi buah dan sayur yang rendah, dan merokok3

Etiologi

Terdapat etiologi multipel yang menyebabkan terjadinya stroke, namun faktor risiko yang
paling umum adalah hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, rendahnya aktivitas fisik,
obesitas, genetic, dan merokok. Emboli serebral umumnya berasal dari jantung, tertutama pada

13
pasien yang meiliki penyakit fibrilasi arterial, penyakit katub jantung, defek struktual (defek
septum arterial dan ventricular), dan penyakit jantung rematik kronis. Intake alokohol yang tinggi
juga mempunyai hubungan erat dengan terjdinya stroke iskemik dan hemoragik. Stroke yang
terjadi di pembuluh darah kecil (infark lacunar) paling sering disebabkan oleh keadaan hipertensi
yang tidak terkontrol secara kronis, yang menyebabkan terjadinya lipohialinosis dan
arteriosclerosis. Stroke tertuama terjadi di basal ganglia, kapsula interna, thalamus, dan pons.
Penyebab lain dari stroke hemoragik adalah amyloid angiopati (adanya deposit plak amyloid di
pembuluh darah kecil dan media, sehingga rentan untuk mengalami rupture), yang terutama pada
lobus frontal dan parietal. Integritas struktual pada pembuluh darah juga menjadi pertimbangan
pentin dalam etiologi stroke hemoragik, dengan aneurisma, malformasi arteriovenosa,
malformasi kavernosa, telangiektasis kapiler, angioma venosa, dan vasculitis merupakan keadaan
yang sering mendasari.1,5

Patofisiologi

Arteriosklerosis merupakan keadaan yang sering mendasari patologi stroke iskemik,


yang menyebabkan pembentukan plak aterotrombotik, akibat peningkatan LDL (Low Density
Lipoprotein) yang terbentuk di arteri otak. Plak tersebut dapat memblokade atau menurunkan
diameter pada arteri intracranial sehingga terjadi iskemia atau rupture. Rupture dari plak tersebut
dapat meningkatkan jumlah platelet dan fibrin ke area tersebut. Dikeluarkannya emboli yang kaya
fibrin-platelet menyebabkan stroke di arteri bagian distal melalui mekanisme emboli arteri-arteri.
Sementara emboli dari fibrilasi atrium cenderung berasarl dari atrium kiri, yang kaya akan bekuan
sel darah merah, namun dapat juga bersumber dari miksoma atrium kiri, atau gumpalan bakteri
dari vegetasi jantung pada keadaan endocarditis.1,5

Lokasi infark yang paling sering ditemukam adalah pada arteri media serebelar (MCA),
yang memberikan suplai kepada daerah lateral korteks otak (bertanggung jawab untuk fungsi
somatosensory), basal ganglia, dan kapsula interna. Infark di arteri serebral anterior (ACA) (
memberikan suplai kepada daerah frontal, prefrontal, motoric primer, sensori primer, dan area
Broka) jarang terjadi karena adanya pembuluh darah kolateral dari arteri komunikans anterior.
Sementara arteri serebral posterior (PCA) memberikan suplai kepada lobus oksipital dan inferior
lobus temporal, thalamus, kapsula interna bagian posterior, juga merupakan keadaan infark yang
jarang terjadi. Infark lacunar dapat terjadi akibat oklusi arteri perforating kecil akibat oklusi
pembuluh darah intrinsic atau karena emboli.1,5

14
Ketika blockade terjadi, neuron kehilangan suplai oksigen dan nutrisi, sehingga terjadi
kegagalan metabolism aerobik, menyebabkan kegagalan pada pompa Na+/K+/ATPase. Hal ini
kemudian mendasari terjadinya akumulasi Na+ di dalam sel dan K+ di luar sel, yang
menghasilkan akumulasi depolarisasi sel dan pengeluaran glutamate. Glutamate membukan
reseptor NMDA dan AMPA yang menyebabkan masukkan kalsium ke dalam sel, menyebabkan
kematian sel secara kontiniu (mekanisme eksitotoksisitas). Dalam 12 jam pertama, belum ada
perubahan makroskopis utama yang terlihat, namun sudah ada edema sitotoksik dengan
pembengkakan sel neuron, yang terlihaty pada MRI diffusion-weightened. Edema vasogenic
terjadi dalam 6-12 jam setelah onset stroke, melalui MRI sekuens FLAIR> edema sitotoksik dan
vasogenic yang terjadi kemudian menyebabkan peningkatan terkanan intracranial. Keadaan ini
diikuti dengan invasi sel fagositik untuk membuang sel neuron yang mati, menyebabkan
pelunakan dan likuenifikasi jaringan otak yang terkena, dengan puncak dalam 6 bulan setelah
stroke. Dalam beberapa bulan kemudian, astrosit membentuk densitas serat glia yang bercampur
dengan kapiler dan jaringan ikat.1,5

Stroke hemoragik (ICH) disebabkan karena rupture dan perdarahan pada pembuh darah
kecil dan arteriol pada parenkim otak sehingga terbentuk hematoma parenkim. Berdasarkan
penyebabnya, ICH dapat diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder ( malformasi vascular,
tumor otak dengan perdarahan, gangguan perdarahan, infeksi yang berkaitan dengan perdarahan,
dan yang terkait inflamasi). Pembuluh darah kecil yang dimaksud adalah arteri kecil, arteriol, dan
kapiler yang terletak dalam parenkim otak atau pembuluh darah leptomeningeal. Dua bentuk
peyakit pembuluh darah kecil/small vessels sporadik yang paling serin adalah hipertensi small
vessels dan CAA. Lokasi perdarahn juga dapat menjadi petunjuk dari kelainan yang terjadi,
dimana hipertensi jangka panjang lebih cenderung menyebabkan rupture nya arteri deep
perforating branch (diameter 50-400 μm), yang menjadi penyebab utama ICH putamina,
kaudatus, thalamus, dan pontine. Sementara CAA dan gangguan leptomenigeal lainnya
terdepsoso pada pembulu darah arteri yang berukuran sedang, sehingga terhadi disfungsi dinding
pembuluh darah pada lobaris (kortikal-subkortikal).6,7

ICH hipertensif biasanya terjad pada basal ganglia, thalamus, dan batang otak, dan jarang
pada serebelum. Biasa terdapat riwayat hipertensi pada 50-86% kasus. Deep hipertensif ICH
terjadi pada region yang diperdarahi oleh arteri deep perforating yang berasalal dari pembuluh
darah serebral, dengan putamen adalah lokasi yang paling sering (35-50% kasus dari total
kejadian ICH), diikuti thalamus (10-15%), kemudian pons (5-12%). ICH putaminal terjadi karena
rupture cabang lateral pembuluh darah striate (diameter 200-400 μm). Hematoma caudatus
biasanya terjadi karena rupture segmen distal arteri lateral striata. Sementara perdarahan thalamus

15
dapat disebabakan karena rupturnya : 1) grup arteri thalamus anterior sehingga terjadi hematoma
thalamus anterior, 2) arteri tuberotalamik menyababkan hematoma talamik posteromedia, 3)
talamoperforating arteri menyebabkan hematoma talamik posterolateral , dan 4) rupture arteri
posterior koroidal menyebabkan hematoma talamik dorsal. Perdarahan pontine biasanya
disebabkan karena perdarahan artero perforating small paramedian basilar. Lokasi perdarahan
dapat pada basis pontis atau tegmentum.6,7

Ruptur pembuluh darah pada ICH menyebabkan ekstravasasi darah, sehingga terjadi
kerusakan jaringan. Dua kejadian utama dalam ICH adalah efek massa karena hematoma tersebut.
Ekstravasasi darah membentuk SOL (Space Occupying Lesion) di dalam kavitas cranial sehingga
meningkatkan tekanan intrakranial (ICP), yang menimbulkan gejala penurunan kesadaran, sakit
kepala, mual, dan muntah. Kejadian kedua ICH dapat terjadi setelaah adanya infark lacunar
karena rupturnya pembuluh darah lacunar yang terokulsi. Jika ukuran hematoma besar, gejala
penurunan kesadaran dan kejang muncul lebih sering, dan kerusakan neurologis menjadi lebih
parah 6,7

Presentasi Klinis

Stroke harus dapat dikenali dengan cepat (time is brain), dan menyingkirkan penyakit
lain yang juga memberikan gejala defisit neurologis fokal dan penurunan kesadaran yang
mendadak. Adanya nyeri kepada dan penurunan kesadaran lebih mengarahkan kepada stroke
hemoragik. Tanda dan gejala stroke iskemik yang ditemukan berdasarkan area iskemik yang
terjadi adalah1,4,5 :

1. Infarks arteri serebral media (MCA), dengan gejala kontralateral hemiparesis, paralisis
fasial, kehilangan sensori di bagian wajah dan ekstremitas atas, gaze ke area yang
terkena, disartria akibat kelemahan otot wajah untuk fonasi, inatensi (neglect), afasia

2. Infarks arteri serebral anterior (ACA) : dengan gejala deficit motoric dan sensorik
kontralateraldi ekstremitas bawah (wajah dan ekstremitas atas biasanya normal), afasia
motorik, dan terjadinya keadaan konfusi yang akut

3. Infark arteri serebral posterior (PCA) : hipersomnolen, deficit kognitif, homonymous


hemianopsia, hipestesia, dan ataksia, hemiparesis dan kehilangan hemisensory (jika
terkena bagian thalamus), deficit visual dan somatosensory (stereognosis, sensasi taktil,
dan propioseptif), kebutaan kortikal

16
4. Infarksarteri vertebrobasilar : ataksia, vertigo, sakit kepala, muntah, disfungsi orofaring,
deficit lapang pandang, temuan oculomotor abnormal

5. Infark arteri serebelar : ataksia, sakit kepala, muntah, disartria, vertigo

6. Infark lacunar : dapat berupa kehilangan fungsi motoric/sensorik murni, sensorimotorik,


atau ataksia dengan hemiparesis

Tanda dan gejala lengkap dari stroke perdarahan berdasarkan lokasi perdarahannya adalah
sebagai berikut1,6,,8 :

1. Perdarahan lobar

2. Sakit kepala : pada 60-70% kasus

3. Mual dan muntah : pada 30% kasus

4. Kejang : pada 20% kasus

5. Penurunan kesadaran : pada 10% kasus

6. Perdarahan parietooccipital : disfungsi hemisensori, gangguan visuospatial 1 siisi tubuh,


defek lapangan pandang

7. Perdarah temporal : pada sisi kiri menjadi afasia sensori (tipe Wernickle) dan pada sisi
kanan menyebabkan akut confisional atau agitasi

8. Perdarahan frontal : kelemahan 1 sisi tubuh pada sisi kontralateral, disfungsi status
mental (apatis atau abulia)

A. Perdarahan Basal Ganglia (pada putamen dan kapsula interna)

1. Dapat asimptomatik jika perdarahan kecil dan hanya pada putamen

2. Nyeri kepala dan kelemahan kontralateral, gejala neurologis lan tergantung dari
ekspansi perdarahan ke area sekitarnya

3. Jika ekspansi ke limb posterior capsula interna : kelamahan sisi kontralateral

4. Jika eskpansi ke thalamus : gangguan hemisensori kontralateral, gangguan pandangan


bola mata, penurunan kesadaran, dan gangguan lapangan pandang

17
5. Jika terjadi IVH : midline shift karena efek massa, dan kesadaran turun secara cepat,
sampai menjadi koma

6. Perdarahan kadatus : biasa hanya gejala ringan/tanpa gejala. Gangguan


kognitif/perilaku yang ringan. Sering terjadi ekspansi ke ventrikel lateral sehingga
terjadi IVH

B. Perdarahan thalamus

1. Perdarahan pada posterolateral : kehilangan hemisensori gangguan pergerakan mata


vertical, pupil kecil dan terfiksasi

2. Perdarahan pada bagian anterior : penurunan status mental/gangguan neuropsikiatri

3. Perdarahan pada bagian medial : gangguan pergerakan mata vertical, amnesia, abulia

4. Perdarahan pada bagian posterior : gangguan lapangan pandang

5. Perdarahan thalamus yang besar (>2 cm) : hemiparesis berat, kehilangan hemisensori,
gangguan pergerakan mata vertical, pupil yang terfiksasi dan terkonstriksi, disfungsi
okulomotor (deviasi skew dan gangguan konjugasi sisi kontralateral), ganguan bicara,
dan gejala neuropsikiatri (amnesia, confusion)

C. Perdarahan pontine

1. Pasien biasa jatuh dalam keadaan koma karena gangguan RAS (Reticulating Activating
System)

2. Kuadriplegia (bentuk yang parah)

3. Keterlibatan traktur kortikospinal : hemiparesis Keterlibatan nervus kranialis : facia


palsi, disartria, dizziness, vertigo, tuli

4. Keterlibatan pusat nafas : apneu atau nafas yang tidak beraturan/cluster

5. Gangguan okulomotor : sindrom Horner, ocular boobing, ocular dipping, ping-pong


gaze, deviasi skew, palsi pergerakan mata konjugasi horizontal

18
D. Perdarahan serebellum

1. Hidrosefalus karena kompresi ventrikel empat dan aperture lateral (Luschka foramen)
dan medial (foramen Magendie)

2. Sakit kepala

3. Ataksia ekstremitas/trunkal, dizziness, mual dan muntah

4. Nytagmus

Diagram presentasi klinis stroke hemoragik6 :

19
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah1,5,6

1. Darah lengkap (CBC) : platelet dan hematocrit dapat identifikasi resiko perdarahan dan
komplikasinya. Leukositosis berkaitan dengan perdarahan intraventricular

2. Protrombine time (PT), activated partial thromboplastine time (aPTT), international


normalized ratio (INR). PT yang memanjang berakitan dengan penggunaan warfarin,
penyakit hati (penurunan sintesis factor pembekuan), dan DIC (disseminated
intravascular coagulation)

3. Enzim hati : peningkatan abnormal faktor pembekuan yang meningkatkan resiko


perdarahan (pada keadaan alkoholik dan gagal hati)

4. C-reactive protein (CRP) dan fibrinogen : abnormal pada ICH

5. Kultur darah : jika kecurigaan septikemia

6. Serum elektrolit dan osmolatitas

7. Skrining toksikologi dan serum alkohol jika terdaat kecurigaan intake alcohol yang
eksesif, atau penggunaan amfetamin, kokain, ektasi

8. Skrining etiologi vaskulitis

Pencitraan otak untuk stroke iskemik9

1. Non-kontras CT scan (NCCT)

Dapat dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan ICH, SAH, EDH, SDH, dan tumot yang mirip
dengan stroke. Selain itu dapat ditunjukkan tanda awal dari infark iskemik dalam waktu 5 menit.
Beberapa tanda iskemik yang dapat ditemukan adalah :

1. Arteri hyperdense/tanda MCA : akibat peningkatkan densitas dari pembuluh darah yang
tersumbat, dan hilang dalam beberapa hari setelah thrombus hilang

20
2. Jaringan otak yang hipoatenuasi akibat edema sitotoksik

3. Hilangnya insular ribbon sign akibat hipodensitas dan pembengkakan daerah korteksi
insular pada infark MCA

4. Infark hemoragik : dengan perbedaan kontras yang nyata antara darah (atenuasi
tinggi/daerah putih) dan CSF (atenuasi rendah/daerah hitam)

21
5. CT angiografi

Dapat mendeteksi stenosis, oklusi pada sirkulasi arteri intra dan ekstrakranial, serta deteksi
abnormalitas vascular

6. MRI konvensional

Dapat mendeteksi iskemia dengan onset 15 menit, dengan penemuan berupa hiperintens pada
white matter di T2-weightened, hilangnya batas grqy-white matter, sulacal effacement, dan
peningkatan intensitas signal intravascular karena oklusi. Gold standard adalah menggunakan
MRI-DWI karena dapat mendiagnosis stroke iskemik dengan cepat

22
7. MRI : FLAIR (fluid-attenuated gradient echo)

Dapat mendiagnosis iskemik dalam 3-8 jam setelah onset, dan mengidentifikasi stroke iskemik
dan penyakit pembuluh darah kecil

8. MRI-angiografi

Dapat menvisualisasi vaskularisasi tanpa kontras, dan mendeteksi adanya oklusi atau stenosis,
dan kelainan vascular lainnya.

9. DSA (Digitas subtraction angiography) : merupakan gold standard untuk visualisasi


vascular, dapat mendeteksi derajat dari stenosis arterial, diseksi, malformasi vasculitis
vascular, kolateral pathway dan status perfus3. Pencitraan otak untuk stroke
hemoragik6-8

10. Non-kontras CT scan (NCCT)

CT scan dapat berguna untuk identifikasi lokasi perdarahan, ektravasasi intraventricular, edem,
efek assa, midline shift, herniasi, dan juga estimasi volume perdarahan. Akut ICH terlihat sebagai
lesi hiperattenuated oval/bulat dalam beberapa menit setelah gejala muncul. Pada keadaaan
hiperakut, CT lebih terlihat heterogen (40-60 Hounsfield Unit/HU), dan menjadi lebih homogen
(60-100 HU) dan hiperdens jika mulai terbentuk clotting, serta dikelilingi oleh daerah
hipoattenuasi karena adanya edema vasogenik. Peningkatan umur perdarahan akan menurunkan
densitas CT 0,7-1,5 HU/hari. Pada keadaan anemia ekstrim (nilai hematocrit rendah), perdarahan
akan terlihat isodens. Sedangkan pada ekstavasasi perdarahan yang aktif, darah terlihat
hypodense, dikeliingi oleh daerah hiperdense (swirl sign). Jika tidak ada perdarahan ulang, sequel

23
dari perdarahan tersebut dapat berupa foci hipodense (37%), slit-like lesion (25%), kalsifikasi
(10%), atau abnormalitas yang tidak terdeteksi (2%)

11. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Akurasi mendeteksi akut ICH sama dengan CT scan, namun lebih senstif untuk perdarahan
subakut dan kronis. Sekuens yang dapat digunakan adalah T1, T2, DWI (diffusion weightened
sequence), FLAIR (fluid attenuated inversion recovery sequence) Pada fase akut, gradeien echo
T2 lebih sensitive (gambaran hipointense). DWI dapat menunjukkan infark akut/subakut sebgai
area dengan difusi yang restriktif. Sekuens T2/FLAIR yang hiperintens lbih sering disebabkan
karena penyebab vascular, infark lacunar, mikrobleeding deep serebral, atrof otak (karnea
vaskulopati deep perforating). Pada CAA, dapat terlihat mikrobleeding kronis lobaris, siderosis
superfisial karena perdarahan berulang pada ruang subarachnoid dan subpial,dan hiperintens pada
white matter otak.

24
12. CT angiografi (CTA)

CTA dilakukan setelah administrasi kontra iodine, sehingga dapat dilakukan scanning kontras
pada arteri leher dan kepala. Biasanya dilakukan untuk evaluasi aneurisma dan stenosis/oklusi
arteri. Spot sign terlihat sebagai focus penyagatan intens 1-2mm diantara hematoma, yang
merepresentasikan ektravasasi aktif perdarahan. Hal ini menjadi prediktif untuk ekspansi
hematoma dan prognosis yang buruk. Selain itu CTA juga dapat mendiagnosa AVM dan aVF
(dural arteriofistua), penyakit moyamoya, vaskulitis, dan vasospasme karena obat

Tata Laksana

Tata Laksana Stroke Iskemik

Tata laksana umum stroke iskemik menurut PERDOSSI tahun 2016 adalah4 :

1. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

2. Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)

3. Analgetik dan antipiretik jika diperlukan

4. Gastroprotektor jika diperlukan

5. Manajemen nutrisi

6. Pencegahan DVT dan emboli paru dengan heparin dan LMWH

25
Sedangkan tata laksana spesifiknye berupa1,4,5 :

Trombolisis intravena : atelapse dosis 0,6-0,9 mg/kgBB pada stroke iskemik onset <6 jam.
Dosis maksimal adalah 90 mg, dan 10% dosis pertama diberikan bolus dalam 1 menit pertama,
kemudian sisanya dalam 60 menit. Ateleptase hanya diberikan kepada pasien yang memenuhi
kriteria inkulusi (deficit neurologi yang “terukur” karena stroke iskemik, onset < 3jam sebelum
terapi diberikan, dan usia > 18 tahun), atau dapat diperpanjang sampai 4,5 jam dengan
mempertimbangkan benefit dan risiko terhadap pasien.

Kriteria eksklusi pemberian berupa perdarahan internal aktif, riwayat operasi intracranial atau
trauma kepala berat, riwayat oeprasi mayor dalam 1 mnggu terakhir, riwayat infark jantung dalam
21 hari terakhir, kondisi internal yang meningkatkan risiko perdarahan, diastasis perdarahan,
hipertensi berat yang tidak terkontrol (sistolik > 185 mmHg, diastolic < 111 mmHg), perdarahan
intracranial saat ini, perdarahan subarachnoid, penggunaan obat antikoagulan oral, riwayat stroke
sebelumnya, gula darah < 50 mg/dL dan platelet < 100.000 sel/uL. Kriteria eksklusi tambhaan
agar dapat dilakukan pemberian dalam 3-4,5 jam adalah usia > 80 tahun, NIHSS skor > 25,
penggunaan obat antiokoagulan oral, riwayat diabetes dan stroke iskemik sebelumnya.

Angioedema orolingual adalah efek samping potensial dari IV ateleptase, yang membutuhkan
intubasi, dan pemberian metilprednisolon, difenhidramin, dan famotidine. Fibrinolitik oral seperti
tenekteplase dapat menjadi alternative alteptase, namun dengan efikasi yang lebih inferior.

7. Terapi trombektomi mekanik pada stroke iskemik dengan oklusi karotis interna atau
pembuluh darah intracranial onset < 8 jam. Dianjurkan kepada semua pasien stroke,
meskipun sudah mendapat IV alteptase

8. Manajemen hipertensi. Dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah 15% inisial, agar
tercapai tekanan darah 180/105 mmHg untuk pemberian IV alteptase. Jika terdapat
komorbid, maka dapat diturunkan tekanan darah sebesar 15% dalam 24 jam. Tekanan
darah dipertahankan tetap tinggi di awal untuk meningkatkan perfusi ke zoa peri-infark.
Obat yang tersedia adalah labetolol 10-20 mg IV, nicardipine 5 mg/jam IV
(ditingkatkan 2,5 mg jam, maks 15 mg/jam), atau klevidipin 1-2 mg IV (dosis dapat
ditingkatkan 2 kali setiap 25 menit, maksimal 21 mg/jam)

9. Manajemen suhu tubuh, dengan menghindari peningkatan suhu > 38 C, karena


berkaitan dengan peningkatan mortalitas

10. Manajemen gula darah, dengan mempertahankan pada kadar 140-180 mg/dL dalam 24
jam untuk mempertahankan jalur metabolisme oksidatif otak.

26
11. Pengendalian tekanan intracranial, dengan elevasi kepala, hiperventilasi, dan terapi
hyperosmolar. Ventrikulostomi diperlukan jika terdapat kecerugaan hidrosefalus
obstruktif, sedangkan kraniektomi dekompresif dilakukan jika ada edema serebral
akibat efek massa

12. Pengendalian kejang, dan pemberian terapi anti-kejang jika diperlukan

13. Pencegahan stroke sekunder, dengan antiplatelet : aspirin/ klopidrogel/ cilostazol,


terutama dalam 24-48 jam; warfarin diberikan setelah 4-14 hari onset, hanya jika
terdapat fibrilasi atrium

14. Statin (artovastatin 80 mg/hari atau rosuvastatin 20 mg/hari) diberikan pada pasien usia
<75 tahun dan mempunyai penyakit jantung coroner

15. Neuroprotektor : sitikolin, pirasetam, pentoxyfilin

Tata Laksana Stroke Hemoragik

Tata laksana umum10,11 :

1. Monitor di unit ICU setelah terdiagnosa, karena dapat terjadi detriorisasi/perburukan dalam
1-2 hari setelah onset : monitor tekanan darah, denyut jantung, elektrokardiogram, saturasi
oksigen, suhu tubuh, tekanan intracranial, tekanan perfusi serebral (CPP)
2. Reversal antikoagulan : untuk menghentikan efek obat antitrombotik untuk mencegah
ekspansi hematoma dan perdarahan ulang

27
3. Penanganan tekanan intrkranial : dengan memposisikan kepala pada elevasi 30-40°,
osmoterapi (manitol 0,5-1 g/kg atau hipertonik saline), hiperventilasi (PaCO2 disetting pada
26-30 mmHg), hipotermia (pada suhu 32-35°C), barbiturate koma terapi (10-30 mg/kg dosis
insial, kemudian maintenance dengan 1-3 mg/kg/jam) untuk menurunkan metabolisme otak.
Sedatif dan analgesia dibutuhkan untuk mengatasi agitasi dan nyeri

4. Kontrol demam dan temperature tubuh : demam berkaitan dengan pertumbuhan


hematoma dan perburukan keadaan neurologis
5. Kejang : profilaksis kejang pada pasien ICH tidak dibutuhkan karena dapat meningkatkan
angka kematian dan disabilitas
6. Management kadar glukosa : hindari terjadinya hiperglikemia atau hipoglikemia
7. Profilaksis dan tatalaksana tromboemboli vena : dengan stocking elastic, intermiten
pneumatic kompresi (IPC), dan antikoagulan (heparin)
8. Penanganan hipertensi : batas tekanan darah sitolik yang dicapai adalah <140 mmHg
dalam 1 jam

Tata Laksana Operasi7,10-12

Indikasi operasi

1. Volume hematoma 10-30 cc

2. Volume hematoma >30 cc dengan jarak pada permukaan kortikal < 1cm

3. Terdapat IVH atau hidrosefalus

28
4. Lesi dengan adanya efek massa nyata, edema, dan midline shift pada pencitraan

5. Lesi dengan adanya gejala peningkatan ICP karena efek massa atau edema

6. ICP yang meingkatan persisten meski sudah diterapi

7. Deteroriasi yang cepat

8. Lokasi perdarahan : pada lobar, cerebellar, kapsula eksterna, dan hemisfer yang non-
dominan

9. Umur < 50 tahun

10. Untuk perdarahan serebelum : hematoma > 4cm dan GCS < 13, hematoma >3 cm
dengan adanya kompresi pada batangotak dan hidrosefalus

Pilihan operasi

1. Kraniotomi : untuk evakuasi perdarahan/clot darah, dilakukan dalam 30-48 jam (median
time) setelah onset perdarahan

2. Minimal invasif : endoskopi (untuk evakuasi clot daan minimalisir injury pada
parenkim otak, melalui burr hole yang kecil), stereotatik kateter aspirasi clot (dengan
aplikasi agen fibrinolitik melalui kateter)

3. Kraniektomi dekompresif : dilakukan tanpa evakuasi hematoma, dan hanya untuk


menurunkan tekanan intracranial dan efek massa melalui pengangkatan tulang dan
pembukaan duramater

Prognosis dan Komplikasi

Prognosis stelah stroke bersifat multifaktorial, yang teragntung pada usia pasien, tingkat
keparahan stroke, etiologic stroke, lokasi infark, dan keadaan komorbid, untuk memperkirakan
prognosis stroke iskemik, dapat menggunakan model NIHSS (National Institute of health Stroke
Scale) dengan kriteria sebagai berikut13 :

29
Hampir 60-70% pasien dengan skor NIHSS < 10 akan memiliki prognosis yang baik
dalam 1 tahun, dibanding hanya pada 4-16% pasien dengan skor > 20. Komplikasi umum yang
dapat timbul adalah pneumonia, thrombosis vena dalam, infeksi saluran kencing, dan emboli
paru. Pasien yang tidak mengalami gejala komplikasi dalam 1 minggu pertama cenderung untuk
memiliki keadaan yang stabil. Mayoritas pasien akan mengalami perbaikan dalam 3-6 bulan
setelah stroke. Model prognostic lain yang biasa digunakan adalah indeks Barthel untuk
mengukur performa dalam 10 aktivitas sehari-hari dengan skor 0-100, dan Modified Rankin Scale
untuk mengukur kemandirian pasien dengan rentang skor 0-5.1,13

Untuk stroke hemoragik, dapat digunakan model prognosis yang memprediksi mortalitas
30 hari didasarkan pada skor GCS, volume ICH, ada/tidaknya IVH, umur, dan lesi infratentorial14

30
Komplikasi yang dapat timbul dari stroke hemoragik adalah14

1. Kematian pada 7 hari perawatan, biasanya disebabkan karena pneumonia (5,6%),


aspirasi (2,6%), dan distress/gagal nafas (2%)

2. Ventilator associate pneumonia (VAP) : pneumonia yang muncul setelah 48 jam post
ventilasi (akut/early jika muncul < 4 hari, late jika muncul pada hari ke 5 atau lebih)

3. Neurogenik edema pulmonary : disebabkan karena adanya gangguan pada CNS dan
muncul beberapa jam setelah ICH. Hal ini terkait dengan peningkatan ICP,
vasokonstriksi paru , dan peningkatan permeabilitas paru karena peningkatan tekanan

4. Emboli paru : dapat masif (ketika tekanan darah sistolik turun menjadi 90 mmHg atau
40 mmHg dari standard, dengan adanya gejala infark myokard akut, tension
pneumothorax, cardiac tamponade, aritmia) atau sub-masif. Kematian dapat muncul
dalam 1 -72 jam setelah onset

5. Stress induced myopati : disfungsi akut dan transien pada apek ventrikel kiri setelah
keadaan stress. Gejala dapat berupa sindrom coroner akut, dan penignkatan enzim CK-
MB, elevasi segmen ST dan inversi segmen T. Pada 50%v kasus dapat berkembang
menjadi gagal jantung

31
6. Paroksisimal simpatetik hiperaktivitias : muncul pada ICH yang berat, dengan gejala
takikardia, hiperventilasi, demam, peningkatan tekanan darah, dan dilatasi pupil. Hal ini
disebabkan karena diskoneksi autonomic antara korteks diensefalon, subkorteks, dan
batang otak.

32
KESIMPULAN

Stroke merupakan keadaan yang berifat multifactorial, ditandai dengan penurunan


perfusi oatak akibat thrombosis/emboli atau rupture pada pembuluh darah otak, yang
menyebabkan tingginya akan mortalitas dan morbiditas. Penting untuk mengenali tanda awal
stroke karena terapi yang diberikan bersifat “time is brain”. Pemeriksaan gold standard adalah
dengan CT-scan non-kontras dalam waktu 15 menit untuk dapat menentukan jenis terapi (untuk
stroke iskemik atau untuk stroke hemoragik). Selain itu, merupakan hal yang krusial untuk dapat
mengetahui etiologi dari stroke, agar dapat dilakukan pencegahan primer ke depannya pada
faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Tadi P, Lui F. Acute Stroke (Cerebrovascular Accident). StatPearls [Internet]. Update :


August 2019. Retrieved from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535369/

2. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI. Kebijakan


dan Strategi Pencegahan dan Pengendalian Stroke di Indonesia. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. 2017.

3. Ghani L, Mihardja LJ, Delima. Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke di Indonesia.
Buletin Penelitian Kesehatan. 2016:44(1);49-58

4. Kurniawan M, Suarjanti I, Pinzon RT. Panduan Praktis Klinis Neurologi. Perhimpunan


Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2016;150-157

5. Hui C, tadi P, Patti L. Ischemic Stroke. StatPearls [Internet]. Update : May 2019.
Retrieved from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499997/

6. Lee HS. Stroke Revisited : Hemorrhagic Stroke. Springer Science. 2018; 3-159

7. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery Eight Edition. Thieme. 2016;1330-1352

8. An JS, Kim TJ, Yoon BW. Epidemiology, Risk Factor, and Clinical Features of
Intracerebral Hemorrhage : An Update. Korean Stroke Society. 2017:19(1);3-10

9. Mirza S, Gokhale S. Neuroimaging in Acute Stroke. Smgbooks.com. 2016;1-38

10. Vetkamp R, Purrucker J. Management of Spontaenous Intracerebral Hemorrhage. Curr


Neurol Nuerosci Rep. 2017:17(80);1-11

11. Kim JY, Bae HJ. Spontaneous Intracerebal Hemorrhage : Management. Journal of
Stroke. 2017:19(1);28-39

12. Sonni S, Lioutas VA, Selim MH. New Avenue for Treatmen tof Intracerebal
Hemorrhage. Curr Treat Option Cardiovasc Med. 2015 January:16(1);1-9

13. Wittenauer R, Smith L. Ischaemic and Hemorrhagic Stroke. Priority Medicine for
Europe and the World “A Public Health Approacg to Innovation”. 2012;9-10

14. Islam MR, Haque MA, Khn AM, Rahman MM, Afia KN, Talukder MH, et al. Outcome
of Surgical Management in Spontaneous Supratentorial Intracerebral Hemorrhage

34
Patient : A RCT. Journal of National Institue of Neuroscience Bangladesh. January
2017:3(1);37-40

35

Anda mungkin juga menyukai